Ekspresi Wina yang sangat dingin itu membuat Rian tiba-tiba merasa Wina seperti landak.Jika dia mendekat, Wina akan menusuknya dengan semua duri di tubuhnya, membuatnya tidak pernah berani untuk melangkah maju.Rian berkata dengan sedikit frustrasi, "Aku nggak butuh kamu memohon ataupun menyanjungku. Sudah cukup selama kamu baik-baik saja."Wina sudah bersiap diri untuk berdebat dengan Rian. Namun, dia tidak menyangka Rian akan berkata seperti itu.Melihat ekspresi Wina yang sedang tertegun menatap dirinya, Rian hanya membalasnya dengan senyuman.Senyumannya tulus, tidak terlihat ada niat apa pun.'Sepertinya dia memang hanya memedulikan kondisi fisikku, jadi bertanya seperti itu.'Rian mengambil piring berisikan makanan itu dari meja dan menyerahkan kepada Wina. "Kamu makan dulu," ujarnya.Wina tidak meresponsnya, tatapan yang tertuju makanan di piring itu terlihat kosong."Nona Wina?"Saat Rian memanggilnya, Wina perlahan menengadah dan menatapnya.Mata Wina yang berkaca-kaca itu me
Selesai sarapan, Wina mengganti pakaiannya kembali dengan susah payah.Saat menghadiri rapat penawaran kemarin, dia mengenakan setelan kerja. Celana kerjanya cukup longgar, jadi bisa menutupi kakinya yang bengkak.Setelah Wina mengganti pakaian, Rian masuk ke kamar. Wina sedang memikirkan cara meminta bantuan Rian untuk menuntunnya turun ke bawah.Rian seperti bisa membaca pikirannya. Dia menghampiri Wina, membuka selimut dan langsung menggendongnya."Wina tertegun sejenak dan Rian berkata dengan datar, "Kalau kamu bisa pergi sendiri, kamu nggak akan memintaku mengantarmu."Perkataan itu tetap sasaran hingga membuat Wina merasa sedikit tidak nyaman dan menundukkan kepalanya.'Dia sangat ringan dan raut wajahnya pucat, dia terlihat seperti orang sakit.''Tubuh yang lemah ini seperti akan terhempas jika ada embusan angin.'Rian tiba-tiba merasa sedih saat melihat kondisi Wina seperti itu."Wina."Setelah keluar dari vila, Rian memanggilnya dengan lembut.Wina menengadah dan menatapnya, t
Wina, yang bersandar di pelukan Rian, seketika memerah dan tubuhnya gemetar.Namun, dia tidak berani mengangkat kepalanya. Dia selalu merasa jika dia mengangkat kepalanya, dia akan bertemu pria di dalam mobil itu.Dia hanya bisa menjadi seorang pengecut, membiarkan Jefri mengejek, menuduh, dan menghinanya.Rian menyadari ketakutannya, memegang tangannya dan menepuk punggungnya dengan lembut."Jangan takut."Setelah mengatakan itu untuk menenangkan Wina, Rian menatap Jefri dengan dingin."Tuan Muda Jefri, Nona Wina bisa berjalan atau nggak sama sekali bukan urusanmu. Sebaiknya kamu jangan menunduh orang lain sesuka hati."Begitu mendengar itu, Jefri sangat marah hingga menyingsingkan lengan bajunya dan ingin memukul Rian.Suara dingin terdengar dari dalam mobil Koenigsegg."Jefri, kita ada urusan penting."Suara pria itu sangat tenang, seolah semua yang terjadi di luar mobil tidak ada hubungannya dengan dirinya.Setelah mendengar kata-kata pria itu, Jefri menenangkan emosinya.Sambil me
Wina tersenyum pahit, merasa dirinya sedikit bodoh. 'Apa hubunganku dengan pernikahan mereka?'Rian sedikit mengernyit saat melihat ekspresi Wina."Kamu kenapa?" tanya Rian.Wina hanya menggeleng, tidak menjawabnya. Namun, sorot matanya terlihat sangat putus asa.Rian mengira Wina terganggu dengan perkataan Jefri, jadi menghiburnya, "Apa yang dikatakan Jefri jangan dimasukkan ke hati. Dia hanya nggak senang karena aku membatalkan pernikahanku dengan adiknya. Ini sudah beberapa kali dia menyerangku, jadi nggak ada hubungannya denganmu."Wina hanya mengangguk. 'Ya, nggak perlu dimasukkan ke hati. Lagi pula, nggak ada yang peduli dengan perasaanku.'Melihat keputusasaan di mata Wina, Rian semakin mengernyit dan bertanya, "Kamu terlihat sedih sekali, apa terjadi sesuatu?"'Apa perasaanku terlihat begitu jelas?'Wina menyentuh wajahnya yang kaku itu, terasa dingin.'Ekspresiku ini pasti terlihat menakutkan.'Wina berusaha untuk tersenyum dan berkata, "Nggak apa-apa, aku hanya merasa nggak e
Setelah kembali ke kantor, Rian langsung menyalakan komputer dan memeriksa ulang dokumen mengenai informasi lima tahun lalu.Tidak ada masalah dengan materi ini, baik itu timeline maupun dikte orang di rumah sakit. Dia tidak menemukan ada yang salah, baik dari urutan waktu maupun penjelasan orang-orang panti asuhan.Namun, intuisinya memberitahunya bahwa apa yang dikatakan Wina saat itu adalah benar dan informasi ini salah!Rian mengernyit, lalu mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Yuno.Yuno hendak pergi rapat saat menerima panggilan dari Rian."Rian, ada perlu apa?""Yuno, aku tanya kamu, aku hilang ingatan di Kota Aster atau setelah kembali ke rumah?"Yuno adalah dokter yang merawatnya, jadi seharusnya mengetahui semua kondisinya.Yuno tertegun sejenak saat dia mendengar pertanyaan itu."Apa kamu ingat sesuatu?""Nggak, aku hanya merasa ada yang janggal."Mendengar jawaban itu, Yuno sedikit merasa lega."Kamu hilang ingatan saat di Kota Aster.""Berarti aku hilang ingatan setelah
"Pak Rian ....""Keluar."Sebelum bisa mengatakan sesuatu, Fariz sudah dimarahi oleh Rian. Fariz terpaksa menutup mulutnya, berbalik dan berjalan keluar.Rian tahu Fariz tidak akan mengatakan apa pun. Hanya saja, orang yang mengetahui kebenaran dan memalsukan semua ini telah meninggal.Selain kakaknya, hanya Wina yang tahu apakah kakaknya pernah mencari Wina atau tidak.Saat Rian bimbang harus bertanya kepada Wina atau tidak, pegawai resepsionis datang membawakan sebuah paket."Pak Rian, ada paket untuk Anda."Rian sedikit mengernyit dan bertanya, "Paket apa?"Pegawai itu meletakkan paket itu di atas meja dan dengan hormat menjawab, "Ini tertera dari Nona Wina."Setelah melihat nama pengirim memang Wina, Rian pun melambai tangannya ke pegawai itu untuk pergi.Setelah membuka paket dan melihat isinya, ekspresi Rian seketika menjadi masam.Wina mengembalikan gaun, sepatu dan barang lainnya yang dia berikan.Detik itu juga, Rian merasa hatinya seperti tertusuk dan dadanya terasa sesak.'D
Wina berpikir sejenak dan membalas: "Tentu saja berkali-kali."Wina merasa Tuan Malam pasti keberatan. Jika tidak, dia tidak akan meneleponnya sampai ratusan kali.'Dengan jawaban seperti ini, Tuan Malam pasti akan berpikir aku sudah melakukan dengan Rian berkali-kali dan nggak akan pernah ingin menyentuhku lagi.'Setelah mengirim pesan itu, Tuan Malam tidak membalas lagi.'Sepertinya Tuan Malam memang keberatan.'Wina tersenyum, meletakkan ponselnya dan bergegas turun.Sara memarkir mobilnya di bawah dan mengeluarkan barang-barang dari bagasi."Sara!"Wina buru-buru berjalan mendekat dan memeluknya dari belakang.Sara berbalik dan menatap Wina sambil tersenyum."Apa kamu merindukanku?""Tentu saja!"Wina memeluknya dan bertingkah manja, "Aku sangat, sangat, sangat merindukanmu!"Sara tersenyum dan menepuk-nepuk pinggangnya dan berkata, "Haih, kita cuma baru berpisah beberapa hari, kamu terlalu berlebihan."Wina tersenyum, melepaskan tangan Sara dan bertanya, "Di mana oleh-oleh yang ka
Sebelumnya, Wina sedikit khawatir karena Denis selalu menghalangi Sara untuk pergi ke kampung halamannya. Bahkan orang tua Denis juga tidak mengizinkan Sara datang. Alasan yang mereka gunakan adalah karena lingkungan di pinggiran kota buruk dan mereka takut Sara akan tidak betah tinggal di sana.Wina sedikit khawatir Keluarga Rivan menyembunyikan sesuatu. Namun, Sara malah merasa mereka sangat menghargainya, takut lingkungan pinggiran kota yang buruk akan memengaruhi hubungannya dengan Denis. Itulah sebabnya, Sara tidak mengungkitnya akan pergi ke sana lagi.Namun, sekarang mereka sudah menikah. Mengapa Keluarga Rivan tidak membiarkan menantu baru mereka mengunjungi ke rumah mereka?Di saat Wina merasa aneh, Sara berkata, "Terserah mereka saja. Aku nggak terlalu ingin pergi ke pinggiran kota juga. Denis dan aku tinggal di Kota Aster. Kedua orang tuanya tinggal di kampung halaman mereka. Jadi nggak perlu tinggal bersama dan akan menghilangkan permasalahan yang sering terjadi antara mert
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je
Jihan mengernyit sebagai isyarat untuk Jefri agar tidak mengatakan apa-apa, lalu mencengkeram pundak Jefri dengan kuat.Selama puluhan tahun bersama, Jihan dan Jefri jadi memiliki ikatan batin yang kuat. Jefri tahu Jihan takut Wina akan ketakutan dengan rupanya saat ini, jadi dia menuruti perintah Jihan.Jefri bangkit berdiri tanpa mengucapkan sepatah kata pun, lalu memapah Jihan yang matanya sudah berdarah itu berjalan keluar."Biar kupanggilkan dokter sekarang, Kak Jihan."Setelah keluar dari vila, Jefri langsung ingin berlari menuruni Gunung Kiron. Ada sebuah rumah kayu tidak jauh dari sana tempat dokter tinggal. Jefri sengaja mengaturnya untuk berjaga-jaga seandainya sesuatu terjadi kepada Jihan."Jefri."Namun, Jihan menghentikan adiknya. Karena sekarang ajalnya benar-benar sudah di depan mata, sikap Jihan menjadi jauh lebih tenang. Nada bicaranya bahkan terdengar seperti lega. "Cip itu menembus pembuluh darah sehingga darah keluar dari semua lubang pada tubuhku dan ini berarti ak
"Apa sekarang kamu sudah tahu bedanya garam dan gula?"Jihan menatap Wina yang bertanya seperti itu kepadanya, lalu menggelengkan kepalanya.Alis Delwyn sontak mengernyit. Kenapa ... firasatnya mendadak jadi buruk?Firasat buruknya akhirnya terbukti setelah Delwyn mencicipi steik buatan ayahnya. Sekeras apa pun dia mengunyah, steik itu tetap tidak bisa dikunyah.Delwyn sontak merasa tertipu, terlebih setelah melihat Daris dan Alta menutup mulut masing-masing untuk menahan tawa. Kedua pria itu ternyata jahil sekali.Delwyn menahan rasa mualnya, lalu melirik ke arah Ethel dan Edna yang mengenakan seragam SMA. "Kalian mau cobain nggak?"Ethel dan Edna yang sedang menatap makanan di piring mereka dengan bersemangat pun langsung menggelengkan kepala masing-masing. "Nggak mau. Ayah bilang anjing saja nggak bisa makan masakan Paman Jihan ...."Delwyn sontak terdiam.Ethel dan Edna diam-diam merasa begitu senang karena jarang sekali bisa melihat ekspresi Delwyn setertekan ini. Mereka langsung
Jihan bukanlah orang baik, tetapi dia juga bukan orang yang sangat jahat. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa dia tega melakukan apa pun demi kekuasaan. Tangannya bahkan sudah berlumuran darah banyak orang. Bagi orang-orang seperti ini, umur mereka memang biasanya hanya beberapa puluh tahun.Jihan juga bukannya mengeluh, hanya saja .... Dia pun menoleh memandang ke arah vila, lebih tepatnya ke arah Wina yang berdiri di depan jendela yang terbentang dari langit-langit. Sorot tatapan Jihan tampak berbinar sekaligus tidak rela. "Ayah terpaksa ingkar janji, jadi kamu harus gantikan Ayah untuk menjaga ibumu baik-baik selamanya."Delwyn tahu betapa dalamnya perasaan kedua orang tuanya terhadap satu sama lain, tidak ada yang bisa menggantikan mereka. Mana mungkin Delwyn akan menyanggupi permintaan ayahnya? "Ayah, harusnya Ayah tepati janji Ayah dan bukannya memintaku menggantikan Ayah."Jihan tahu bahwa putranya sebenarnya berhati lembut. Jika Jihan benar-benar pergi, bukan tanggung jawab putr
Pohon mati yang tumbang dan malang-melintang di Gunung Kiron membuat suasana sendu di daratan pegunungan. Jihan ingin terus melangkah, tetapi entah kenapa dia perlahan duduk di sepanjang pohon mati itu.Delwyn yang mengikuti di belakang pun berjalan menghampiri ayahnya sambil membawa payung.Beberapa butir salju menempel di tepi payung. Bulu mata lentik Jihan bergetar sesaat, tetapi dia tidak menoleh ke belakang."Duduklah."Delwyn takut ayahnya basah karena salju yang berjatuhan. Dia pun duduk di sebelahnya, menekuk lutut dan menyandarkan siku di pahanya, ujung payungnya dimiringkan ke sisi ayahnya.Ayahnya kini berbeda dengan dulu. Saat ini ayahnya mengenakan jas hitam, lehernya dibalut syal putih. Meski gayanya masih seperti dulu, ekspresinya terkesan menyiapkan perpisahan."Ayah."Delwyn memanggilnya, tetapi tidak tahu harus berkata apa. Rasanya seperti ada yang harus dikatakan, tetapi entah apa yang harus dikatakan. Intinya, rasanya selalu ada rasa penyesalan yang akan datang ....
Di Gunung Kiron, hujan salju turun dengan lebat di hari pesta ulang tahun Delwyn, mirip seperti hujan deras di mana Wina bangun dari komanya. Wina yang masih setengah sadar hanya berdiri diam, melamun di depan jendela bahkan sampai lupa turun ke lantai bawah.Setelah Jihan ganti baju, dia keluar dari kamar ganti dan melihat Wina yang berdiri diam di depan jendela. Jihan pun ikut berdiri bersama Wina.Jihan menatap punggung Wina, sosok wanita yang sudah mendarah daging dalam jiwanya. Jihan teringat ke masa mereka masih muda, saat Wina yang disinari cahaya berlari menghampirinya, dengan rambut panjang berkibar dan mata cerah. Sosok Wina saat itu membuat gelora membara dalam hati Jihan.Dalam hidup ini, hal yang paling tak terlupakan, hal yang paling menakutkan bagi Jihan jika sampai terlupakan adalah sosok Wina. Kenapa semua orang di dunia ini bisa berumur panjang, hanya dirinya yang akan kehilangan segalanya sebelum menyentuh usia 50 tahun ....Jihan tidak menyalahkan takdir karena tida