“MasyaAllah, kamu keren banget, Ay. Lanjutin! Aku dukung kamu buat speak up!”Kehadiran Adnan menyegarkan mood Lolita. Melupakan rusaknya hubungan mereka akhir-akhir ini, gadis itu menarik Adnan agar berdiri dikubunya.“Mumpung ada orangnya nih, gih protres Mbak! Cepetan! Pengen denger gue setebel apa nyali lo di depan Mas Junjungan!”Sebenarnya Lolita ingin muntah. Dulu ia juga pernah setidak-tahu malu itu. Ia bahkan ingin menyerang ibu mertuanya sendiri, mengira jika wanita yang Adnan bawa merupakan saingan terberatnya. Untung saja dirinya cepat disadarkan. Kalau tidak, sampai akhir hayat pasti masih tergabung dalam lembang kebodohan.“Lah, mendadak ceper, Mbak? Apa lagi pasang topeng jadi cewek alim di depan Idola?” Cibir Lolita, membabi buta. Setidaknya hal ini membuktikan jika dirinya memiliki perbedaan dengan fans-fans gila Adnan lainnya. Keorisinilannya tak perlu diragukan.No Fake-Fake Club, Bestie!“Njing..”“Dalem, Sayang..”Lolita terperangah. Wajahnya memerah mendengar bal
Lolita mengerjapkan mata. Jari-jarinya membentuk pola-pola yang dirinya pelajari dari sosial media. Kepalanya terus mengedik ke arah kanan, berharap satpam di pintu gerbang perumahan rumah Adnan peka.Beberapa tahun yang lalu, ia pernah mengikuti kanal YouTube yang membahas tentang penculikan sorang mukbangers. YouTubers tersebut mengulik gerakan-gerakan aneh, yang diduga merupakan kode untuk meminta pertolongan.“Mas Adnan, itu kayaknya temennya ayan deh, Mas.”‘The Fuck!’ Umpat Lolita dalam hati. ‘Gobs-nya nggak ketolong nih satpam. Ayan dong!’ Ingin rasanya Lolita menangis.“Saya baik-baik aja kok, Pak. Sehat Wal-afiat,” ucap Lolita, menyangkal calon penyelamat gadungannya. Ia tak akan berharap banyak berharap. Satpam tempat ibu mertuanya tinggal sangat kurang wawasan. Orang minta tolong saja disebut ayan.“KTP-nya nggak saya tinggal ya, Pak. Mau dibuat ngurus perubahan data soalnya. Kalau ada apa-apa, nanti biar saya yang tanggung jawab.”“Oh, begitu Mas. Kalau gitu saya catat nom
“Enak kan, Lol?”Lolita menganggukan kepalanya. Cake yang ibu mertuanya beli memang enak. Kebetulan cake tersebut merupakan varian kesukaannya. Ibu mertuanya juga membeli ditempat yang biasa maminya beli.“Lumayan kan buat ganjel perut sebelum makan malam?! Ibu udah tua sekarang, jadi nggak bisa ngemil-ngemil kayak kamu. Makan manis dikit, ngembang badannya. Udah kayak adonan donat aja.”“Ibu nggak gendut kok. Masih cantik banget.” Puji Lolita, sepenuh hati. Entah ajian apa yang dilakukan oleh mami dan ibu mertuanya, wajah mereka tetap glowing dan kencang meski berkepala empat.“Soalnya Ibu diet.” Ujar Tatiana.Diet?Apakah itu diperlukan untuk manusia sesempurna ibu mertuanya?Mengetahui rasa ingin tahu yang terpancar dari wajah menantunya, Tatiana pun menceritakan alasan mengapa dirinya sampai harus berpola hidup sehat. Semakin tua seseorang, organ yang ada di dalam tubuh manusia akan semakin lambat beroperasi. Mereka tak bisa mengola apa yang dikonsumsi seperti dikala muda. Untuk i
Lolita melenguh. Gadis muda itu ingin merenggangkan tubuhnya sebab merasakan sesak.Ia merasa guling yang biasa dirinya peluk berubah menjadi makhluk hidup, yang memiliki tangan dan kaki sehingga memperangkap tubuhnya.“Gue mau pindah posisi, Ling!” Gumamnya dengan mata tetap terpejam.Belum terdengar suara jeritan Kanjeng Mami, itu tandanya belum saatnya dirinya terjaga. Lolita berniat menggunakan waktu yang dirinya miliki untuk memperpanjang tidurnya.“Masih ngantuk banget ya?”‘Guling gue bisa ngomong?’ batin Lolita heran. Kejadian abnormal seperti ini pasti hanya terjadi ketika dirinya masih berada di alam mimpi. Lebih baik ia kembali memulaskan tidurnya agar saat terbangun, otaknya bisa sesegar ikan yang baru saja ditangkap oleh nelayan.“Ya udah bobok lagi aja, Yang. Tadi juga sholatnya udah aku wakilin kok. Aman, tenang aja,” lalu terdengar kekehan yang tertahan bersama berguncangnya si guling abnormal.Sholat?Diwakilin?!Teringat dengan satu-satunya makhluk Tuhan yang membaha
“Dapet berapa Lol?”Lolita mengerjapkan mata. Ia menangkap arah pandang Melisa yang mengarah pada uang di dalam genggamannya.Penasaran seperti hal-nya Melisa, Lolita pun menghitungnya. Bola matanya seketika melotot, “gopek, Anjing!” kemudian terpekik hebat usai mengetahui besarnya uang jajan yang Adnan berikan.“Gop-Gopek?” Ulang Melisa ikut terkejut. Sahabat Lolita itu bahkan sampai tergagap.“Heum,” gumam Lolita sembari menganggukkan kepalanya.“B-Bang Adnan bilang, itu buat jajan hari ini kan?”“Iy-iya,” jawab Lolita, kini sama tergagapnya sebab diingatkan kembali dengan kata-kata tersebut.Lolita pun memandang uang dalam genggamannya.Gila, ini benar-benar gila! Satu hari diberikan uang jajan sebesar 500 ribu di kampus dan ia boleh meminta lagi ketika tidak cukup!Sebenarnya, dimana otak Adnan ketika mengatakannya?! Meski ia bukan orang miskin, tapi uang sebesar itu tetaplah tidak masuk akal. Harga untuk tiga kali makan besar di kampus saja mungkin hanya 100 ribu, jika menghabis
Sampai kapan mau begini?Lolita pegal karena harus terus membungkuk. Belum lagi tangannya yang membelai kepala Adnan mulai lelah.“No,” pekik Adnan ketika Lolita hendak menarik diri.“Jangan tinggalin aku.”“Please, jangan pergi,” ucap pemuda itu lirih, mengira Lolita akan meninggalkan dirinya.“Bang! Gue capek ya! Lo kalau masih mau nangis, nangis aja nggak apa-apa. Gue mau mandi terus lanjut tidur.”Mau pergi kemana juga gue, malem-malem gini?! Balik ke rumah paling diusir. Mami kayaknya bahagia tanpa gue— batin Lolita sembari mengingat-ingat pesan yang dikirimkan maminya dua hari lalu.“Ak-Aku kirain, kamu mau ninggalin aku,” cicit Adnan ragu-ragu mengemukakan ketakutannya.“Nggak sekarang juga sih kalau pun pengen.”Ya kali, menjadi janda setelah dua tiga hari menikah. Bisa-bisa dirinya tercatat sebagai janda termuda sekaligus tersingkat di Indonesia.Keviralan yang tidak menguntungkan!Adnan panik. Pemuda itu semakin takut. “Loli, nikah itu sekali seumur hidup. Kita nggak boleh p
“Sayang, maaf ya. Ibu tiba-tiba harus jemput Oma sama Opa di rumah Mbah. Belanjanya kita tunda beberapa hari, nggak apa-apa ya?!”Lolita mengangguk cepat, “iya, Bu!” jawabnya super semangat.Belanja!Satu kata itu membuatnya trauma. Baru kemarin jiwa kaum sederhananya diguncang habis-habisan. Ia justru merasa lega ketika ibu mertuanya bertolak ke luar kota.Terima kasih kepada oma dan opa Adnan yang menyelamatkan kaum mendang-mending seperti dirinya. Ucapan terima kasih saja sepertinya tidak cukup. Nanti ia akan mendoakan umur panjang untuk keduanya saat niat ibadahnya kuat.“Baik-baik ya kalian berdua. Jangan berantem. Mas Adnan, istrinya dijagain, terus disenengin. Tolong jangan pelit-pelit, duit jajan Mas Adnan kan banyak.”“Nggih, Bu. Apa aja yang Loli mau, pasti Mas Adnan beliin.”“Ajak ke showroom, Mas. Loli juga butuh mobil. Takutnya pas dia pengen jalan-jalan, Mas Adnan sibuk.”Buagh!Lolita kembali dihantam shock. Ginjal dan organ lain dalam tubuhnya meronta-ronta. Bukan lagi
“Mami shock sampe nggak bisa berkiti-kiti,” bisik Argam ditelinga sang adik, “makanya nggak keluar kamar.”“Hihihi,” Lolita terkikik. “Berarti kita langsung caw aja yak?” tanya Lolita. Tidak mungkin papinya akan melepaskan kepergian menantunya. Pria itu kan bucin sejati. Dia pasti memilih berada di sisi istrinya yang sedang tidak baik-baik saja.“Kita nggak pamitan sama Papi, Mami, Gam?”“Nggak perlu, udah gue wakilin, Bro!” Argam merangkul batang leher adik iparnya, “si Mami yang ada malah pingsan liat mantunya.”Keuk!Secara sekarang menantu laki-lakinya yang tampan, terlihat seperti patung emas murni hidup yang berjalan.Lolita jadi ingin terbahak. Semula ia dimarahi habis-habisan karena dianggap tak bersyukur. Setelah mengetahui kebenarannya, seperti kata Argam sang kakak, wanita itu bahkan sampai tak bisa lagi berkata-kata.ini bukan tentang dirinya yang tidak mensyukuri nikmat Tuhan, tapi tentang adanya kesenjangan dari gaya hidup mereka yang jelas-jelas berbeda.“Lo yakin mau b