Pengawal yang bertugas mengikat Herley mengangguk, menarik tali dengan keras hingga tubuh Herley terjepit. Dario mengamati hasilnya dan tersenyum puas. "Bagus, sekarang kau benar-benar tidak bisa ke mana-mana," ujar Dario, nadanya mengejek. "Tapi aku penasaran, Herley. Apakah kau masih akan diam seperti patung ketika kau tahu nasib buruk apa yang menantimu?"Herley tetap tidak menjawab, hanya menatap Dario dengan pandangan yang tidak terbaca. Hal itu hanya membuat Dario semakin jengkel."Diam saja, huh? Baiklah, mari kita lihat seberapa lama kau bisa bertahan," kata Dario sambil melangkah mundur. "Mulai sekarang, kau adalah mainan kami. Dan kami akan menikmati setiap detik dari permainan ini."Leo mengangkat tangannya, mengisyaratkan para tamu untuk memperhatikan. "Ayo, kawan-kawan! Pertunjukan baru saja dimulai! Jangan ragu untuk memberi saran tentang cara terbaik untuk membuatnya menderita. Ini adalah pesta kita, dan kita punya hak untuk bersenang-senang!"Kerumunan tamu mulai bers
Dua pengawal yang tadinya hendak mendorong Herley ke laut kini berusaha keras bertahan dari badai yang semakin menggila. Mereka terpental ke samping, jatuh menabrak pagar dek. Tali yang mengikat Herley mulai longgar karena guncangan yang tak terkendali. Dengan gerakan cepat, pria itu menggoyangkan tubuhnya, melepaskan diri dari lilitan tali kapal yang keras. Setelah itu, ia berdiri tegak di tengah dek, di mana angin dan ombak seolah enggan menyentuhnya.Dario yang masih berusaha berdiri, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Ini tidak mungkin!" teriaknya, matanya melotot ke arah Herley yang kini bebas dari ikatan. "Kau seharusnya tidak bisa lolos!"Herley melangkah perlahan ke arah Dario, setiap langkahnya stabil meski kapal berguncang hebat. "Kalian pikir bisa mengendalikan segalanya dengan uang dan kekuasaan," kata Herley dengan suara yang tenang namun penuh ancaman. "Tapi kalian lupa satu hal... alam tidak bisa dibeli."Dario yang mulai ketakutan, mundur sambil meraba-raba paga
Dengan satu gerakan cepat, Herley menarik Dario ke atas dek, menyelamatkannya dari maut. Pria itu terkapar di lantai dek, tubuhnya basah kuyup dan gemetar. Ia mencoba bangkit, tapi lututnya lemas, membuatnya tersungkur lagi. Herley berdiri di hadapannya, bayangannya menjulang seperti sosok malaikat kematian yang siap menuntut balas."Kau tahu," suara Herley terdengar tenang, namun setiap kata yang keluar dari mulutnya penuh dengan ancaman dingin, "orang-orang seperti kau selalu merasa di atas segalanya. Uang, kekuasaan, dan status sosial yang kau punya membuatmu merasa tak tersentuh. Tapi lihatlah dirimu sekarang. Tak ada satu pun dari itu yang bisa menyelamatkanmu dari badai ini. Atau dari aku."Dario menelan ludah, napasnya tersengal-sengal. "Aku... aku minta maaf, sungguh... aku benar-benar menyesal..."Herley menggeleng pelan, tatapannya penuh penghinaan. "Kata-kata itu, tak ada artinya bagiku. Penyesalanmu hanya muncul saat kau berada di ujung kematian. Kalau badai ini tak perna
DOOR! Pria berbadan besar itu tergeletak di lantai dek, darah menyembur dari luka tembak di kepalanya. Tubuh yang tadinya penuh tenaga, kini hanya seonggok daging tak bernyawa di bawah kaki Leo. Semua orang yang menyaksikan kejadian itu terdiam sejenak, seolah tak percaya pada apa yang baru saja terjadi. Leo menatap tubuh tak bernyawa itu dengan tatapan dingin, lalu memutar pistolnya, memastikan tidak ada lagi yang mencoba mengambil apa yang menjadi miliknya. “Dengar baik-baik!” Leo berteriak, suaranya menggema di tengah raungan badai. “Tak ada seorang pun yang boleh merebut milikku! Apapun yang ada di kapal pesiar ini adalah milikku! Dan aku akan mempertahankannya sampai mati!” Para penumpang yang masih bertahan memandangnya dengan ketakutan, tak ada yang berani mendekat. Mereka tahu, di bawah tekanan dan ketakutan, Leo sudah kehilangan kendali. Dia akan melakukan apa saja untuk menyelamatkan dirinya sendiri, termasuk mengorbankan nyawa orang lain. Tiba-tiba, suara teriakan lain
"Sudah cukup, Leo," kata pria itu dengan suara rendah tapi tegas. "Kau tak bisa mengendalikan semuanya. Badai ini akan menghancurkan kita semua, dan uangmu tak akan menyelamatkanmu kali ini."Leo menatap pria itu dengan tatapan penuh kebencian, "Diam! Kau tak tahu apa-apa! Aku akan keluar dari sini hidup-hidup! Dan tak ada yang bisa menghentikanku!"Pria itu menggeleng pelan, seolah menyayangkan kejatuhan Leo ke dalam kegilaan. "Mungkin kau bisa menyelamatkan dirimu sendiri, Leo, tapi ingatlah ini. Kau akan mati sendirian."Sebelum Leo bisa membalas, pria itu berjalan menuju lemari pelampung yang masih tersisa, diikuti oleh beberapa penumpang lain yang kini lebih memilih mengikuti arahan pria tersebut daripada terjebak dalam kegilaan Leo. Namun, Leo tak peduli. Dia hanya punya satu tujuan: bertahan hidup, apapun caranya.Badai semakin menggila, dan kapal itu pun terus berguncang. Semua orang, termasuk Leo, kini berada di ujung tanduk, di antara hidup dan mati, tak ada yang bisa memast
Kerajaan Aradorn berdiri megah di bawah langit senja, dikelilingi oleh benteng kokoh dan menara-menara tinggi. Raja Herley, seorang pemimpin muda yang bijaksana dan kejam pada lawan, duduk di atas singgasananya di aula istana yang megah. Permaisuri Elara, yang terkenal akan kecantikannya, berdiri di sisinya, tersenyum manis pada rakyat yang berkumpul untuk merayakan peringatan tahunan kemenangan kerajaan mereka.Musik dan tarian mengisi aula, sementara para bangsawan dan rakyat jelata menikmati pesta yang melimpah. Herley, dengan tatapan penuh cinta, menatap Elara yang mengenakan gaun berhiaskan permata, memancarkan kilau di bawah cahaya obor. Di balik senyum itu, Elara menyembunyikan ambisi gelap yang telah lama dia rencanakan."Hari ini, kita merayakan kemenangan besar kita. Aradorn terus berdiri kokoh berkat keberanian dan pengorbanan kita semua," ucap Raja Herley seraya menggenggam tangan permaisurinya. Permaisuri Elara tersenyum lembut menatap sang pria yang mencintainya, "Anda
Di tengah keheningan malam, Jenderal Tertinggi dan Elara, permaisuri yang cantik jelita, melakukan hubungan badan di atas ranjang, tak jauh dari tubuh Herley yang terbaring tak sadarkan diri. Racun mematikan yang diberikan Jenderal Tertinggi telah membuat pria itu tak berdaya dan tak bisa melawan. Elara yang mengenakan gaun tipis berwarna merah marun memandang Jenderal Tertinggi dengan tatapan penuh nafsu, tangannya meraba pria itu dengan rakus. Jenderal Tertinggi yang kekar dan bermata tajam itu membalas tatapan Elara, lalu mencium bibirnya dengan ganas. Di tengah permainan asmara mereka, suara desahan dan rasa nikmat terus keluar dari mulut Elara. Sementara itu, Jenderal Tertinggi tak henti-hentinya menggerakkan tubuhnya dengan kuat, seolah ingin menaklukkan permaisuri itu sepenuhnya. Suara desahan dan rintihan nikmat keduanya semakin menggema di ruangan itu, seolah mengejek Herley yang terbaring tak berdaya. Di saat yang sama, wajah Herley yang pucat dan keringat dingin yang be
Leo tersentak, mencoba mengendalikan mobil yang mulai oleng. Herley, yang berdiri di tengah jembatan, merasakan angin kencang saat mobil mendekat dengan cepat. Refleksnya tajam; ia melompat ke samping dengan kelincahan yang luar biasa, menghindari tabrakan tepat pada waktunya.Mobil sport itu bergoyang keras, hampir menabrak pembatas jembatan sebelum Leo berhasil mengendalikannya kembali. Mobil berhenti dengan berdecit tajam, hanya beberapa meter dari tempat Herley berdiri.Leo dan wanita itu terengah-engah, jantung mereka berdebar kencang. "Apa yang baru saja terjadi?" Leo memandang ke arah Herley dengan mata terbelalak. "Siapa pria itu?"Wanita itu masih terguncang, tetapi tatapannya mengarah ke Herley dengan rasa ingin tahu yang bercampur ketakutan. "Aku tidak tahu, tapi dia terlihat seperti... dari dunia lain."Herley menatap mereka dengan pandangan tajam, mencoba memahami situasi yang aneh ini. Tetapi instingnya mengatakan bahwa mereka mungkin bisa membantunya memahami dunia baru
"Sudah cukup, Leo," kata pria itu dengan suara rendah tapi tegas. "Kau tak bisa mengendalikan semuanya. Badai ini akan menghancurkan kita semua, dan uangmu tak akan menyelamatkanmu kali ini."Leo menatap pria itu dengan tatapan penuh kebencian, "Diam! Kau tak tahu apa-apa! Aku akan keluar dari sini hidup-hidup! Dan tak ada yang bisa menghentikanku!"Pria itu menggeleng pelan, seolah menyayangkan kejatuhan Leo ke dalam kegilaan. "Mungkin kau bisa menyelamatkan dirimu sendiri, Leo, tapi ingatlah ini. Kau akan mati sendirian."Sebelum Leo bisa membalas, pria itu berjalan menuju lemari pelampung yang masih tersisa, diikuti oleh beberapa penumpang lain yang kini lebih memilih mengikuti arahan pria tersebut daripada terjebak dalam kegilaan Leo. Namun, Leo tak peduli. Dia hanya punya satu tujuan: bertahan hidup, apapun caranya.Badai semakin menggila, dan kapal itu pun terus berguncang. Semua orang, termasuk Leo, kini berada di ujung tanduk, di antara hidup dan mati, tak ada yang bisa memast
DOOR! Pria berbadan besar itu tergeletak di lantai dek, darah menyembur dari luka tembak di kepalanya. Tubuh yang tadinya penuh tenaga, kini hanya seonggok daging tak bernyawa di bawah kaki Leo. Semua orang yang menyaksikan kejadian itu terdiam sejenak, seolah tak percaya pada apa yang baru saja terjadi. Leo menatap tubuh tak bernyawa itu dengan tatapan dingin, lalu memutar pistolnya, memastikan tidak ada lagi yang mencoba mengambil apa yang menjadi miliknya. “Dengar baik-baik!” Leo berteriak, suaranya menggema di tengah raungan badai. “Tak ada seorang pun yang boleh merebut milikku! Apapun yang ada di kapal pesiar ini adalah milikku! Dan aku akan mempertahankannya sampai mati!” Para penumpang yang masih bertahan memandangnya dengan ketakutan, tak ada yang berani mendekat. Mereka tahu, di bawah tekanan dan ketakutan, Leo sudah kehilangan kendali. Dia akan melakukan apa saja untuk menyelamatkan dirinya sendiri, termasuk mengorbankan nyawa orang lain. Tiba-tiba, suara teriakan lain
Dengan satu gerakan cepat, Herley menarik Dario ke atas dek, menyelamatkannya dari maut. Pria itu terkapar di lantai dek, tubuhnya basah kuyup dan gemetar. Ia mencoba bangkit, tapi lututnya lemas, membuatnya tersungkur lagi. Herley berdiri di hadapannya, bayangannya menjulang seperti sosok malaikat kematian yang siap menuntut balas."Kau tahu," suara Herley terdengar tenang, namun setiap kata yang keluar dari mulutnya penuh dengan ancaman dingin, "orang-orang seperti kau selalu merasa di atas segalanya. Uang, kekuasaan, dan status sosial yang kau punya membuatmu merasa tak tersentuh. Tapi lihatlah dirimu sekarang. Tak ada satu pun dari itu yang bisa menyelamatkanmu dari badai ini. Atau dari aku."Dario menelan ludah, napasnya tersengal-sengal. "Aku... aku minta maaf, sungguh... aku benar-benar menyesal..."Herley menggeleng pelan, tatapannya penuh penghinaan. "Kata-kata itu, tak ada artinya bagiku. Penyesalanmu hanya muncul saat kau berada di ujung kematian. Kalau badai ini tak perna
Dua pengawal yang tadinya hendak mendorong Herley ke laut kini berusaha keras bertahan dari badai yang semakin menggila. Mereka terpental ke samping, jatuh menabrak pagar dek. Tali yang mengikat Herley mulai longgar karena guncangan yang tak terkendali. Dengan gerakan cepat, pria itu menggoyangkan tubuhnya, melepaskan diri dari lilitan tali kapal yang keras. Setelah itu, ia berdiri tegak di tengah dek, di mana angin dan ombak seolah enggan menyentuhnya.Dario yang masih berusaha berdiri, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Ini tidak mungkin!" teriaknya, matanya melotot ke arah Herley yang kini bebas dari ikatan. "Kau seharusnya tidak bisa lolos!"Herley melangkah perlahan ke arah Dario, setiap langkahnya stabil meski kapal berguncang hebat. "Kalian pikir bisa mengendalikan segalanya dengan uang dan kekuasaan," kata Herley dengan suara yang tenang namun penuh ancaman. "Tapi kalian lupa satu hal... alam tidak bisa dibeli."Dario yang mulai ketakutan, mundur sambil meraba-raba paga
Pengawal yang bertugas mengikat Herley mengangguk, menarik tali dengan keras hingga tubuh Herley terjepit. Dario mengamati hasilnya dan tersenyum puas. "Bagus, sekarang kau benar-benar tidak bisa ke mana-mana," ujar Dario, nadanya mengejek. "Tapi aku penasaran, Herley. Apakah kau masih akan diam seperti patung ketika kau tahu nasib buruk apa yang menantimu?"Herley tetap tidak menjawab, hanya menatap Dario dengan pandangan yang tidak terbaca. Hal itu hanya membuat Dario semakin jengkel."Diam saja, huh? Baiklah, mari kita lihat seberapa lama kau bisa bertahan," kata Dario sambil melangkah mundur. "Mulai sekarang, kau adalah mainan kami. Dan kami akan menikmati setiap detik dari permainan ini."Leo mengangkat tangannya, mengisyaratkan para tamu untuk memperhatikan. "Ayo, kawan-kawan! Pertunjukan baru saja dimulai! Jangan ragu untuk memberi saran tentang cara terbaik untuk membuatnya menderita. Ini adalah pesta kita, dan kita punya hak untuk bersenang-senang!"Kerumunan tamu mulai bers
Sorak sorai orang-orang bergema. Beradu dengan suara deburan ombak di tengah laut. Pro dan kontra akan aksi heroik Leo dan komplotan nya samar diterka. Semua orang di sana memakai topeng gengsi demi keuntungan pribadi semata. Leo, belum cukup puas dengan permainan yang ia ciptakan. Samudera luas menjadi saksi bisu kekejaman Leo yang berniat menghabisi Herley atas asas kedengkian saja. “Lihatlah, jagoan kita ini. Dia masih bertahan setelah aku memukul tubuhnya. Bahkan tongkat golf tidak mampu membuatnya tumbang! Apakah kau mau berlagak seperti batu karang yang sulit dihempaskan, hm?” ucap Leo tepat disaat komplotannya menyeret tubuh Herley ke bagian dek atas kapal. Angin laut berhembus kencang. Mengibarkan setiap helai pakaian orang-orang yang ikut menyaksikan momen menegangkan ini. Leo mendekati Herley. Air muka tak terbaca, sorot matanya dingin, dan mulut Herley masih terkatup rapat. Seolah enggan menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Di sisi dek yang lain, Dario tersenyum puas
Suara mesin kapal pesiar yang lembut hampir tak terdengar di tengah tawa, dentingan gelas, dan percakapan riuh yang memenuhi udara malam. Cahaya bulan memantul di permukaan laut yang tenang, memberikan kilauan perak pada kapal pesiar yang megah. Lampu kristal menggantung dari langit-langit, musik lembut mengalun di latar belakang, dan aroma cerutu mahal serta parfum mewah memenuhi udara.Dario yang baru saja tiba melewati Herley tanpa melihat pria itu. Begitu Dario masuk, kapal mulai berlabuh meninggalkan pelabuhan. Riuh suara wanita yang bergoyang membuat para pria sangat senang. Namun, Leo menyadari sesuatu hal sejak tadi. Matanya menyipit saat dia kembali melihat para wanita- wanitanya melirik ke arah bodyguard itu. Suasana hatinya semakin memburuk seiring berjalannya waktu, rasa asam mulai muncul di mulutnya. Dia terbiasa menjadi pusat perhatian, sosok yang dikagumi dan diinginkan semua orang. Namun malam ini, di ulang tahunnya yang ke 35, seorang bodyguard biasa justru mencuri
Malam itu, kapal pesiar berubah menjadi panggung pesta yang gemerlap. Lampu-lampu berwarna-warni berkilauan menyinari dek kapal, menciptakan suasana yang seru dan menggairahkan. Musik menggema, mengundang para tamu untuk bergoyang seirama. Para wanita berbikini dan pria dengan gelas anggur di tangan mereka terus menikmati malam dengan penuh suka cita. Tawa dan percakapan riang mengisi udara malam yang hangat, sementara sampanye dan rokok menambah aroma khas pesta yang tak terlupakan. Leo, yang menjadi pusat perhatian, sesekali mengangkat gelasnya, memberikan toast untuk tahun-tahun yang akan datang, dikelilingi oleh teman-teman dan musik yang tak pernah berhenti. Di tengah kerumunan, Calista dan Leo, yang tengah merayakan ulang tahunnya, tampak asyik berjoget. Wanita itu , dalam balutan bikini yang mencolok, bergerak lincah mengikuti irama, tawa cerianya mengalir lepas, menambah kegembiraan malam itu. Seorang tamu pria, dengan gelas anggur di tangannya, mendekati Leo. “Leo, pes
"Tetaplah di tempatmu!" seru Valentina dengan amarah yang membara. "Kau tidak bisa mempermainkan kami!" Dengan cepat, dia mengambil sebuah botol kaca dari meja dan melemparkannya ke arah Herley.Herley dengan sigap memutar tubuhnya, membiarkan botol tersebut melayang melewatinya. Botol itu menghantam dinding di belakang, pecah menjadi serpihan kaca yang berserakan di lantai."Aku tidak di sini untuk bertarung denganmu," kata Herley dengan suara yang tetap tenang. "Dario sedang mempermainkanmu. Dia hanya ingin melihat kita bertarung.""Aku tidak peduli!" balas Valentina, yang kemudian meraih kursi terdekat dan mengayunkannya ke arah Herley.Herley menunduk cepat, kursi itu terbang di atas kepalanya dan menghantam meja di belakangnya, menyebabkan meja itu roboh. Pecahan kaca dan kayu berhamburan di lantai.Orang-orang di sekitar mereka mulai menjauh, menghindari puing-puing yang beterbangan. Suara barang-barang pecah dan keributan menyebar di seluruh klub, menciptakan kekacauan yang tak