"Takdir katamu, Mas?"
"Zu, bukan begitu...""Tidaklah bertemu seorang pria dan wanita lalu berjodoh kalau bukan atas kehendak dan izin Allah." Dia mulai membuat alasan lagi."Ada beberapa nasib yang bisa ditentukan dan dipilih sendiri! perjodohan adalah takdir yang diupayakan. Jangan berdalih ini pilihan Tuhan, ini kehendakmu sendiri!""Zu ...""Berhentilah memohon, kau menikahinya tanpa sepengetahuanku sudah membuktikan kau menganggapku remeh. Kau tidak segan atau takut, itu membuktikan bahwa kau tidak menghargaiku!""Astaghfirullah, aku sangat menghargaimu dan aku memuliakanmu.""Jika demikian, kenapa kau tidak bisa mengendalikan perasaan hatimu untuk menduakanku. Kenapa kau tega melakukannya!"Aku berteriak, mendekatinya mencengkram pakaiannya dan mengguncangnya berkali-kali. Kendati sudah berusaha untuk tetap tenang dan diam saja tapi lama-lama aku tidak bisa menahan diri. Mas Hisyam sendiri hanya menggeleng lesu dan dia tidak bisa mengatakan apapun lagi."Carilah solusi untuk kebaikan kami sebelum aku sendiri yang mendatangi istrimu dan mengatakan siapa diriku.""Jangan Zu, itu kejam sekali.""Apa yang terjadi padaku hari ini lebih kejam! Andai aku tidak membeli kurma mungkin aku tidak akan pernah tahu bahwa suamiku telah menikah lagi!""Jangan Zu, Jangan sakiti dia, sakiti saja aku pukul dan hukumlah diriku, aku mohon Zu, dia mengalami kehidupan yang keras selama ini jadi aku mohon agar kau tidak menyakitinya."Dia menangkupkan kedua tangannya, dia bersujud dan memohon di hadapanku demi istri kesayangannya. Melihat semua itu aku hanya bisa menatapnya tanpa berkedip, rasanya tak percaya bahwa orang yang kucintai sepenuh hati ternyata mencintai orang lain lebih daripada aku. Rasanya menyakitkan sekali ketika melihat suamiku bersujud dan memohon demi kebahagiaan wanita lain."Sekarang kau menangis bersujud dan memohon agar aku tidak menyakitinya, lalu apa kabarnya perasaanku? Apa kau tidak mempertimbangkanku dan anakku?!""Aku sangat mempertimbangkannya, oleh sebab itu aku tidak memberitahumu!""Menyembunyikan pernikahan bukanlah jawaban yang tepat Mas! Apa wanita itu akan nyaman disembunyikan sepanjang waktu?!""Aku butuh waktu untuk jujur dan terbuka pada semua orang!""Kapan itu terjadi. Lagipula, aku mulai berpikir, apa salahku selama ini, apa kekuranganku sehingga kau tidak melihat kesempurnaan dalam diriku! Apakah selama ini aku tidak memberikanmu kebahagiaan?!""Tidak, Zu. Kau istri yang sempurna.""Lantas, untuk apa punya dua istri kalau sudah bahagia denganku! Apa kau mencari selingan ataukah kau tidak mampu mengendalikan syahwatmu!?""Zu, istighfar....""Astaghfirullah!" Aku menarik nafas dalam-dalam sambil menekan dadaku sendiri, air mataku terus mengalir meski aku berusaha untuk menghalaunya. Dalam keadaan kelaparan luar biasa dan lututku sudah gemetar, aku sudah tak mampu berkata-kata lagi.Tok tok!Pintu kamar diketuk oleh putriku membuat aku dan Mas hisyam terpaksa menghentikan pertengkaran."Bunda... ini sudah malam, tetangga akan mendengar Bunda." Anakku menegurku, meski dia masih duduk di kelas 5 SD tapi dia memiliki pemikiran dewasa dan kebijaksanaan yang luar biasa."Maaf Nak, kami tengah bicara.""Jadi benar kan' itu istri ayah?""Benar, Nak, tapi dia baik, kok.""Baik untuk Ayah belum tentu baik untuk kami. Tapi saya yakin ayah senang dengannya.""Ayah mencintai kalian dan kalian tetaplah yang utama.""Saya tidak mengerti ayah... Saya yakin ayah berkhayal bahwa Bunda dan wanita itu akan akrab dalam satu rumah, ya kan!""Elina, dari mana kau mendapatkan perkataan itu?""Orang yang menikah dua kali, pasti berharap kedua istrinya akur dan jadi adik kakak, apa ayah berharap seperti itu?"Putriku mengatakannya dengan ekspresi datar, tapi bola matanya berkaca-kaca, aku sadar bahwa segala sifat dan kelakuan yang sama sepertiku sebagaimana aku mendidiknya. Aku tahu anak kami amat terluka tapi Gadis itu berusaha untuk tetap tenang dan sabar."Kenapa ayah diam?"Mendengar perkataan putrinya Mas Hisyam hanya menggeleng dan kehilangan kata-kata."Bawalah dia ke rumah ini karena pasti Ayah ingin mengumpulkan istri ayah dalam satu rumah. Ayah pasti repot harus ke sana kemari dan membagi waktu, jadi, boyong saja dia ke sini.""Tidak Nak.""Kenapa tidak? Ibu tiri saya sedang hamil dan dia membutuhkan perawatan, kami di sini akan sukarela jadi pelayannya jadi ayah tidak perlu sungkan-sungkan." Usai mengatakannya anakku langsung pergi lalu menutup kembali pintu kamar kami, mas Hisyam terjatuh lemas ke sisi tempat tidur dengan mulut terbuka dan mata terbelalakSetelah sekian lama bungkam, sementara suamiku hanya tercenung di posisinya setelah mendengar sindiran putrinya yang menyakitkan. Aku berinisiatif untuk bangkit dan pergi ke dapur untuk mengambil segelas air.Aku sadar menyiksa diriku seperti ini akan menambah kesengsaraan dalam hidupku, aku harus makan dan minum, sebab membutuhkan tenaga untuk menghadapi ujian dan kenyataan pahit ini. Aku tidak bisa lari ke belakang atau kabur dari kenyataan, oleh karenanya, satu-satunya jalan adalah menghadapi semuanya satu persatu dan berusaha memecahkannya. Kuangkat nampan dan sepiring kurma yang tadi dibawakan oleh Mas Hisyam, aku membawa benda itu keluar. "Bund, makanlah sesuatu.""Tentu, aku tak akan mati karena perbuatanmu," balasku dingin."Kau berhak mengatakan apapun untuk melampiaskan perasaanmu, aku tidak akan melawannya.""Seburuk apapun kemarahan dan penderitaan hatiku, tetaplah kau pemenangnya Mas." Aku tertawa sambil menyapu air mata terakhir yang menetes dari pelupuk mata. Sudah
Kumatikan ponsel karena sudah tidak kuasa mendengar wanita itu menangis, ditambah ia adalah orang ketiga dalam pernikahanku membuat hati ini akan semakin sakit saja padanya.Kuletakkan kembali ponsel mas Hisyam di atas meja. Lalu aku pergi ke mihrab untuk salat. Kubasuh wajahku di keran bersamaan dengan air mata yang terus menetes. Kuhamparkan sajadah dan mengenakan mukena lalu menunaikan salat isya, dilanjutkan dengan salat sunnah lainnya.Demi menenangkan diri dan terbakarnya perasaan aku mencoba untuk membaca ayat suci Alquran. Terus mengucapkan istighfar di dalam hati agar gejolak kemarahan ini tidak membuatku semakin berdosa dan menimbulkan prahara yang lebih besar. Entah berapa lama aku di sana aku tertidur karena lelah menangis, hingga tiba-tiba suamiku membangunkan diri ini dan mengguncang bahuku perlahan."Bunda, ayo sahur."Aku menggeliat sebentar dan mencoba membuka mata, kulirik waktu telah menunjukkan pukul 03.00 pagi di mana aku seharusnya segera menyiapkan makanan
Pukul 07.00 pagi, anakku sudah rapi dengan seragamnya, meski tetap berangkat sekolah tapi putriku tetap berusaha untuk melengkapkan puasanya. Suamiku juga terlihat sudah rapi dan mengenakan sepatunya, seperti biasa dia dan anaknya akan berangkat bersama. "Bun boleh minta uang lebih tidak?""Untuk apa?""Aku naik angkot saja.""Tidak, kau akan berangkat dengan ayah!" Mas Hisyam segera menimpali percakapan kami. "Lebih enak naik angkot Bunda, ada temen-temen juga." Kan aku tidak menanggapi perkataan ayahnya tapi dia menghindar dan memilih untuk tetap naik angkot."Berangkat bersama Ayah akan lebih cepat dan tepat waktu. Kenapa kau seperti menghindari Ayah, seakan Ayah ini adalah najis.""Berangkat dulu ya Bunda sebelum aku telat," balasnya mencium pipiku. Gadis itu melewati ayahnya tanpa bicara apapun meski sekedar mengulurkan tangan untuk bersalaman. "Kau lihat itu?!" tanya Mas Hisyam sambil berkacak pinggang. "Sepertinya keluargaku tak lagi menghargaiku.""Kau ingin dihargai tapi
Agar wanita itu tak semakin mendesak dan menggangguku maka kubiarkan dia untuk membayar belanjaan yang kubeli. Dia menggandeng ku ke arah kasir sementara mas hisyam mengikuti kami.Dia menawarkan barang-barang lain sebelum membayar belanjaanku itu."Mbak masih mau beli yang lain tidak?""Tidak, terima kasih." "Di kehamilanku yang sekarang, aku berharap tidak melakukan sesuatu yang membuat seseorang sakit hati, aku mencoba meminimalisir dosa dan terus berbagi agar aku mendapatkan berkah dan kehidupan yang lebih baik."Dia bilang kehamilanku yang sekarang apa sebelumnya ia pernah hamil? Berarti masih Islam sudah berhubungan lama dengannya."Oh, begitu ya, Semoga kau dapatkan Apa yang kau harapkan.""Makasih Mbak.""Total belanjaannya Rp2.100.000 nyonya." Kasir memberitahu wanita itu, wanita bernama Eva yang penampilannya telah membakar hatiku. Kaftan cantik dan rambut yang tergerai itu... Aku benar-benar cemburu padanya. "Pantas Mas Hisyam sangat tergila gila.""Mas minta kartunya, s
Aku tiba di rumah dengan hati remuk redam, tangisan kupecah sesaat setelah aku baru saja masuk ke dalam rumah, aku terjatuh rumah sakit tulang belulang tercerabut dari badan, aku menangis tak akan kehilangan separuh nyawa dan entah kenapa aku tidak bisa menghentikan gejolak kesedihan dan perasaan kecewa ini. Aku menangis sementara barang belanjaanku yang tadi jatuh begitu saja ke lantai. Meski berusaha untuk tetap tegar dan mencoba untuk tidak mendramatisir masalah tapi tetap saja ini adalah luka yang amat menyakitkan. Siapa yang bisa menyangkanya bahwa kehidupan kami yang harmonis hanya sia-sia saja.Siapa yang menduga kalau orang yang selalu penuh dengan cinta dan kasih sayang itu, nyatanya punya orang lain yang dia idamkan. Sebagai satu-satunya wanita yang merasa sah menjadi istri dan memilikinya, tentu saja hatiku merasa hancur begitu tahu kalau ternyata ada yang lebih penting dibandingkan diri ini. Ya, wanita bernama Eva itu, dia amat cantik, eksotis dan mempesona, bahkan aku
Dia menangis di depanku, tapi aku jijik melihatnya. Aku ingin meludahi wajahnya tapi dia terus memelukku. Aku menangis meluapkan kekesalanku sementara ia menangis karena merasa bersalah.Entah sampai kapan kesedihan ini akan berakhir tapi yang jelas ini adalah penderitaan yang amat buruk.*Jujur setelah kejadian dan prahara itu, aku mulai merasa kalau mentalku terguncang, aku mulai merasa kehilangan setengah kewarasan dan sudah tidak fokus melakukan tugas-tugasku.Hari-hariku dipenuhi dengan air mata dalam kesengsaraan hati, aku tak lagi menemukan semangat atau punya alasan bertahan hidup dan melakukan yang terbaik. Aku yang selalu berdedikasi pada tugas rumah tangga dan peranku sebagai istri, kehilangan jati diri dan tak tahu lagi apa yang harus kulakukan agar semuanya kembali seperti semula. Aku hanya bisa murung menghabiskan lebih banyak waktu untuk tercenung dan duduk sendirian, meringkuk sambil mengemas air mataku. Aku lebih sering meringkuk di sisi jendela kamar sambil menun
Napas pagi terasa begitu lambat dengan mendung pekat yang menjelaga di langit. Rintik hujan terdengar begitu syahdu, menciptakan sensasi serupa dukungan kesedihan di dalam hatiku. Alam dan keadaan sekitar seolah-olah ingin mengundang tangisanku untuk meleleh kembali dari pelupuk mata. Seperti posisiku semalam aku terbangun dan mendapati diriku meringkuk di lantai dalam keadaan kedinginan dan tidak ada seorangpun di kamar ini. Sebelum ini aku tidak pernah sengsara, suamiku akan memelukku di tempat tidur dan memastikan kalau selimut menutupi badan ini. Selagi aku belum mengetahui rahasianya, tidak semalam pun dia lewatkan tanpa bersama dengan anak dan istrinya, bahkan beberapa malam jadi malam yang penuh keromantisan dan karena dia pandai menuangkan madu asmara yang membuat segalanya jadi lebih manis. Ah, mengenang semua itu aku hanya mampu memejamkan mata dan mendesah, lalu kembali, air mata yang terasa asin membuat netra semakin pedih. "Seburuk ini rupanya." Aku berdoa agar cukup
Ada dorongan tersendiri di hatiku serupa seperti bisikan ajaib yang memaksaku untuk mengikuti dan ingin melihat seperti apa hunian wanita itu. Aku ingin tahu apa yang terjadi di sana dan sudah sejauh apa hubungan mereka. Syukur syukur, jika kebetulan aku bertemu dengan lelaki itu dan kita lihat ledakan apa yang akan terjadi berikutnya. Aku bergandengan tangan dengan anakku sementara wanita itu menunjukkan jalan pada kami, "Aku ingin lihat rumahnya," bisik anakku pelan."Ya, mari kita lihat omong kosong yang dibangun ayahmu," balasku pelan juga. Lepas keluar dari pantai, kami berjalan sekitar 200 meter dan menyeberang jalan, lalu masuk ke sebuah komplek perumahan baru yang cukup bagus. Rumah wanita itu ada di blok B nomor 25, dia membukakan pintu gerbang dan menyambut kami dengan ucapan selamat datang. "Selamat datang di rumah saya Mbak.""Terima kasih, tapi aku penasaran kenapa kau begitu baik pada orang asing seperti kami. Padahal perjumpaan kita tanpa sengaja dan kau telah memba