"Kamu ...."Winata sangat marah hingga napasnya tidak beraturan. Dia ingin sekali langsung menerobos masuk.Jefri, yang baru saja keluar dari laboratorium, melihat Winata berdebat dengan penjaga keamanan dan segera menghampiri mereka."Ada apa ini?" tanya Jefri.Melihat yang datang adalah Jefri, ekspresi Winata sedikit melembut.Setelah menenangkan emosinya, Winata menunjuk ke satpam itu sambil berkata kepada Jefri, "Kak Jefri, aku ingin menemui Jihan, tapi dia nggak membiarkanku masuk."Saat melihat Winata mengenal Jefri, satpam itu baru percaya apa yang baru saja dikatakan Winata.'Wanita ini benaran tunangan Pak Jihan?''Berarti aku barusan sudah menyinggung Nyonya Muda Keluarga Lionel?'Satpam itu melirik ke arah Jefri, yang menatapnya dengan santai, berpikir bahwa dirinya pasti akan kehilangan pekerjaan yang bergaji tinggi ini.Namun tanpa disangka, Jefri menepuk-nepuk pundak satpam itu dan berkata, "Doni, kerja bagus! Akhir tahun ini akan ada bonus untukmu!"Doni tertegun.Dia ti
Hasil rapat penawaran tidak mengejutkan Rian.Setelah menandatangani kontrak, Rian langsung kembali ke ruang istirahat.Begitu masuk ke dalam Rian sedikit mengernyit saat melihat Wina masih belum bangun.Rian menghampiri Wina, mendorongnya pelan untuk membangunkannya, tetapi mendapati Wina tertidur sangat lelap.Setelah Rian memanggil beberapa kali, Wina tetap tidak bangun.Rian sebelumnya mengira Wina hanya tertidur pulas, tetapi sekarang dia merasa ada yang tidak beres.'Ini bukan tidur biasa lagi, tapi sudah seperti orang pingsan.'Rian segera mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Yuno."Yuno, aku ingin tanya apa penderita penyakit jantung sering mengantuk?"Yuno yang sedang melakukan seminar akademis tertegun sejenak, lalu teringat siapa yang Rian tanyakan.Orang dengan penyakit jantung memang lebih rentan mengantuk ....""Bagaimana dengan gejala nggak bisa bangun setelah tertidur?"Penyakit jantung biasa tidak akan memiliki gejala seperti, tetapi gagal jantung ada.Yuno ingin men
"Apa?" tanya Jefri.Jefri tertegun untuk waktu yang lama. Kemudian, dia menyadari bahwa Jihan bertanya apakah Rian akan menikah dengan Wina."Mana mungkin. Dengan latar belakang Nona Wina, mana mungkin Keluarga Gerad akan mengizinkan Rian menikahinya!" seru Jefri."Oh ya?"Jihan bertanya dengan ringan, matanya dipenuhi dengan rasa tidak percaya.'Mereka tumbuh bersama sejak kecil, lalu menjadi kekasih setelah dewasa.''Karena amnesia, mereka saling kehilangan satu sama lain selama lima tahun. Sekarang mereka dipertemukan lagi, pasti akan bersama kembali.''Sebelum mengetahui masalah lalu mereka, aku juga yakin Rian nggak akan melawan Keluarga Gerad demi Wina.''Tapi sekarang Rian sudah ingat kembali, dia pasti akan melakukan apa pun untuk Wina. Lagi pula, mereka sangat saling mencintai.'"Kak Jihan, ada apa denganmu?" tanya Jefri.Merasakan suasana hati Jihan yang sedih itu, Jefri merasa khawatir.'Di dalam hati Kak Jihan, dia pasti masih sedikit menyukai Nona Wina.''Kalau nggak, kena
Sebuah mobil Rolls Royce berhenti di depan gerbang Kompleks Vetia. Di kursi belakang ada Wina yang belum bangun dari tidurnya.Sang sopir bertanya kepada Rian, "Pak Rian, perlu membangunkan Nona Wina?"Rian menatap Wina yang sedang tidur nyenyak. Dia tidak tega membangunkannya."Kamu pulanglah, nanti aku yang setir sendiri," ujar Rian.Mendengar itu, sang sopir pun menyerahkan kunci mobil kepada Rian dan keluar.Rian tidak tahu posisi rumah Wina ada di mana dan tidak tahu kapan Wina akan bangun.Setelah ragu-ragu sesaat, Rian menyalakan mobilnya dan membawa Wina ke vila pribadinya.Rian awalnya akan tinggal di vila miliknya ini ketika datang ke Kota Aster.Namun, karena Winata bersikeras agar Wina mempersiapkan hotel untuk mereka, Rian pun tidak pernah datang ke vila tersebut.Setelah memarkirkan mobilnya, Rian menggendong Wina dan masuk ke dalam vila."Tuan Rian, Anda sudah pulang?"Eli, seorang bibi yang menjaga vila tersebut bergegas menyambut Rian.Rian mengangguk dan memberi tahu
"Terima kasih," ujar Wina sambil mengangguk setelah mendengar penjelasan itu.Wina yang bersikap begitu sopan membuat Rian merasa sedikit tidak nyaman.Wina tidak menyadari perubahan emosi pada Rian dan bertanya, "Pak Rian, apa hasil rapat penawaran kemarin?"Dia tidak mengikuti sampai akhir jadi tidak mengetahui hasil akhirnya."Grup Gerad memenangkan penawaran itu," jawab Rian dengan tenang.Wina sedikit terkejut saat mendengar hasil itu.'Jihan nggak memberikan hak pengembangan kepada Grup Nizari?''Bukankah Nona Winata adalah wanita pujaannya?'Meskipun sedikit bingung, Wina tidak bertanya lagi dan berkata dengan datar kepada Rian, "Selamat."Rian tidak menyukai sikap Wina yang sangat menjaga jarak itu. Dia ingin mengatakan sesuatu kepada Wina, tetapi tidak jadi karena merasa bahwa dirinya tidak berhak.Menekan perasaan aneh di hatinya, Rian melangkah maju dan bertanya, "Apa kamu lapar?"Ketika Wina menggelengkan kepala, dia menyadari bahwa pakaiannya telah diganti.Seketika, dia m
Ekspresi Wina yang sangat dingin itu membuat Rian tiba-tiba merasa Wina seperti landak.Jika dia mendekat, Wina akan menusuknya dengan semua duri di tubuhnya, membuatnya tidak pernah berani untuk melangkah maju.Rian berkata dengan sedikit frustrasi, "Aku nggak butuh kamu memohon ataupun menyanjungku. Sudah cukup selama kamu baik-baik saja."Wina sudah bersiap diri untuk berdebat dengan Rian. Namun, dia tidak menyangka Rian akan berkata seperti itu.Melihat ekspresi Wina yang sedang tertegun menatap dirinya, Rian hanya membalasnya dengan senyuman.Senyumannya tulus, tidak terlihat ada niat apa pun.'Sepertinya dia memang hanya memedulikan kondisi fisikku, jadi bertanya seperti itu.'Rian mengambil piring berisikan makanan itu dari meja dan menyerahkan kepada Wina. "Kamu makan dulu," ujarnya.Wina tidak meresponsnya, tatapan yang tertuju makanan di piring itu terlihat kosong."Nona Wina?"Saat Rian memanggilnya, Wina perlahan menengadah dan menatapnya.Mata Wina yang berkaca-kaca itu me
Selesai sarapan, Wina mengganti pakaiannya kembali dengan susah payah.Saat menghadiri rapat penawaran kemarin, dia mengenakan setelan kerja. Celana kerjanya cukup longgar, jadi bisa menutupi kakinya yang bengkak.Setelah Wina mengganti pakaian, Rian masuk ke kamar. Wina sedang memikirkan cara meminta bantuan Rian untuk menuntunnya turun ke bawah.Rian seperti bisa membaca pikirannya. Dia menghampiri Wina, membuka selimut dan langsung menggendongnya."Wina tertegun sejenak dan Rian berkata dengan datar, "Kalau kamu bisa pergi sendiri, kamu nggak akan memintaku mengantarmu."Perkataan itu tetap sasaran hingga membuat Wina merasa sedikit tidak nyaman dan menundukkan kepalanya.'Dia sangat ringan dan raut wajahnya pucat, dia terlihat seperti orang sakit.''Tubuh yang lemah ini seperti akan terhempas jika ada embusan angin.'Rian tiba-tiba merasa sedih saat melihat kondisi Wina seperti itu."Wina."Setelah keluar dari vila, Rian memanggilnya dengan lembut.Wina menengadah dan menatapnya, t
Wina, yang bersandar di pelukan Rian, seketika memerah dan tubuhnya gemetar.Namun, dia tidak berani mengangkat kepalanya. Dia selalu merasa jika dia mengangkat kepalanya, dia akan bertemu pria di dalam mobil itu.Dia hanya bisa menjadi seorang pengecut, membiarkan Jefri mengejek, menuduh, dan menghinanya.Rian menyadari ketakutannya, memegang tangannya dan menepuk punggungnya dengan lembut."Jangan takut."Setelah mengatakan itu untuk menenangkan Wina, Rian menatap Jefri dengan dingin."Tuan Muda Jefri, Nona Wina bisa berjalan atau nggak sama sekali bukan urusanmu. Sebaiknya kamu jangan menunduh orang lain sesuka hati."Begitu mendengar itu, Jefri sangat marah hingga menyingsingkan lengan bajunya dan ingin memukul Rian.Suara dingin terdengar dari dalam mobil Koenigsegg."Jefri, kita ada urusan penting."Suara pria itu sangat tenang, seolah semua yang terjadi di luar mobil tidak ada hubungannya dengan dirinya.Setelah mendengar kata-kata pria itu, Jefri menenangkan emosinya.Sambil me