Share

Bab 4: Dia Manusia atau Apa?

Herley melanjutkan perjalanannya dengan beberapa lembar uang bernilai tinggi di genggamannya. Langkah-langkahnya mantap, tatapannya terfokus pada kota elit yang semakin mendekat di hadapannya. 

Setelah melewatai jembatan, ia akhirnya memasuki pusat kota yang ramai. Kerumunan orang berlalu lalang, kendaraan bermotor melaju cepat, dan lampu-lampu kota bersinar terang, menciptakan pemandangan yang memukau namun membingungkan bagi Herley.

Tatapan Herley semakin intens ketika melihat keramaian kota. Pakaian yang ia kenakan, compang-camping dan tidak layak, menarik perhatian orang-orang di sekitarnya. Bisikan dan tatapan risih mengarah padanya, tetapi Herley tidak peduli. Dia terus berjalan. 

Tiba-tiba, pandangannya tertuju pada sebuah toko pakaian di sudut jalan. 

"Kenapa orang-orang ini menatapku seperti itu?" gumam Herley pada dirinya sendiri, merasa risih dengan tatapan dan bisikan di sekitarnya.

Herley mengingat Calista yang mengatakan untuk membeli pakaian baru. Pada akhirnya, pria itu melangkah masuk ke dalam toko tersebut. 

Di dalam, suasana elegan dan berkelas langsung menyambutnya. Pelayanan toko, seorang wanita dengan senyum profesional, segera mendekatinya meskipun beberapa pengunjung lain terlihat risih dengan penampilan Herley yang kumuh. 

"Selamat malam, ada yang bisa kami bantu?" tanyanya dengan nada ramah, namun matanya penuh kehati-hatian karena ini adalah pertama kalinya dia melihat seseorang dengan penampilan seperti Herley mengunjungi toko.

"Aku ingin membeli pakaian," jawab Herley singkat namun tegas.

Sebelum pelayan toko bisa merespons lebih lanjut, seorang pria dengan penampilan sangat elit mendekat. Jas mahalnya terlihat sempurna, dan ia memandang Herley dari atas ke bawah dengan tatapan merendahkan. "Maaf, tapi aku pikir kau salah tempat," katanya sinis. "Toko ini bukan untuk orang sepertimu. Kau tidak akan mampu membeli apa pun di sini."

Beberapa pria lain yang juga sedang berbelanja ikut mendekat, tertarik dengan situasi yang mulai memanas. Salah satu dari mereka, seorang pria dengan jam tangan mewah yang mencolok, tertawa kecil. "Lihat pakaianmu itu, kawan. Bahkan pengemis di jalan punya pakaian yang lebih baik darimu. Apa kau pikir bisa membeli sesuatu di sini?"

Herley tetap diam, menatap mereka dengan mata tajam tanpa menunjukkan rasa takut.

"Hei, kamu dengar? Pergi dari sini sebelum kami memanggil keamanan," tambah pria lain dengan nada angkuh, sambil memandang Herley seolah-olah dia adalah kotoran di sepatunya.

Seorang pria berwajah angkuh dengan rambut disisir rapi menambahkan, "Tempatmu bukan di sini. Kembali ke tempat asalmu dan jangan mengganggu kami yang sedang berbelanja."

Herley mengabaikan hinaan mereka dan tetap memandang pelayan toko. "Aku ingin membeli pakaian," ulangnya dengan suara tenang namun tegas.

Pelayan toko tampak ragu, terjepit di antara ingin melayani pelanggannya dan tekanan dari para pria elit di sekitarnya. Namun, sebelum dia bisa memutuskan, pria pertama yang mendekati Herley melangkah lebih dekat, wajahnya penuh dengan ejekan. "Kau tidak dengar? Kami tidak mau orang sepertimu di sini. Pergilah sebelum kau membuat kami lebih marah."

Herley tetap tidak bergeming. "Aku punya uang," katanya, menunjukkan beberapa lembar uang yang diberikan oleh Calista.

"Hei, lihat uang itu!" seru salah satu pria, terdiam melihat jumlah besar di genggaman Herley.

"Bagaimana mungkin dia punya uang sebanyak itu?" bisik yang lain, matanya membelalak.

Sejenak, keheningan mengisi ruangan. Lalu, seorang pria berjaket dengan rambut disisir rapi dan jam tangan mewah melangkah maju, menuding Herley. "Apa kau mencuri?" tuduhnya keras. "Pria ini pencuri!" teriaknya, suaranya bergema di seluruh toko.

Mata Herley menyipit, tatapannya tajam seperti mata pedang yang siap menghunus. 

"Beraninya kau menatapku seperti itu, dasar orang rendahan," seru pria lain sambil melayangkan tinjunya ke arah Herley dan mengenai dagunya.

"Aaakkkhhh!" 

Siapa sangka, saat tinjunya mengenai tubuh Herley, bukan Herley yang meringis kesakitan, tetapi pria itu sendiri.

"Tunggu, kenapa aku yang kesakitan?" teriak pria itu, memegangi tangannya yang sekarang berdenyut hebat. "Apa-apaan ini? Apa kau terbuat dari besi?"

"Apa yang terjadi?" tanya pria lain yang tadi ikut merendahkan Herley, matanya melebar karena terkejut.

"Aku memukulnya, tapi malah tanganku yang sakit," jawab pria pertama dengan wajah terkejut dan semakin marah.

Pria-pria lainnya yang ada di sekitar mereka mulai penasaran. "Apa benar dia terbuat dari besi?" bisik salah satu dari mereka.

"Ini tidak masuk akal," ujar yang lain, "mana ada orang yang terbuat dari besi kecuali dia adalah robot."

Herley berdiri tegap, tidak menunjukkan tanda-tanda kesakitan sedikitpun. "Kalian sudah cukup?" tanyanya dengan tenang namun tajam.

"Apa yang kalian lakukan? Dia itu pencuri!" teriak pria dengan jaket kulit, suaranya penuh amarah.

Salah satu pria lainnya menarik baju Herley dengan kasar, sementara yang lain merebut kartu nama Calista dari tangannya. "Calista? Bukankah dia putri dari Mr. Edward, model terkenal itu?" ujarnya dengan nada mengejek.

"Berarti benar, pria ini adalah pencuri!" seru pria lain, wajahnya penuh kebencian.

Herley berdiri tegak, meski dikelilingi oleh kerumunan yang marah. "Aku bukan pencuri," ucapnya dengan suara terkontrol dan tatapan mata yang tidak berkedip.

"Jangan percaya dia!" teriak seorang pria. "Dia pasti mencuri!"

"Serang dia!" seru yang lain.

Tanpa memberi kesempatan untuk penjelasan lebih lanjut, para pria itu langsung melancarkan serangkaian pukulan dan tendangan ke arah Herley tanpa peringatan. Udara tiba-tiba terisi dengan suara hantaman yang keras dan desahan marah.

Namun, dalam sekejap, suasana berubah drastis. Para pria yang mencoba menyerang Herley tiba-tiba terhuyung-huyung mundur, satu demi satu mereka terjatuh sambil meringis kesakitan. Erangan menggema memecah keheningan. 

"Aduh! Tanganku!" teriak salah satu pria, mundur sambil memegangi lengannya yang sakit.

"Kenapa tendanganku memantul?" teriak pria lain yang terhuyung-huyung mundur, wajahnya meringis kesakitan.

"Ini tidak mungkin!" erang yang lain, terjatuh ke lantai sambil memegangi kakinya yang sakit. 

Herley, yang tengah berdiri di tengah kekacauan, hanya bisa memandang dengan raut kebingungan. Dia sama sekali tidak mengerti bagaimana setiap pukulan dan tendangan yang dilepaskan ke arahnya seolah memantul kembali dan menghantam pengirimnya bahkan membuat mereka terluka.

"Dia seperti baja!" bisik seorang pria dari kerumunan, wajahnya penuh ketakutan.

"Ini tidak masuk akal," ujar yang lain, matanya melebar karena terkejut. "Bagaimana mungkin kita tubuhnya sekuat itu?"

Pria dengan jaket kulit yang pertama kali memulai serangan memegangi tangannya yang sakit. "Apa-apaan ini? Kenapa tubuhmu seperti baja?" serunya, matanya melebar karena ketakutan.

"Apakah dia punya kekuatan super?" tanya seorang pria dengan suara gemetar.

"Siapa sebenarnya dia?" bisik seorang wanita yang sejak tadi hanya menyimak di antara kerumunan, penuh rasa takut dan keterkejutan.

Situasi yang semula penuh dengan kebencian dan kekerasan, kini berubah menjadi ketakutan dan kebingungan.

Pria lain yang tadi merampas kartu nama Calista memegangi perutnya yang terasa nyeri. "Siapa kau sebenarnya?" tanyanya dengan napas terengah-engah, matanya penuh rasa ingin tahu dan ketakutan.

"Tidak mungkin!" seru seorang pemuda bermata biru, mengambil tongkat golf dari rak toko. Wajahnya penuh amarah tak percaya. "Aku akan melumpuhkanmu!" teriaknya sambil mengayunkan tongkat golf dengan sekuat tenaga ke arah Herley.

Herley, dengan refleks cepat, mengangkat tangan untuk melindungi dirinya. "Apa yang kau lakukan?" serunya.

Dentangan logam yang melengkung terdengar di seluruh ruangan saat tongkat golf itu mengenai tangan Herley. Semua orang terdiam dalam kebungkaman, mata mereka terbelalak tak percaya.

"Bagaimana mungkin?" bisik seorang pria dari kerumunan.

"Dia hanya butuh satu tangan untuk menahan pukulan itu?" tanya yang lain dengan suara gemetar.

Pemuda bermata biru menggenggam tongkat golf yang kini melengkung seperti busur. Napasnya memburu, wajahnya semakin gelisah. "Aku tidak percaya!" teriaknya sambil mengayunkan tongkat itu sekali lagi dengan kekuatan penuh.

Dentangan logam terdengar lagi, hasilnya sama. Tongkat golf itu melengkung lebih parah, tidak berguna lagi.

"Apa-apaan ini? Bagaimana mungkin?" gumam pemuda itu, matanya melebar tak percaya. 

"Ini tidak masuk akal," ujar pria lain, mundur perlahan. "Dia manusia atau apa?"

Herley menurunkan tangannya, menatap pemuda itu dengan tenang. "Kau sudah selesai?" tanyanya dengan suara rendah tapi tegas.

Pemuda bermata biru mundur, wajahnya penuh keterkejutan dan ketakutan. "Apa... apa yang terjadi? Bagaimana bisa?" katanya, suaranya hampir tidak terdengar.

Orang-orang di sekitar mulai berbisik lagi, ketakutan dan kebingungan menguasai suasana. "Siapa sebenarnya dia?" bisik seorang wanita, matanya tak lepas dari Herley.

Herley berdiri tegak, matanya menyapu kerumunan. "Aku tidak tahu apa yang kalian pikirkan," katanya, suaranya tenang namun penuh otoritas. "Tapi Aku bukan musuh kalian, dan bukan pencuri seperti yang kalian tuduhkan," kata Herley dengan suara tegas. "Namun, jika kalian terus seperti ini, aku juga tidak bisa menahan diri lagi."

Kerumunan terdiam, hanya suara napas mereka yang terdengar. Herley merasakan darahnya mendidih, sesuatu dalam dirinya mulai bangkit. Dia mengingat sesuatu yang samar. 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ida Darwati
semoga cepet ingatannya pulih
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status