“Ya Ampun, malang banget sih nasib Incess!” Monolog Lolita setelah satu kakinya berhasil menapaki bagian luar jendela kamarnya.
Lolita tampaknya harus mengadakan syukuran 7 hari 7 malam. Mengapa tidak— dikarenakan sang mami yang tak menyukai naik-turun tangga, rumah barunya tak harus membuatnya bergelantungan bagaikan Tarzan saat ingin kabur. Ternyata ada gunanya juga memiliki rumah sederhana.
“Hiyak!!”
Satu gerakan terakhir dan dirinya sukses keluar rumah tanpa perlu berpapasan dengan sang mami.
“Berhasil juga gue!”
Sebenarnya Lolita tak ingin bersusah-payah keluar. Ia bisa membolos dan mengunci dirinya sampai Bapak Fuad tercinta pulang dari dinasnya.
Tapi..
Ah! Para pejuang cinta pasti mengerti bagaimana rasanya sehari tak berjumpa dengan gebetan tersayang. Rasanya tuh seperti hidup segan, mati pun tak mau.
Unwell sekali-lah kalau menurut Lolita.
“Sepi amat yak? Jangan-Jangan gue ditinggal Abang lagi!”
Sebelumnya Lolita sudah memohon pada Argam agar setidaknya berbelas kasih, memberikan tebengan gratis untuknya. Lolita yakin kakak tercintanya itu masih memiliki hati nurani mengingat uang sakunya selalu habis sebelum masa refil tiba.
Namun yang terjadi rupanya tak sesuai ekspektasi Lolita. Kuda besi harga ratusan juta yang seharusnya masih terparkir rapi di dalam gerbang rumahnya, raib, tak terlihat meski hanya spakbornya.
“Abang durjana!! Nge-grab kan mayan Bang ke kampus!” Dumel Lolita, kesal. Padahal ia bisa sampai semengenaskan sekarang karena mulus lemes kakaknya. Coba saja kalau dia tidak berbicara aneh-aneh, ia tak perlu menjadi calon gembel dadakan.
“LOLI!! KAMU SEBENERNYA MAU KULIAH, NGGAK?!”
Astaga! Gawat! Maminya yang cantik tapi mirip seperti Grandong kembali menunjukkan eksistensinya di depan kamar. Ia harus segera bergegas keluar dari istana sang penyihir kegelapan.
“Kaboooorrrr!!” Jerit Lolita. Gadis itu berlari sembari mengangkat kedua tangannya ke udara. Melupakan bagian penting dari acara kabur-kaburannya, dengan membiarkan kaca jendela kamarnya tetap terbuka.
Pada akhirnya Lolita sampai di gedung tempatnya menggigiti bangku kuliah. Lima puluh ribunya seketika lenyap. Jika saja dirinya tahu semahal apa tarif untuk bisa sampai ke kampus, ia lebih baik mengendap, mengeluarkan motor maticnya dari garasi.
Nahas— Pikiran brilian itu baru muncul setelah pantatnya mendarat pada jok motor abang ojek online.
Memang ya, derita cinta itu tiada akhir. Lolita saja tidak hanya menderita secara batin karena selalu ditolak, tapi juga secara finansial. Untuk kerugian tersebut, ia akan lebih giat lagi dalam menaklukan gunung es bernama Muhammad Adnan Nabawi.
‘Pokoknya pantang mundur sebelum Bang Adnan mati. Huh-Hah!’
Jangan heran mengapa slogannya sememukau itu. Bagi Lolita jika hanya janur kuning melengkung, tandanya ia masih mempunyai kesempatan. Hanya perlu bercosplay menjadi pelakor lalu menyusup pada bahterai rumah tangga pria idamannya.
Intinya Lolita sang pejuang cinta hanya akan berhenti jika salah satu diantara mereka dijemput oleh malaikat maut.
Statement tersebut tak berkoma karena sudah diberikan tanda titik dibelakangnya.
“Lolaaaiiii!! Looool!!”
“What the fuck!” Lolita tersentak sampai melakukan gerakan silat karena seseorang meneriakkan namanya. “Selow, Anying manggilnya. Lo bikin jantung gue senam SKJ!”
“Si Babik! Urgent ini!” Ucap Melisa. Satu-satunya sahabat yang dapat mengimbangi kegilaan Lolita.
“Kelas perasaan masih setengah jam lagi deh mulainya. Minggu lalu, Pak Bud nggak ngasih tugas kan?” tanya Lolita, sembari menyebutkan nama salah satu dosen pengampu mata kuliah mereka.
Melisa menggelengkan kepala. “Bukaan!! Sejak kapan masalah kuliah jadi penting di otak lo, Lol! This is about Bang Adnan! Dia…” Belum selesai Melisa melapor, Lolita sudah kebakaran jenggot sendiri.
“Laki gue?!” Sentaknya dengan kedua tangan mencengkram pundak-pundak Melisa. “Laki gue yang gantengnya ngalahin Pak Fuad kenapa, Mel?” Lolita mengguncang-guncangkan tubuh Melisa, membuat setiap kata yang keluar dari mulut gadis itu memiliki getaran.
“Ah, Sat!” Amuk Melisa, mendorong Lolita pelan agar terbebas.
“Lo tenang, kept calm. Please siapin mental dulu biar nggak tiba-tiba pengen gantung diri di pohon cabe..”
Perkataan Melisa itu membuat Lolita semakin dilanda kepanikan. “GECE apaan, Mel!” Sejujurnya menunggu Melisa mengungkap apa yang dia lihat jauh lebih menyiksa.
“Barusan gue liat Bang Adnan bareng Mbak-Mbak cantik, Lol! Beuh! Bening!” Papar Melisa menggebu. Mata gadis muda itu memicing, bergerak ke atas-ke bawah seakan tengah memindai penampilan kasual sahabatnya.
“Hijaban, kayak model banget pokoknya.” Melisa ingin mengatakan jika sahabatnya bukanlah apa-apa jika dibandingkan wanita itu. Hanya saja Melisa tak tega. Melawan fans-fans brutal Adnan lainnya saja, Lolita kalah kalau penilaian perbandingannya dari segi fisik.
“Mbak-Mbak?” tanya Lolita.
“Heum.. Kayaknya sih kakaknya, tapi bisa jadi pacarnya. Jaman sekarang kan, yang muda sukanya sama yang tuir-tuir, Lol! Siapa tau seleranya Bang Adnan begitu.”
“The Hell!” Pekik Lolita. Pemaparan Melisa itu berhasil mencuci ulang otak kecil Lolita.
Mau dipikir sekeras apa pun, penalaran yang Melisa sampaikan mungkin ada benarnya. Sepertinya alasan mengapa pujaan hatinya menjomblo dan menolak setiap gadis dikarenakan fetish-nya yang unik itu.
“Huhuhuhu!! Mel! Why? Kenapa Bang Adnan harus suka sama yang lebih tua!” Lolita mengacak rambutnya. Merasa frustasi dengan kenyataan yang sebenarnya masih sangatlah abu.
“Nggak bisa! Gue harus liat tuh mbak-mbak modelannya gimana! At least, kalau gue bisa copy-paste penampilannya, Bang Adnan bakalan kecantol sama gue!”
“Lol!” Melisa menggaruk kepalanya. “Konsepnya nggak begitu, nggak sih?! Masalah utamanya kayaknya bukan dipenampilan deh!”
“Heol! Terus apa dong?”
“Umur nggak sih?! Kan dia kecantolnya sama yang tua-tua!”
“Fuck! Masa iya gue nyogok orang pemerintahan buat naikin umur gue di KTP sih, Mel?!”
Jika hal tersebut bisa dilakukan, Lolita tak akan peduli dengan biayanya. Berapa pun kocek yang harus dirogoh dalam-dalam ia pasti sanggup mengeluarkannya. Ia tinggal mencuri salah satu sertifikat yang kelak juga akan diberikan padanya usai orang tuanya meninggal.
Yah, hitung-hitung mencicil harta warisan sebelum waktu kematian tiba suatu hari nanti. Toh— Ia hanya mengambil bagiannya saja.
“Ngaco! Lo pikir Dukcapil punya nenek moyang lo!” Sembur Melisa sembari menoyor kepala Lolita.
“Mending lo liat dulu deh spek bidadari yang disukain Bang Adnan! Abis liat ntar, lo better pikir-pikir lagi, Lol! Gue takutnya lo masuk RSJ cuman gara-gara lakik doang!”
“Sembarangan lo! Kalau gue nggak waras, gimana ceritanya gue bisa suka Bang Adnan!” Hardik Lolita, tak terima.
Padahal dimata Melisa, dengan Lolita mengejar-ngejar Adnan saja sudah mengindikasikan jika sahabatnya memang gila.
“Lo pokoknya tahan diri ya, Lol! Liatin aja pake mata, bacot lo nggak usah ikut-ikutan!”
“Iya! Iya! Paham gue!”
Benar saja— Melisa tak berbohong. Wanita yang Lolita tafsir beberapa tahun lebih tua dari lelaki incarannya itu memang sangat cantik. Hijab yang dikenakan tak sedikit pun mengurangi poin seratus yang matanya berikan.
Hijaban aja cantik, gimana kalau nggak hijaban yak?!— batin Lolita.
Ditempatnya Lolita hanya bisa terpaku. Mengagumi sosok yang pastinya dapat memenangkan hati pujaannya. Ilmu pelet yang dirinya pelajari secara otodidak nyatanya tak membuahkan hasil.
Semua pengorbanannya sia-sia. Begadang yang setiap malam dirinya lakukan ternyata tak berguna. Belum lagi uang sakunya yang terus saja dipotong setelah kakaknya mengadu pada sang mami.
Haruskah ia menyerah? Tapi menyerah sekarang sama saja membuang jerih payahnya selama ini.
Tapi wanita yang bersama lelaki idamannya sungguhlah sempurna.
“Mel! Lo bukannya pernah cerita ya, kalau bokap lo ada kenalan dukun sakti. Bisa nggak Mel, lo ajakin gue kesana?!”
“Mel! Lo bukannya pernah cerita ya, kalau bokap lo ada kenalan dukun sakti. Bisa nggak Mel, lo ajakin gue kesana?!”Lolita mengguncang-guncang lengan Melisa. Jalannya sudah buntu, mungkin satu-satunya cara untuk dapat meluluhkan hati Adnan memang melalui dukun sakti. Bukannya malah sok menjadi dukun seperti yang selama ini dirinya lakukan.“Please, bawa gue ya Mel!”“Heh! Dugong! yang bener aja lo! Bokap gue aja udah pensiun, kenapa jadi giliran lo, yang sukarela, buat jadi human yang tersesat!” “Kepepet, Mel. Tuhan pasti maklum! Gue kan hamba yang tidak berdaya!”“Si Dodol!” Melisa tak bisa menahan tangannya untuk tidak menoyor kepala Lolita. Mana ada gadis setambeng sahabatnya ini. Sudah diperlihatkan kenyataan, matanya tetap saja buta, tak mau mengakui kekalahannya.“Pake cara yang bener-bener aja sih, Lol! Kena azab lo ntar!”Bukan apa-apa ya.. Jika Lolita terkena azab, dirinya pun pasti ikut merasakan pedihnya teguran dari Sang Maha Kuasa itu. Secara Lolita kemana-mana selalu b
Plak!“Anjing! Sakit!” Jerit keduanya, bersamaan.Bukan mimpi! Semuanya nyata! Kartu nama digenggamannya pun tidak menghilang, meski wanita yang mengaku menjadi ibu dari pujaan hatinya, tak lagi terlihat didepan mata.“Real, Mel!”Panas dipipinya membuktikan jika dirinya memang tidak sedang berhalusinasi.“Ho’oh!”“Aaakk!! Gue bakalan jadi bininya Bang Adnan kan, Mel?!” Girang Lolita. “Khitbah itu ngelamar kan ya?”“Setahu gue gitu, Lol!”Mendengar suara tak bertenaga Melisa, Lolita pun geram. “Heh!” Hardiknya dengan telapak tangan mendaratkan tamparan pada paha sahabatnya.“Lo kayaknya nggak seneng amat! Jangan bilang kalau lo nggak bahagia ya, Mel!”“Apaan sih, Combro!”“Ya lo kan salah satu fans Bang Adnan juga!” Ucap Lolita, menyampaikan apa yang melatar belakangi pemikirannya.Di kampus, siapa sih yang tidak jatuh hati pada pemuda bernama Muhammad Adnan Nabawi itu. Selain parasnya yang rupawan, tunggangannya pun menjadi yang paling mentereng dibandingkan anak orang kaya lainnya.
“Lol, lo beneran?”Melisa turut prihatin atas patah hati terbesar sahabatnya. Lolita menyukai kakak tingkat mereka sejak memasuki dunia perkuliahan.Kala itu si Ketua BEMU saat ini belum memiliki jabatan yang penting. Dia hanyalah salah satu panitia OSPEK di dalam grup kecil yang mempertemukan dirinya dengan Lolita.Ada satu peristiwa yang membuat sahabatnya jatuh hati, dan peristiwa itulah yang mungkin membekas pada benak Lolita.“Kalau kata orang jaman dulu, Lol. Sebelum bendera kuning ada di depan rumah, tandanya lo masih punya kesempatan.”“Ck, Mel! Lo nggak denger tadi Bang Adnan bilang apaan?” Decak Lolita santai, seolah dirinya baik-baik saja.“Udahlah! Cinta nggak harus memiliki kok. Gue nggak sebebal itu, Mel! Gue bukan tipenya, dia sendiri yang bilang.”“Lol, huhuhu!”Melisa mengulurkan lengannya, merangkul tubuh Lolita dari samping.“Tragis banget kisah cinta lo, Lolai! Kenapa nggak dari satu tahun lalu aja Bang Adnan ngomong begitu sih. Sia-sia parah kegoblokan lo selama i
Lolita mendesah. Tubuhnya lesu, seperti sebuah robot yang kehabisan daya.Satu hari bahkan belum berhasil dirinya lalui, tapi entah mengapa, ia merasa waktu disekitarnya melambat.Pergerakan ini sangat berbeda ketika dirinya masih sering merecoki Adnan. Biasanya ia mengutuk jam digital di ponselnya, yang bergerak begitu cepat.‘Fiuh! Berat ternyata, Bestie! Kapan sorenya ini?! Gue pengen balik, huhuhu!’Lolita bosan. Kini ia menyadari betapa bodoh dirinya selama ini. Andai saja ia tak jatuh hati pada seorang Adnan, ia mungkin memiliki kegiatan yang berfaedah di kampus.Contohnya saja, mengikuti salah satu organisasi fakultas, seperti apa yang dilakukan Melisa. Meskipun menjadi regu sorak dan tukang pembuat huru-hara, setidaknya hidupnya cukup berguna bagi Psikologinya tercinta.“Kambing! Jangan-jangan, gue lagi yang selama ini dipelet. Makanya bisa bego nggak ada obat!” Gerutu Lolita. Ia melipat kedua tangannya di atas dada. Mencoba memikirkan kalimat yang keluar dari mulutnya.“Wah,
Kemarin, waktu berlalu begitu saja, begitu pun dengan hari-hari selanjutnya. Lolita Cantika, gadis yang selama ini dikenal selalu ingin menempel pada tubuh si ketua BEM Universitas tetap ramai dibicarakan, tetapi dengan bahan gosip yang berbeda.Lolita mendapatkan julukan baru di lingkungan kampusnya, yakni sebagai player kelas kakap. Hal tersebut bermula dari pesta perayaan kembalinya otaknya.Kehadirannya bersama Richi saat pesta perayaan pribadinya dinilai negatif, oleh orang-orang yang melihat keberadaan mereka di kantin kala itu. Gosip mengenai dirinya yang merubah haluan pun berhembus sangat kencang, meski hubungan Richi dan kekasihnya tampak baik-baik saja dimuka umum.Lolita— Fans Garis Keras Ketua BEM, Patah Hati Lagi?!“Ck! Wartawan Kampus ngapain ngangkat berita nggak guna gini sih?! Mana Bang Richi ikut kebawa-bawa. Sampah banget!” Dumel Lolita usai membaca buletin kampus yang dikirimkan Melisa beberapa menit lalu.Saking niatnya, kehidupan asmara Richi sampai dibawa-bawa.
“Kamu?”Berjam-jam lamanya Lolita memikirkan satu kata yang telinganya dengar dari mulut Adnan.Ia tidak salah. Telinganya sangat sehat. Ketua BEM yang menyakiti hati dan harga dirinya itu, memang menggunakan panggilan yang berbeda siang tadi.Alih-alih lo, Adnan menyebutkan kata kamu.KAMU!!!Seakan-akan mereka saling mengenal dekat, lebih dari fans dan idolanya.“Argh! Babik! Apa sih maksudnya tuh laki?!” Kesal Lolita sembari mendudukkan dirinya di atas ranjang.Lolita menggigit bibir bagian bawahnya. Ia sungguh ingin bercerita tentang tingkah aneh Adnan pada Melisa. Namun ia takut membuat s
Dalam satu malam, dunia yang Lolita tinggali gonjang-ganjing. Ketika dirinya terjaga di pagi harinya, cincin yang Adnan lingkarkan dijarinya masih terpasang, seolah menegaskan jika keberadaannya bukan lah mimpi belaka.Laki-laki itu juga mengirimkan pesan melalui aplikasi perpesanan yang sebelumnya pria itu blokir. Mengucapkan selamat pagi lalu menyampaikan niatnya untuk menjemput dirinya. Tentu saja dengan segenap kesadarannya, Lolita menolak niat tersebut. Ia mengatakan akan berangkat ke kampus bersama abang tersayangnya.Hell!Lolita tidak segila itu. Menerima ajakan Adnan sama saja membiarkan kehebohan terjadi. Warga kampus pasti akan mengolok-ngolok dirinya tanpa tahu kejelasan dibalik bersamanya mereka.‘Ya mana percaya sih mereka kalau diceritain. Gue paling-paling dikira nggak waras sama mereka!’ Grundel Lolita di dalam hati.“Turun, woi! Udah nyampe nih kita!”
Pejuang cintanya terkapar— begitu mungkin judul yang tepat untuk disematkan pada berita terbaru terkait Lolita Cantika. Kabar mengenai Lolita yang berhasil mendapatkan si Ketua BEM langsung menyeruak, menyebar sampai ke sudut-sudut kampus. Berita tersebut tersebar secepat kekuatan cahaya, mengalahkan si bintang utama yang tak kunjung siuman dari pingsannya. Melisa menatap sengit Adnan yang setia menemani Lolita. Pemuda itu berdiri tepat disamping Kasur yang Lolita gunakan, sedangkan Melisa duduk manis pada sisi yang berlawanan. “Kita harus ngobrol empat mata, Bang Ad-Piiiip!” Efek terlalu mendalami peran sebagai pembenci Adnan garis keras, sampai saat ini mulut Melisa secara otomatis masih melakukan sensor pada nama pemuda itu. Hal tersebut merupakan bentuk solidaritasnya terhadap Lolita. Bersama sang sahabat, keduanya meninggalkan fans club yang dulunya menaungi nama mereka. “Pergi deh lo berdua! Loli biar gue yang jagain.” Ucap Argam sembari mengibas-ngibaskan tangannya, perta