Beranda / Romansa / KALI KEDUA / Kembali Sepi Menyapa

Share

Kembali Sepi Menyapa

Penulis: Sann dyy
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-03 20:25:20

Rayya kecil melambaikan tangan. Mobil jemputannya sudah tiba. Mungkin Mama Rayya sudah merindukan sang putri. Langit pun sudah merindukan mentari, kini ia ingin membawa mentari pulang dan berganti dengan rembulan.

“Ada yang sedih ni.”

“Siapa yang sedih?”

Clara hanya mengangkat bahunya kemudian ia merosotkan tubuh ke atas sofa. “Rayya pulang, sepi pun datang.”

Ken mencebikkan bibirnya. Dia tak setuju jika Rayya tiada maka rumah akan sepi. Memang gadis itu bisa apa selain menangis. Bahkan Ken masih mengingat, Rayya yang tiba-tiba menangis usai makan siang tadi. Ia terus memanggil mamanya. Untung saja Tante Clara menyimpan nomor telepon Tante Amira—Mama Rayya, jika tidak, bisa dipastikan rumah Ken banjir air mata.

“Mikirin apa, Nak?” Byanca mengelus surai hitam Ken. Ia mengangkat tubuh Ken ke atas pangkuannya. Byanca sangat suka memanjakan Ken. Baginya, memeluk dan menciumi seluruh tubuh Ken adalah kesenangan. Maka tak heran bila Ken pun selalu bersikap manja.

“Mikirin Rayya dong, Mi,” ucap Clara dengan suara yang dibuat seperti anak kecil.

Ken ingin memarahi Tante Clara namun ia takut dimarahi maminya. Mami selalu pesan untuk sopan pada yang lebih tua. Ken menatap Byanca seakan meminta kalimat bantahan.

“Tante Cla…”

Clara tertawa cekikan. Ia sangat bahagia melihat interaksi antara Byanca dan Ken. Itu sangat manis. Lihatlah sepasang anak dan ibu itu! Duduk dengan saling menatap, sesekali menyatukan hidung mancung mereka kemudian saling berpelukan. Meski tak ada kata yang terdengar, namun dari sorot mata sudah memancarkan rasa cinta yang mendalam. Clara tidak bisa membayangkan seandainya Bian mengambil Ken dan memisahkannya dari Byanca. Byanca bisa kehilangan separuh jiwanya. Tidak! Itu tidak boleh terjadi.

“Ah, Nggak seru ni! Masa Tante Cla yang cantik dicuekin sih.” Clara menyilangkan tangannya di dada. Ia duduk di sebelah Byanca. Setelah menatap Ken yang tak terkecoh dengan perkataannya, Clara mulai jahil. Ia sengaja memeluk Byanca dari samping.

“Ini Mami Ken, Tante…” rajuk Ken dengan semangat menjauhkan lengan Clara yang menempel di bahu Byanca.

“Bagi-bagi dikit dong, Ken. Ini kan temen Tante juga.”

“Nggak mau. Pokoknya ini maminya Ken.”

“Tapi ini temannya Tante.”

Kelucuan antara Ken dan Clara mengundang Byanca masuk dalam sebuah kenangan bersama Bian. Iya, dulu Bian dan Ken suka memperebutkannya—persis seperti ini. Bedanya, terkadang Bian mengalah dengan dalih, “Setelah Ken tidur. Kamu jadi milik aku.” Selalu begitu bisiknya ke telinga Byanca.

Di ruang tamu ini, di sofa yang sedang mereka duduki adalah tempat yang pernah mereka lalui bersama. Melabuhkan rasa dengan kalimat cinta, mencairkan suasana dengan canda, meriak sepi dengan kejahilan kemudian meluruh dalam tangis. Semua itu adalah masa yang pernah Byanca rekam. Seandainya ia mampu, ia ingin kamera hanya merekam adegan itu saja tanpa pernah usai—seakan baterainya habis. Ya, Byanca memang egois. Ia hanya ingin mengulang waktu manis.

Semua kejadian yang akan terjadi maupun yang sedang terjadi seakan reka ulang dari kenangan bersama Bian. Bedanya, sekarang pemeran itu dibiarkan kosong—tak ada yang mengisi. Sang pemeran utama belum kembali.

“Hayo, mikirin apa ni, Mami, sampe merah gitu hidungnya?”

Byanca mengadu kesakitan. Clara menarik hidung Byanca. Bagaimana tidak merah? Jika tarikannya sangat kuat. Dasar Clara, si manusia usil.

“Tante Cla nggak boleh jahatin, Mami.” Ken melototi Clara. Ia menyilangkan kedua tangannya di dada. Anak kecil ini sudah seperti mafia.

“Ah, maafin Tante ya, Mi. Maafin ya, Ken.”

Byanca mengajak keduanya memasuki kamar Ken. Mereka sepakat untuk tidak makan malam lagi, karena mereka sudah makan pukul lima sore. Jadi, rasanya sudah kenyang.

Hal yang pertama kali dilakukan oleh mereka adalah membersihkan diri sebelum bergabung di kasur. Kasur Ken memang tak seluas kasur Byanca. Namun, Byanca enggan mengajak Clara tidur di kamarnya. Entahlah rasanya tidak pantas ia membawa orang lain menaiki ranjangnya. Apalagi menggantikan posisi Bian.

“Dari tadi kamu melamun aja, By. Ada apa?” bisik Clara. Untung saja, Ken sedang menggambar dan membelakangi mereka. “Pasti mikirin Bian kan?”

Byanca menutup wajahnya dengan telapak tangan. Ia tak mau menjelaskan isi hatinya secara gamblang. Pria itu, yang selalu menghantui hati Byanca. Padahal ia juga yang menyiakan hidup Byanca. Tuhan… bisakah Byanca hidup tanpa bayang Bian? Harusnya bisa.

“Elah… malah tidur.” Sisi kasur bergoyang karena Clara meringsuk ke dekat Ken. “Ken gambar apa sih?”

Ken hanya melirik sebentar, kemudian sibuk kembali menggambar. “Potret keluarga.”

“Potret keluarga?”

Ken mengangguk. “Mami pernah cerita tentang potret keluarga. Kata Mami, keluarga bahagia itu adalah keluarga yang saling merangkul.”

Ya, dulu memang Bian dan Byanca saling merangkul dalam membentuk keluarga. Namun, sekarang Bian melepaskan rangkulan itu dan membiarkan Byanca jatuh sendirian. Clara melirik sebentar ke arah Byanca. Sungguh ia sangat yakin bahwa Byanca belum tidur.

“Yang di tengah ini Ken?”

Ken mengangguk lagi. “Ken mau gambar Mami, Daddy dan Ken yang lagi duduk di tepi pantai. Seperti bulan kemarin, kita ke pantai apa itu, Mi, namanya?”

Pantai Lagoon. Byanca hanya menjawab dalam hati. Ia tak mau kenangan mengusik jiwanya lagi. Sudah cukup seharian ia merawat kenangan itu. Karena setiap kali kenangan bersama Bian terbingkai, hatinya tenggelam. Byanca tetap diam. Riuh isi kepala dan hati saling meronta untuk dilepaskan.

Byanca menggigit bibirnya agar meredam tangis yang akan keluar. Dia tak boleh menangis apalagi di depan Ken. Bagaimana pun Ken harus menyaksikan kebahagiaan bukan kesedihan. Kasur terasa bergoyang menandakan aktivitas seseorang, tiba-tiba Byanca merasakan sebuah lengan kecil melingkari perutnya.

“Mami…”

Ah, itu Ken nya. Anak itu selalu bisa menebak kondisi hati Byanca. Ingin rasanya Byanca mengatakan agar Ken tidak tumbuh terlalu dewasa namun sebagian dirinya juga merasa senang akan kecerdasan anaknya itu.

Byanca berdehem, menurunkan tangannya dan merengkuh tubuh Ken. Ken memegang wajah Byanca seakan memindai jejak air mata di sana. Untung saja tidak ada karena Byanca berusaha menahannya.

“Kamu sudah mengantuk?” Byanca mengusap surai hitam Ken. Mengalihkan perhatian Ken adalah jalan ninjanya.

“Kata Tante Clara, Mami lagi sedih. Mami kenapa?”

Sontak saja Byanca melemparkan pandangan pada Clara. Namun, gadis itu seakan tuli dan terus menggulir layar ponselnya. Byanca lupa jika Clara terkadang punya seribu satu cara menyebalkan.

“Mami ngga sedih kok.”

Ken tak mengalihkan netranya pada Byanca. Terus mencari kesedihan di mata itu. Ken memang masih kecil, tapi ia bisa dengan mudah memahami kondisi orang dewasa. Ketika ingin membuka suara, ponsel Ken berdering keras di atas nakas. Segera ia hampiri dan melihat siapa peneleponnya.

“Daddy…” aduya pada Byanca.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Blgnya bian ndak bs tanpa byanca lha itu yg bucin skrg siapa yah?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • KALI KEDUA   Keharmonisan Sebuah Ikatan

    “Daddy tadi Tante Cla menunggangi Gypsy. Tidak apa ‘kan, Dad?” Ken meletakkan ponselnya bersandar di punggung ranjang, sementara ia sedang tengkurap dengan menopang kedua tangan di dagu.Clara melirik pada Ken. Penasaran apa kiranya aduan bocah kecil ini pada ayahnya. Ia juga memerhatikan wajah Byanca yang terlihat sendu sebelum masuk ke kamar mandi. Pasti ia merindukan Bian.“Tante Cla?”Ken dengan cepat mengangguk. Ia menatap Tante Cla—meminta persetujuan agar kamera ponselnya mengarah pada Clara. Tapi, Clara menolak. Yang benar saja, ia ingin melihat wajah Bian. Memikirkannya saja Clara jadi kesal.“Oh, tidak apa dong,” segera Bian berkata karena melihat wajah putranya sendu. “Pasti seru banget main kudanya. Gypsy atau Lorenzo tidak ada yang nakal kan?”Ken menggeleng lemah. “Tidak, Dad. Hanya saja…&rdquo

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-03
  • KALI KEDUA   Adonan Rahasia

    “By…tepungnya yang mana?” Clara mengangkat dua buah stoples berisi tepung. Dari warnanya yang putih, Clara sangat susah membedakan antara tepung tapioka dan tepung terigu.Sejak subuh tadi, keduanya memutuskan berkolaborasi di dapur. Membuat sesuatu yang baru untuk menu sarapan. Setelah percakapan pada pukul dua dini hari, Byanca memutuskan untuk bercerita semuanya kepada Clara. Ia merincikan setiap kejadian antara dia dan Bian. Byanca juga mengaku bahwa saat ini ia sedang tidak baik-baik saja. Ada rasa sedih, kesal dan amarah yang tak tersalurkan, namun harus Byanca biarkan mengendap dalam hati saja. Kini, tak ada lagi rahasia, Byanca yakin jika Clara mampu menjaga ceritanya. Alhasil, mereka tak tidur lagi dan berakhir dengan aksi memasak.Clara bukanlah seorang wanita yang akrab dengan segala tetek bengek penghuni dapur, hanya saja ketika bersama Byanca entah mengapa ia sangat antusias memasak. Ia sangat suka melihat tan

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-04
  • KALI KEDUA   Pengakuan Palsu

    Byanca tak berselera untuk bekerja. Ia menitipkan segala urusan perusahaan pada Nirina, asistennya. Ini baru kali pertama ia lakukan, biasanya sesibuk apapun atau secapek apapun Byanca tetap profesional. Berdiri dan menaungi perusahaan yang ia rintis sejak usia 20 tahun itu dengan senang hati. Namun, tidak dengan sekarang. Semangatnya hilang bersama angan. Ombak menenggelamkannya ke dasar laut.Menemani Ken seperti candu baginya. Berapa waktu yang ia gunakan untuk bekerja hingga tidak memperhatikan perkembangan putra semata wayangnya. Lihatlah, sekarang Ken sudah pandai berenang. Ia tak takut lagi dan terlihat lihai. Entah sejak kapan itu terjadi, Byanca tak tahu dan ia menyesal membiarkan waktu berjalan sesuka hatinya.“Ken pintar banget. Masih umur empat tahun udah jago ini itu.” Clara datang dengan membawa dua minuman kaleng untuk mereka.Clara pun sama dengan Byanca—tak berselera kerja. Clara memang

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-04
  • KALI KEDUA   Tergantikan oleh Waktu

    ‘Abian, anak pasangan musisi David Backson dan Rentina Sarasti mengaku sudah bercerai dengan istrinya, Byanca’‘Tak ada angin, tak ada hujan. Tiba-tiba saja Bian mengumumkan sudah bercerai dengan istrinya dan akan segera melangsungkan pernikahan dengan Indira Baskoro’Tepat pada pukul sepuluh pagi, Bian menghadiri sebuah konferensi pers. Dimana ia mengakui bahwa sedang berkencan dengan Indira dan juga mengakui telah resmi menyandang status duda. Sekitar tiga bulan mendatang, mereka akan menggelar sebuah resepsi pernikahan.Tak ada raut sendu di wajah Bian, justru ia terlihat santai dan tenang. Seakan yang diaktakannya adalah sebuah kenyataan. Tidak, itu sama sekali tidak benar. Ia dan Byanca belum resmi bercerai. Bian hanya melayangkan talak lewat telepon. Byanca ingin memaki di depan Bian, setengah mati ia menahan rasa yang seenaknya dihancurkan begitu saja tanpa sisa. Bian jahat, Bian bukan Bian

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-04
  • KALI KEDUA   Harga diri yang diinjak

    Basri menghela napas berat, kemudian ia menatap Byanca. “Tidak ada. Beliau hanya berpesan bahwa rumah ini beserta isinya, villa yang ada di Bali, Appartement lama, Alphard dan Range Rover semua akan ditangguhkan atas nama anda dan Ken. Ah, iya saya lupa ia juga memberikan saham 10% atas perusahaannya untuk Ken dewasa kelak, Bu.”“Saya tidak butuh harta.” Dada Byanca naik turun menahan emosi. Apa Bian berpikir bahwa selama ini Byanca bersamanya hanya karena harta? Apa Bian tak merasakan ketulusan di hati Byanca. Keterlaluan sekali. Bian sama sekali menjijikkan dan tak punya hati. Mengapa Byanca bisa mencintai pria seperti itu.“Sampaikan pada Bian. Aku tak menginginkan harta. Yang aku inginkan adalah ia datang menemui ku dan Ken. Setidaknya ia menyampaikan maksudnya dengan baik. Aku tidak akan menahannya untuk pergi atau menghancurkan mimpi indahnya untuk menikah lagi. Tidak sama sekali. Yang aku inginkan hanya s

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-05
  • KALI KEDUA   Terbang Bersama Angin

    Yang membencimu akan semakin membenci ketika kamu dalam kerterpurukan. Tak peduli seberapa baik usahamu menyenangkannya. Karena itu semua hanya kamuflase.“Pak Bian tidak ada. Anda dilarang masuk!” Resepsionis itu — Amel mengusir Byanca dengan nada ketus. Ia bahkan berkacak pinggang seakan lupa bahwa dulu ia sangat menghormati wanita ini.“Amel jangan kurang ajar kamu. Saya mau ketemu Bian,” tekan Byanca. Ia sebenarnya bukan tipe orang yang selalu mempermalukan diri di hadapan publik. Namun, Amel terus saja menghalangi langkahnya.“Kamu yang kurang ajar. Saya sudah bilang kalau kamu tidak boleh masuk.” Amel mencengkeram tangan Byanca kemudian mendorongnya keluar.“Pak… Usir wanita ini! Dia mengganggu saja.”Seorang sekuriti berlari menghampiri Byanca dan segera menarik pergelangan tangan Byanca. Ia tak mengenal siapa se

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-06
  • KALI KEDUA   Berganti Buku Baru

    “Kalau ada apa-apa telepon Tante, ya?” Clara mengelus rambut tebal Ken. Sebenarnya dia enggan berpisah dengan Byanca dan Ken. Ia ingin tetap bersama keduanya. Baginya, Byanca tidak hanya sahabat namun sudah seperti kerabat. Namun, dia juga setuju pada Tante Rina. Jika Byanca berlama-lama di sini yang ada ia akan semakin terluka, lebih baik ia ke Korea bersama Tante Rina, untung-untung Byanca dapat Oppa yang lebih tampan dari Bian. Biar Bian menyesal.“Nirina, aku percaya pada kamu. Tolong urus perusahaan. Sekitar dua atau tiga hari lagi seorang direktur baru akan datang. Mami mengutus keponakannya mengelola perusahaan untukku.” Byanca menyerahkan segala dokumen kepada Nirina.“Aku ingin semua aset dan sahamku ditangguhkan atas nama Ken. Tolong ya.” Byanca memiliki perasaan tak enak atas nasib perusahaannya mendatang, oleh karenanya ia sudah memberikan beberapa persiapan untuk Nirina. Setidaknya ia bisa men

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-08
  • KALI KEDUA   Upaya Melupakan

    “Cucu Oma sudah besar sekali.” Rina menggendong Ken kemudian membawanya memutar.“Mi, Ken sudah gede lo. Nanti Mami sakit pinggang,” ucap Byanca tak enak hati. Ia tak ingin maminya nanti mengeluh sakit pinggang dan berujung dengan Byanca yang memijatnya.“Mami kamu ini bagaimana sih, Ken? Orang Oma sehat begini, malah dibilang sakit pinggang,” ujar Rina dengan mencebikan bibirnya, sementara Ken hanya tertawa lepas. Baginya, pemandangan Oma Rina dan Mami Byanca sedang berselisih paham sangat lucu.Yang tidak diketahui oleh Byanca bahwa Rina sangat rajin berolah raga akhir-akhir ini. Jadi, dia terlihat lebih sehat dan muda. Banyak teman-temannya yang menyarankan agar Rina merawat diri agar tak termakan oleh usia.“Eh… Maksud Byanca nggak gitu, Mi.” Byanca meraih pundak Rina dan menciumi wajahnya. “Byanca kan juga kangen Mami. Masak cuma Ken a

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-08

Bab terbaru

  • KALI KEDUA   AKHIR

    Tidak ada yang bisa menerima sebuah perpisahan. Baik pisah hidup maupun mati. Semua yang pernah bersama ingin selalu bersama hingga akhir hayat bahkan di kehidupan selanjutnya. Dunia fana ini selalu diimingi dengan kebahagiaan semata. Nyatanya kebahagiaan itu semu.Renata melakukan aksinya untuk memisahkan Dewo dan Rina karena kebenciannya pada ayah Dewo, Pramasta yang telah merenggut nyawa kedua orang tuanya. Tidak hanya itu, menurut Rentina sejak sahabatnya itu—Dewo—mengenal Rina waktunya sangat sedikit untuk Rentina. Hal itu semakin memupuk rasa kebenciaannya.Strategi demi strategi untuk balas dendam telah direncanakan. Salah satu yang direalisasikannya adalah masuknya orang ketiga dalam rumah tangga Dewo. Sebenarnya itu tidak murni rencananya. Rams berselingkuh dengan seorang wanita bernama Mellisa. Suatu hari, Rams mengatakan bahwa Mellisa tengah mengandung anak mereka. Rentina tidak dapat menerima itu, dia pun kesal pada Rams dan mengancam Rams atas

  • KALI KEDUA   Ayahmu pembunuh

    Rentina tersadar dari hanyutan masa lalunya. Matanya memerah menatap Dewo. Aura kebencian terpancar dari lensa hitam tersebut. Aliran darahnya seakan membuncah untuk membalaskan dendam kepada Dewo. Sialnya, rantai yang kuat ini menjeratnya.“Pramasta apa kabar?”Ini adalah kali pertama ia menyebut nama ayah Dewo tanpa menggunakan embel-embel panggilan ‘om’ untuk kesopanan. Sejak ia menyelidiki lebih lanjut ucapan mantan supirnya, Rentina tidak menelan informasi itu mentah-mentah melainkan ia menyelidiki lebih lanjut. Masih ada harapan Rentina bahwa ayah temannya itu tidak bersalah. Satu demi satu bukti dan saksi Rentina kumpulkan selama bertahun-tahun hingga akhirnya bahwa kecurigaan itu adalah benar.Lalu apa yang dilakukan Rentina?Apakah ia langsung membalaskan dendamnya pada Pramasta?Tidak!!Ya, jawabannya tidak. Rentina tidak melakukan apapun kepada Pramasta karena ketika ia telah berhasil mengumpulkan semua buk

  • KALI KEDUA   Pembunuh Sebenarnya

    Perusahaan warisan ayah Rentina telah dikelola oleh adik kandung ayahnya sendiri yang mana nantinya akan diserahkan kepadanya. Rentina tidak terlalu mengambil berat hal itu karena ia menganggap dirinya masih belum mampu untuk mengelola perusahaan tersebut. Rentina hanya menerima hasil setiap bulan dan dimanfaatkan untuk biaya sekolahnya. Rentina sering berkunjung hanya untuk mendapatkan teka-teki atas kematian orang tuanya. Dia mulai melibatkan diri dalam pekerjaan di perusahaan. Mulanya hanya untuk memecahkan teka-teki, lama kelamaan menjadi ketertarikan untuk bekerja di sana. Rentina meminta kepada omnya untuk diajak bekerja, ia pun ingin mengambil peran dari mulai yang terendah dahulu. Rentina mempelajari setiap liku pekerjaan tersebut. Perusahaan ayah mengalami gejolak hingga hampir gulung tikar. Om Irwan, omnya mengaku sudah melakukan banyak cara untuk menstabilkan permasalahan tersebut. Permasalahan ini dipicu karena mereka salah memilih distributor. Uang yang

  • KALI KEDUA   Kehilangan

    Flashback on“Rentina, ikhlaskan kepergian mereka!” ucap tantenya sambil memeluk tubuh remaja Rentina.Rentina mengatupkan mulutnya. Membungkam kesedihan yang membendung. Hari itu adalah hari yang sangat buruk bagi Rentina. Tak pernah ia bayangkan bahwa hari itu datang, hari dimana ia kehilangan dua orang yang disayanginya yaitu papa dan mamanya.“Tante, kata ikhlas memang mudah diucapkan tetapi, sangat sulit untuk diimplementasikan. Bagaimana aku akan menjalani hariku tanpa mereka? Aku hanya anak tunggal. Aku tak memiliki apapun dan siapapun lagi.”Rentina tahu bahwa ini kehendak Tuhan akan tetapi ia belum siap. Hati dan kepalanya terus berbicara akan sendiri yang akan dihadapinya. Rentina menekuk lututnya kemudian memeluk lutut itu, menggambarkan bahwa ia hanya bisa bertahan dengan dirinya sendiri. Hartanya adalah dirinya sendiri. Ia menangkup dan menangis sekencang-kencangnya. Para pelayat yang mengirimkan doa kepada orangtuanya

  • KALI KEDUA   Apa sebenar penyebabnya?

    “Apa sebenarnya penyebab kalian merusak rumah tangga ku?”Rina tak mampu menahan seluruh gejolak pertanyaan yang telah dari Singapore ia pendam. Rina tak mementingkan waktu jika saat ini antara Rentina dan Dewo sedang bersitegang. Ia hanya ingin tahu agar dadanya tak sesak menahan.Mata Rentina beralih pada Rina. Alih-alih menjawab, ia justru menyunggingkan senyuman seakan mengejek Rina. Senyuman yang dulunya hangat kini menjadi tajam yang mampu menyabik hati Rina.“Karena kamu terlalu sombong, Rina.”Rina terpancing untuk menghampiri Rentina. Entah hanya sekedar mendekatkan telinganya agar memastikan bahwa ia tak salah dengar. Namun, Dewo segera mencegahnya. Dewo menarik tangan Rina dan membisikkan kata-kata penenang.Rina memejamkan mata kemudian mengatur emosinya. Ia tak boleh terpancing demi permasalahan ini cepat diselesaikan. Melihat wajah Rentina terlalu lama akan mempengaruhi kesehatan jantungnya.“Kamu

  • KALI KEDUA   Perlawanan Rentina

    Rina menyunggingkan senyuman kepada Bian setelah mendengar teriakan Indira. Wanita itu sangat kacau dan berantakan. Rina mengira bahwa mentalnya telah terguncang. Ia mendekati Dewo dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi kepada Indira. Dewo hanya menjawab dengan mengangkat bahunya membuat Rina menghela napas malas. Sudah dalam keadaan seperti ini pun Dewo masih sempat untuk bermain rahasia. Di hadapan Rams dan Rentina terbentang sebuah sofa panjang dengan sebuah meja di hadapannya yang berisi banyak makanan dan juga minuman. Dewo mengajak mereka semua untuk duduk. “Rentina, Rams dan Indira kehadiranku membawa mereka semua ke sini bukan untuk menghukum kalian. Aku tahu semua orang pasti pernah melakukan kesalahan tidak terkecuali diriku sendiri. Aku ingin kita menyelesaikan dengan damai dan secara kekeluargaan. Tolong akui semua kesalahan kalian!” Tak munafik bahwa kekesalan Dewo kepada tiga manusia di hadapannya sudah mengubun-ubun tetapi ia masih memiliki h

  • KALI KEDUA   Menuju Akhir

    Pesawat yang ditumpangi mendarat indah di Bandar udara Soekarno Hatta. Dewo beserta rombongan segera menaiki mobil yang telah disediakan. Perjalanan selanjtunya adalah menuju tempat penyekapan Rams dan Rentina. Sepanjang perjalanan, semua tampak tak banyak bicara. Hanya diam dan menerka-nerka akan bagaimana kelanjutan cerita ini.Begitu sampai tempat penyekapan, Salim telah menunggu mereka. Ia segera mendekat dan menyapa satu-persatu. Dewo tersenyum ramah dan juga berjalan di samping Salim.“Lalu, apa yang akan kau lakukan?” Siapapun pasti akan sangat penasaran. Begitu pula dengan Salim. Sudah lama ia menanti hari ini. Ia juga sudah lelah menebak konspirasi di antara semuanya.“Dimana Bema dan Brian?” Dewo berhenti dan memperhatikan sekitar. Hal tersebut juga membuat semuanya berhenti dan mengikuti arah pandang Dewo.“Aku sudah meminta mereka datang tetapi tidak tahu kemana dua anak itu.” Tak ingin membuat suasana hati

  • KALI KEDUA   Mengemis

    Langit cerah menutupi raut kemarahan dari dua anak manusia yang saling berhadapan dengan kondisi tubuh terikat tali. Mereka adalah Rentina dan Rams. Rentina menggerakkan tubuhnya; menggapai-gapai tangan Rams. Ia tak bisa dengan lantang menyuarakan isi kepalanya sebab mulutnya ditutupi lakban hitam yang menyebalkan.Rentina berusaha berbicara lewat mata. Sayangnya Rams nampak tak tertarik, ia memutar lehernya dan lebih memilih menatap dinding yang dipenuhi sarang laba-laba tersebut. Lebih baik melihat itu dari pada menatap Rentina dengan segala gejolak emosinya.“Apa kau tak ingin mengalahkan Dewo di dunia bisnis?” Rams mengingat dengan jelas kata-kata yang diucapkan Rentina dahulu. Kata yang menjadi mantra untuknya melakukan segala cara agar mengalahkan Dewo. Meski Dewo bukan tandingannya di dunia bisnis tetapi Rams mengal

  • KALI KEDUA   Berdamai (lagi)

    Berdamai dengan keadaan adalah jalan yang dipilih Rina meski hati masih berbentur dengan luka masa lalu, tetapi ia begitu sadar bahwa semua karena jebakan. Rina memang mencoba untuk memaafkan Mellisa. Melihat Archi yang sedikit trauma membuat Rina merasa iba. Ia pernah melihat jiwa Byanca terguncang. Oleh sebab itu, ia tak ingin Archi juga nekat melakukan apa yang Byanca lakukan dahulu.Mellisa merasa terharu atas sikap Rina. Ia berulang mengucapkan terima kasih bahkan ia secara refelks memeluk Rina. Semua ini di luar ekspektasinya. Mellisa iri dengan Rina yang memiliki hati begitu lembut. Ia berjanji akan menjadikan dirinya lebih baik lagi untuk membalas kebaikan Rina. Untuk Dewo, ia tak akan mengejarnya lagi. Terserah pada Dewo untuk hidup seperti apa, lagi pula mereka telah berpisah sejak beberapa bulan yang lalu.Usai melepaskan pelukan Mellisa, Rina menatap Dewo dengan ekspresi tak terbaca. Dewo menaikkan sebelah alisnya tanda tak mengerti arti tatapan itu. Rina t

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status