Di tengah keheningan malam, Jenderal Tertinggi dan Elara, permaisuri yang cantik jelita, melakukan hubungan badan di atas ranjang, tak jauh dari tubuh Herley yang terbaring tak sadarkan diri. Racun mematikan yang diberikan Jenderal Tertinggi telah membuat pria itu tak berdaya dan tak bisa melawan.
Elara yang mengenakan gaun tipis berwarna merah marun memandang Jenderal Tertinggi dengan tatapan penuh nafsu, tangannya meraba pria itu dengan rakus. Jenderal Tertinggi yang kekar dan bermata tajam itu membalas tatapan Elara, lalu mencium bibirnya dengan ganas.
Di tengah permainan asmara mereka, suara desahan dan rasa nikmat terus keluar dari mulut Elara.
Sementara itu, Jenderal Tertinggi tak henti-hentinya menggerakkan tubuhnya dengan kuat, seolah ingin menaklukkan permaisuri itu sepenuhnya. Suara desahan dan rintihan nikmat keduanya semakin menggema di ruangan itu, seolah mengejek Herley yang terbaring tak berdaya.
Di saat yang sama, wajah Herley yang pucat dan keringat dingin yang bercucuran di dahinya menandakan bahwa racun itu mulai menyebar ke seluruh tubuhnya. Namun, Herley tak bisa berbuat apa-apa selain merasakan sakit yang terus mendera dan menyaksikan adegan terlarang yang terjadi di hadapannya.
“Kamu memang sangat perkasa sayang.” Elara merasa puas dengan permainan jenderal tertinggi.
Suasana malam itu begitu mencekam, sinar bulan yang temaram menjadi saksi bisu atas perbuatan terlarang yang sedang terjadi di balik pintu kamar raja. Elara, sang permaisuri yang cantik jelita, sedang terbaring di atas ranjang dengan tubuhnya yang telanjang berbalut keringat dan nafsu.
Sementara itu, Jenderal Andara, tangan kanan sang raja, tengah asyik mengeksplorasi tubuh sang permaisuri.
Elara mendesah nikmat, lalu dengan perlahan ia memandang ke arah Jenderal Andara, "Sayang, apa yang perlu kita lakukan pada Raja bodoh itu?" tanyanya dengan suara lirih yang penuh hawa nafsu.
Senyum licik terukir di bibir Jenderal Andara, matanya yang tajam menatap Elara, "Kita akan membuang jasadnya di jurang tanpa batas, biarkan dia mati dimakan binatang buas! Tapi, sebelum itu kita harus melanjutkan kegiatan kita ini," jawabnya sambil menggigit bibir Elara dengan lembut.
Kemudian, Jenderal Andara kembali mendekap tubuh Elara dan menggerakkan pinggulnya dengan semakin ganas, membuat Elara semakin tak kuasa menahan desahan kenikmatannya.
Kamar tersebut kini terasa semakin panas oleh permainan terlarang yang mereka lakukan. Keduanya terus larut dalam pesona kenikmatan.
Jenderal Andara dan Permaisuri Elara terus melanjutkan hubungan terlarang mereka dengan penuh gairah, suara desahan mereka bergema di kamar tersebut. Namun, setelah beberapa saat, mereka berhenti sejenak untuk memeriksa keadaan Raja Herley yang terbaring tak berdaya di dekat mereka. Elara, dengan rambutnya yang kusut dan tubuh yang basah oleh keringat, mendekati tubuh Herley.
"Nafasnya semakin lemah," gumam Elara dengan senyuman penuh kemenangan.
Jenderal Andara mendekat dan memeriksa denyut nadi Herley. "Dia sekarat. Racun penghancur jiwa ini bekerja lebih cepat dari yang kita kira," katanya dengan nada puas. "Saatnya memastikan dia tidak akan bangun lagi."
Elara menatap Herley yang terkulai lemas. "Kita harus pastikan dia mati, sayang. Aku tak mau ada kejutan tak menyenangkan nanti," bisiknya.
Jenderal Andara mengangguk. "Biarkan aku yang memastikan." Dia mengambil gaun Permaisuri dari tempat tidur dan meletakkannya di wajah Herley, menekannya dengan kuat. Herley menggeliat lemah, tetapi tak mampu melawan. Setelah beberapa saat, tubuh Herley berhenti bergerak.
Elara tersenyum penuh kemenangan. "Akhirnya, dia benar-benar sudah tak berdaya."
Jenderal Andara melepaskan bantal dan memeriksa napas Herley lagi. "Dia sudah mati. Sekarang, kita bisa melanjutkan rencana kita tanpa khawatir."
Elara mendekat dan mencium Jenderal Andara dengan penuh gairah. "Kita berhasil, sayang. Aradorn sekarang adalah milik kita. Kita akan memimpin kerajaan ini bersama-sama."
Jenderal Andara tersenyum licik. "Betul. Tapi pertama-tama, kita harus menyingkirkan jasadnya."
Elara mengangguk. "Kita buang dia ke jurang tanpa batas, seperti rencanamu. Tidak akan ada yang menemukan tubuhnya."
Jenderal Andara mengambil jubah tebal dan membungkus tubuh Herley dengan hati-hati. "Ayo, kita lakukan sekarang, sebelum fajar menyingsing."
Jenderal Andara memerintahkan anak buahnya membawa tubuh Herley yang terbungkus keluar dari kamar, melalui lorong-lorong istana yang sepi. Setiap langkah mereka diiringi dengan ketegangan, tapi keyakinan mereka untuk meraih kekuasaan membuat dia terus bergerak maju.
Sesampainya di tepi jurang tanpa batas, Elara memandang tubuh tak bernyawa Herley dengan tatapan dingin. "Inilah akhir dari seorang raja yang bodoh," gumamnya.
Jenderal Andara mengangguk. "Selamat tinggal, Raja Herley. Biarkan alam yang menanganimu sekarang."
Dengan satu gerakan cepat, mereka melemparkan tubuh Herley ke jurang. Tubuh itu menghilang dalam kegelapan, lenyap tanpa jejak. Elara dan Jenderal Andara saling berpandangan, seolah merayakan kemenangan mereka.
"Kita sudah menyingkirkan halangan terbesar kita," kata Jenderal Andara dengan suara puas. "Sekarang, kita bisa mulai merencanakan masa depan kerajaan ini."
Elara mengangguk dengan senyuman manis. "Dan masa depan itu akan sangat cerah, dengan kita berdua yang memimpinnya."
*****
Herley terlempar ke dalam jurang tanpa batas, tubuhnya meluncur cepat dalam kegelapan yang pekat. Ia merasa seluruh dunianya terputus, seakan-akan waktu berhenti. Namun, alih-alih bertemu dengan kematian, ia terjebak dalam suatu dimensi tak dikenal, tertidur selama beribu tahun.
Ketika ia terbangun, malam telah menyelimuti hutan yang lebat. Angin dingin malam mengelus kulitnya yang tertutup pakaian compang-camping, namun tatapannya tetap tajam. Herley bangkit perlahan, mengamati sekeliling dengan rasa bingung dan penasaran. Ia merasa seolah terbangun dari mimpi buruk yang panjang, namun semua terasa nyata—dari rasa dingin di kulitnya hingga suara gemerisik daun di sekitarnya.
Ia mencoba mengingat apa yang terjadi, tetapi pikirannya kosong. Hanya ada bayangan samar tentang seorang wanita cantik dan seorang pria berotot yang mengkhianatinya. Namun, ingatan itu segera pudar.
Herley mulai berjalan dengan langkah pasti, melewati pepohonan besar dan semak-semak lebat. Setelah beberapa saat, ia melihat cahaya di kejauhan—cahaya yang asing baginya. Ia mendekat, rasa penasaran mendorongnya untuk menemukan sumber cahaya tersebut.
Ketika ia mencapai tepi hutan, Herley terkejut melihat pemandangan yang tak pernah dilihatnya sebelumnya. Jalan raya yang dipenuhi kendaraan bermotor yang melaju cepat, lampu-lampu neon yang berkelap-kelip, dan gedung-gedung tinggi yang menjulang. Herley menatap heran, tak mengerti apa yang sedang dilihatnya. Dunia modern yang ramai dan penuh cahaya membuatnya merasa seperti di planet lain.
Orang-orang yang berpakaian aneh menatapnya dengan pandangan penasaran, beberapa dari mereka memotret dengan perangkat aneh yang mereka bawa. Herley tidak peduli, ia terus berjalan hingga tiba di sebuah jembatan panjang nan sunyi di kota itu.
Saat sebuah mobil sport mewah terbaru melintas di jembatan itu, Herley menoleh. Ia terkejut melihat benda yang melaju dengan kecepatan tinggi, berkilauan di bawah lampu kota.
Di dalam mobil, Leo menggenggam erat kemudi dengan satu tangan, sementara tangan lainnya meraba paha wanita di sampingnya.
"Honey, perhatikan jalan. Jangan letakkan tanganmu sembarangan," wanita itu tertawa geli, meskipun nada suaranya menunjukkan sedikit godaan.
Leo menyeringai. "Honey, aku tidak sabar melewati jembatan ini. Aku sudah sangat ingin menikmati tubuhmu. Bisakah kita lakukan itu di sini?" Ia terus meraba wanita di sampingnya, dan hal itu semakin mengalihkan perhatiannya dari jalan.
Wanita itu memalingkan pandangannya dari Leo ke jalan di depan, matanya melebar ketika ia melihat Herley yang berdiri di tengah jembatan. "Leo, hati-hati!" teriaknya.
Leo tersentak, mencoba mengendalikan mobil yang mulai oleng. Herley, yang berdiri di tengah jembatan, merasakan angin kencang saat mobil mendekat dengan cepat. Refleksnya tajam; ia melompat ke samping dengan kelincahan yang luar biasa, menghindari tabrakan tepat pada waktunya.Mobil sport itu bergoyang keras, hampir menabrak pembatas jembatan sebelum Leo berhasil mengendalikannya kembali. Mobil berhenti dengan berdecit tajam, hanya beberapa meter dari tempat Herley berdiri.Leo dan wanita itu terengah-engah, jantung mereka berdebar kencang. "Apa yang baru saja terjadi?" Leo memandang ke arah Herley dengan mata terbelalak. "Siapa pria itu?"Wanita itu masih terguncang, tetapi tatapannya mengarah ke Herley dengan rasa ingin tahu yang bercampur ketakutan. "Aku tidak tahu, tapi dia terlihat seperti... dari dunia lain."Herley menatap mereka dengan pandangan tajam, mencoba memahami situasi yang aneh ini. Tetapi instingnya mengatakan bahwa mereka mungkin bisa membantunya memahami dunia baru
Herley melanjutkan perjalanannya dengan beberapa lembar uang bernilai tinggi di genggamannya. Langkah-langkahnya mantap, tatapannya terfokus pada kota elit yang semakin mendekat di hadapannya. Setelah melewatai jembatan, ia akhirnya memasuki pusat kota yang ramai. Kerumunan orang berlalu lalang, kendaraan bermotor melaju cepat, dan lampu-lampu kota bersinar terang, menciptakan pemandangan yang memukau namun membingungkan bagi Herley.Tatapan Herley semakin intens ketika melihat keramaian kota. Pakaian yang ia kenakan, compang-camping dan tidak layak, menarik perhatian orang-orang di sekitarnya. Bisikan dan tatapan risih mengarah padanya, tetapi Herley tidak peduli. Dia terus berjalan. Tiba-tiba, pandangannya tertuju pada sebuah toko pakaian di sudut jalan. "Kenapa orang-orang ini menatapku seperti itu?" gumam Herley pada dirinya sendiri, merasa risih dengan tatapan dan bisikan di sekitarnya.Herley mengingat Calista yang mengatakan untuk membeli pakaian baru. Pada akhirnya, pria it
"Ini tidak bisa dibiarkan," gumam manajer toko, melihat kerumunan yang mulai kacau. Dia segera mengambil ponselnya dan menghubungi Calista, seorang pelanggan VVIP yang sering berbelanja di toko itu."Selamat malam, Nona Calista," sapanya dengan sopan. "Maaf mengganggu waktu Anda, Saya manajer toko Threads Boutique kami mengalami situasi yang agak rumit dan sepertinya ini berkaitan dengan Anda.""Apa yang terjadi?" tanya Calista, terdengar khawatir."Kami memiliki seorang pelanggan dengan tubuh tinggi dan pakaian compang-camping, wajahnya terlihat tampan dan sangar. Dia juga membawa kartu nama dan katanya uang yang Anda berikan sebelumnya. Apakah Anda mengenal pria ini?" tanya manajer dengan sopan.Calista tampak berpikir dan mengingat, "aku tahu, apa yang terjadi dengan dia?""Beberapa pelanggan menuduh Tuan Herley mencuri dan mencoba menyerangnya. Namun, situasinya semakin memburuk karena mereka malah terluka sendiri. Kami sangat membutuhkan bantuan Anda untuk menenangkan keadaan. Bi
Setelah perjalanan yang relatif tenang menuju lokasi pemotretan, suasana mulai tegang ketika mereka tiba. Lokasi tersebut adalah sebuah vila mewah di pinggir kota, dikelilingi oleh hutan yang lebat. Calista, dengan aura profesionalnya, segera disambut oleh kru pemotretan dan tim yang telah menunggunya.Herley berdiri tegap di samping Calista, menarik perhatian banyak orang."Siapa pria itu? Dia tampak sangat mengesankan, bahkan dia terlihat seperti seorang model," bisik salah satu model kepada temannya."Aku tidak tahu, mungkin bodyguard baru Calista?" jawab temannya."Bisakah aku meminta nomor ponselnya? Aku ingin mengajaknya party malam ini." Wanita itu mengeluarkan telepon genggamnya dari dalam laci meja, berdiri dengan elegan dalam gaun merah yang menjuntai di lantai, melangkah dengan anggun bak seorang putri menuju Herley. Senyum manis menghiasi wajahnya, matanya bersinar penuh ketertarikan. "Hi, namaku Rose. Aku belum pernah melihat Anda di sini sebelumnya," kata Rise dengan s
Calista menatap Herley dengan ekspresi penuh rasa hormat, namun juga mengandung rasa khawatir. "Terima kasih atas bantuanmu," katanya dengan nada lembut namun tegas. "Namun, kita tidak bisa mengabaikan ancaman Dario. Dia bisa melakukan apapun yang dia katakan."Herley mengangguk, matanya tetap tajam menatap ke arah Dario yang sudah pergi. "Aku sudah siap untuk apa pun yang akan datang. Bahkan, aku tidak peduli dengan hal itu."Beberapa kru pemotretan mulai bergerak kembali, meskipun suasana masih tegang."Apakah semuanya baik-baik saja?" tanya salah satu fotografer, suaranya bergetar."Kurasa begitu," jawab seorang asisten, tampak masih belum sepenuhnya pulih dari kejadian tersebut. "Tapi lihat, Herley benar-benar hebat.""Benar-benar mengesankan," kata model yang sebelumnya mendekati Herley. "Dia sepertinya memiliki kekuatan yang luar biasa.""Ya, dan dia sangat tenang," tambah seorang teknisi. "Aku masih tidak bisa percaya apa yang baru saja terjadi.""Bagaimana dengan Dario?" tanya
Herley tertawa rendah, suara gelapnya menggema. "Menyesal? Kata itu tidak ada dalam kamusku. Tapi kalian, kalian akan menyesal datang ke sini dan mengganggu ketenangan kami. Pergilah sekarang, atau aku pastikan kalian tidak akan pernah kembali untuk melaporkan kegagalan kalian kepada Dario."Pria itu menyeringai, mencoba mempertahankan keberaniannya. "Kau pikir bisa mengalahkan kami sendirian?"Herley menatap mereka satu per satu, tatapannya tajam dan menakutkan. "Aku tidak berpikir, tapi aku tahu. Jika kalian berani mencoba, maka bersiaplah untuk merasakan kemarahan yang tidak pernah kalian bayangkan sebelumnya."Dengan kecepatan yang mengejutkan, Herley melesat ke arah pria yang berwajah kasar. Dalam sekejap, ia melumpuhkan salah satu dari mereka dengan sebuah pukulan telak yang membuat pria itu terjatuh ke tanah, tak berdaya. Pria-pria lainnya terkejut dan mundur dengan panik, wajah mereka memucat melihat rekan mereka yang terkapar."Masih ingin melanjutkan?" Herley menantang, suar
Pria bertopeng itu terdiam sejenak, merasakan getaran ketakutan yang aneh menjalari tubuhnya. Tatapan Herley yang penuh api dan tekad membuatnya merasakan ketidakpastian yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.Dengan suara yang sedikit gemetar, pria bertopeng itu berkata, "Apa sebenarnya kau ini? Tidak mungkin manusia bisa bangkit setelah serangan sekuat itu."Herley tersenyum tipis, bibirnya melengkung dengan kedinginan yang menakutkan. "Aku jauh lebih dari yang bisa kau bayangkan. Kau baru saja menyentuh permukaan kekuatanku. Jika kau berpikir serangan itu cukup untuk menjatuhkanku, maka kau benar-benar tidak siap untuk apa yang akan datang."Pria bertopeng itu mundur selangkah, mencoba menenangkan detak jantungnya yang tiba-tiba berdetak lebih cepat. "Tidak mungkin... Ini tidak masuk akal."Herley berjalan perlahan mendekatinya, setiap langkahnya penuh keyakinan dan ancaman. "Kau seharusnya tahu bahwa ketika kau bermain dengan api, kau akan terbakar. Kau dan Dario telah memilih j
Setelah meninggalkan pemandangan horor di belakangnya, Herley berjalan cepat kembali ke lokasi pemotretan. Begitu melihat bodyguard-nya kembali, Calista segera berlari mendekatinya. "Bagaimana, apa kamu menemukan orang yang mencurigakan?" tanyanya dengan nada khawatir.Herley menatapnya dengan tenang. "Aku sudah mengatasi mereka semua," jawabnya datar tanpa beban.Calista tampak kaget. "Lalu siapa mereka?""Suruhan temanmu, pria yang kemarin," jawab Herley dengan nada serius.Calista terkejut. "Maksudmu Dario? Dia benar-benar balas dendam?"Herley mengangguk. "Tidak perlu khawatir. Mereka tidak akan mengganggu kita lagi untuk sementara waktu atau mungkin selamanya."Calista menghela napas, berusaha menenangkan diri. "Herley, ini mulai menakutkan. Mengapa Dario begitu bertekad mengejar kita? Apa sebenarnya yang dia inginkan?""Dario adalah tipe orang yang tidak bisa menerima kekalahan. Dia merasa terancam oleh kehadiranku, dan merasa terhina karena kau menolak keinginannya. Tapi aku ti
"Sudah cukup, Leo," kata pria itu dengan suara rendah tapi tegas. "Kau tak bisa mengendalikan semuanya. Badai ini akan menghancurkan kita semua, dan uangmu tak akan menyelamatkanmu kali ini."Leo menatap pria itu dengan tatapan penuh kebencian, "Diam! Kau tak tahu apa-apa! Aku akan keluar dari sini hidup-hidup! Dan tak ada yang bisa menghentikanku!"Pria itu menggeleng pelan, seolah menyayangkan kejatuhan Leo ke dalam kegilaan. "Mungkin kau bisa menyelamatkan dirimu sendiri, Leo, tapi ingatlah ini. Kau akan mati sendirian."Sebelum Leo bisa membalas, pria itu berjalan menuju lemari pelampung yang masih tersisa, diikuti oleh beberapa penumpang lain yang kini lebih memilih mengikuti arahan pria tersebut daripada terjebak dalam kegilaan Leo. Namun, Leo tak peduli. Dia hanya punya satu tujuan: bertahan hidup, apapun caranya.Badai semakin menggila, dan kapal itu pun terus berguncang. Semua orang, termasuk Leo, kini berada di ujung tanduk, di antara hidup dan mati, tak ada yang bisa memast
DOOR! Pria berbadan besar itu tergeletak di lantai dek, darah menyembur dari luka tembak di kepalanya. Tubuh yang tadinya penuh tenaga, kini hanya seonggok daging tak bernyawa di bawah kaki Leo. Semua orang yang menyaksikan kejadian itu terdiam sejenak, seolah tak percaya pada apa yang baru saja terjadi. Leo menatap tubuh tak bernyawa itu dengan tatapan dingin, lalu memutar pistolnya, memastikan tidak ada lagi yang mencoba mengambil apa yang menjadi miliknya. “Dengar baik-baik!” Leo berteriak, suaranya menggema di tengah raungan badai. “Tak ada seorang pun yang boleh merebut milikku! Apapun yang ada di kapal pesiar ini adalah milikku! Dan aku akan mempertahankannya sampai mati!” Para penumpang yang masih bertahan memandangnya dengan ketakutan, tak ada yang berani mendekat. Mereka tahu, di bawah tekanan dan ketakutan, Leo sudah kehilangan kendali. Dia akan melakukan apa saja untuk menyelamatkan dirinya sendiri, termasuk mengorbankan nyawa orang lain. Tiba-tiba, suara teriakan lain
Dengan satu gerakan cepat, Herley menarik Dario ke atas dek, menyelamatkannya dari maut. Pria itu terkapar di lantai dek, tubuhnya basah kuyup dan gemetar. Ia mencoba bangkit, tapi lututnya lemas, membuatnya tersungkur lagi. Herley berdiri di hadapannya, bayangannya menjulang seperti sosok malaikat kematian yang siap menuntut balas."Kau tahu," suara Herley terdengar tenang, namun setiap kata yang keluar dari mulutnya penuh dengan ancaman dingin, "orang-orang seperti kau selalu merasa di atas segalanya. Uang, kekuasaan, dan status sosial yang kau punya membuatmu merasa tak tersentuh. Tapi lihatlah dirimu sekarang. Tak ada satu pun dari itu yang bisa menyelamatkanmu dari badai ini. Atau dari aku."Dario menelan ludah, napasnya tersengal-sengal. "Aku... aku minta maaf, sungguh... aku benar-benar menyesal..."Herley menggeleng pelan, tatapannya penuh penghinaan. "Kata-kata itu, tak ada artinya bagiku. Penyesalanmu hanya muncul saat kau berada di ujung kematian. Kalau badai ini tak perna
Dua pengawal yang tadinya hendak mendorong Herley ke laut kini berusaha keras bertahan dari badai yang semakin menggila. Mereka terpental ke samping, jatuh menabrak pagar dek. Tali yang mengikat Herley mulai longgar karena guncangan yang tak terkendali. Dengan gerakan cepat, pria itu menggoyangkan tubuhnya, melepaskan diri dari lilitan tali kapal yang keras. Setelah itu, ia berdiri tegak di tengah dek, di mana angin dan ombak seolah enggan menyentuhnya.Dario yang masih berusaha berdiri, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Ini tidak mungkin!" teriaknya, matanya melotot ke arah Herley yang kini bebas dari ikatan. "Kau seharusnya tidak bisa lolos!"Herley melangkah perlahan ke arah Dario, setiap langkahnya stabil meski kapal berguncang hebat. "Kalian pikir bisa mengendalikan segalanya dengan uang dan kekuasaan," kata Herley dengan suara yang tenang namun penuh ancaman. "Tapi kalian lupa satu hal... alam tidak bisa dibeli."Dario yang mulai ketakutan, mundur sambil meraba-raba paga
Pengawal yang bertugas mengikat Herley mengangguk, menarik tali dengan keras hingga tubuh Herley terjepit. Dario mengamati hasilnya dan tersenyum puas. "Bagus, sekarang kau benar-benar tidak bisa ke mana-mana," ujar Dario, nadanya mengejek. "Tapi aku penasaran, Herley. Apakah kau masih akan diam seperti patung ketika kau tahu nasib buruk apa yang menantimu?"Herley tetap tidak menjawab, hanya menatap Dario dengan pandangan yang tidak terbaca. Hal itu hanya membuat Dario semakin jengkel."Diam saja, huh? Baiklah, mari kita lihat seberapa lama kau bisa bertahan," kata Dario sambil melangkah mundur. "Mulai sekarang, kau adalah mainan kami. Dan kami akan menikmati setiap detik dari permainan ini."Leo mengangkat tangannya, mengisyaratkan para tamu untuk memperhatikan. "Ayo, kawan-kawan! Pertunjukan baru saja dimulai! Jangan ragu untuk memberi saran tentang cara terbaik untuk membuatnya menderita. Ini adalah pesta kita, dan kita punya hak untuk bersenang-senang!"Kerumunan tamu mulai bers
Sorak sorai orang-orang bergema. Beradu dengan suara deburan ombak di tengah laut. Pro dan kontra akan aksi heroik Leo dan komplotan nya samar diterka. Semua orang di sana memakai topeng gengsi demi keuntungan pribadi semata. Leo, belum cukup puas dengan permainan yang ia ciptakan. Samudera luas menjadi saksi bisu kekejaman Leo yang berniat menghabisi Herley atas asas kedengkian saja. “Lihatlah, jagoan kita ini. Dia masih bertahan setelah aku memukul tubuhnya. Bahkan tongkat golf tidak mampu membuatnya tumbang! Apakah kau mau berlagak seperti batu karang yang sulit dihempaskan, hm?” ucap Leo tepat disaat komplotannya menyeret tubuh Herley ke bagian dek atas kapal. Angin laut berhembus kencang. Mengibarkan setiap helai pakaian orang-orang yang ikut menyaksikan momen menegangkan ini. Leo mendekati Herley. Air muka tak terbaca, sorot matanya dingin, dan mulut Herley masih terkatup rapat. Seolah enggan menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Di sisi dek yang lain, Dario tersenyum puas
Suara mesin kapal pesiar yang lembut hampir tak terdengar di tengah tawa, dentingan gelas, dan percakapan riuh yang memenuhi udara malam. Cahaya bulan memantul di permukaan laut yang tenang, memberikan kilauan perak pada kapal pesiar yang megah. Lampu kristal menggantung dari langit-langit, musik lembut mengalun di latar belakang, dan aroma cerutu mahal serta parfum mewah memenuhi udara.Dario yang baru saja tiba melewati Herley tanpa melihat pria itu. Begitu Dario masuk, kapal mulai berlabuh meninggalkan pelabuhan. Riuh suara wanita yang bergoyang membuat para pria sangat senang. Namun, Leo menyadari sesuatu hal sejak tadi. Matanya menyipit saat dia kembali melihat para wanita- wanitanya melirik ke arah bodyguard itu. Suasana hatinya semakin memburuk seiring berjalannya waktu, rasa asam mulai muncul di mulutnya. Dia terbiasa menjadi pusat perhatian, sosok yang dikagumi dan diinginkan semua orang. Namun malam ini, di ulang tahunnya yang ke 35, seorang bodyguard biasa justru mencuri
Malam itu, kapal pesiar berubah menjadi panggung pesta yang gemerlap. Lampu-lampu berwarna-warni berkilauan menyinari dek kapal, menciptakan suasana yang seru dan menggairahkan. Musik menggema, mengundang para tamu untuk bergoyang seirama. Para wanita berbikini dan pria dengan gelas anggur di tangan mereka terus menikmati malam dengan penuh suka cita. Tawa dan percakapan riang mengisi udara malam yang hangat, sementara sampanye dan rokok menambah aroma khas pesta yang tak terlupakan. Leo, yang menjadi pusat perhatian, sesekali mengangkat gelasnya, memberikan toast untuk tahun-tahun yang akan datang, dikelilingi oleh teman-teman dan musik yang tak pernah berhenti. Di tengah kerumunan, Calista dan Leo, yang tengah merayakan ulang tahunnya, tampak asyik berjoget. Wanita itu , dalam balutan bikini yang mencolok, bergerak lincah mengikuti irama, tawa cerianya mengalir lepas, menambah kegembiraan malam itu. Seorang tamu pria, dengan gelas anggur di tangannya, mendekati Leo. “Leo, pes
"Tetaplah di tempatmu!" seru Valentina dengan amarah yang membara. "Kau tidak bisa mempermainkan kami!" Dengan cepat, dia mengambil sebuah botol kaca dari meja dan melemparkannya ke arah Herley.Herley dengan sigap memutar tubuhnya, membiarkan botol tersebut melayang melewatinya. Botol itu menghantam dinding di belakang, pecah menjadi serpihan kaca yang berserakan di lantai."Aku tidak di sini untuk bertarung denganmu," kata Herley dengan suara yang tetap tenang. "Dario sedang mempermainkanmu. Dia hanya ingin melihat kita bertarung.""Aku tidak peduli!" balas Valentina, yang kemudian meraih kursi terdekat dan mengayunkannya ke arah Herley.Herley menunduk cepat, kursi itu terbang di atas kepalanya dan menghantam meja di belakangnya, menyebabkan meja itu roboh. Pecahan kaca dan kayu berhamburan di lantai.Orang-orang di sekitar mereka mulai menjauh, menghindari puing-puing yang beterbangan. Suara barang-barang pecah dan keributan menyebar di seluruh klub, menciptakan kekacauan yang tak