Share

Bab 7: Pria Misterius Tandingan Herley

Calista menatap Herley dengan ekspresi penuh rasa hormat, namun juga mengandung rasa khawatir. "Terima kasih atas bantuanmu," katanya dengan nada lembut namun tegas. "Namun, kita tidak bisa mengabaikan ancaman Dario. Dia bisa melakukan apapun yang dia katakan."

Herley mengangguk, matanya tetap tajam menatap ke arah Dario yang sudah pergi. "Aku sudah siap untuk apa pun yang akan datang. Bahkan, aku tidak peduli dengan hal itu."

Beberapa kru pemotretan mulai bergerak kembali, meskipun suasana masih tegang.

"Apakah semuanya baik-baik saja?" tanya salah satu fotografer, suaranya bergetar.

"Kurasa begitu," jawab seorang asisten, tampak masih belum sepenuhnya pulih dari kejadian tersebut. "Tapi lihat, Herley benar-benar hebat."

"Benar-benar mengesankan," kata model yang sebelumnya mendekati Herley. "Dia sepertinya memiliki kekuatan yang luar biasa."

"Ya, dan dia sangat tenang," tambah seorang teknisi. "Aku masih tidak bisa percaya apa yang baru saja terjadi."

"Bagaimana dengan Dario?" tanya seorang stylist dengan cemas. "Apakah kita akan aman?"

"Calista akan memastikan semuanya aman," jawab fotografer utama. "Jangan khawatir, aku bahkan sangat puas melihat Dario dengan mulutnya yang berdarah."

Mendengar itu, beberapa kru mulai tertawa ringan, mencoba melepaskan ketegangan. 

"Memang, melihat Dario dalam keadaan seperti itu sangat memuaskan," kata seorang asisten, masih dengan senyum.

"Ya, akhirnya dia mendapat balasan yang pantas," tambah model dengan riang. "Aku tidak akan lupa melihatnya terkapar seperti itu."

"Semoga dia tidak datang lagi," ujar teknisi. "Kita sudah cukup mengalami hari yang buruk."

"Tapi kalau dia datang lagi, aku rasa Herley akan siap," kata fotografer utama, tersenyum puas.

****

Pagi itu cerah ketika Calista dan Leo menikmati sarapan di teras rumah mewah milik Leo. Herley berdiri tenang, memperhatikan sekeliling dengan penuh kewaspadaan seperti biasa. Calista sedang menceritakan tentang insiden di toko pakaian, namun ia sengaja menyembunyikan kekuatan luar biasa Herley dari Leo.

"Untuk apa kau mengambilnya menjadi bodyguard-mu? Apa hanya karena wajahnya tampan?" Leo mendengus tak suka melihat Herley berada di sisi wanitanya.

Calista tersenyum tipis, matanya berkilau dengan kepercayaan diri. "Aku tidak menampik itu, dia memang terlihat luar biasa tampan. Tapi bukan itu alasan utamaku."

Leo mengerutkan kening, nada suaranya penuh kecemburuan. "Kau sudah berani memuji pria lain di hadapanku?"

Calista menatap Leo dengan ekspresi malas. "Apa kau tidak pernah memuji wanita lain di depanku?"

Leo tersenyum sinis. "Aku memuji mereka bukan untuk membuatmu marah, melainkan agar kau belajar. Mereka memiliki permainan yang sangat luar biasa. Kami terus bermain, bertukar keringat dan cairan dengan kenikmatan yang tak terlukiskan."

Calista mengepalkan tangannya, suaranya penuh ketegasan dan ketidaksenangan. "Hentikan ucapanmu! Jika kau tidak puas denganku, aku tidak melarangmu untuk pergi. Dan ingat satu hal, berhenti menceritakan adegan di atas ranjangmu karena itu membuatku jijik!"

Leo tertawa terbahak-bahak, meneguk wainnya dan menikmati wajah cantik wanita di depannya. Senyumnya lebar, tapi tatapannya penuh sinisme.

"Jangan marah, Sayang. Bagaimanapun, kau adalah yang paling ahli di antara wanita-wanita itu, bahkan dibandingkan istriku sekalipun. Namun, sebaiknya kau belajar untuk lebih terampil saat bergoyang. Ikuti saranku ini." 

Calista menatapnya dengan dingin, mata birunya bersinar tajam. "Kau ingin aku belajar agar semakin ahli?"

"Benar," jawab Leo dengan nada merendahkan. "Siapa yang akan menduga bahwa kau bisa menjadi lebih hebat."

Calista tersenyum samar, bibirnya melengkung dengan penuh arti. "Aku akan belajar, tapi bersama pria lain." Pandangannya beralih ke Herley yang berdiri beberapa meter dari mereka, tegap dan sigap. "Bagaimana kalau aku mencobanya bersama dia? Dia terlihat sangat menantang."

Kata-kata itu menancap dalam di hati Leo. Ia geram, amarahnya membara seketika. Dengan gerakan kasar, ia membanting gelas winenya, pecahan kaca tersebar di atas meja, menggores permukaan kayu yang mahal. Matanya menyala penuh kemarahan.

Herley, yang sejak awal hanya diam mengamati, tetap berdiri dengan tenang, seolah tak terpengaruh oleh pertengkaran yang meletus di depannya. Calista menatap Leo dengan tatapan penuh kemenangan, sementara pria itu berusaha mengendalikan emosinya yang meluap-luap.

"Jangan bermain-main denganku," kata Leo dengan suara yang bergetar menahan marah. "Aku tidak akan mentolerir penghinaan seperti itu."

Calista mendekatkan wajahnya ke Leo, suaranya berbisik namun penuh ketegasan. "Kau yang mulai, Leo. Ingat itu. Aku hanya membalas apa yang kau lakukan. Jika kau bisa menghinaku dengan memuji wanita-wanita lain, maka aku pun berhak mengatakan apa yang ada di pikiranku."

Leo terdiam, terjebak antara amarah dan rasa tak berdaya. Sementara itu, Calista melangkah mundur, kembali pada posisinya semula, tetapi dengan aura yang lebih kuat dan berkuasa. Herley hanya menatap mereka dengan tatapan datar, siap untuk melindungi Calista kapan saja diperlukan.

Tiba-tiba, ponsel Calista bergetar di meja. Ia mengambilnya dan menjawab dengan cepat. Wajahnya berubah serius ketika mendengar suara di ujung telepon.

"Baik, aku mengerti. Kami akan segera bersiap," kata Calista sebelum menutup telepon. Dia menatap Herley dan Leo dengan ekspresi tegang. "Itu dari manajerku. Ada masalah mendesak yang harus Aku tangani di lokasi pemotretan hari ini."

Herley langsung mendekati Calista. "Ada apa?" tanyanya dengan suara tegas.

Calista menghela napas. "Beberapa orang yang tidak dikenal terlihat berkeliaran di sekitar lokasi. Mereka tampaknya mencari masalah."

Leo terdiam, terjebak antara amarah dan rasa tak berdaya. Sementara itu, Calista melangkah mundur, kembali pada posisinya semula, tetapi dengan aura yang lebih kuat dan berkuasa. Herley hanya menatap mereka dengan tatapan datar, siap untuk melindungi Calista kapan saja diperlukan.

Tiba-tiba, ponsel Calista bergetar di meja. Ia mengambilnya dan menjawab dengan cepat. Wajahnya berubah serius ketika mendengar suara di ujung telepon.

"Baik, aku mengerti. Kami akan segera bersiap," kata Calista sebelum menutup telepon. Dia menatap Herley dan Leo dengan ekspresi tegang. "Itu dari manajerku. Ada masalah mendesak yang harus aku tangani di lokasi pemotretan hari ini."

Herley langsung mendekati Calista. "Ada apa?" tanyanya dengan suara tegas.

Calista menghela napas. "Beberapa orang yang tidak dikenal terlihat berkeliaran di sekitar lokasi. Mereka tampaknya mencari masalah."

Leo mengernyit, menahan tangan Calista dan memperingatinya, "Jika kau melakukan apa yang kau katakan tadi, bersiaplah untuk kehilangan segalanya, bahkan karirmu!"

Calista menatapnya tajam, menepis tangan Leo dengan gerakan tegas. "Ancamanmu tidak berarti apa-apa bagiku. Aku akan tetap melanjutkan apa yang harus kulakukan."

Dengan langkah mantap, Calista berjalan meninggalkan Leo, diiringi oleh Herley yang selalu sigap di sisinya. Leo hanya bisa menatap punggung mereka dengan kemarahan yang membara dalam hatinya, menyadari bahwa kekuasaannya atas Calista mulai memudar.

_____

Ketika mereka tiba di lokasi pemotretan, suasana sudah tampak tegang. Beberapa kru terlihat gelisah, mata mereka waspada mengawasi sekeliling. Herley memperhatikan gerak-gerik mereka dengan cermat, setiap ototnya siap menghadapi kemungkinan terburuk.

Semuanya baik-baik saja?" tanya Calista kepada manajernya, seorang wanita paruh baya bernama Jessica.

Jessica menggeleng. "Kami melihat beberapa orang mencurigakan di sekitar area. Mereka tidak mau pergi meski sudah diusir oleh pengawal."

Herley menatap Jessica dengan mata tajam. "Di mana mereka sekarang?"

Jessica menunjuk ke arah hutan di sekitar vila. "Mereka bersembunyi di sana, tapi aku tidak yakin berapa banyak jumlah mereka."

"Aku akan pergi memeriksa. Tetaplah di sini dan jangan khawatir," katanya dengan suara tenang.

Calista mengangguk, mempercayakan keselamatannya sepenuhnya pada Herley. Pria itu segera bergerak, menyelinap ke area belakang seperti bayangan yang tak terlihat. Ia memperhatikan setiap detil, mencari tanda-tanda keberadaan orang-orang yang mencurigakan.

Mata bak elang itu terus-menerus memindai sekeliling, telinganya mendengar setiap suara kecil. Tiba-tiba, ia melihat bayangan bergerak di antara pepohonan. 

Sekelompok pria keluar dari balik pepohonan, membawa berbagai senjata tajam dan tongkat. Mereka tersenyum sinis ketika melihat Herley datang. 

"Kami hanya ingin berbicara," kata salah satu dari mereka, seorang pria berwajah kasar dengan tato di lengannya.

"Siapa kalian dan apa yang kalian inginkan?" tanya Herley dengan suara dingin.

Pria itu tertawa, suaranya penuh ejekan. "Kami hanya ingin memberi salam dari Dario. Dia sangat tidak senang dengan apa yang terjadi terakhir kali. Jadi, kami datang untuk menyelesaikan urusan yang tertunda."

Herley mengangkat alisnya, senyum angkuh terlukis di bibirnya. "Dario mengirim kalian untuk menyelesaikan urusan yang dia sendiri tidak mampu tangani? Betapa menyedihkan. Jika dia pikir mengirim beberapa pengecut sepertimu bisa membuatku gentar, maka dia lebih bodoh daripada yang kuduga."

Pria itu terkejut sesaat, namun mencoba menyembunyikannya dengan angkuh. "Jangan sombong, kau akan menyesali kata-katamu. Kau kira hanya ada kami disini, kau salah besar. Karena setelah melawan kami, kau akan terkejut dengan seseorang yang akan melawanmu dengan mudah!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status