Byanca tak pernah menyangka atas layangan cerai yang diajukan Bian. Pasalnya selama ini hubungan keduanya berjalan dengan baik dan romantis. Rumah tangga yang selalu diisi dengan keharmonisan berujung kepahitan. Belum lagi Bian secara terang-terangan menyampaikan kepada publik bahwa ia dan Byanca resmi bercerai dan ia kini memiliki pasangan baru, yang tak lain adalah artis pendatang baru. Sanggupkah Byanca menerima semua kenyataan ini? Akankah Byanca hanya diam atau justru balas dendam? Temukan jawabannya hanya di Novel "Kali Kedua"
View MoreSemburat senja menetap pada langit. Warnanya jingga melukiskan keindahan dan kedamaian yang tak bisa diragukan. Senja pertanda mentari akan pamit dan berganti rembulan. Tak ada iringan hujan menemani perpisahan kali ini dan tak ada pula suara rengekan langit yang berkilat listrik. Semua terasa damai. Sepertinya semesta memang mengikhlaskan kepergian mentari.
Memang apa yang perlu diratapi dari perpisahan kecil ini? Mentari memang pergi, namun ia juga berjanji akan kembali esok hari. Mentari hanya pergi sementara bukan untuk selamanya. Mentari berjanji karena sangat mencintai bumi.
Jika dalam ranah dua anak manusia yang saling mencintai. Ketika sang pria harus pergi dan menjanjikan kepulangan dengan segera, maka sang wanita tidak akan sengsara bila itu terealisasi. Betapa indahnya menanti, kita bisa memupuk rasa agar mekar ketika bersama. Berdamai dengan semesta di tengah suara-suara kerinduan saling berbisikan.
Got all this time on my hands
Might as well cancel our plans, yeah
I could stay here for a lifetime
So lock the door and throw out the key
Can’t fight this no more it’s just you and me
Nada dering ponsel Byanca membawanya kembali dari renungan seputar senja. Tanpa harus melihat nama penelepon pun dia sudah tahu siapa pelakunya. Nada dering itu khusus dibedakan Byanca.
“Ya, Sayang.”
“By…”
Byanca tak salah. Itu adalah Abian—suaminya. Namun suaranya sangat dalam seakan ada sesuatu yang menyumbat tenggorokan. Raut bahagia yang sedari tadi terpancar di rona wajah Byanca mendadak menjadi muram. Degup jantung Byanca jadi tak menentu. Hatinya memberi sinyal ada sesuatu buruk yang akan terjadi. Byanca sangat mengenali Bian. Ia hapal setiap sisi dari pria yang menikahinya lima tahun silam.
“Aku akan pulang dan memasakkan sapi panggang untukmu. Cepat kembali!” Byanca mengubah topik pembicaraan. Ia tak siap akan kenyataan yang ingin disampaikan Bian. Entah apapun itu, bahkan kini air mata wanita itu sudah keluar.
Ia melipat bibir ke dalam. Menangis dalam diam agar tak terdengar oleh Bian.
“By, maaf…”
Kaki Byanca melemas, apa yang ditakutkannya terjadi. Ada hal buruk yang ingin disampaikan Bian sampai ia harus meminta maaf. Apa ini ada hubungannya dengan –
“Apa yang kamu dengar dari berita itu benar, By. Aku tak menyangkalnya. Maafkan aku.”
Byanca ingin menolak jika yang mengatakan itu bukan Bian. Semenjak semalam—ketika foto suaminya dan seorang wanita tersebar ke jejaring media, Byanca seolah menutup mata dan telinga. Ia hanya ingin mendengar kalimat bantahan Bian, tapi hari ini Bian mengakuinya. Angin berhembus dari arah jendela seakan ingin membawa Byanca terbang agar hilang dari permasalahan ini.
Sulit bagi Byanca mempercayai ini semua. Bagaimana bisa ia membayangkan pria yang tak pernah bosan mengungkapkan cinta padanya kini berkhianat hanya karena seorang wanita? Apa ia sudah tidak cantik? Apa ia sudah tidak menarik? Apa ia tidak pantas dijadikan istri untuk selamanya? Apa Bian sudah tak mencintainya lagi? Atau karena wanita itu jauh lebih sempurna darinya?
“Kenapa, Bian?” Byanca tak mau menyembunyikan suara tangisnya. Ia berkata dengan sesenggukan. “Kenapa kamu sejahat ini? Apa salahku? Katakan!”
Jika alasan Bian selingkuh karena kesalahan Byanca, mungkin ia bisa menoleransi. Meski bayangan ia sudah menjadi istri yang baik dan penurut terus berputar di kepalanya, tak apa. Mungkin menjadi baik saja tidak cukup untuk seorang Abian. Terkadang seseorang tidak mensyukuri apa yang dimiliki dan ketika itu hilang, maka timbul penyelesaian. Wajarnya memang begitu, manusia terlalu biasa dalam penyesalan.
“Kamu sempurna, By.”
Semakin Byanca mendengar pujian Bian. Semakin hatinya sakit tak tertahan. Byanca menggigit bibirnya, menahan sesak yang siap menyeruak.
“Aku yang salah. Aku mengkhianati mu.”
Terdengar nada penyesalan menyapu telinga Byanca. Ia tahu Bian pasti melakukan itu karena tidak sengaja. Byanca tak boleh menjadi orang lain untuk Bian. Ia harus memaafkan dan menerimanya. Ia harus membantu Bian. Byanca yakin dia pasti bisa.
“Bi… Aku akan selalu ada untukmu. Tak peduli …”
Belum sempat ia menghabiskan kalimatnya, Bian langsung menyeka, “Jangan!”
“Aku akan melepas mu. Tinggalkan aku dan carilah kebahagiaan lain. Aku menceraikan mu, Byanca Anesta Tanjung.”
“Bi…. Bi… Abian…” Byanca terus meneriaki nama Bian meski panggilan itu sudah terputus seiring kalimat perceraian yang terlontar.
Bercerai tidak pernah ada dalam kamus hidup Byanca. Selain itu, Islam tidak mengajarkan umatnya untuk bercerai, bahkan Allah sangat membenci perceraian meski tak mengharamkannya.
Semesta bisakah tidak bercanda? Kemarin aku masih menemukan versi Bian yang setia tapi kenapa sekarang kau mengubahnya menjadi seorang pria yang berbeda? Bisakah ia menjadi seperti dulu saja? Aku ingin dia yang mencintai ku tanpa syarat dan tak akan pernah berkhianat.
Bian adalah cinta pertamanya. Lelaki yang ia mantapkan menjadi imam sepanjang hidup hingga surga. Byanca menghabiskan banyak waktu di masa lalu untuk meyakinkan kedua orang tuanya agar merestui pernikahan mereka. Ini kah hasil yang ia tuai? Perpisahan dan menyakitkan. Bian terlalu kejam kali ini.
Tak ingin membuang waktu, Byanca membereskan barangnya dan bergegas pulang. Ia ingin meminta penjelasan dari Bian secara langsung. Bagaimanapun Byanca masih memiliki hak untuk mendengar kebenaran. Byanca siap menuruti keinginan Bian. Ia hanya ingin melihat wajah itu, meski untuk terakhir kali.
Ketika Byanca memasuki lift. Ia mendapati dirinya sendiri. Berangsur rasa sakit kembali memberi sinyal pada dirinya. Ia beringsut dan terduduk. Menangis dan menenggelamkan wajah di lipatan lutut. Byanca hancur kali ini. Ia hancur karena pria yang ia cintai.
Biasanya Bian menyiapkan bahunya sebagai tempat bersandar. Mengulurkan tangan untuk mengajak Byanca bangkit dari keterpurukan. Bian pula yang menghadiahi dengan kata-kata penenang. Tapi, sekarang Bian menghilang. Tenggelam di telan masa dan yang tersisa hanya kenangan. Tak ada lagi Bian sebagai penawar lukanya. Yang ada Bian lah menjadi duri untuk luka itu sendiri.
Entah apa yang terjadi. Senja yang begitu menawan tadi mendadak berubah muram. Senja tak lagi jingga dan berganti hujan. Entah berapa lama waktu dihabiskan Byanca meratapi pilunya hingga tidak menyadari perubahan cuaca. Byanca merasa jika semesta kali ini bernasib sama dengannya. Sebelumnya pernikahannya dan Bian adalah pernikahan yang diidamkan banyak orang. Mereka bahagia dan penuh cinta, tapi kini semua berubah menjadi bencana hanya karena wanita lain.
Byanca melupakan mobilnya dan berjalan di bawah hujan. Merentangkan tangan dengan tangis tak pernah hilang. Ia hanya ingin terus berjalan tanpa tahu tujuan.
Akankah Bian sama dengan mentari yang pergi untuk kembali. Melepaskan untuk menarik kembali. Apakah ini juga sementara? Perpisahan ini hanya sementara, bukan?
Tidak ada yang bisa menerima sebuah perpisahan. Baik pisah hidup maupun mati. Semua yang pernah bersama ingin selalu bersama hingga akhir hayat bahkan di kehidupan selanjutnya. Dunia fana ini selalu diimingi dengan kebahagiaan semata. Nyatanya kebahagiaan itu semu.Renata melakukan aksinya untuk memisahkan Dewo dan Rina karena kebenciannya pada ayah Dewo, Pramasta yang telah merenggut nyawa kedua orang tuanya. Tidak hanya itu, menurut Rentina sejak sahabatnya itu—Dewo—mengenal Rina waktunya sangat sedikit untuk Rentina. Hal itu semakin memupuk rasa kebenciaannya.Strategi demi strategi untuk balas dendam telah direncanakan. Salah satu yang direalisasikannya adalah masuknya orang ketiga dalam rumah tangga Dewo. Sebenarnya itu tidak murni rencananya. Rams berselingkuh dengan seorang wanita bernama Mellisa. Suatu hari, Rams mengatakan bahwa Mellisa tengah mengandung anak mereka. Rentina tidak dapat menerima itu, dia pun kesal pada Rams dan mengancam Rams atas
Rentina tersadar dari hanyutan masa lalunya. Matanya memerah menatap Dewo. Aura kebencian terpancar dari lensa hitam tersebut. Aliran darahnya seakan membuncah untuk membalaskan dendam kepada Dewo. Sialnya, rantai yang kuat ini menjeratnya.“Pramasta apa kabar?”Ini adalah kali pertama ia menyebut nama ayah Dewo tanpa menggunakan embel-embel panggilan ‘om’ untuk kesopanan. Sejak ia menyelidiki lebih lanjut ucapan mantan supirnya, Rentina tidak menelan informasi itu mentah-mentah melainkan ia menyelidiki lebih lanjut. Masih ada harapan Rentina bahwa ayah temannya itu tidak bersalah. Satu demi satu bukti dan saksi Rentina kumpulkan selama bertahun-tahun hingga akhirnya bahwa kecurigaan itu adalah benar.Lalu apa yang dilakukan Rentina?Apakah ia langsung membalaskan dendamnya pada Pramasta?Tidak!!Ya, jawabannya tidak. Rentina tidak melakukan apapun kepada Pramasta karena ketika ia telah berhasil mengumpulkan semua buk
Perusahaan warisan ayah Rentina telah dikelola oleh adik kandung ayahnya sendiri yang mana nantinya akan diserahkan kepadanya. Rentina tidak terlalu mengambil berat hal itu karena ia menganggap dirinya masih belum mampu untuk mengelola perusahaan tersebut. Rentina hanya menerima hasil setiap bulan dan dimanfaatkan untuk biaya sekolahnya. Rentina sering berkunjung hanya untuk mendapatkan teka-teki atas kematian orang tuanya. Dia mulai melibatkan diri dalam pekerjaan di perusahaan. Mulanya hanya untuk memecahkan teka-teki, lama kelamaan menjadi ketertarikan untuk bekerja di sana. Rentina meminta kepada omnya untuk diajak bekerja, ia pun ingin mengambil peran dari mulai yang terendah dahulu. Rentina mempelajari setiap liku pekerjaan tersebut. Perusahaan ayah mengalami gejolak hingga hampir gulung tikar. Om Irwan, omnya mengaku sudah melakukan banyak cara untuk menstabilkan permasalahan tersebut. Permasalahan ini dipicu karena mereka salah memilih distributor. Uang yang
Flashback on“Rentina, ikhlaskan kepergian mereka!” ucap tantenya sambil memeluk tubuh remaja Rentina.Rentina mengatupkan mulutnya. Membungkam kesedihan yang membendung. Hari itu adalah hari yang sangat buruk bagi Rentina. Tak pernah ia bayangkan bahwa hari itu datang, hari dimana ia kehilangan dua orang yang disayanginya yaitu papa dan mamanya.“Tante, kata ikhlas memang mudah diucapkan tetapi, sangat sulit untuk diimplementasikan. Bagaimana aku akan menjalani hariku tanpa mereka? Aku hanya anak tunggal. Aku tak memiliki apapun dan siapapun lagi.”Rentina tahu bahwa ini kehendak Tuhan akan tetapi ia belum siap. Hati dan kepalanya terus berbicara akan sendiri yang akan dihadapinya. Rentina menekuk lututnya kemudian memeluk lutut itu, menggambarkan bahwa ia hanya bisa bertahan dengan dirinya sendiri. Hartanya adalah dirinya sendiri. Ia menangkup dan menangis sekencang-kencangnya. Para pelayat yang mengirimkan doa kepada orangtuanya
“Apa sebenarnya penyebab kalian merusak rumah tangga ku?”Rina tak mampu menahan seluruh gejolak pertanyaan yang telah dari Singapore ia pendam. Rina tak mementingkan waktu jika saat ini antara Rentina dan Dewo sedang bersitegang. Ia hanya ingin tahu agar dadanya tak sesak menahan.Mata Rentina beralih pada Rina. Alih-alih menjawab, ia justru menyunggingkan senyuman seakan mengejek Rina. Senyuman yang dulunya hangat kini menjadi tajam yang mampu menyabik hati Rina.“Karena kamu terlalu sombong, Rina.”Rina terpancing untuk menghampiri Rentina. Entah hanya sekedar mendekatkan telinganya agar memastikan bahwa ia tak salah dengar. Namun, Dewo segera mencegahnya. Dewo menarik tangan Rina dan membisikkan kata-kata penenang.Rina memejamkan mata kemudian mengatur emosinya. Ia tak boleh terpancing demi permasalahan ini cepat diselesaikan. Melihat wajah Rentina terlalu lama akan mempengaruhi kesehatan jantungnya.“Kamu
Rina menyunggingkan senyuman kepada Bian setelah mendengar teriakan Indira. Wanita itu sangat kacau dan berantakan. Rina mengira bahwa mentalnya telah terguncang. Ia mendekati Dewo dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi kepada Indira. Dewo hanya menjawab dengan mengangkat bahunya membuat Rina menghela napas malas. Sudah dalam keadaan seperti ini pun Dewo masih sempat untuk bermain rahasia. Di hadapan Rams dan Rentina terbentang sebuah sofa panjang dengan sebuah meja di hadapannya yang berisi banyak makanan dan juga minuman. Dewo mengajak mereka semua untuk duduk. “Rentina, Rams dan Indira kehadiranku membawa mereka semua ke sini bukan untuk menghukum kalian. Aku tahu semua orang pasti pernah melakukan kesalahan tidak terkecuali diriku sendiri. Aku ingin kita menyelesaikan dengan damai dan secara kekeluargaan. Tolong akui semua kesalahan kalian!” Tak munafik bahwa kekesalan Dewo kepada tiga manusia di hadapannya sudah mengubun-ubun tetapi ia masih memiliki h
Pesawat yang ditumpangi mendarat indah di Bandar udara Soekarno Hatta. Dewo beserta rombongan segera menaiki mobil yang telah disediakan. Perjalanan selanjtunya adalah menuju tempat penyekapan Rams dan Rentina. Sepanjang perjalanan, semua tampak tak banyak bicara. Hanya diam dan menerka-nerka akan bagaimana kelanjutan cerita ini.Begitu sampai tempat penyekapan, Salim telah menunggu mereka. Ia segera mendekat dan menyapa satu-persatu. Dewo tersenyum ramah dan juga berjalan di samping Salim.“Lalu, apa yang akan kau lakukan?” Siapapun pasti akan sangat penasaran. Begitu pula dengan Salim. Sudah lama ia menanti hari ini. Ia juga sudah lelah menebak konspirasi di antara semuanya.“Dimana Bema dan Brian?” Dewo berhenti dan memperhatikan sekitar. Hal tersebut juga membuat semuanya berhenti dan mengikuti arah pandang Dewo.“Aku sudah meminta mereka datang tetapi tidak tahu kemana dua anak itu.” Tak ingin membuat suasana hati
Langit cerah menutupi raut kemarahan dari dua anak manusia yang saling berhadapan dengan kondisi tubuh terikat tali. Mereka adalah Rentina dan Rams. Rentina menggerakkan tubuhnya; menggapai-gapai tangan Rams. Ia tak bisa dengan lantang menyuarakan isi kepalanya sebab mulutnya ditutupi lakban hitam yang menyebalkan.Rentina berusaha berbicara lewat mata. Sayangnya Rams nampak tak tertarik, ia memutar lehernya dan lebih memilih menatap dinding yang dipenuhi sarang laba-laba tersebut. Lebih baik melihat itu dari pada menatap Rentina dengan segala gejolak emosinya.“Apa kau tak ingin mengalahkan Dewo di dunia bisnis?” Rams mengingat dengan jelas kata-kata yang diucapkan Rentina dahulu. Kata yang menjadi mantra untuknya melakukan segala cara agar mengalahkan Dewo. Meski Dewo bukan tandingannya di dunia bisnis tetapi Rams mengal
Berdamai dengan keadaan adalah jalan yang dipilih Rina meski hati masih berbentur dengan luka masa lalu, tetapi ia begitu sadar bahwa semua karena jebakan. Rina memang mencoba untuk memaafkan Mellisa. Melihat Archi yang sedikit trauma membuat Rina merasa iba. Ia pernah melihat jiwa Byanca terguncang. Oleh sebab itu, ia tak ingin Archi juga nekat melakukan apa yang Byanca lakukan dahulu.Mellisa merasa terharu atas sikap Rina. Ia berulang mengucapkan terima kasih bahkan ia secara refelks memeluk Rina. Semua ini di luar ekspektasinya. Mellisa iri dengan Rina yang memiliki hati begitu lembut. Ia berjanji akan menjadikan dirinya lebih baik lagi untuk membalas kebaikan Rina. Untuk Dewo, ia tak akan mengejarnya lagi. Terserah pada Dewo untuk hidup seperti apa, lagi pula mereka telah berpisah sejak beberapa bulan yang lalu.Usai melepaskan pelukan Mellisa, Rina menatap Dewo dengan ekspresi tak terbaca. Dewo menaikkan sebelah alisnya tanda tak mengerti arti tatapan itu. Rina t
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments