Setelah perjalanan yang relatif tenang menuju lokasi pemotretan, suasana mulai tegang ketika mereka tiba. Lokasi tersebut adalah sebuah vila mewah di pinggir kota, dikelilingi oleh hutan yang lebat. Calista, dengan aura profesionalnya, segera disambut oleh kru pemotretan dan tim yang telah menunggunya.
Herley berdiri tegap di samping Calista, menarik perhatian banyak orang.
"Siapa pria itu? Dia tampak sangat mengesankan, bahkan dia terlihat seperti seorang model," bisik salah satu model kepada temannya.
"Aku tidak tahu, mungkin bodyguard baru Calista?" jawab temannya.
"Bisakah aku meminta nomor ponselnya? Aku ingin mengajaknya party malam ini."
Wanita itu mengeluarkan telepon genggamnya dari dalam laci meja, berdiri dengan elegan dalam gaun merah yang menjuntai di lantai, melangkah dengan anggun bak seorang putri menuju Herley. Senyum manis menghiasi wajahnya, matanya bersinar penuh ketertarikan.
"Hi, namaku Rose. Aku belum pernah melihat Anda di sini sebelumnya," kata Rise dengan suara lembut dan menggoda.
Herley menatapnya dengan datar, matanya dingin dan acuh tak acuh, bahkan pria itu tak menunjukkan ketertatikannya sama sekali.
"Mungkin nanti kita bisa mengenal lebih dekat setelah sesi pemotretan ini selesai?" tanyanya, mencoba mempertahankan senyumnya.
Herley tidak merespons, hanya memandang lurus ke depan, seolah-olah Rise tidak ada di sana. Ketidakpeduliannya membuat wanita itu pada akhirnya mundur dengan perasaan kesal.
___
Sesi pemotretan berlangsung dengan lancar, namun Herley tidak bisa menghilangkan perasaan waspada. Matanya terus mengawasi sekeliling, memastikan tidak ada ancaman yang mendekat untuk Calista. Namun, saat sore menjelang, situasi mulai berubah.
Saat sesi pemotretan hampir selesai, sebuah mobil hitam mewah berhenti di depan vila. Dari mobil itu keluar seorang pria dengan penampilan mencolok, mengenakan setelan mahal dan kacamata hitam. Dia diikuti oleh beberapa pengawal bersenjata. Calista mengenali pria itu sebagai Dario, seorang pengusaha kaya yang sering terlibat dalam kegiatan ilegal.
Dario mendekati Calista dengan senyum lebar. "Calista, sudah lama tidak bertemu. Aku melihat kamu masih seperti biasanya, penuh pesona," katanya dengan nada menggoda.
Calista tersenyum dingin. "Apa yang kamu inginkan, Dario? Aku sedang sibuk."
"Ajak aku di pesta kapal pesiar milik Leo. Kau kan wanitanya, mudah bagimu untuk mengundangku."
Calista menatapnya tajam, senyum sinis menghiasi wajahnya. "Dario, pesta di kapal pesiar itu hanya untuk orang-orang yang benar-benar berkelas. Kau? Masih bermimpi untuk masuk ke lingkaran kami? Berhenti berharap dan kembali ke tempatmu yang seharusnya."
Dario terkejut mendengar kata-kata tajam Calista, tetapi dia tidak menyerah. "Kau sungguh kejam, Calista. Tapi, kurasa itu bagian dari pesonamu yang memikat," balasnya dengan nada yang sedikit getir namun jemarinya bermain nakal pada dagu wanita itu.
Calista menipisnya dengan kasar, menghela napas, merasa muak dengan kehadiran pria itu. "Aku tidak punya waktu untuk permainanmu, Dario. Jika kau tidak ada urusan penting, lebih baik kau pergi."
Dario tertawa terbahak, "Jangan bilang karena kamu adalah wanita Leo, kau bisa sangat angkuh di depanku bahkan mengusirku. Nona, jangan lakukan hal yang bisa membuatmu mati konyol."
Herley, yang mendengar ancaman Dario, melangkah maju, berdiri tegap di depan Calista. Sorot matanya tajam, penuh ketegasan dan tanpa gentar, menatap lurus ke arah Dario. Rahangnya mengeras, menunjukkan sikap siap siaga dan perlindungan tanpa kompromi. Dengan nada datar namun penuh kewibawaan, dia bertanya, "Apakah itu ancaman?" Aura dingin yang memancar dari dirinya membuat semua orang di sekitar merasa gentar.
Dario menghentikan tawanya, menatap Herley dengan pandangan menantang. "Dan siapa kau? Bodyguard baru Calista atau kau pria yang dia sewa untuk memenuhi kebutuhan di atas ranjangnya? Kau pikir bisa melindunginya? Bullshit!"
Tanpa memperingatkan, Herley mengayunkan tangannya dengan cepat dan tepat. Pukulan itu mengenai rahang Dario dengan suara keras yang bergema di sekitar mereka. Semua yang menyaksikan, termasuk para model dan kru pemotretan, terdiam dalam ketakutan dan keterkejutan.
Dario terhuyung mundur, matanya terbuka lebar saat dia merasakan sakit yang luar biasa. Gigi-giginya berjatuhan, berceceran di lantai, bercampur dengan darah yang mengalir dari mulutnya. Rasa sakit dan penghinaan yang dirasakannya membuat wajahnya memerah, penuh kemarahan dan ketidakberdayaan.
"Dasar brengsek!" Dario mengumpat, berusaha menahan rasa sakit sambil memegangi rahangnya yang patah. Namun, tatapan matanya yang menantang berubah menjadi takut saat melihat Herley yang tetap berdiri tegap di depannya, siap memberikan pukulan berikutnya jika diperlukan.
Calista yang berdiri di belakang Herley, menatap kejadian itu dengan ekspresi dingin. "Sudah cukup," katanya dengan suara tenang namun penuh otoritas. "Dia sudah mendapatkan pelajarannya." Calista tidak ingin Herley memperlihatkan kekuatannya pada yang lain.
Herley mengangguk, menurunkan tangannya namun tetap waspada. "Kau dengar itu? Jika kau masih berani mengancam Calista lagi, kau akan berurusan denganku. Dan kali ini, aku tidak akan sebaik ini."
Dario mencibir, merasa terpojok namun tetap berusaha menunjukkan sikap berani. "Kau pikir dengan sikap seperti itu kau bisa menakutiku? Hanya karena kau seorang bodyguard, bukan berarti kau bisa mengancamku. Shit!" Dia meludah ke lantai, darah terlihat bercampur dengan darah.
Herley mengangkat sedikit alisnya, matanya tetap tidak beranjak dari Dario. "Kalau begitu, buktikan."
Dario tertawa, mengangkat dagunya dengan sikap penuh kebanggaan yang tergores oleh rasa takut. "Aku tidak akan terlibat dalam permainan anak-anak seperti ini," katanya dengan nada sinis. "Kau hanya butiran debu di jalanku yang megah. Bahkan ujung jarimu tak layak untuk menyentuhku," katanya dengan nada angkuh. "Pengawalku! Ajarkan orang ini bagaimana caranya menghormati yang berkuasa."
Para pengawal Dario yang bersenjata segera melangkah maju, mengelilingi Herley dengan sikap siap bertarung. Mereka mengeluarkan senjata mereka, menatap Herley dengan pandangan dingin dan mematikan.
Calista yang berdiri di belakang Herley, menatap Dario dengan tatapan tajam. "Kau benar-benar tidak tahu kapan harus berhenti, Dario," katanya dengan nada dingin.
Herley tetap tenang, matanya tetap terfokus pada Dario. "Kau tidak akan menang dalam permainan ini," katanya dengan nada datar namun penuh rasa membunuh. "Menyuruh pengawalmu menyerangku hanya menunjukkan betapa pengecutnya dirimu."
Dario hanya bisa tertawa lucu, dia tidak mengucapkan sepatah kata pun, tetapi tawa itu jelas menunjukkan bahwa dia mencoba menutupi ketakutannya dengan sikap angkuh.
Tanpa memperingatkan, Herley bergerak dengan kecepatan yang mengejutkan. Dalam beberapa gerakan cepat, dia melumpuhkan satu pengawal, menjatuhkannya ke lantai dengan mudah. Herley memutar tubuhnya memberikan pukulan keras tepat di tenggorokan pengawal pertama, membuatnya tersedak dan jatuh berlutut. Tanpa berhenti, Herley memutar tubuhnya lagi, menggunakan siku untuk menghantam pelipis pengawal kedua, yang langsung jatuh pingsan.
Sisa pengawal mencoba menyerang bersamaan, namun Herley dengan cepat menghindar dan menyerang balik, menggunakan kekuatan dan keahlian tempurnya untuk menjatuhkan mereka satu per satu. Pengawal ketiga meluncurkan pukulan ke arah Herley, tetapi Herley menangkap lengan itu, memutarnya dengan kuat hingga terdengar suara retakan tulang, lalu menendang perut pengawal tersebut hingga terjatuh.
Pengawal keempat mencoba meninju wajah Herley, namun Herley dengan gesit menunduk dan memberikan pukulan balasan ke dagu pengawal itu, membuatnya terlempar ke belakang dan terkapar. Setiap gerakan Herley terlihat sangat santai, namun memg ikan bagi lawan, menunjukkan bahwa dia bukan hanya seorang bodyguard biasa.
Dario, yang kini hanya bisa menyaksikan dengan ketakutan, mundur perlahan. "Ini tidak mungkin," gumamnya dengan suara gemetar, menyaksikan para pengawalnya terkapar di lantai tak sadarkan diri. Padahal, dengan mata kepalanya sendiri, Dario melihat Herley sama sekali tidak memukul dengan tenaga penuh.
Herley berdiri tegap di tengah para pengawal yang terkapar, matanya menatap Dario dengan dingin dan penuh kemarahan. Aura di sekelilingnya seolah berubah gelap dan menakutkan, seakan-akan dia bukan sekadar seorang bodyguard, tetapi sosok yang membawa ancaman mematikan. Suaranya rendah, seolah diwarnai oleh kekuatan gelap yang mengintimidasi. "Aku sudah memperingatkanmu," katanya, suaranya menggema dengan nada yang tajam dan dingin. "Jangan pernah mengancam Calista lagi."
Calista melangkah maju, berdiri di samping Herley. "Pergilah, Dario. Dan ingat, ini adalah peringatan terakhirku," katanya dengan nada tegas namun penuh ketenangan.
Dario menunjuk wajah Herley yang masih berdiri tegap. "Bodyguard rendahan! Jangan terlalu senang dulu. Kau berani melukaiku seperti ini? Nasibmu sudah dipastikan akan menjadi yang paling menderita! Kau pikir hanya kau yang memiliki kemampuan abnormal seperti itu? Tunggu pembalasanku. Aku akan mengundang seseorang yang bisa membunuhmu!" teriaknya penuh kemarahan sebelum pergi.
Dario datang dengan sikap sombong, tetapi pergi dalam keadaan menyedihkan. Namun, sepertinya dia memang memiliki dukungan yang kuat. Dengan kemampuan yang Herley tunjukkan, seharusnya Dario sudah takut dan tidak mau mencari masalah lagi. Namun, dia malah semakin menjadi-jadi. Entah dia bodoh karena tidak mampu mengukur kemampuannya sendiri, atau memang ada orang yang bisa mengalahkan Herley.
Herley mendengus dingin. "Aku menantikan siapa yang akan datang untuk membalas dendam terhadapku."
Calista menatap Herley dengan ekspresi penuh rasa hormat, namun juga mengandung rasa khawatir. "Terima kasih atas bantuanmu," katanya dengan nada lembut namun tegas. "Namun, kita tidak bisa mengabaikan ancaman Dario. Dia bisa melakukan apapun yang dia katakan."Herley mengangguk, matanya tetap tajam menatap ke arah Dario yang sudah pergi. "Aku sudah siap untuk apa pun yang akan datang. Bahkan, aku tidak peduli dengan hal itu."Beberapa kru pemotretan mulai bergerak kembali, meskipun suasana masih tegang."Apakah semuanya baik-baik saja?" tanya salah satu fotografer, suaranya bergetar."Kurasa begitu," jawab seorang asisten, tampak masih belum sepenuhnya pulih dari kejadian tersebut. "Tapi lihat, Herley benar-benar hebat.""Benar-benar mengesankan," kata model yang sebelumnya mendekati Herley. "Dia sepertinya memiliki kekuatan yang luar biasa.""Ya, dan dia sangat tenang," tambah seorang teknisi. "Aku masih tidak bisa percaya apa yang baru saja terjadi.""Bagaimana dengan Dario?" tanya
Herley tertawa rendah, suara gelapnya menggema. "Menyesal? Kata itu tidak ada dalam kamusku. Tapi kalian, kalian akan menyesal datang ke sini dan mengganggu ketenangan kami. Pergilah sekarang, atau aku pastikan kalian tidak akan pernah kembali untuk melaporkan kegagalan kalian kepada Dario."Pria itu menyeringai, mencoba mempertahankan keberaniannya. "Kau pikir bisa mengalahkan kami sendirian?"Herley menatap mereka satu per satu, tatapannya tajam dan menakutkan. "Aku tidak berpikir, tapi aku tahu. Jika kalian berani mencoba, maka bersiaplah untuk merasakan kemarahan yang tidak pernah kalian bayangkan sebelumnya."Dengan kecepatan yang mengejutkan, Herley melesat ke arah pria yang berwajah kasar. Dalam sekejap, ia melumpuhkan salah satu dari mereka dengan sebuah pukulan telak yang membuat pria itu terjatuh ke tanah, tak berdaya. Pria-pria lainnya terkejut dan mundur dengan panik, wajah mereka memucat melihat rekan mereka yang terkapar."Masih ingin melanjutkan?" Herley menantang, suar
Pria bertopeng itu terdiam sejenak, merasakan getaran ketakutan yang aneh menjalari tubuhnya. Tatapan Herley yang penuh api dan tekad membuatnya merasakan ketidakpastian yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.Dengan suara yang sedikit gemetar, pria bertopeng itu berkata, "Apa sebenarnya kau ini? Tidak mungkin manusia bisa bangkit setelah serangan sekuat itu."Herley tersenyum tipis, bibirnya melengkung dengan kedinginan yang menakutkan. "Aku jauh lebih dari yang bisa kau bayangkan. Kau baru saja menyentuh permukaan kekuatanku. Jika kau berpikir serangan itu cukup untuk menjatuhkanku, maka kau benar-benar tidak siap untuk apa yang akan datang."Pria bertopeng itu mundur selangkah, mencoba menenangkan detak jantungnya yang tiba-tiba berdetak lebih cepat. "Tidak mungkin... Ini tidak masuk akal."Herley berjalan perlahan mendekatinya, setiap langkahnya penuh keyakinan dan ancaman. "Kau seharusnya tahu bahwa ketika kau bermain dengan api, kau akan terbakar. Kau dan Dario telah memilih j
Setelah meninggalkan pemandangan horor di belakangnya, Herley berjalan cepat kembali ke lokasi pemotretan. Begitu melihat bodyguard-nya kembali, Calista segera berlari mendekatinya. "Bagaimana, apa kamu menemukan orang yang mencurigakan?" tanyanya dengan nada khawatir.Herley menatapnya dengan tenang. "Aku sudah mengatasi mereka semua," jawabnya datar tanpa beban.Calista tampak kaget. "Lalu siapa mereka?""Suruhan temanmu, pria yang kemarin," jawab Herley dengan nada serius.Calista terkejut. "Maksudmu Dario? Dia benar-benar balas dendam?"Herley mengangguk. "Tidak perlu khawatir. Mereka tidak akan mengganggu kita lagi untuk sementara waktu atau mungkin selamanya."Calista menghela napas, berusaha menenangkan diri. "Herley, ini mulai menakutkan. Mengapa Dario begitu bertekad mengejar kita? Apa sebenarnya yang dia inginkan?""Dario adalah tipe orang yang tidak bisa menerima kekalahan. Dia merasa terancam oleh kehadiranku, dan merasa terhina karena kau menolak keinginannya. Tapi aku ti
Herley melompat turun dari kudanya, mendarat dengan gemuruh di tengah medan perang yang penuh dengan mayat. Dengan pedang terhunus, dia menantang siapa saja yang berani mendekat. "Siapa yang berani menantangku?" suaranya bergemuruh, penuh dengan kemarahan dan kekuatan. Musuh-musuhnya mundur ketakutan, namun beberapa yang pemberani mencoba menyerang."Majulah, kalian pengecut!" teriak Herley, mengayunkan pedangnya ke arah prajurit pertama yang mendekat. Dengan satu tebasan kuat, pedangnya menembus baju zirah dan tubuh prajurit itu, memisahkan tubuhnya menjadi dua. Darah menyembur, membasahi tanah di sekitar Herley."Ini hanya pemanasan," katanya dengan dingin, matanya menatap musuh-musuhnya yang tersisa. Dua prajurit lainnya mencoba menyerangnya dari kedua sisi. Herley dengan cepat memutar tubuhnya, mengayunkan pedangnya dengan kekuatan penuh. "Kalian tidak lebih dari serangga bagiku!" Pedang itu menghantam perisai salah satu prajurit, menghancurkannya dan menebas leher prajurit itu da
Malam itu, di villa yang sunyi di tengah hutan, Herley duduk di tepi tempat tidurnya, masih terguncang oleh mimpi buruk yang baru saja dialaminya. Keringat dingin mengalir di pelipisnya, dan napasnya terengah-engah.Dengan suara bergetar, Herley bergumam, "Apa arti mimpi itu? Mengapa terasa begitu nyata? Siapa wanita dan pria itu?"Karena tak bisa tidur, akhirnya pria tinggi berwajah dingin itu beranjak keluar kamar. Saat di luar, dia bertemu dengan Calista yang juga terjaga."Herley, apa yang kamu lakukan di luar malam-malam begini?" tanya Calista, suaranya penuh kekhawatiran."Aku hanya ingin mencari angin dan berjalan-jalan. Tidak bisa tidur," jawab pria itu, seperti biasa dengan wajah datar walaupun yang mengajaknya bicara adalah Calista.Calista mengernyit. "Tapi ini masih sangat malam, dan kita berada di tengah hutan. Bisakah kau menemaniku saja? Aku juga tidak bisa tidur," pintanya, matanya memancarkan kekhawatiran yang sama.Herley mengangguk dan berdiri di seberang Calista te
Calista sebenarnya sangat takut, walaupun dia tahu Herley kuat, musuh yang dia hadapi kali ini berbeda dengan yang dikirim Dario. Mendengar ucapan Herley, Angel menjadi semakin marah. “Kamu hanya bekerja sebagai bodyguard saja sudah sangat sombong. Bagaimana jika kamu menjadi Raja Aradorn? Mungkin tingkah lakumu akan lebih tinggi dari langit. Namun, sayang, kamu hanya seekor anjing yang terikat pada majikannya, berlari-lari mengelilingi tuannya yang hanya peduli pada penampilan. Kamu selamanya akan menjadi bayangan setia Nona Calista. Tapi, berterima kasihlah pada Tuan Muda Daniel, karena pengawalnya akan segera menutup lembaran hidupmu sebagai anjing setia Nona Calista.” “Cukup!" Herley menyipitkan matanya dengan sangat tajam. "Jangan pikir karena kamu wanita, aku tidak berani berbuat kasar terhadapmu. Jika kamu berani lagi membuka mulutmu, nasibmu tidak akan seperti mereka!" Herley menunjuk ke arah Daniel dan Gimmy yang terkapar. "Nasibmu akan lebih menderita daripada mereka. Jika
Saat tubuh terakhir jatuh, sekelompok orang yang datang bersama Albern mundur beberapa langkah, mata mereka membulat dengan ketakutan yang nyata. Mereka jelas tidak menyangka bahwa seorang bodyguard bisa memiliki kemampuan seperti itu. Herley, dengan sikap tenang namun mematikan, menatap langsung ke arah Albern. "Dalam hidup, ada kalanya kita bertemu lawan yang lebih kuat dari yang kita kira," ujar Herley, sambil mengangkat pedang pendek yang kini berlumuran darah. "Namun, itu bukan alasan untuk menyerah." Albern menelan ludah, mencoba mengendalikan rasa takut yang mulai merayap di hatinya. "Kau mungkin kuat, tapi jangan lupa, aku adalah orang yang dilatih oleh Kerajaan. Kekuatanmu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kekuatan Kerajaan." Herley mengangkat alis, tatapan matanya penuh rasa ingin tahu. "Kerajaan, katamu? Apakah itu seharusnya membuatku takut?" Albern menarik napas dalam-dalam, mencoba memulihkan kepercayaan dirinya. "Ya, Kerajaan. Kau mungkin belum menyadari bet