"Apa?" tanya Jefri.Jefri tertegun untuk waktu yang lama. Kemudian, dia menyadari bahwa Jihan bertanya apakah Rian akan menikah dengan Wina."Mana mungkin. Dengan latar belakang Nona Wina, mana mungkin Keluarga Gerad akan mengizinkan Rian menikahinya!" seru Jefri."Oh ya?"Jihan bertanya dengan ringan, matanya dipenuhi dengan rasa tidak percaya.'Mereka tumbuh bersama sejak kecil, lalu menjadi kekasih setelah dewasa.''Karena amnesia, mereka saling kehilangan satu sama lain selama lima tahun. Sekarang mereka dipertemukan lagi, pasti akan bersama kembali.''Sebelum mengetahui masalah lalu mereka, aku juga yakin Rian nggak akan melawan Keluarga Gerad demi Wina.''Tapi sekarang Rian sudah ingat kembali, dia pasti akan melakukan apa pun untuk Wina. Lagi pula, mereka sangat saling mencintai.'"Kak Jihan, ada apa denganmu?" tanya Jefri.Merasakan suasana hati Jihan yang sedih itu, Jefri merasa khawatir.'Di dalam hati Kak Jihan, dia pasti masih sedikit menyukai Nona Wina.''Kalau nggak, kena
Sebuah mobil Rolls Royce berhenti di depan gerbang Kompleks Vetia. Di kursi belakang ada Wina yang belum bangun dari tidurnya.Sang sopir bertanya kepada Rian, "Pak Rian, perlu membangunkan Nona Wina?"Rian menatap Wina yang sedang tidur nyenyak. Dia tidak tega membangunkannya."Kamu pulanglah, nanti aku yang setir sendiri," ujar Rian.Mendengar itu, sang sopir pun menyerahkan kunci mobil kepada Rian dan keluar.Rian tidak tahu posisi rumah Wina ada di mana dan tidak tahu kapan Wina akan bangun.Setelah ragu-ragu sesaat, Rian menyalakan mobilnya dan membawa Wina ke vila pribadinya.Rian awalnya akan tinggal di vila miliknya ini ketika datang ke Kota Aster.Namun, karena Winata bersikeras agar Wina mempersiapkan hotel untuk mereka, Rian pun tidak pernah datang ke vila tersebut.Setelah memarkirkan mobilnya, Rian menggendong Wina dan masuk ke dalam vila."Tuan Rian, Anda sudah pulang?"Eli, seorang bibi yang menjaga vila tersebut bergegas menyambut Rian.Rian mengangguk dan memberi tahu
"Terima kasih," ujar Wina sambil mengangguk setelah mendengar penjelasan itu.Wina yang bersikap begitu sopan membuat Rian merasa sedikit tidak nyaman.Wina tidak menyadari perubahan emosi pada Rian dan bertanya, "Pak Rian, apa hasil rapat penawaran kemarin?"Dia tidak mengikuti sampai akhir jadi tidak mengetahui hasil akhirnya."Grup Gerad memenangkan penawaran itu," jawab Rian dengan tenang.Wina sedikit terkejut saat mendengar hasil itu.'Jihan nggak memberikan hak pengembangan kepada Grup Nizari?''Bukankah Nona Winata adalah wanita pujaannya?'Meskipun sedikit bingung, Wina tidak bertanya lagi dan berkata dengan datar kepada Rian, "Selamat."Rian tidak menyukai sikap Wina yang sangat menjaga jarak itu. Dia ingin mengatakan sesuatu kepada Wina, tetapi tidak jadi karena merasa bahwa dirinya tidak berhak.Menekan perasaan aneh di hatinya, Rian melangkah maju dan bertanya, "Apa kamu lapar?"Ketika Wina menggelengkan kepala, dia menyadari bahwa pakaiannya telah diganti.Seketika, dia m
Ekspresi Wina yang sangat dingin itu membuat Rian tiba-tiba merasa Wina seperti landak.Jika dia mendekat, Wina akan menusuknya dengan semua duri di tubuhnya, membuatnya tidak pernah berani untuk melangkah maju.Rian berkata dengan sedikit frustrasi, "Aku nggak butuh kamu memohon ataupun menyanjungku. Sudah cukup selama kamu baik-baik saja."Wina sudah bersiap diri untuk berdebat dengan Rian. Namun, dia tidak menyangka Rian akan berkata seperti itu.Melihat ekspresi Wina yang sedang tertegun menatap dirinya, Rian hanya membalasnya dengan senyuman.Senyumannya tulus, tidak terlihat ada niat apa pun.'Sepertinya dia memang hanya memedulikan kondisi fisikku, jadi bertanya seperti itu.'Rian mengambil piring berisikan makanan itu dari meja dan menyerahkan kepada Wina. "Kamu makan dulu," ujarnya.Wina tidak meresponsnya, tatapan yang tertuju makanan di piring itu terlihat kosong."Nona Wina?"Saat Rian memanggilnya, Wina perlahan menengadah dan menatapnya.Mata Wina yang berkaca-kaca itu me
Selesai sarapan, Wina mengganti pakaiannya kembali dengan susah payah.Saat menghadiri rapat penawaran kemarin, dia mengenakan setelan kerja. Celana kerjanya cukup longgar, jadi bisa menutupi kakinya yang bengkak.Setelah Wina mengganti pakaian, Rian masuk ke kamar. Wina sedang memikirkan cara meminta bantuan Rian untuk menuntunnya turun ke bawah.Rian seperti bisa membaca pikirannya. Dia menghampiri Wina, membuka selimut dan langsung menggendongnya."Wina tertegun sejenak dan Rian berkata dengan datar, "Kalau kamu bisa pergi sendiri, kamu nggak akan memintaku mengantarmu."Perkataan itu tetap sasaran hingga membuat Wina merasa sedikit tidak nyaman dan menundukkan kepalanya.'Dia sangat ringan dan raut wajahnya pucat, dia terlihat seperti orang sakit.''Tubuh yang lemah ini seperti akan terhempas jika ada embusan angin.'Rian tiba-tiba merasa sedih saat melihat kondisi Wina seperti itu."Wina."Setelah keluar dari vila, Rian memanggilnya dengan lembut.Wina menengadah dan menatapnya, t
Wina, yang bersandar di pelukan Rian, seketika memerah dan tubuhnya gemetar.Namun, dia tidak berani mengangkat kepalanya. Dia selalu merasa jika dia mengangkat kepalanya, dia akan bertemu pria di dalam mobil itu.Dia hanya bisa menjadi seorang pengecut, membiarkan Jefri mengejek, menuduh, dan menghinanya.Rian menyadari ketakutannya, memegang tangannya dan menepuk punggungnya dengan lembut."Jangan takut."Setelah mengatakan itu untuk menenangkan Wina, Rian menatap Jefri dengan dingin."Tuan Muda Jefri, Nona Wina bisa berjalan atau nggak sama sekali bukan urusanmu. Sebaiknya kamu jangan menunduh orang lain sesuka hati."Begitu mendengar itu, Jefri sangat marah hingga menyingsingkan lengan bajunya dan ingin memukul Rian.Suara dingin terdengar dari dalam mobil Koenigsegg."Jefri, kita ada urusan penting."Suara pria itu sangat tenang, seolah semua yang terjadi di luar mobil tidak ada hubungannya dengan dirinya.Setelah mendengar kata-kata pria itu, Jefri menenangkan emosinya.Sambil me
Wina tersenyum pahit, merasa dirinya sedikit bodoh. 'Apa hubunganku dengan pernikahan mereka?'Rian sedikit mengernyit saat melihat ekspresi Wina."Kamu kenapa?" tanya Rian.Wina hanya menggeleng, tidak menjawabnya. Namun, sorot matanya terlihat sangat putus asa.Rian mengira Wina terganggu dengan perkataan Jefri, jadi menghiburnya, "Apa yang dikatakan Jefri jangan dimasukkan ke hati. Dia hanya nggak senang karena aku membatalkan pernikahanku dengan adiknya. Ini sudah beberapa kali dia menyerangku, jadi nggak ada hubungannya denganmu."Wina hanya mengangguk. 'Ya, nggak perlu dimasukkan ke hati. Lagi pula, nggak ada yang peduli dengan perasaanku.'Melihat keputusasaan di mata Wina, Rian semakin mengernyit dan bertanya, "Kamu terlihat sedih sekali, apa terjadi sesuatu?"'Apa perasaanku terlihat begitu jelas?'Wina menyentuh wajahnya yang kaku itu, terasa dingin.'Ekspresiku ini pasti terlihat menakutkan.'Wina berusaha untuk tersenyum dan berkata, "Nggak apa-apa, aku hanya merasa nggak e
Setelah kembali ke kantor, Rian langsung menyalakan komputer dan memeriksa ulang dokumen mengenai informasi lima tahun lalu.Tidak ada masalah dengan materi ini, baik itu timeline maupun dikte orang di rumah sakit. Dia tidak menemukan ada yang salah, baik dari urutan waktu maupun penjelasan orang-orang panti asuhan.Namun, intuisinya memberitahunya bahwa apa yang dikatakan Wina saat itu adalah benar dan informasi ini salah!Rian mengernyit, lalu mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Yuno.Yuno hendak pergi rapat saat menerima panggilan dari Rian."Rian, ada perlu apa?""Yuno, aku tanya kamu, aku hilang ingatan di Kota Aster atau setelah kembali ke rumah?"Yuno adalah dokter yang merawatnya, jadi seharusnya mengetahui semua kondisinya.Yuno tertegun sejenak saat dia mendengar pertanyaan itu."Apa kamu ingat sesuatu?""Nggak, aku hanya merasa ada yang janggal."Mendengar jawaban itu, Yuno sedikit merasa lega."Kamu hilang ingatan saat di Kota Aster.""Berarti aku hilang ingatan setelah