Herley melanjutkan perjalanannya dengan beberapa lembar uang bernilai tinggi di genggamannya. Langkah-langkahnya mantap, tatapannya terfokus pada kota elit yang semakin mendekat di hadapannya.
Setelah melewatai jembatan, ia akhirnya memasuki pusat kota yang ramai. Kerumunan orang berlalu lalang, kendaraan bermotor melaju cepat, dan lampu-lampu kota bersinar terang, menciptakan pemandangan yang memukau namun membingungkan bagi Herley.
Tatapan Herley semakin intens ketika melihat keramaian kota. Pakaian yang ia kenakan, compang-camping dan tidak layak, menarik perhatian orang-orang di sekitarnya. Bisikan dan tatapan risih mengarah padanya, tetapi Herley tidak peduli. Dia terus berjalan.
Tiba-tiba, pandangannya tertuju pada sebuah toko pakaian di sudut jalan.
"Kenapa orang-orang ini menatapku seperti itu?" gumam Herley pada dirinya sendiri, merasa risih dengan tatapan dan bisikan di sekitarnya.
Herley mengingat Calista yang mengatakan untuk membeli pakaian baru. Pada akhirnya, pria itu melangkah masuk ke dalam toko tersebut.
Di dalam, suasana elegan dan berkelas langsung menyambutnya. Pelayanan toko, seorang wanita dengan senyum profesional, segera mendekatinya meskipun beberapa pengunjung lain terlihat risih dengan penampilan Herley yang kumuh.
"Selamat malam, ada yang bisa kami bantu?" tanyanya dengan nada ramah, namun matanya penuh kehati-hatian karena ini adalah pertama kalinya dia melihat seseorang dengan penampilan seperti Herley mengunjungi toko.
"Aku ingin membeli pakaian," jawab Herley singkat namun tegas.
Sebelum pelayan toko bisa merespons lebih lanjut, seorang pria dengan penampilan sangat elit mendekat. Jas mahalnya terlihat sempurna, dan ia memandang Herley dari atas ke bawah dengan tatapan merendahkan. "Maaf, tapi aku pikir kau salah tempat," katanya sinis. "Toko ini bukan untuk orang sepertimu. Kau tidak akan mampu membeli apa pun di sini."
Beberapa pria lain yang juga sedang berbelanja ikut mendekat, tertarik dengan situasi yang mulai memanas. Salah satu dari mereka, seorang pria dengan jam tangan mewah yang mencolok, tertawa kecil. "Lihat pakaianmu itu, kawan. Bahkan pengemis di jalan punya pakaian yang lebih baik darimu. Apa kau pikir bisa membeli sesuatu di sini?"
Herley tetap diam, menatap mereka dengan mata tajam tanpa menunjukkan rasa takut.
"Hei, kamu dengar? Pergi dari sini sebelum kami memanggil keamanan," tambah pria lain dengan nada angkuh, sambil memandang Herley seolah-olah dia adalah kotoran di sepatunya.
Seorang pria berwajah angkuh dengan rambut disisir rapi menambahkan, "Tempatmu bukan di sini. Kembali ke tempat asalmu dan jangan mengganggu kami yang sedang berbelanja."
Herley mengabaikan hinaan mereka dan tetap memandang pelayan toko. "Aku ingin membeli pakaian," ulangnya dengan suara tenang namun tegas.
Pelayan toko tampak ragu, terjepit di antara ingin melayani pelanggannya dan tekanan dari para pria elit di sekitarnya. Namun, sebelum dia bisa memutuskan, pria pertama yang mendekati Herley melangkah lebih dekat, wajahnya penuh dengan ejekan. "Kau tidak dengar? Kami tidak mau orang sepertimu di sini. Pergilah sebelum kau membuat kami lebih marah."
Herley tetap tidak bergeming. "Aku punya uang," katanya, menunjukkan beberapa lembar uang yang diberikan oleh Calista.
"Hei, lihat uang itu!" seru salah satu pria, terdiam melihat jumlah besar di genggaman Herley.
"Bagaimana mungkin dia punya uang sebanyak itu?" bisik yang lain, matanya membelalak.
Sejenak, keheningan mengisi ruangan. Lalu, seorang pria berjaket dengan rambut disisir rapi dan jam tangan mewah melangkah maju, menuding Herley. "Apa kau mencuri?" tuduhnya keras. "Pria ini pencuri!" teriaknya, suaranya bergema di seluruh toko.
Mata Herley menyipit, tatapannya tajam seperti mata pedang yang siap menghunus.
"Beraninya kau menatapku seperti itu, dasar orang rendahan," seru pria lain sambil melayangkan tinjunya ke arah Herley dan mengenai dagunya.
"Aaakkkhhh!"
Siapa sangka, saat tinjunya mengenai tubuh Herley, bukan Herley yang meringis kesakitan, tetapi pria itu sendiri.
"Tunggu, kenapa aku yang kesakitan?" teriak pria itu, memegangi tangannya yang sekarang berdenyut hebat. "Apa-apaan ini? Apa kau terbuat dari besi?"
"Apa yang terjadi?" tanya pria lain yang tadi ikut merendahkan Herley, matanya melebar karena terkejut.
"Aku memukulnya, tapi malah tanganku yang sakit," jawab pria pertama dengan wajah terkejut dan semakin marah.
Pria-pria lainnya yang ada di sekitar mereka mulai penasaran. "Apa benar dia terbuat dari besi?" bisik salah satu dari mereka.
"Ini tidak masuk akal," ujar yang lain, "mana ada orang yang terbuat dari besi kecuali dia adalah robot."
Herley berdiri tegap, tidak menunjukkan tanda-tanda kesakitan sedikitpun. "Kalian sudah cukup?" tanyanya dengan tenang namun tajam.
"Apa yang kalian lakukan? Dia itu pencuri!" teriak pria dengan jaket kulit, suaranya penuh amarah.
Salah satu pria lainnya menarik baju Herley dengan kasar, sementara yang lain merebut kartu nama Calista dari tangannya. "Calista? Bukankah dia putri dari Mr. Edward, model terkenal itu?" ujarnya dengan nada mengejek.
"Berarti benar, pria ini adalah pencuri!" seru pria lain, wajahnya penuh kebencian.
Herley berdiri tegak, meski dikelilingi oleh kerumunan yang marah. "Aku bukan pencuri," ucapnya dengan suara terkontrol dan tatapan mata yang tidak berkedip.
"Jangan percaya dia!" teriak seorang pria. "Dia pasti mencuri!"
"Serang dia!" seru yang lain.
Tanpa memberi kesempatan untuk penjelasan lebih lanjut, para pria itu langsung melancarkan serangkaian pukulan dan tendangan ke arah Herley tanpa peringatan. Udara tiba-tiba terisi dengan suara hantaman yang keras dan desahan marah.
Namun, dalam sekejap, suasana berubah drastis. Para pria yang mencoba menyerang Herley tiba-tiba terhuyung-huyung mundur, satu demi satu mereka terjatuh sambil meringis kesakitan. Erangan menggema memecah keheningan.
"Aduh! Tanganku!" teriak salah satu pria, mundur sambil memegangi lengannya yang sakit.
"Kenapa tendanganku memantul?" teriak pria lain yang terhuyung-huyung mundur, wajahnya meringis kesakitan.
"Ini tidak mungkin!" erang yang lain, terjatuh ke lantai sambil memegangi kakinya yang sakit.
Herley, yang tengah berdiri di tengah kekacauan, hanya bisa memandang dengan raut kebingungan. Dia sama sekali tidak mengerti bagaimana setiap pukulan dan tendangan yang dilepaskan ke arahnya seolah memantul kembali dan menghantam pengirimnya bahkan membuat mereka terluka.
"Dia seperti baja!" bisik seorang pria dari kerumunan, wajahnya penuh ketakutan.
"Ini tidak masuk akal," ujar yang lain, matanya melebar karena terkejut. "Bagaimana mungkin kita tubuhnya sekuat itu?"
Pria dengan jaket kulit yang pertama kali memulai serangan memegangi tangannya yang sakit. "Apa-apaan ini? Kenapa tubuhmu seperti baja?" serunya, matanya melebar karena ketakutan.
"Apakah dia punya kekuatan super?" tanya seorang pria dengan suara gemetar.
"Siapa sebenarnya dia?" bisik seorang wanita yang sejak tadi hanya menyimak di antara kerumunan, penuh rasa takut dan keterkejutan.
Situasi yang semula penuh dengan kebencian dan kekerasan, kini berubah menjadi ketakutan dan kebingungan.
Pria lain yang tadi merampas kartu nama Calista memegangi perutnya yang terasa nyeri. "Siapa kau sebenarnya?" tanyanya dengan napas terengah-engah, matanya penuh rasa ingin tahu dan ketakutan.
"Tidak mungkin!" seru seorang pemuda bermata biru, mengambil tongkat golf dari rak toko. Wajahnya penuh amarah tak percaya. "Aku akan melumpuhkanmu!" teriaknya sambil mengayunkan tongkat golf dengan sekuat tenaga ke arah Herley.
Herley, dengan refleks cepat, mengangkat tangan untuk melindungi dirinya. "Apa yang kau lakukan?" serunya.
Dentangan logam yang melengkung terdengar di seluruh ruangan saat tongkat golf itu mengenai tangan Herley. Semua orang terdiam dalam kebungkaman, mata mereka terbelalak tak percaya.
"Bagaimana mungkin?" bisik seorang pria dari kerumunan.
"Dia hanya butuh satu tangan untuk menahan pukulan itu?" tanya yang lain dengan suara gemetar.
Pemuda bermata biru menggenggam tongkat golf yang kini melengkung seperti busur. Napasnya memburu, wajahnya semakin gelisah. "Aku tidak percaya!" teriaknya sambil mengayunkan tongkat itu sekali lagi dengan kekuatan penuh.
Dentangan logam terdengar lagi, hasilnya sama. Tongkat golf itu melengkung lebih parah, tidak berguna lagi.
"Apa-apaan ini? Bagaimana mungkin?" gumam pemuda itu, matanya melebar tak percaya.
"Ini tidak masuk akal," ujar pria lain, mundur perlahan. "Dia manusia atau apa?"
Herley menurunkan tangannya, menatap pemuda itu dengan tenang. "Kau sudah selesai?" tanyanya dengan suara rendah tapi tegas.
Pemuda bermata biru mundur, wajahnya penuh keterkejutan dan ketakutan. "Apa... apa yang terjadi? Bagaimana bisa?" katanya, suaranya hampir tidak terdengar.
Orang-orang di sekitar mulai berbisik lagi, ketakutan dan kebingungan menguasai suasana. "Siapa sebenarnya dia?" bisik seorang wanita, matanya tak lepas dari Herley.
Herley berdiri tegak, matanya menyapu kerumunan. "Aku tidak tahu apa yang kalian pikirkan," katanya, suaranya tenang namun penuh otoritas. "Tapi Aku bukan musuh kalian, dan bukan pencuri seperti yang kalian tuduhkan," kata Herley dengan suara tegas. "Namun, jika kalian terus seperti ini, aku juga tidak bisa menahan diri lagi."
Kerumunan terdiam, hanya suara napas mereka yang terdengar. Herley merasakan darahnya mendidih, sesuatu dalam dirinya mulai bangkit. Dia mengingat sesuatu yang samar.
"Ini tidak bisa dibiarkan," gumam manajer toko, melihat kerumunan yang mulai kacau. Dia segera mengambil ponselnya dan menghubungi Calista, seorang pelanggan VVIP yang sering berbelanja di toko itu."Selamat malam, Nona Calista," sapanya dengan sopan. "Maaf mengganggu waktu Anda, Saya manajer toko Threads Boutique kami mengalami situasi yang agak rumit dan sepertinya ini berkaitan dengan Anda.""Apa yang terjadi?" tanya Calista, terdengar khawatir."Kami memiliki seorang pelanggan dengan tubuh tinggi dan pakaian compang-camping, wajahnya terlihat tampan dan sangar. Dia juga membawa kartu nama dan katanya uang yang Anda berikan sebelumnya. Apakah Anda mengenal pria ini?" tanya manajer dengan sopan.Calista tampak berpikir dan mengingat, "aku tahu, apa yang terjadi dengan dia?""Beberapa pelanggan menuduh Tuan Herley mencuri dan mencoba menyerangnya. Namun, situasinya semakin memburuk karena mereka malah terluka sendiri. Kami sangat membutuhkan bantuan Anda untuk menenangkan keadaan. Bi
Setelah perjalanan yang relatif tenang menuju lokasi pemotretan, suasana mulai tegang ketika mereka tiba. Lokasi tersebut adalah sebuah vila mewah di pinggir kota, dikelilingi oleh hutan yang lebat. Calista, dengan aura profesionalnya, segera disambut oleh kru pemotretan dan tim yang telah menunggunya.Herley berdiri tegap di samping Calista, menarik perhatian banyak orang."Siapa pria itu? Dia tampak sangat mengesankan, bahkan dia terlihat seperti seorang model," bisik salah satu model kepada temannya."Aku tidak tahu, mungkin bodyguard baru Calista?" jawab temannya."Bisakah aku meminta nomor ponselnya? Aku ingin mengajaknya party malam ini." Wanita itu mengeluarkan telepon genggamnya dari dalam laci meja, berdiri dengan elegan dalam gaun merah yang menjuntai di lantai, melangkah dengan anggun bak seorang putri menuju Herley. Senyum manis menghiasi wajahnya, matanya bersinar penuh ketertarikan. "Hi, namaku Rose. Aku belum pernah melihat Anda di sini sebelumnya," kata Rise dengan s
Calista menatap Herley dengan ekspresi penuh rasa hormat, namun juga mengandung rasa khawatir. "Terima kasih atas bantuanmu," katanya dengan nada lembut namun tegas. "Namun, kita tidak bisa mengabaikan ancaman Dario. Dia bisa melakukan apapun yang dia katakan."Herley mengangguk, matanya tetap tajam menatap ke arah Dario yang sudah pergi. "Aku sudah siap untuk apa pun yang akan datang. Bahkan, aku tidak peduli dengan hal itu."Beberapa kru pemotretan mulai bergerak kembali, meskipun suasana masih tegang."Apakah semuanya baik-baik saja?" tanya salah satu fotografer, suaranya bergetar."Kurasa begitu," jawab seorang asisten, tampak masih belum sepenuhnya pulih dari kejadian tersebut. "Tapi lihat, Herley benar-benar hebat.""Benar-benar mengesankan," kata model yang sebelumnya mendekati Herley. "Dia sepertinya memiliki kekuatan yang luar biasa.""Ya, dan dia sangat tenang," tambah seorang teknisi. "Aku masih tidak bisa percaya apa yang baru saja terjadi.""Bagaimana dengan Dario?" tanya
Herley tertawa rendah, suara gelapnya menggema. "Menyesal? Kata itu tidak ada dalam kamusku. Tapi kalian, kalian akan menyesal datang ke sini dan mengganggu ketenangan kami. Pergilah sekarang, atau aku pastikan kalian tidak akan pernah kembali untuk melaporkan kegagalan kalian kepada Dario."Pria itu menyeringai, mencoba mempertahankan keberaniannya. "Kau pikir bisa mengalahkan kami sendirian?"Herley menatap mereka satu per satu, tatapannya tajam dan menakutkan. "Aku tidak berpikir, tapi aku tahu. Jika kalian berani mencoba, maka bersiaplah untuk merasakan kemarahan yang tidak pernah kalian bayangkan sebelumnya."Dengan kecepatan yang mengejutkan, Herley melesat ke arah pria yang berwajah kasar. Dalam sekejap, ia melumpuhkan salah satu dari mereka dengan sebuah pukulan telak yang membuat pria itu terjatuh ke tanah, tak berdaya. Pria-pria lainnya terkejut dan mundur dengan panik, wajah mereka memucat melihat rekan mereka yang terkapar."Masih ingin melanjutkan?" Herley menantang, suar
Pria bertopeng itu terdiam sejenak, merasakan getaran ketakutan yang aneh menjalari tubuhnya. Tatapan Herley yang penuh api dan tekad membuatnya merasakan ketidakpastian yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.Dengan suara yang sedikit gemetar, pria bertopeng itu berkata, "Apa sebenarnya kau ini? Tidak mungkin manusia bisa bangkit setelah serangan sekuat itu."Herley tersenyum tipis, bibirnya melengkung dengan kedinginan yang menakutkan. "Aku jauh lebih dari yang bisa kau bayangkan. Kau baru saja menyentuh permukaan kekuatanku. Jika kau berpikir serangan itu cukup untuk menjatuhkanku, maka kau benar-benar tidak siap untuk apa yang akan datang."Pria bertopeng itu mundur selangkah, mencoba menenangkan detak jantungnya yang tiba-tiba berdetak lebih cepat. "Tidak mungkin... Ini tidak masuk akal."Herley berjalan perlahan mendekatinya, setiap langkahnya penuh keyakinan dan ancaman. "Kau seharusnya tahu bahwa ketika kau bermain dengan api, kau akan terbakar. Kau dan Dario telah memilih j
Setelah meninggalkan pemandangan horor di belakangnya, Herley berjalan cepat kembali ke lokasi pemotretan. Begitu melihat bodyguard-nya kembali, Calista segera berlari mendekatinya. "Bagaimana, apa kamu menemukan orang yang mencurigakan?" tanyanya dengan nada khawatir.Herley menatapnya dengan tenang. "Aku sudah mengatasi mereka semua," jawabnya datar tanpa beban.Calista tampak kaget. "Lalu siapa mereka?""Suruhan temanmu, pria yang kemarin," jawab Herley dengan nada serius.Calista terkejut. "Maksudmu Dario? Dia benar-benar balas dendam?"Herley mengangguk. "Tidak perlu khawatir. Mereka tidak akan mengganggu kita lagi untuk sementara waktu atau mungkin selamanya."Calista menghela napas, berusaha menenangkan diri. "Herley, ini mulai menakutkan. Mengapa Dario begitu bertekad mengejar kita? Apa sebenarnya yang dia inginkan?""Dario adalah tipe orang yang tidak bisa menerima kekalahan. Dia merasa terancam oleh kehadiranku, dan merasa terhina karena kau menolak keinginannya. Tapi aku ti
Herley melompat turun dari kudanya, mendarat dengan gemuruh di tengah medan perang yang penuh dengan mayat. Dengan pedang terhunus, dia menantang siapa saja yang berani mendekat. "Siapa yang berani menantangku?" suaranya bergemuruh, penuh dengan kemarahan dan kekuatan. Musuh-musuhnya mundur ketakutan, namun beberapa yang pemberani mencoba menyerang."Majulah, kalian pengecut!" teriak Herley, mengayunkan pedangnya ke arah prajurit pertama yang mendekat. Dengan satu tebasan kuat, pedangnya menembus baju zirah dan tubuh prajurit itu, memisahkan tubuhnya menjadi dua. Darah menyembur, membasahi tanah di sekitar Herley."Ini hanya pemanasan," katanya dengan dingin, matanya menatap musuh-musuhnya yang tersisa. Dua prajurit lainnya mencoba menyerangnya dari kedua sisi. Herley dengan cepat memutar tubuhnya, mengayunkan pedangnya dengan kekuatan penuh. "Kalian tidak lebih dari serangga bagiku!" Pedang itu menghantam perisai salah satu prajurit, menghancurkannya dan menebas leher prajurit itu da
Malam itu, di villa yang sunyi di tengah hutan, Herley duduk di tepi tempat tidurnya, masih terguncang oleh mimpi buruk yang baru saja dialaminya. Keringat dingin mengalir di pelipisnya, dan napasnya terengah-engah.Dengan suara bergetar, Herley bergumam, "Apa arti mimpi itu? Mengapa terasa begitu nyata? Siapa wanita dan pria itu?"Karena tak bisa tidur, akhirnya pria tinggi berwajah dingin itu beranjak keluar kamar. Saat di luar, dia bertemu dengan Calista yang juga terjaga."Herley, apa yang kamu lakukan di luar malam-malam begini?" tanya Calista, suaranya penuh kekhawatiran."Aku hanya ingin mencari angin dan berjalan-jalan. Tidak bisa tidur," jawab pria itu, seperti biasa dengan wajah datar walaupun yang mengajaknya bicara adalah Calista.Calista mengernyit. "Tapi ini masih sangat malam, dan kita berada di tengah hutan. Bisakah kau menemaniku saja? Aku juga tidak bisa tidur," pintanya, matanya memancarkan kekhawatiran yang sama.Herley mengangguk dan berdiri di seberang Calista te