Calista menatap Herley dengan ekspresi penuh rasa hormat, namun juga mengandung rasa khawatir. "Terima kasih atas bantuanmu," katanya dengan nada lembut namun tegas. "Namun, kita tidak bisa mengabaikan ancaman Dario. Dia bisa melakukan apapun yang dia katakan."
Herley mengangguk, matanya tetap tajam menatap ke arah Dario yang sudah pergi. "Aku sudah siap untuk apa pun yang akan datang. Bahkan, aku tidak peduli dengan hal itu."
Beberapa kru pemotretan mulai bergerak kembali, meskipun suasana masih tegang.
"Apakah semuanya baik-baik saja?" tanya salah satu fotografer, suaranya bergetar.
"Kurasa begitu," jawab seorang asisten, tampak masih belum sepenuhnya pulih dari kejadian tersebut. "Tapi lihat, Herley benar-benar hebat."
"Benar-benar mengesankan," kata model yang sebelumnya mendekati Herley. "Dia sepertinya memiliki kekuatan yang luar biasa."
"Ya, dan dia sangat tenang," tambah seorang teknisi. "Aku masih tidak bisa percaya apa yang baru saja terjadi."
"Bagaimana dengan Dario?" tanya seorang stylist dengan cemas. "Apakah kita akan aman?"
"Calista akan memastikan semuanya aman," jawab fotografer utama. "Jangan khawatir, aku bahkan sangat puas melihat Dario dengan mulutnya yang berdarah."
Mendengar itu, beberapa kru mulai tertawa ringan, mencoba melepaskan ketegangan.
"Memang, melihat Dario dalam keadaan seperti itu sangat memuaskan," kata seorang asisten, masih dengan senyum.
"Ya, akhirnya dia mendapat balasan yang pantas," tambah model dengan riang. "Aku tidak akan lupa melihatnya terkapar seperti itu."
"Semoga dia tidak datang lagi," ujar teknisi. "Kita sudah cukup mengalami hari yang buruk."
"Tapi kalau dia datang lagi, aku rasa Herley akan siap," kata fotografer utama, tersenyum puas.
****
Pagi itu cerah ketika Calista dan Leo menikmati sarapan di teras rumah mewah milik Leo. Herley berdiri tenang, memperhatikan sekeliling dengan penuh kewaspadaan seperti biasa. Calista sedang menceritakan tentang insiden di toko pakaian, namun ia sengaja menyembunyikan kekuatan luar biasa Herley dari Leo."Untuk apa kau mengambilnya menjadi bodyguard-mu? Apa hanya karena wajahnya tampan?" Leo mendengus tak suka melihat Herley berada di sisi wanitanya.
Calista tersenyum tipis, matanya berkilau dengan kepercayaan diri. "Aku tidak menampik itu, dia memang terlihat luar biasa tampan. Tapi bukan itu alasan utamaku."
Leo mengerutkan kening, nada suaranya penuh kecemburuan. "Kau sudah berani memuji pria lain di hadapanku?"
Calista menatap Leo dengan ekspresi malas. "Apa kau tidak pernah memuji wanita lain di depanku?"
Leo tersenyum sinis. "Aku memuji mereka bukan untuk membuatmu marah, melainkan agar kau belajar. Mereka memiliki permainan yang sangat luar biasa. Kami terus bermain, bertukar keringat dan cairan dengan kenikmatan yang tak terlukiskan."
Calista mengepalkan tangannya, suaranya penuh ketegasan dan ketidaksenangan. "Hentikan ucapanmu! Jika kau tidak puas denganku, aku tidak melarangmu untuk pergi. Dan ingat satu hal, berhenti menceritakan adegan di atas ranjangmu karena itu membuatku jijik!"
Leo tertawa terbahak-bahak, meneguk wainnya dan menikmati wajah cantik wanita di depannya. Senyumnya lebar, tapi tatapannya penuh sinisme.
"Jangan marah, Sayang. Bagaimanapun, kau adalah yang paling ahli di antara wanita-wanita itu, bahkan dibandingkan istriku sekalipun. Namun, sebaiknya kau belajar untuk lebih terampil saat bergoyang. Ikuti saranku ini."
Calista menatapnya dengan dingin, mata birunya bersinar tajam. "Kau ingin aku belajar agar semakin ahli?"
"Benar," jawab Leo dengan nada merendahkan. "Siapa yang akan menduga bahwa kau bisa menjadi lebih hebat."
Calista tersenyum samar, bibirnya melengkung dengan penuh arti. "Aku akan belajar, tapi bersama pria lain." Pandangannya beralih ke Herley yang berdiri beberapa meter dari mereka, tegap dan sigap. "Bagaimana kalau aku mencobanya bersama dia? Dia terlihat sangat menantang."
Kata-kata itu menancap dalam di hati Leo. Ia geram, amarahnya membara seketika. Dengan gerakan kasar, ia membanting gelas winenya, pecahan kaca tersebar di atas meja, menggores permukaan kayu yang mahal. Matanya menyala penuh kemarahan.
Herley, yang sejak awal hanya diam mengamati, tetap berdiri dengan tenang, seolah tak terpengaruh oleh pertengkaran yang meletus di depannya. Calista menatap Leo dengan tatapan penuh kemenangan, sementara pria itu berusaha mengendalikan emosinya yang meluap-luap.
"Jangan bermain-main denganku," kata Leo dengan suara yang bergetar menahan marah. "Aku tidak akan mentolerir penghinaan seperti itu."
Calista mendekatkan wajahnya ke Leo, suaranya berbisik namun penuh ketegasan. "Kau yang mulai, Leo. Ingat itu. Aku hanya membalas apa yang kau lakukan. Jika kau bisa menghinaku dengan memuji wanita-wanita lain, maka aku pun berhak mengatakan apa yang ada di pikiranku."
Leo terdiam, terjebak antara amarah dan rasa tak berdaya. Sementara itu, Calista melangkah mundur, kembali pada posisinya semula, tetapi dengan aura yang lebih kuat dan berkuasa. Herley hanya menatap mereka dengan tatapan datar, siap untuk melindungi Calista kapan saja diperlukan.
Tiba-tiba, ponsel Calista bergetar di meja. Ia mengambilnya dan menjawab dengan cepat. Wajahnya berubah serius ketika mendengar suara di ujung telepon.
"Baik, aku mengerti. Kami akan segera bersiap," kata Calista sebelum menutup telepon. Dia menatap Herley dan Leo dengan ekspresi tegang. "Itu dari manajerku. Ada masalah mendesak yang harus Aku tangani di lokasi pemotretan hari ini."
Herley langsung mendekati Calista. "Ada apa?" tanyanya dengan suara tegas.
Calista menghela napas. "Beberapa orang yang tidak dikenal terlihat berkeliaran di sekitar lokasi. Mereka tampaknya mencari masalah."
Leo terdiam, terjebak antara amarah dan rasa tak berdaya. Sementara itu, Calista melangkah mundur, kembali pada posisinya semula, tetapi dengan aura yang lebih kuat dan berkuasa. Herley hanya menatap mereka dengan tatapan datar, siap untuk melindungi Calista kapan saja diperlukan.
Tiba-tiba, ponsel Calista bergetar di meja. Ia mengambilnya dan menjawab dengan cepat. Wajahnya berubah serius ketika mendengar suara di ujung telepon.
"Baik, aku mengerti. Kami akan segera bersiap," kata Calista sebelum menutup telepon. Dia menatap Herley dan Leo dengan ekspresi tegang. "Itu dari manajerku. Ada masalah mendesak yang harus aku tangani di lokasi pemotretan hari ini."
Herley langsung mendekati Calista. "Ada apa?" tanyanya dengan suara tegas.
Calista menghela napas. "Beberapa orang yang tidak dikenal terlihat berkeliaran di sekitar lokasi. Mereka tampaknya mencari masalah."
Leo mengernyit, menahan tangan Calista dan memperingatinya, "Jika kau melakukan apa yang kau katakan tadi, bersiaplah untuk kehilangan segalanya, bahkan karirmu!"
Calista menatapnya tajam, menepis tangan Leo dengan gerakan tegas. "Ancamanmu tidak berarti apa-apa bagiku. Aku akan tetap melanjutkan apa yang harus kulakukan."
Dengan langkah mantap, Calista berjalan meninggalkan Leo, diiringi oleh Herley yang selalu sigap di sisinya. Leo hanya bisa menatap punggung mereka dengan kemarahan yang membara dalam hatinya, menyadari bahwa kekuasaannya atas Calista mulai memudar.
_____Ketika mereka tiba di lokasi pemotretan, suasana sudah tampak tegang. Beberapa kru terlihat gelisah, mata mereka waspada mengawasi sekeliling. Herley memperhatikan gerak-gerik mereka dengan cermat, setiap ototnya siap menghadapi kemungkinan terburuk.
Semuanya baik-baik saja?" tanya Calista kepada manajernya, seorang wanita paruh baya bernama Jessica.
Jessica menggeleng. "Kami melihat beberapa orang mencurigakan di sekitar area. Mereka tidak mau pergi meski sudah diusir oleh pengawal."
Herley menatap Jessica dengan mata tajam. "Di mana mereka sekarang?"
Jessica menunjuk ke arah hutan di sekitar vila. "Mereka bersembunyi di sana, tapi aku tidak yakin berapa banyak jumlah mereka."
"Aku akan pergi memeriksa. Tetaplah di sini dan jangan khawatir," katanya dengan suara tenang.
Calista mengangguk, mempercayakan keselamatannya sepenuhnya pada Herley. Pria itu segera bergerak, menyelinap ke area belakang seperti bayangan yang tak terlihat. Ia memperhatikan setiap detil, mencari tanda-tanda keberadaan orang-orang yang mencurigakan.
Mata bak elang itu terus-menerus memindai sekeliling, telinganya mendengar setiap suara kecil. Tiba-tiba, ia melihat bayangan bergerak di antara pepohonan.
Sekelompok pria keluar dari balik pepohonan, membawa berbagai senjata tajam dan tongkat. Mereka tersenyum sinis ketika melihat Herley datang.
"Kami hanya ingin berbicara," kata salah satu dari mereka, seorang pria berwajah kasar dengan tato di lengannya.
"Siapa kalian dan apa yang kalian inginkan?" tanya Herley dengan suara dingin.
Pria itu tertawa, suaranya penuh ejekan. "Kami hanya ingin memberi salam dari Dario. Dia sangat tidak senang dengan apa yang terjadi terakhir kali. Jadi, kami datang untuk menyelesaikan urusan yang tertunda."
Herley mengangkat alisnya, senyum angkuh terlukis di bibirnya. "Dario mengirim kalian untuk menyelesaikan urusan yang dia sendiri tidak mampu tangani? Betapa menyedihkan. Jika dia pikir mengirim beberapa pengecut sepertimu bisa membuatku gentar, maka dia lebih bodoh daripada yang kuduga."
Pria itu terkejut sesaat, namun mencoba menyembunyikannya dengan angkuh. "Jangan sombong, kau akan menyesali kata-katamu. Kau kira hanya ada kami disini, kau salah besar. Karena setelah melawan kami, kau akan terkejut dengan seseorang yang akan melawanmu dengan mudah!"
Herley tertawa rendah, suara gelapnya menggema. "Menyesal? Kata itu tidak ada dalam kamusku. Tapi kalian, kalian akan menyesal datang ke sini dan mengganggu ketenangan kami. Pergilah sekarang, atau aku pastikan kalian tidak akan pernah kembali untuk melaporkan kegagalan kalian kepada Dario."Pria itu menyeringai, mencoba mempertahankan keberaniannya. "Kau pikir bisa mengalahkan kami sendirian?"Herley menatap mereka satu per satu, tatapannya tajam dan menakutkan. "Aku tidak berpikir, tapi aku tahu. Jika kalian berani mencoba, maka bersiaplah untuk merasakan kemarahan yang tidak pernah kalian bayangkan sebelumnya."Dengan kecepatan yang mengejutkan, Herley melesat ke arah pria yang berwajah kasar. Dalam sekejap, ia melumpuhkan salah satu dari mereka dengan sebuah pukulan telak yang membuat pria itu terjatuh ke tanah, tak berdaya. Pria-pria lainnya terkejut dan mundur dengan panik, wajah mereka memucat melihat rekan mereka yang terkapar."Masih ingin melanjutkan?" Herley menantang, suar
Pria bertopeng itu terdiam sejenak, merasakan getaran ketakutan yang aneh menjalari tubuhnya. Tatapan Herley yang penuh api dan tekad membuatnya merasakan ketidakpastian yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.Dengan suara yang sedikit gemetar, pria bertopeng itu berkata, "Apa sebenarnya kau ini? Tidak mungkin manusia bisa bangkit setelah serangan sekuat itu."Herley tersenyum tipis, bibirnya melengkung dengan kedinginan yang menakutkan. "Aku jauh lebih dari yang bisa kau bayangkan. Kau baru saja menyentuh permukaan kekuatanku. Jika kau berpikir serangan itu cukup untuk menjatuhkanku, maka kau benar-benar tidak siap untuk apa yang akan datang."Pria bertopeng itu mundur selangkah, mencoba menenangkan detak jantungnya yang tiba-tiba berdetak lebih cepat. "Tidak mungkin... Ini tidak masuk akal."Herley berjalan perlahan mendekatinya, setiap langkahnya penuh keyakinan dan ancaman. "Kau seharusnya tahu bahwa ketika kau bermain dengan api, kau akan terbakar. Kau dan Dario telah memilih j
Setelah meninggalkan pemandangan horor di belakangnya, Herley berjalan cepat kembali ke lokasi pemotretan. Begitu melihat bodyguard-nya kembali, Calista segera berlari mendekatinya. "Bagaimana, apa kamu menemukan orang yang mencurigakan?" tanyanya dengan nada khawatir.Herley menatapnya dengan tenang. "Aku sudah mengatasi mereka semua," jawabnya datar tanpa beban.Calista tampak kaget. "Lalu siapa mereka?""Suruhan temanmu, pria yang kemarin," jawab Herley dengan nada serius.Calista terkejut. "Maksudmu Dario? Dia benar-benar balas dendam?"Herley mengangguk. "Tidak perlu khawatir. Mereka tidak akan mengganggu kita lagi untuk sementara waktu atau mungkin selamanya."Calista menghela napas, berusaha menenangkan diri. "Herley, ini mulai menakutkan. Mengapa Dario begitu bertekad mengejar kita? Apa sebenarnya yang dia inginkan?""Dario adalah tipe orang yang tidak bisa menerima kekalahan. Dia merasa terancam oleh kehadiranku, dan merasa terhina karena kau menolak keinginannya. Tapi aku ti
Herley melompat turun dari kudanya, mendarat dengan gemuruh di tengah medan perang yang penuh dengan mayat. Dengan pedang terhunus, dia menantang siapa saja yang berani mendekat. "Siapa yang berani menantangku?" suaranya bergemuruh, penuh dengan kemarahan dan kekuatan. Musuh-musuhnya mundur ketakutan, namun beberapa yang pemberani mencoba menyerang."Majulah, kalian pengecut!" teriak Herley, mengayunkan pedangnya ke arah prajurit pertama yang mendekat. Dengan satu tebasan kuat, pedangnya menembus baju zirah dan tubuh prajurit itu, memisahkan tubuhnya menjadi dua. Darah menyembur, membasahi tanah di sekitar Herley."Ini hanya pemanasan," katanya dengan dingin, matanya menatap musuh-musuhnya yang tersisa. Dua prajurit lainnya mencoba menyerangnya dari kedua sisi. Herley dengan cepat memutar tubuhnya, mengayunkan pedangnya dengan kekuatan penuh. "Kalian tidak lebih dari serangga bagiku!" Pedang itu menghantam perisai salah satu prajurit, menghancurkannya dan menebas leher prajurit itu da
Malam itu, di villa yang sunyi di tengah hutan, Herley duduk di tepi tempat tidurnya, masih terguncang oleh mimpi buruk yang baru saja dialaminya. Keringat dingin mengalir di pelipisnya, dan napasnya terengah-engah.Dengan suara bergetar, Herley bergumam, "Apa arti mimpi itu? Mengapa terasa begitu nyata? Siapa wanita dan pria itu?"Karena tak bisa tidur, akhirnya pria tinggi berwajah dingin itu beranjak keluar kamar. Saat di luar, dia bertemu dengan Calista yang juga terjaga."Herley, apa yang kamu lakukan di luar malam-malam begini?" tanya Calista, suaranya penuh kekhawatiran."Aku hanya ingin mencari angin dan berjalan-jalan. Tidak bisa tidur," jawab pria itu, seperti biasa dengan wajah datar walaupun yang mengajaknya bicara adalah Calista.Calista mengernyit. "Tapi ini masih sangat malam, dan kita berada di tengah hutan. Bisakah kau menemaniku saja? Aku juga tidak bisa tidur," pintanya, matanya memancarkan kekhawatiran yang sama.Herley mengangguk dan berdiri di seberang Calista te
Calista sebenarnya sangat takut, walaupun dia tahu Herley kuat, musuh yang dia hadapi kali ini berbeda dengan yang dikirim Dario. Mendengar ucapan Herley, Angel menjadi semakin marah. “Kamu hanya bekerja sebagai bodyguard saja sudah sangat sombong. Bagaimana jika kamu menjadi Raja Aradorn? Mungkin tingkah lakumu akan lebih tinggi dari langit. Namun, sayang, kamu hanya seekor anjing yang terikat pada majikannya, berlari-lari mengelilingi tuannya yang hanya peduli pada penampilan. Kamu selamanya akan menjadi bayangan setia Nona Calista. Tapi, berterima kasihlah pada Tuan Muda Daniel, karena pengawalnya akan segera menutup lembaran hidupmu sebagai anjing setia Nona Calista.” “Cukup!" Herley menyipitkan matanya dengan sangat tajam. "Jangan pikir karena kamu wanita, aku tidak berani berbuat kasar terhadapmu. Jika kamu berani lagi membuka mulutmu, nasibmu tidak akan seperti mereka!" Herley menunjuk ke arah Daniel dan Gimmy yang terkapar. "Nasibmu akan lebih menderita daripada mereka. Jika
Saat tubuh terakhir jatuh, sekelompok orang yang datang bersama Albern mundur beberapa langkah, mata mereka membulat dengan ketakutan yang nyata. Mereka jelas tidak menyangka bahwa seorang bodyguard bisa memiliki kemampuan seperti itu. Herley, dengan sikap tenang namun mematikan, menatap langsung ke arah Albern. "Dalam hidup, ada kalanya kita bertemu lawan yang lebih kuat dari yang kita kira," ujar Herley, sambil mengangkat pedang pendek yang kini berlumuran darah. "Namun, itu bukan alasan untuk menyerah." Albern menelan ludah, mencoba mengendalikan rasa takut yang mulai merayap di hatinya. "Kau mungkin kuat, tapi jangan lupa, aku adalah orang yang dilatih oleh Kerajaan. Kekuatanmu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kekuatan Kerajaan." Herley mengangkat alis, tatapan matanya penuh rasa ingin tahu. "Kerajaan, katamu? Apakah itu seharusnya membuatku takut?" Albern menarik napas dalam-dalam, mencoba memulihkan kepercayaan dirinya. "Ya, Kerajaan. Kau mungkin belum menyadari bet
Herley mengangguk, menatap sekeliling ruangan yang memang porak-poranda. Meja-meja terbalik, kursi-kursi patah, dan hiasan-hiasan yang sebelumnya menghiasi ruangan kini berserakan di lantai. Dia menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya setelah pertempuran sengit itu."Kita bisa memperbaiki ini, Nona Calista," katanya dengan suara yang lebih lembut. "Yang terpenting adalah Anda selamat. Acara amal bisa dijadwalkan ulang."Calista menggelengkan kepala, matanya penuh keprihatinan. "Bukan hanya itu. Reputasi ku bisa terancam karena insiden ini. Banyak tamu penting yang hadir, dan sekarang mereka mungkin berpikir dua kali sebelum mendukungku lagi sebagai model ambasador.""Kami akan mencari cara untuk menjelaskan semuanya. Keamanan Anda adalah prioritas utama, dan Aku yakin mereka akan mengerti."Calista menatap Herley dengan tatapan penuh rasa terima kasih. "Terima kasih, Herley. Kamu telah menyelamatkan nyawaku hari ini.""Itulah tugasku, Nona. Selalu ada untuk melindungi Anda.
"Sudah cukup, Leo," kata pria itu dengan suara rendah tapi tegas. "Kau tak bisa mengendalikan semuanya. Badai ini akan menghancurkan kita semua, dan uangmu tak akan menyelamatkanmu kali ini."Leo menatap pria itu dengan tatapan penuh kebencian, "Diam! Kau tak tahu apa-apa! Aku akan keluar dari sini hidup-hidup! Dan tak ada yang bisa menghentikanku!"Pria itu menggeleng pelan, seolah menyayangkan kejatuhan Leo ke dalam kegilaan. "Mungkin kau bisa menyelamatkan dirimu sendiri, Leo, tapi ingatlah ini. Kau akan mati sendirian."Sebelum Leo bisa membalas, pria itu berjalan menuju lemari pelampung yang masih tersisa, diikuti oleh beberapa penumpang lain yang kini lebih memilih mengikuti arahan pria tersebut daripada terjebak dalam kegilaan Leo. Namun, Leo tak peduli. Dia hanya punya satu tujuan: bertahan hidup, apapun caranya.Badai semakin menggila, dan kapal itu pun terus berguncang. Semua orang, termasuk Leo, kini berada di ujung tanduk, di antara hidup dan mati, tak ada yang bisa memast
DOOR! Pria berbadan besar itu tergeletak di lantai dek, darah menyembur dari luka tembak di kepalanya. Tubuh yang tadinya penuh tenaga, kini hanya seonggok daging tak bernyawa di bawah kaki Leo. Semua orang yang menyaksikan kejadian itu terdiam sejenak, seolah tak percaya pada apa yang baru saja terjadi. Leo menatap tubuh tak bernyawa itu dengan tatapan dingin, lalu memutar pistolnya, memastikan tidak ada lagi yang mencoba mengambil apa yang menjadi miliknya. “Dengar baik-baik!” Leo berteriak, suaranya menggema di tengah raungan badai. “Tak ada seorang pun yang boleh merebut milikku! Apapun yang ada di kapal pesiar ini adalah milikku! Dan aku akan mempertahankannya sampai mati!” Para penumpang yang masih bertahan memandangnya dengan ketakutan, tak ada yang berani mendekat. Mereka tahu, di bawah tekanan dan ketakutan, Leo sudah kehilangan kendali. Dia akan melakukan apa saja untuk menyelamatkan dirinya sendiri, termasuk mengorbankan nyawa orang lain. Tiba-tiba, suara teriakan lain
Dengan satu gerakan cepat, Herley menarik Dario ke atas dek, menyelamatkannya dari maut. Pria itu terkapar di lantai dek, tubuhnya basah kuyup dan gemetar. Ia mencoba bangkit, tapi lututnya lemas, membuatnya tersungkur lagi. Herley berdiri di hadapannya, bayangannya menjulang seperti sosok malaikat kematian yang siap menuntut balas."Kau tahu," suara Herley terdengar tenang, namun setiap kata yang keluar dari mulutnya penuh dengan ancaman dingin, "orang-orang seperti kau selalu merasa di atas segalanya. Uang, kekuasaan, dan status sosial yang kau punya membuatmu merasa tak tersentuh. Tapi lihatlah dirimu sekarang. Tak ada satu pun dari itu yang bisa menyelamatkanmu dari badai ini. Atau dari aku."Dario menelan ludah, napasnya tersengal-sengal. "Aku... aku minta maaf, sungguh... aku benar-benar menyesal..."Herley menggeleng pelan, tatapannya penuh penghinaan. "Kata-kata itu, tak ada artinya bagiku. Penyesalanmu hanya muncul saat kau berada di ujung kematian. Kalau badai ini tak perna
Dua pengawal yang tadinya hendak mendorong Herley ke laut kini berusaha keras bertahan dari badai yang semakin menggila. Mereka terpental ke samping, jatuh menabrak pagar dek. Tali yang mengikat Herley mulai longgar karena guncangan yang tak terkendali. Dengan gerakan cepat, pria itu menggoyangkan tubuhnya, melepaskan diri dari lilitan tali kapal yang keras. Setelah itu, ia berdiri tegak di tengah dek, di mana angin dan ombak seolah enggan menyentuhnya.Dario yang masih berusaha berdiri, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Ini tidak mungkin!" teriaknya, matanya melotot ke arah Herley yang kini bebas dari ikatan. "Kau seharusnya tidak bisa lolos!"Herley melangkah perlahan ke arah Dario, setiap langkahnya stabil meski kapal berguncang hebat. "Kalian pikir bisa mengendalikan segalanya dengan uang dan kekuasaan," kata Herley dengan suara yang tenang namun penuh ancaman. "Tapi kalian lupa satu hal... alam tidak bisa dibeli."Dario yang mulai ketakutan, mundur sambil meraba-raba paga
Pengawal yang bertugas mengikat Herley mengangguk, menarik tali dengan keras hingga tubuh Herley terjepit. Dario mengamati hasilnya dan tersenyum puas. "Bagus, sekarang kau benar-benar tidak bisa ke mana-mana," ujar Dario, nadanya mengejek. "Tapi aku penasaran, Herley. Apakah kau masih akan diam seperti patung ketika kau tahu nasib buruk apa yang menantimu?"Herley tetap tidak menjawab, hanya menatap Dario dengan pandangan yang tidak terbaca. Hal itu hanya membuat Dario semakin jengkel."Diam saja, huh? Baiklah, mari kita lihat seberapa lama kau bisa bertahan," kata Dario sambil melangkah mundur. "Mulai sekarang, kau adalah mainan kami. Dan kami akan menikmati setiap detik dari permainan ini."Leo mengangkat tangannya, mengisyaratkan para tamu untuk memperhatikan. "Ayo, kawan-kawan! Pertunjukan baru saja dimulai! Jangan ragu untuk memberi saran tentang cara terbaik untuk membuatnya menderita. Ini adalah pesta kita, dan kita punya hak untuk bersenang-senang!"Kerumunan tamu mulai bers
Sorak sorai orang-orang bergema. Beradu dengan suara deburan ombak di tengah laut. Pro dan kontra akan aksi heroik Leo dan komplotan nya samar diterka. Semua orang di sana memakai topeng gengsi demi keuntungan pribadi semata. Leo, belum cukup puas dengan permainan yang ia ciptakan. Samudera luas menjadi saksi bisu kekejaman Leo yang berniat menghabisi Herley atas asas kedengkian saja. “Lihatlah, jagoan kita ini. Dia masih bertahan setelah aku memukul tubuhnya. Bahkan tongkat golf tidak mampu membuatnya tumbang! Apakah kau mau berlagak seperti batu karang yang sulit dihempaskan, hm?” ucap Leo tepat disaat komplotannya menyeret tubuh Herley ke bagian dek atas kapal. Angin laut berhembus kencang. Mengibarkan setiap helai pakaian orang-orang yang ikut menyaksikan momen menegangkan ini. Leo mendekati Herley. Air muka tak terbaca, sorot matanya dingin, dan mulut Herley masih terkatup rapat. Seolah enggan menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Di sisi dek yang lain, Dario tersenyum puas
Suara mesin kapal pesiar yang lembut hampir tak terdengar di tengah tawa, dentingan gelas, dan percakapan riuh yang memenuhi udara malam. Cahaya bulan memantul di permukaan laut yang tenang, memberikan kilauan perak pada kapal pesiar yang megah. Lampu kristal menggantung dari langit-langit, musik lembut mengalun di latar belakang, dan aroma cerutu mahal serta parfum mewah memenuhi udara.Dario yang baru saja tiba melewati Herley tanpa melihat pria itu. Begitu Dario masuk, kapal mulai berlabuh meninggalkan pelabuhan. Riuh suara wanita yang bergoyang membuat para pria sangat senang. Namun, Leo menyadari sesuatu hal sejak tadi. Matanya menyipit saat dia kembali melihat para wanita- wanitanya melirik ke arah bodyguard itu. Suasana hatinya semakin memburuk seiring berjalannya waktu, rasa asam mulai muncul di mulutnya. Dia terbiasa menjadi pusat perhatian, sosok yang dikagumi dan diinginkan semua orang. Namun malam ini, di ulang tahunnya yang ke 35, seorang bodyguard biasa justru mencuri
Malam itu, kapal pesiar berubah menjadi panggung pesta yang gemerlap. Lampu-lampu berwarna-warni berkilauan menyinari dek kapal, menciptakan suasana yang seru dan menggairahkan. Musik menggema, mengundang para tamu untuk bergoyang seirama. Para wanita berbikini dan pria dengan gelas anggur di tangan mereka terus menikmati malam dengan penuh suka cita. Tawa dan percakapan riang mengisi udara malam yang hangat, sementara sampanye dan rokok menambah aroma khas pesta yang tak terlupakan. Leo, yang menjadi pusat perhatian, sesekali mengangkat gelasnya, memberikan toast untuk tahun-tahun yang akan datang, dikelilingi oleh teman-teman dan musik yang tak pernah berhenti. Di tengah kerumunan, Calista dan Leo, yang tengah merayakan ulang tahunnya, tampak asyik berjoget. Wanita itu , dalam balutan bikini yang mencolok, bergerak lincah mengikuti irama, tawa cerianya mengalir lepas, menambah kegembiraan malam itu. Seorang tamu pria, dengan gelas anggur di tangannya, mendekati Leo. “Leo, pes
"Tetaplah di tempatmu!" seru Valentina dengan amarah yang membara. "Kau tidak bisa mempermainkan kami!" Dengan cepat, dia mengambil sebuah botol kaca dari meja dan melemparkannya ke arah Herley.Herley dengan sigap memutar tubuhnya, membiarkan botol tersebut melayang melewatinya. Botol itu menghantam dinding di belakang, pecah menjadi serpihan kaca yang berserakan di lantai."Aku tidak di sini untuk bertarung denganmu," kata Herley dengan suara yang tetap tenang. "Dario sedang mempermainkanmu. Dia hanya ingin melihat kita bertarung.""Aku tidak peduli!" balas Valentina, yang kemudian meraih kursi terdekat dan mengayunkannya ke arah Herley.Herley menunduk cepat, kursi itu terbang di atas kepalanya dan menghantam meja di belakangnya, menyebabkan meja itu roboh. Pecahan kaca dan kayu berhamburan di lantai.Orang-orang di sekitar mereka mulai menjauh, menghindari puing-puing yang beterbangan. Suara barang-barang pecah dan keributan menyebar di seluruh klub, menciptakan kekacauan yang tak