Share

5. takdir

"Takdir katamu, Mas?"

"Zu, bukan begitu..."

"Tidaklah bertemu seorang pria dan wanita lalu berjodoh kalau bukan atas kehendak dan izin Allah." Dia mulai membuat alasan lagi.

"Ada beberapa nasib yang bisa ditentukan dan dipilih sendiri! perjodohan adalah takdir yang diupayakan. Jangan berdalih ini pilihan Tuhan, ini kehendakmu sendiri!"

"Zu ..."

"Berhentilah memohon, kau menikahinya tanpa sepengetahuanku sudah membuktikan kau menganggapku remeh. Kau tidak segan atau takut, itu membuktikan bahwa kau tidak menghargaiku!"

"Astaghfirullah, aku sangat menghargaimu dan aku memuliakanmu."

"Jika demikian, kenapa kau tidak bisa mengendalikan perasaan hatimu untuk menduakanku. Kenapa kau tega melakukannya!"

Aku berteriak, mendekatinya mencengkram pakaiannya dan mengguncangnya berkali-kali. Kendati sudah berusaha untuk tetap tenang dan diam saja tapi lama-lama aku tidak bisa menahan diri. Mas Hisyam sendiri hanya menggeleng lesu dan dia tidak bisa mengatakan apapun lagi.

"Carilah solusi untuk kebaikan kami sebelum aku sendiri yang mendatangi istrimu dan mengatakan siapa diriku."

"Jangan Zu, itu kejam sekali."

"Apa yang terjadi padaku hari ini lebih kejam! Andai aku tidak membeli kurma mungkin aku tidak akan pernah tahu bahwa suamiku telah menikah lagi!"

"Jangan Zu, Jangan sakiti dia, sakiti saja aku pukul dan hukumlah diriku, aku mohon Zu, dia mengalami kehidupan yang keras selama ini jadi aku mohon agar kau tidak menyakitinya."

Dia menangkupkan kedua tangannya, dia bersujud dan memohon di hadapanku demi istri kesayangannya. Melihat semua itu aku hanya bisa menatapnya tanpa berkedip, rasanya tak percaya bahwa orang yang kucintai sepenuh hati ternyata mencintai orang lain lebih daripada aku. Rasanya menyakitkan sekali ketika melihat suamiku bersujud dan memohon demi kebahagiaan wanita lain.

"Sekarang kau menangis bersujud dan memohon agar aku tidak menyakitinya, lalu apa kabarnya perasaanku? Apa kau tidak mempertimbangkanku dan anakku?!"

"Aku sangat mempertimbangkannya, oleh sebab itu aku tidak memberitahumu!"

"Menyembunyikan pernikahan bukanlah jawaban yang tepat Mas! Apa wanita itu akan nyaman disembunyikan sepanjang waktu?!"

"Aku butuh waktu untuk jujur dan terbuka pada semua orang!"

"Kapan itu terjadi. Lagipula, aku mulai berpikir, apa salahku selama ini, apa kekuranganku sehingga kau tidak melihat kesempurnaan dalam diriku! Apakah selama ini aku tidak memberikanmu kebahagiaan?!"

"Tidak, Zu. Kau istri yang sempurna."

"Lantas, untuk apa punya dua istri kalau sudah bahagia denganku! Apa kau mencari selingan ataukah kau tidak mampu mengendalikan syahwatmu!?"

"Zu, istighfar...."

"Astaghfirullah!" Aku menarik nafas dalam-dalam sambil menekan dadaku sendiri, air mataku terus mengalir meski aku berusaha untuk menghalaunya. Dalam keadaan kelaparan luar biasa dan lututku sudah gemetar, aku sudah tak mampu berkata-kata lagi.

Tok tok!

Pintu kamar diketuk oleh putriku membuat aku dan Mas hisyam terpaksa menghentikan pertengkaran.

"Bunda... ini sudah malam, tetangga akan mendengar Bunda." Anakku menegurku, meski dia masih duduk di kelas 5 SD tapi dia memiliki pemikiran dewasa dan kebijaksanaan yang luar biasa.

"Maaf Nak, kami tengah bicara."

"Jadi benar kan' itu istri ayah?"

"Benar, Nak, tapi dia baik, kok."

"Baik untuk Ayah belum tentu baik untuk kami. Tapi saya yakin ayah senang dengannya."

"Ayah mencintai kalian dan kalian tetaplah yang utama."

"Saya tidak mengerti ayah... Saya yakin ayah berkhayal bahwa Bunda dan wanita itu akan akrab dalam satu rumah, ya kan!"

"Elina, dari mana kau mendapatkan perkataan itu?"

"Orang yang menikah dua kali, pasti berharap kedua istrinya akur dan jadi adik kakak, apa ayah berharap seperti itu?"

Putriku mengatakannya dengan ekspresi datar, tapi bola matanya berkaca-kaca, aku sadar bahwa segala sifat dan kelakuan yang sama sepertiku sebagaimana aku mendidiknya. Aku tahu anak kami amat terluka tapi Gadis itu berusaha untuk tetap tenang dan sabar.

"Kenapa ayah diam?"

Mendengar perkataan putrinya Mas Hisyam hanya menggeleng dan kehilangan kata-kata.

"Bawalah dia ke rumah ini karena pasti Ayah ingin mengumpulkan istri ayah dalam satu rumah. Ayah pasti repot harus ke sana kemari dan membagi waktu, jadi, boyong saja dia ke sini."

"Tidak Nak."

"Kenapa tidak? Ibu tiri saya sedang hamil dan dia membutuhkan perawatan, kami di sini akan sukarela jadi pelayannya jadi ayah tidak perlu sungkan-sungkan." Usai mengatakannya anakku langsung pergi lalu menutup kembali pintu kamar kami, mas Hisyam terjatuh lemas ke sisi tempat tidur dengan mulut terbuka dan mata terbelalak

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Agus Roma
anak yang pengertian tetapi hati seorang ibu mana mampu untuk lewati, hanya satu keputusan tersulit
goodnovel comment avatar
for you
kasih pelajaran madu mu biar tau rasa sakit nya di duakan jangan lemah hanya karna laki mu bilang dia yatim piatu atau apalah balas rasa sakit mu yg setimpal
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status