Setelah perjalanan yang relatif tenang menuju lokasi pemotretan, suasana mulai tegang ketika mereka tiba. Lokasi tersebut adalah sebuah vila mewah di pinggir kota, dikelilingi oleh hutan yang lebat. Calista, dengan aura profesionalnya, segera disambut oleh kru pemotretan dan tim yang telah menunggunya.
Herley berdiri tegap di samping Calista, menarik perhatian banyak orang.
"Siapa pria itu? Dia tampak sangat mengesankan, bahkan dia terlihat seperti seorang model," bisik salah satu model kepada temannya.
"Aku tidak tahu, mungkin bodyguard baru Calista?" jawab temannya.
"Bisakah aku meminta nomor ponselnya? Aku ingin mengajaknya party malam ini."
Wanita itu mengeluarkan telepon genggamnya dari dalam laci meja, berdiri dengan elegan dalam gaun merah yang menjuntai di lantai, melangkah dengan anggun bak seorang putri menuju Herley. Senyum manis menghiasi wajahnya, matanya bersinar penuh ketertarikan.
"Hi, namaku Rose. Aku belum pernah melihat Anda di sini sebelumnya," kata Rise dengan suara lembut dan menggoda.
Herley menatapnya dengan datar, matanya dingin dan acuh tak acuh, bahkan pria itu tak menunjukkan ketertatikannya sama sekali.
"Mungkin nanti kita bisa mengenal lebih dekat setelah sesi pemotretan ini selesai?" tanyanya, mencoba mempertahankan senyumnya.
Herley tidak merespons, hanya memandang lurus ke depan, seolah-olah Rise tidak ada di sana. Ketidakpeduliannya membuat wanita itu pada akhirnya mundur dengan perasaan kesal.
___
Sesi pemotretan berlangsung dengan lancar, namun Herley tidak bisa menghilangkan perasaan waspada. Matanya terus mengawasi sekeliling, memastikan tidak ada ancaman yang mendekat untuk Calista. Namun, saat sore menjelang, situasi mulai berubah.
Saat sesi pemotretan hampir selesai, sebuah mobil hitam mewah berhenti di depan vila. Dari mobil itu keluar seorang pria dengan penampilan mencolok, mengenakan setelan mahal dan kacamata hitam. Dia diikuti oleh beberapa pengawal bersenjata. Calista mengenali pria itu sebagai Dario, seorang pengusaha kaya yang sering terlibat dalam kegiatan ilegal.
Dario mendekati Calista dengan senyum lebar. "Calista, sudah lama tidak bertemu. Aku melihat kamu masih seperti biasanya, penuh pesona," katanya dengan nada menggoda.
Calista tersenyum dingin. "Apa yang kamu inginkan, Dario? Aku sedang sibuk."
"Ajak aku di pesta kapal pesiar milik Leo. Kau kan wanitanya, mudah bagimu untuk mengundangku."
Calista menatapnya tajam, senyum sinis menghiasi wajahnya. "Dario, pesta di kapal pesiar itu hanya untuk orang-orang yang benar-benar berkelas. Kau? Masih bermimpi untuk masuk ke lingkaran kami? Berhenti berharap dan kembali ke tempatmu yang seharusnya."
Dario terkejut mendengar kata-kata tajam Calista, tetapi dia tidak menyerah. "Kau sungguh kejam, Calista. Tapi, kurasa itu bagian dari pesonamu yang memikat," balasnya dengan nada yang sedikit getir namun jemarinya bermain nakal pada dagu wanita itu.
Calista menipisnya dengan kasar, menghela napas, merasa muak dengan kehadiran pria itu. "Aku tidak punya waktu untuk permainanmu, Dario. Jika kau tidak ada urusan penting, lebih baik kau pergi."
Dario tertawa terbahak, "Jangan bilang karena kamu adalah wanita Leo, kau bisa sangat angkuh di depanku bahkan mengusirku. Nona, jangan lakukan hal yang bisa membuatmu mati konyol."
Herley, yang mendengar ancaman Dario, melangkah maju, berdiri tegap di depan Calista. Sorot matanya tajam, penuh ketegasan dan tanpa gentar, menatap lurus ke arah Dario. Rahangnya mengeras, menunjukkan sikap siap siaga dan perlindungan tanpa kompromi. Dengan nada datar namun penuh kewibawaan, dia bertanya, "Apakah itu ancaman?" Aura dingin yang memancar dari dirinya membuat semua orang di sekitar merasa gentar.
Dario menghentikan tawanya, menatap Herley dengan pandangan menantang. "Dan siapa kau? Bodyguard baru Calista atau kau pria yang dia sewa untuk memenuhi kebutuhan di atas ranjangnya? Kau pikir bisa melindunginya? Bullshit!"
Tanpa memperingatkan, Herley mengayunkan tangannya dengan cepat dan tepat. Pukulan itu mengenai rahang Dario dengan suara keras yang bergema di sekitar mereka. Semua yang menyaksikan, termasuk para model dan kru pemotretan, terdiam dalam ketakutan dan keterkejutan.
Dario terhuyung mundur, matanya terbuka lebar saat dia merasakan sakit yang luar biasa. Gigi-giginya berjatuhan, berceceran di lantai, bercampur dengan darah yang mengalir dari mulutnya. Rasa sakit dan penghinaan yang dirasakannya membuat wajahnya memerah, penuh kemarahan dan ketidakberdayaan.
"Dasar brengsek!" Dario mengumpat, berusaha menahan rasa sakit sambil memegangi rahangnya yang patah. Namun, tatapan matanya yang menantang berubah menjadi takut saat melihat Herley yang tetap berdiri tegap di depannya, siap memberikan pukulan berikutnya jika diperlukan.
Calista yang berdiri di belakang Herley, menatap kejadian itu dengan ekspresi dingin. "Sudah cukup," katanya dengan suara tenang namun penuh otoritas. "Dia sudah mendapatkan pelajarannya." Calista tidak ingin Herley memperlihatkan kekuatannya pada yang lain.
Herley mengangguk, menurunkan tangannya namun tetap waspada. "Kau dengar itu? Jika kau masih berani mengancam Calista lagi, kau akan berurusan denganku. Dan kali ini, aku tidak akan sebaik ini."
Dario mencibir, merasa terpojok namun tetap berusaha menunjukkan sikap berani. "Kau pikir dengan sikap seperti itu kau bisa menakutiku? Hanya karena kau seorang bodyguard, bukan berarti kau bisa mengancamku. Shit!" Dia meludah ke lantai, darah terlihat bercampur dengan darah.
Herley mengangkat sedikit alisnya, matanya tetap tidak beranjak dari Dario. "Kalau begitu, buktikan."
Dario tertawa, mengangkat dagunya dengan sikap penuh kebanggaan yang tergores oleh rasa takut. "Aku tidak akan terlibat dalam permainan anak-anak seperti ini," katanya dengan nada sinis. "Kau hanya butiran debu di jalanku yang megah. Bahkan ujung jarimu tak layak untuk menyentuhku," katanya dengan nada angkuh. "Pengawalku! Ajarkan orang ini bagaimana caranya menghormati yang berkuasa."
Para pengawal Dario yang bersenjata segera melangkah maju, mengelilingi Herley dengan sikap siap bertarung. Mereka mengeluarkan senjata mereka, menatap Herley dengan pandangan dingin dan mematikan.
Calista yang berdiri di belakang Herley, menatap Dario dengan tatapan tajam. "Kau benar-benar tidak tahu kapan harus berhenti, Dario," katanya dengan nada dingin.
Herley tetap tenang, matanya tetap terfokus pada Dario. "Kau tidak akan menang dalam permainan ini," katanya dengan nada datar namun penuh rasa membunuh. "Menyuruh pengawalmu menyerangku hanya menunjukkan betapa pengecutnya dirimu."
Dario hanya bisa tertawa lucu, dia tidak mengucapkan sepatah kata pun, tetapi tawa itu jelas menunjukkan bahwa dia mencoba menutupi ketakutannya dengan sikap angkuh.
Tanpa memperingatkan, Herley bergerak dengan kecepatan yang mengejutkan. Dalam beberapa gerakan cepat, dia melumpuhkan satu pengawal, menjatuhkannya ke lantai dengan mudah. Herley memutar tubuhnya memberikan pukulan keras tepat di tenggorokan pengawal pertama, membuatnya tersedak dan jatuh berlutut. Tanpa berhenti, Herley memutar tubuhnya lagi, menggunakan siku untuk menghantam pelipis pengawal kedua, yang langsung jatuh pingsan.
Sisa pengawal mencoba menyerang bersamaan, namun Herley dengan cepat menghindar dan menyerang balik, menggunakan kekuatan dan keahlian tempurnya untuk menjatuhkan mereka satu per satu. Pengawal ketiga meluncurkan pukulan ke arah Herley, tetapi Herley menangkap lengan itu, memutarnya dengan kuat hingga terdengar suara retakan tulang, lalu menendang perut pengawal tersebut hingga terjatuh.
Pengawal keempat mencoba meninju wajah Herley, namun Herley dengan gesit menunduk dan memberikan pukulan balasan ke dagu pengawal itu, membuatnya terlempar ke belakang dan terkapar. Setiap gerakan Herley terlihat sangat santai, namun memg ikan bagi lawan, menunjukkan bahwa dia bukan hanya seorang bodyguard biasa.
Dario, yang kini hanya bisa menyaksikan dengan ketakutan, mundur perlahan. "Ini tidak mungkin," gumamnya dengan suara gemetar, menyaksikan para pengawalnya terkapar di lantai tak sadarkan diri. Padahal, dengan mata kepalanya sendiri, Dario melihat Herley sama sekali tidak memukul dengan tenaga penuh.
Herley berdiri tegap di tengah para pengawal yang terkapar, matanya menatap Dario dengan dingin dan penuh kemarahan. Aura di sekelilingnya seolah berubah gelap dan menakutkan, seakan-akan dia bukan sekadar seorang bodyguard, tetapi sosok yang membawa ancaman mematikan. Suaranya rendah, seolah diwarnai oleh kekuatan gelap yang mengintimidasi. "Aku sudah memperingatkanmu," katanya, suaranya menggema dengan nada yang tajam dan dingin. "Jangan pernah mengancam Calista lagi."
Calista melangkah maju, berdiri di samping Herley. "Pergilah, Dario. Dan ingat, ini adalah peringatan terakhirku," katanya dengan nada tegas namun penuh ketenangan.
Dario menunjuk wajah Herley yang masih berdiri tegap. "Bodyguard rendahan! Jangan terlalu senang dulu. Kau berani melukaiku seperti ini? Nasibmu sudah dipastikan akan menjadi yang paling menderita! Kau pikir hanya kau yang memiliki kemampuan abnormal seperti itu? Tunggu pembalasanku. Aku akan mengundang seseorang yang bisa membunuhmu!" teriaknya penuh kemarahan sebelum pergi.
Dario datang dengan sikap sombong, tetapi pergi dalam keadaan menyedihkan. Namun, sepertinya dia memang memiliki dukungan yang kuat. Dengan kemampuan yang Herley tunjukkan, seharusnya Dario sudah takut dan tidak mau mencari masalah lagi. Namun, dia malah semakin menjadi-jadi. Entah dia bodoh karena tidak mampu mengukur kemampuannya sendiri, atau memang ada orang yang bisa mengalahkan Herley.
Herley mendengus dingin. "Aku menantikan siapa yang akan datang untuk membalas dendam terhadapku."
Calista menatap Herley dengan ekspresi penuh rasa hormat, namun juga mengandung rasa khawatir. "Terima kasih atas bantuanmu," katanya dengan nada lembut namun tegas. "Namun, kita tidak bisa mengabaikan ancaman Dario. Dia bisa melakukan apapun yang dia katakan."Herley mengangguk, matanya tetap tajam menatap ke arah Dario yang sudah pergi. "Aku sudah siap untuk apa pun yang akan datang. Bahkan, aku tidak peduli dengan hal itu."Beberapa kru pemotretan mulai bergerak kembali, meskipun suasana masih tegang."Apakah semuanya baik-baik saja?" tanya salah satu fotografer, suaranya bergetar."Kurasa begitu," jawab seorang asisten, tampak masih belum sepenuhnya pulih dari kejadian tersebut. "Tapi lihat, Herley benar-benar hebat.""Benar-benar mengesankan," kata model yang sebelumnya mendekati Herley. "Dia sepertinya memiliki kekuatan yang luar biasa.""Ya, dan dia sangat tenang," tambah seorang teknisi. "Aku masih tidak bisa percaya apa yang baru saja terjadi.""Bagaimana dengan Dario?" tanya
Herley tertawa rendah, suara gelapnya menggema. "Menyesal? Kata itu tidak ada dalam kamusku. Tapi kalian, kalian akan menyesal datang ke sini dan mengganggu ketenangan kami. Pergilah sekarang, atau aku pastikan kalian tidak akan pernah kembali untuk melaporkan kegagalan kalian kepada Dario."Pria itu menyeringai, mencoba mempertahankan keberaniannya. "Kau pikir bisa mengalahkan kami sendirian?"Herley menatap mereka satu per satu, tatapannya tajam dan menakutkan. "Aku tidak berpikir, tapi aku tahu. Jika kalian berani mencoba, maka bersiaplah untuk merasakan kemarahan yang tidak pernah kalian bayangkan sebelumnya."Dengan kecepatan yang mengejutkan, Herley melesat ke arah pria yang berwajah kasar. Dalam sekejap, ia melumpuhkan salah satu dari mereka dengan sebuah pukulan telak yang membuat pria itu terjatuh ke tanah, tak berdaya. Pria-pria lainnya terkejut dan mundur dengan panik, wajah mereka memucat melihat rekan mereka yang terkapar."Masih ingin melanjutkan?" Herley menantang, suar
Pria bertopeng itu terdiam sejenak, merasakan getaran ketakutan yang aneh menjalari tubuhnya. Tatapan Herley yang penuh api dan tekad membuatnya merasakan ketidakpastian yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.Dengan suara yang sedikit gemetar, pria bertopeng itu berkata, "Apa sebenarnya kau ini? Tidak mungkin manusia bisa bangkit setelah serangan sekuat itu."Herley tersenyum tipis, bibirnya melengkung dengan kedinginan yang menakutkan. "Aku jauh lebih dari yang bisa kau bayangkan. Kau baru saja menyentuh permukaan kekuatanku. Jika kau berpikir serangan itu cukup untuk menjatuhkanku, maka kau benar-benar tidak siap untuk apa yang akan datang."Pria bertopeng itu mundur selangkah, mencoba menenangkan detak jantungnya yang tiba-tiba berdetak lebih cepat. "Tidak mungkin... Ini tidak masuk akal."Herley berjalan perlahan mendekatinya, setiap langkahnya penuh keyakinan dan ancaman. "Kau seharusnya tahu bahwa ketika kau bermain dengan api, kau akan terbakar. Kau dan Dario telah memilih j
Setelah meninggalkan pemandangan horor di belakangnya, Herley berjalan cepat kembali ke lokasi pemotretan. Begitu melihat bodyguard-nya kembali, Calista segera berlari mendekatinya. "Bagaimana, apa kamu menemukan orang yang mencurigakan?" tanyanya dengan nada khawatir.Herley menatapnya dengan tenang. "Aku sudah mengatasi mereka semua," jawabnya datar tanpa beban.Calista tampak kaget. "Lalu siapa mereka?""Suruhan temanmu, pria yang kemarin," jawab Herley dengan nada serius.Calista terkejut. "Maksudmu Dario? Dia benar-benar balas dendam?"Herley mengangguk. "Tidak perlu khawatir. Mereka tidak akan mengganggu kita lagi untuk sementara waktu atau mungkin selamanya."Calista menghela napas, berusaha menenangkan diri. "Herley, ini mulai menakutkan. Mengapa Dario begitu bertekad mengejar kita? Apa sebenarnya yang dia inginkan?""Dario adalah tipe orang yang tidak bisa menerima kekalahan. Dia merasa terancam oleh kehadiranku, dan merasa terhina karena kau menolak keinginannya. Tapi aku ti
Herley melompat turun dari kudanya, mendarat dengan gemuruh di tengah medan perang yang penuh dengan mayat. Dengan pedang terhunus, dia menantang siapa saja yang berani mendekat. "Siapa yang berani menantangku?" suaranya bergemuruh, penuh dengan kemarahan dan kekuatan. Musuh-musuhnya mundur ketakutan, namun beberapa yang pemberani mencoba menyerang."Majulah, kalian pengecut!" teriak Herley, mengayunkan pedangnya ke arah prajurit pertama yang mendekat. Dengan satu tebasan kuat, pedangnya menembus baju zirah dan tubuh prajurit itu, memisahkan tubuhnya menjadi dua. Darah menyembur, membasahi tanah di sekitar Herley."Ini hanya pemanasan," katanya dengan dingin, matanya menatap musuh-musuhnya yang tersisa. Dua prajurit lainnya mencoba menyerangnya dari kedua sisi. Herley dengan cepat memutar tubuhnya, mengayunkan pedangnya dengan kekuatan penuh. "Kalian tidak lebih dari serangga bagiku!" Pedang itu menghantam perisai salah satu prajurit, menghancurkannya dan menebas leher prajurit itu da
Malam itu, di villa yang sunyi di tengah hutan, Herley duduk di tepi tempat tidurnya, masih terguncang oleh mimpi buruk yang baru saja dialaminya. Keringat dingin mengalir di pelipisnya, dan napasnya terengah-engah.Dengan suara bergetar, Herley bergumam, "Apa arti mimpi itu? Mengapa terasa begitu nyata? Siapa wanita dan pria itu?"Karena tak bisa tidur, akhirnya pria tinggi berwajah dingin itu beranjak keluar kamar. Saat di luar, dia bertemu dengan Calista yang juga terjaga."Herley, apa yang kamu lakukan di luar malam-malam begini?" tanya Calista, suaranya penuh kekhawatiran."Aku hanya ingin mencari angin dan berjalan-jalan. Tidak bisa tidur," jawab pria itu, seperti biasa dengan wajah datar walaupun yang mengajaknya bicara adalah Calista.Calista mengernyit. "Tapi ini masih sangat malam, dan kita berada di tengah hutan. Bisakah kau menemaniku saja? Aku juga tidak bisa tidur," pintanya, matanya memancarkan kekhawatiran yang sama.Herley mengangguk dan berdiri di seberang Calista te
Calista sebenarnya sangat takut, walaupun dia tahu Herley kuat, musuh yang dia hadapi kali ini berbeda dengan yang dikirim Dario. Mendengar ucapan Herley, Angel menjadi semakin marah. “Kamu hanya bekerja sebagai bodyguard saja sudah sangat sombong. Bagaimana jika kamu menjadi Raja Aradorn? Mungkin tingkah lakumu akan lebih tinggi dari langit. Namun, sayang, kamu hanya seekor anjing yang terikat pada majikannya, berlari-lari mengelilingi tuannya yang hanya peduli pada penampilan. Kamu selamanya akan menjadi bayangan setia Nona Calista. Tapi, berterima kasihlah pada Tuan Muda Daniel, karena pengawalnya akan segera menutup lembaran hidupmu sebagai anjing setia Nona Calista.” “Cukup!" Herley menyipitkan matanya dengan sangat tajam. "Jangan pikir karena kamu wanita, aku tidak berani berbuat kasar terhadapmu. Jika kamu berani lagi membuka mulutmu, nasibmu tidak akan seperti mereka!" Herley menunjuk ke arah Daniel dan Gimmy yang terkapar. "Nasibmu akan lebih menderita daripada mereka. Jika
Saat tubuh terakhir jatuh, sekelompok orang yang datang bersama Albern mundur beberapa langkah, mata mereka membulat dengan ketakutan yang nyata. Mereka jelas tidak menyangka bahwa seorang bodyguard bisa memiliki kemampuan seperti itu. Herley, dengan sikap tenang namun mematikan, menatap langsung ke arah Albern. "Dalam hidup, ada kalanya kita bertemu lawan yang lebih kuat dari yang kita kira," ujar Herley, sambil mengangkat pedang pendek yang kini berlumuran darah. "Namun, itu bukan alasan untuk menyerah." Albern menelan ludah, mencoba mengendalikan rasa takut yang mulai merayap di hatinya. "Kau mungkin kuat, tapi jangan lupa, aku adalah orang yang dilatih oleh Kerajaan. Kekuatanmu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kekuatan Kerajaan." Herley mengangkat alis, tatapan matanya penuh rasa ingin tahu. "Kerajaan, katamu? Apakah itu seharusnya membuatku takut?" Albern menarik napas dalam-dalam, mencoba memulihkan kepercayaan dirinya. "Ya, Kerajaan. Kau mungkin belum menyadari bet
"Sudah cukup, Leo," kata pria itu dengan suara rendah tapi tegas. "Kau tak bisa mengendalikan semuanya. Badai ini akan menghancurkan kita semua, dan uangmu tak akan menyelamatkanmu kali ini."Leo menatap pria itu dengan tatapan penuh kebencian, "Diam! Kau tak tahu apa-apa! Aku akan keluar dari sini hidup-hidup! Dan tak ada yang bisa menghentikanku!"Pria itu menggeleng pelan, seolah menyayangkan kejatuhan Leo ke dalam kegilaan. "Mungkin kau bisa menyelamatkan dirimu sendiri, Leo, tapi ingatlah ini. Kau akan mati sendirian."Sebelum Leo bisa membalas, pria itu berjalan menuju lemari pelampung yang masih tersisa, diikuti oleh beberapa penumpang lain yang kini lebih memilih mengikuti arahan pria tersebut daripada terjebak dalam kegilaan Leo. Namun, Leo tak peduli. Dia hanya punya satu tujuan: bertahan hidup, apapun caranya.Badai semakin menggila, dan kapal itu pun terus berguncang. Semua orang, termasuk Leo, kini berada di ujung tanduk, di antara hidup dan mati, tak ada yang bisa memast
DOOR! Pria berbadan besar itu tergeletak di lantai dek, darah menyembur dari luka tembak di kepalanya. Tubuh yang tadinya penuh tenaga, kini hanya seonggok daging tak bernyawa di bawah kaki Leo. Semua orang yang menyaksikan kejadian itu terdiam sejenak, seolah tak percaya pada apa yang baru saja terjadi. Leo menatap tubuh tak bernyawa itu dengan tatapan dingin, lalu memutar pistolnya, memastikan tidak ada lagi yang mencoba mengambil apa yang menjadi miliknya. “Dengar baik-baik!” Leo berteriak, suaranya menggema di tengah raungan badai. “Tak ada seorang pun yang boleh merebut milikku! Apapun yang ada di kapal pesiar ini adalah milikku! Dan aku akan mempertahankannya sampai mati!” Para penumpang yang masih bertahan memandangnya dengan ketakutan, tak ada yang berani mendekat. Mereka tahu, di bawah tekanan dan ketakutan, Leo sudah kehilangan kendali. Dia akan melakukan apa saja untuk menyelamatkan dirinya sendiri, termasuk mengorbankan nyawa orang lain. Tiba-tiba, suara teriakan lain
Dengan satu gerakan cepat, Herley menarik Dario ke atas dek, menyelamatkannya dari maut. Pria itu terkapar di lantai dek, tubuhnya basah kuyup dan gemetar. Ia mencoba bangkit, tapi lututnya lemas, membuatnya tersungkur lagi. Herley berdiri di hadapannya, bayangannya menjulang seperti sosok malaikat kematian yang siap menuntut balas."Kau tahu," suara Herley terdengar tenang, namun setiap kata yang keluar dari mulutnya penuh dengan ancaman dingin, "orang-orang seperti kau selalu merasa di atas segalanya. Uang, kekuasaan, dan status sosial yang kau punya membuatmu merasa tak tersentuh. Tapi lihatlah dirimu sekarang. Tak ada satu pun dari itu yang bisa menyelamatkanmu dari badai ini. Atau dari aku."Dario menelan ludah, napasnya tersengal-sengal. "Aku... aku minta maaf, sungguh... aku benar-benar menyesal..."Herley menggeleng pelan, tatapannya penuh penghinaan. "Kata-kata itu, tak ada artinya bagiku. Penyesalanmu hanya muncul saat kau berada di ujung kematian. Kalau badai ini tak perna
Dua pengawal yang tadinya hendak mendorong Herley ke laut kini berusaha keras bertahan dari badai yang semakin menggila. Mereka terpental ke samping, jatuh menabrak pagar dek. Tali yang mengikat Herley mulai longgar karena guncangan yang tak terkendali. Dengan gerakan cepat, pria itu menggoyangkan tubuhnya, melepaskan diri dari lilitan tali kapal yang keras. Setelah itu, ia berdiri tegak di tengah dek, di mana angin dan ombak seolah enggan menyentuhnya.Dario yang masih berusaha berdiri, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Ini tidak mungkin!" teriaknya, matanya melotot ke arah Herley yang kini bebas dari ikatan. "Kau seharusnya tidak bisa lolos!"Herley melangkah perlahan ke arah Dario, setiap langkahnya stabil meski kapal berguncang hebat. "Kalian pikir bisa mengendalikan segalanya dengan uang dan kekuasaan," kata Herley dengan suara yang tenang namun penuh ancaman. "Tapi kalian lupa satu hal... alam tidak bisa dibeli."Dario yang mulai ketakutan, mundur sambil meraba-raba paga
Pengawal yang bertugas mengikat Herley mengangguk, menarik tali dengan keras hingga tubuh Herley terjepit. Dario mengamati hasilnya dan tersenyum puas. "Bagus, sekarang kau benar-benar tidak bisa ke mana-mana," ujar Dario, nadanya mengejek. "Tapi aku penasaran, Herley. Apakah kau masih akan diam seperti patung ketika kau tahu nasib buruk apa yang menantimu?"Herley tetap tidak menjawab, hanya menatap Dario dengan pandangan yang tidak terbaca. Hal itu hanya membuat Dario semakin jengkel."Diam saja, huh? Baiklah, mari kita lihat seberapa lama kau bisa bertahan," kata Dario sambil melangkah mundur. "Mulai sekarang, kau adalah mainan kami. Dan kami akan menikmati setiap detik dari permainan ini."Leo mengangkat tangannya, mengisyaratkan para tamu untuk memperhatikan. "Ayo, kawan-kawan! Pertunjukan baru saja dimulai! Jangan ragu untuk memberi saran tentang cara terbaik untuk membuatnya menderita. Ini adalah pesta kita, dan kita punya hak untuk bersenang-senang!"Kerumunan tamu mulai bers
Sorak sorai orang-orang bergema. Beradu dengan suara deburan ombak di tengah laut. Pro dan kontra akan aksi heroik Leo dan komplotan nya samar diterka. Semua orang di sana memakai topeng gengsi demi keuntungan pribadi semata. Leo, belum cukup puas dengan permainan yang ia ciptakan. Samudera luas menjadi saksi bisu kekejaman Leo yang berniat menghabisi Herley atas asas kedengkian saja. “Lihatlah, jagoan kita ini. Dia masih bertahan setelah aku memukul tubuhnya. Bahkan tongkat golf tidak mampu membuatnya tumbang! Apakah kau mau berlagak seperti batu karang yang sulit dihempaskan, hm?” ucap Leo tepat disaat komplotannya menyeret tubuh Herley ke bagian dek atas kapal. Angin laut berhembus kencang. Mengibarkan setiap helai pakaian orang-orang yang ikut menyaksikan momen menegangkan ini. Leo mendekati Herley. Air muka tak terbaca, sorot matanya dingin, dan mulut Herley masih terkatup rapat. Seolah enggan menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Di sisi dek yang lain, Dario tersenyum puas
Suara mesin kapal pesiar yang lembut hampir tak terdengar di tengah tawa, dentingan gelas, dan percakapan riuh yang memenuhi udara malam. Cahaya bulan memantul di permukaan laut yang tenang, memberikan kilauan perak pada kapal pesiar yang megah. Lampu kristal menggantung dari langit-langit, musik lembut mengalun di latar belakang, dan aroma cerutu mahal serta parfum mewah memenuhi udara.Dario yang baru saja tiba melewati Herley tanpa melihat pria itu. Begitu Dario masuk, kapal mulai berlabuh meninggalkan pelabuhan. Riuh suara wanita yang bergoyang membuat para pria sangat senang. Namun, Leo menyadari sesuatu hal sejak tadi. Matanya menyipit saat dia kembali melihat para wanita- wanitanya melirik ke arah bodyguard itu. Suasana hatinya semakin memburuk seiring berjalannya waktu, rasa asam mulai muncul di mulutnya. Dia terbiasa menjadi pusat perhatian, sosok yang dikagumi dan diinginkan semua orang. Namun malam ini, di ulang tahunnya yang ke 35, seorang bodyguard biasa justru mencuri
Malam itu, kapal pesiar berubah menjadi panggung pesta yang gemerlap. Lampu-lampu berwarna-warni berkilauan menyinari dek kapal, menciptakan suasana yang seru dan menggairahkan. Musik menggema, mengundang para tamu untuk bergoyang seirama. Para wanita berbikini dan pria dengan gelas anggur di tangan mereka terus menikmati malam dengan penuh suka cita. Tawa dan percakapan riang mengisi udara malam yang hangat, sementara sampanye dan rokok menambah aroma khas pesta yang tak terlupakan. Leo, yang menjadi pusat perhatian, sesekali mengangkat gelasnya, memberikan toast untuk tahun-tahun yang akan datang, dikelilingi oleh teman-teman dan musik yang tak pernah berhenti. Di tengah kerumunan, Calista dan Leo, yang tengah merayakan ulang tahunnya, tampak asyik berjoget. Wanita itu , dalam balutan bikini yang mencolok, bergerak lincah mengikuti irama, tawa cerianya mengalir lepas, menambah kegembiraan malam itu. Seorang tamu pria, dengan gelas anggur di tangannya, mendekati Leo. “Leo, pes
"Tetaplah di tempatmu!" seru Valentina dengan amarah yang membara. "Kau tidak bisa mempermainkan kami!" Dengan cepat, dia mengambil sebuah botol kaca dari meja dan melemparkannya ke arah Herley.Herley dengan sigap memutar tubuhnya, membiarkan botol tersebut melayang melewatinya. Botol itu menghantam dinding di belakang, pecah menjadi serpihan kaca yang berserakan di lantai."Aku tidak di sini untuk bertarung denganmu," kata Herley dengan suara yang tetap tenang. "Dario sedang mempermainkanmu. Dia hanya ingin melihat kita bertarung.""Aku tidak peduli!" balas Valentina, yang kemudian meraih kursi terdekat dan mengayunkannya ke arah Herley.Herley menunduk cepat, kursi itu terbang di atas kepalanya dan menghantam meja di belakangnya, menyebabkan meja itu roboh. Pecahan kaca dan kayu berhamburan di lantai.Orang-orang di sekitar mereka mulai menjauh, menghindari puing-puing yang beterbangan. Suara barang-barang pecah dan keributan menyebar di seluruh klub, menciptakan kekacauan yang tak