“Papa, bisnya bagus ya?!” Adnan tersenyum dengan anggukkan kepalanya. Ia membelai kepala Awi sembari bertanya, “Awi mau beli satu yang kayak begini?!” “Ma..” Sayangnya, jawaban Awi itu terpotong oleh suara batuk Lolita. “Enggak, Papa!” ubah Awi, menggeleng. Anak itu merangkak menaiki paha Adnan. Ia berusaha berdiri demi untuk membisikkan apa yang ingin dirinya katakan kepada sang papa. “Awi nggak mau soalnya Mama pelototin Awi.” Ucap Awi ditelinga papanya. Aduan bocah itu tak pelak membuat Adnan terkekeh. Betapa dahsyatnya seorang ibu. Tanpa berkata-kata saja, manusia berjenis kelamin perempuan itu dapat menciutkan nyali seseorang. Ah! Apa mungkin Awi-nya yang berbeda?! Dulu ketika dirinya kecil, semakin mamanya melotot, maka ia akan semakin senang untuk berulah. Terlebih disisinya ada opa dan oma yang selalu menjadi pendukung setianya. Kalau mamanya belum mereog, tingkah menyebalkannya akan terus berlanjut. “Good boy banget sih kamu jadi anak, Wi.” Kekeh Adnan, mencubit pipi te
Rombongan dengan bus mewah yang berangkat dari Jakarta itu, tiba di Jawa Tengah pada pukul 08:00 pagi waktu setempat. Perjalanan tersebut terbilang cukup lama mengingat mereka beberapa kali singgah untuk bersenang-senang.Ya, bukan untuk beristirahat, tapi untuk bersenang-senang!Terhitung ada sebanyak 5 tempat persinggahan yang mereka jadikan spot untuk mengusir kejenuhan dalam perjalanan. Kegiatan yang dilakukan rombongan itu antara lain adalah makan, mengopi, berghibah dan satu kegiatan yang tak mungkin tertinggal yaitu, membelanjakan uang suami.Sebelum menuju rumah keluarga besar ayah Adnan, mereka juga sempat singgah ke penginapan terdekat untuk menyiapkan diri. Mereka semua mandi dan berdandan disana, memastikan jika diri mereka pantas untuk bertamu serta memampangkan muka.Dari apa yang Lolita dengar dari mulut ibu mertuanya, keluarga besar ayah Adnan sendiri telah mempersiapkan sambutan yang meriah demi menyambut kedatangan mereka. Kegiatan pembelajaran di pondok pesantren di
“Mel..”Lolita membuka pintu kamar yang disediakan untuk sahabatnya. Sebuah ruangan sederhana dengan perabotan selayaknya kamar tidur, tapi entah mengapa terasa begitu nyaman kala masuk ke dalamnya.“Tutup, Lol!” Erang Melisa, terdengar serak.Melihat satu-satunya sahabat yang ia punyai tepar tak berdaya, Lolita pun tak mampu menahan kikikkannya. “Capek banget ya, Bu?” tanya Lolita sembari mendudukkan dirinya pada pinggiran ranjang.Andai Melisa mengatakan ‘iya,’ Lolita akan sangat memaklumi jawaban tersebut. Sepanjang bus menyusuri jalanan, bersama kakak lelakinya, gadis itu membantu menjaga Awi.Ketiganya terlalu energik meski berada di dalam kabin bus. Ia yang melihat saja sampai keheranan. Mereka bertiga tampak seperti tak mempunyai tombol off, ada saja yang dijadikan kegiatan untuk seru-seruan, seakan mereka tak merasakan lelah barang sedikit pun.Eh, eh, ternyata... Asumsinya itu salah! Ketiganya rupanya masihlah seorang manusia biasa. Rasa lelah yang ia pertanyakan eksistensin
“This is it, By.. Disini tempat paling bersejarah yang tadi aku bilang..” “Hah?!” Bercandaan Adnan sungguh tidak menyenangkan. Lolita sampai terperangah dibuatnya. Tempat yang Adnan sebutkan tidak lebih dari sebuah pohon besar dipinggiran jalan setapak yang sekitarnya tertanam beberapa pohon lain. “Haha-haha! Oh, aku tau. Disini pasti pernah dijadiin arena perang ngelawan penjajah kan?!” tanya Lolita dengan tawa sarkasnya. Adnan menggelengkan kepalanya. Pemuda itu kemudian setengah berjongkok, menurunkan sang istri dari punggungnya. “No, No! ini nggak ada hubungannya sama masalah penjajahan dulu, By.” “Nan, kamu paham sarkasme nggak?!” lontar Lolita dengan sadisnya. “Please lah! Kamu ngajak aku jalan jauh cuman buat liatin nih pohon?!” Sebelum sang istri menyemburkan amarahnya, Adnan meraih telapak tangan gadis itu dan berkata, “kamu bener, By. Tapi aku punya alasan kenapa bawa kamu kesini..” Adnan meremas jari-jari Lolita. Kepalanya mendongak, menatap ranting-ranting pohon y
“Bang Adnan, tunggu!”Lolita membuka lebar kedua tangannya, berniat menghalangi laju kaki Adnan.“Kenapa Lol? Lo jangan gangguin gue dulu. Gue ada rapat penting sama anak BEM.”Bisik-Bisik orang sekitar mulai menggema. Mereka mencibir kelakuan Lolita yang tak ada habisnya. Bukan satu atau dua kali anak semester 4 itu mengganggu ketua BEM mereka. Gadis itu selalu menyatakan perasaannya. Entah sudah berapa kali, hasilnya pun tetap sama— ditolak.“Lima menit,” Lolita merekah kan kelima jarinya. “Eh, nggak-nggak!” Kepalanya menggeleng, lalu empat jarinya hingga menyisakan jari telunjuk. “Satu menit aja! Cukup.”Adnan menghela napasnya. Menghadapi fans fanatik seperti Lolita memang membutuhkan kesabaran yang ekstra.“Lol, jawaban gue nggak akan berubah.”“Tenang Bang. Hari ini gue nggak mau nembak lo kok. Serius!” Lolita memasang tampang paling menyakinkan yang dirinya miliki. Tujuannya menghadang pujaan hatinya memang bukan untuk menyatakan perasaan. Ia mempunyai keperluan lain, yang sama
“Loliiiii!!”Brak!! Brak!! Brak!!“Bangun! Kuliah!”“Apa itu kuliah!” Gumam Lolita, bermonolog. Sayup-sayup gendang telinganya mendengar keributan dibalik pintu kamar yang ia tempati.“Maaf Loli nggak kenal yang namanya kuliah! Loli taunya Abang Adnan!” Ditengah matanya yang masih tertutup rapat, Lolita cengengesan tak jelas.“LOLITAAA!!”“His! Nenek sihir, hus! Jangan gangguin mimpi Loli dong! Mau nikah sama Abang Adnan nih!”Gadis muda berusia 20 tahun itu mengubah posisi tidurnya. Tangannya meraih ujung selimut yang melorot ke bawah, menariknya ke atas sampai menutupi seluruh tubuhnya.“Lolita Cantika, anaknya Fuad Gondo Joyo! Bangun apa Mami potong uang jajan kamu!!”Kalimat terakhir yang terdengar ditelinganya, membuat Lolita menyibak selimut. Seluruh nyawanya langsung tertarik, meninggalkan alam mimpi.Persetan dengan pak penghulu yang menanyakan sah atau tidaknya ijab qobul! Semua itu hanyalah bunga tidur belaka. Berbeda dengan ancaman sang mami yang pasti akan menjadi kenyataa
“Ya Ampun, malang banget sih nasib Incess!” Monolog Lolita setelah satu kakinya berhasil menapaki bagian luar jendela kamarnya.Lolita tampaknya harus mengadakan syukuran 7 hari 7 malam. Mengapa tidak— dikarenakan sang mami yang tak menyukai naik-turun tangga, rumah barunya tak harus membuatnya bergelantungan bagaikan Tarzan saat ingin kabur. Ternyata ada gunanya juga memiliki rumah sederhana.“Hiyak!!”Satu gerakan terakhir dan dirinya sukses keluar rumah tanpa perlu berpapasan dengan sang mami.“Berhasil juga gue!”Sebenarnya Lolita tak ingin bersusah-payah keluar. Ia bisa membolos dan mengunci dirinya sampai Bapak Fuad tercinta pulang dari dinasnya.Tapi..Ah! Para pejuang cinta pasti mengerti bagaimana rasanya sehari tak berjumpa dengan gebetan tersayang. Rasanya tuh seperti hidup segan, mati pun tak mau.Unwell sekali-lah kalau menurut Lolita.“Sepi amat yak? Jangan-Jangan gue ditinggal Abang lagi!”Sebelumnya Lolita sudah memohon pada Argam agar setidaknya berbelas kasih, membe
“Mel! Lo bukannya pernah cerita ya, kalau bokap lo ada kenalan dukun sakti. Bisa nggak Mel, lo ajakin gue kesana?!”Lolita mengguncang-guncang lengan Melisa. Jalannya sudah buntu, mungkin satu-satunya cara untuk dapat meluluhkan hati Adnan memang melalui dukun sakti. Bukannya malah sok menjadi dukun seperti yang selama ini dirinya lakukan.“Please, bawa gue ya Mel!”“Heh! Dugong! yang bener aja lo! Bokap gue aja udah pensiun, kenapa jadi giliran lo, yang sukarela, buat jadi human yang tersesat!” “Kepepet, Mel. Tuhan pasti maklum! Gue kan hamba yang tidak berdaya!”“Si Dodol!” Melisa tak bisa menahan tangannya untuk tidak menoyor kepala Lolita. Mana ada gadis setambeng sahabatnya ini. Sudah diperlihatkan kenyataan, matanya tetap saja buta, tak mau mengakui kekalahannya.“Pake cara yang bener-bener aja sih, Lol! Kena azab lo ntar!”Bukan apa-apa ya.. Jika Lolita terkena azab, dirinya pun pasti ikut merasakan pedihnya teguran dari Sang Maha Kuasa itu. Secara Lolita kemana-mana selalu b