“Bang Adnan, tunggu!”
Lolita membuka lebar kedua tangannya, berniat menghalangi laju kaki Adnan.
“Kenapa Lol? Lo jangan gangguin gue dulu. Gue ada rapat penting sama anak BEM.”
Bisik-Bisik orang sekitar mulai menggema. Mereka mencibir kelakuan Lolita yang tak ada habisnya. Bukan satu atau dua kali anak semester 4 itu mengganggu ketua BEM mereka. Gadis itu selalu menyatakan perasaannya. Entah sudah berapa kali, hasilnya pun tetap sama— ditolak.
“Lima menit,” Lolita merekah kan kelima jarinya. “Eh, nggak-nggak!” Kepalanya menggeleng, lalu empat jarinya hingga menyisakan jari telunjuk. “Satu menit aja! Cukup.”
Adnan menghela napasnya. Menghadapi fans fanatik seperti Lolita memang membutuhkan kesabaran yang ekstra.
“Lol, jawaban gue nggak akan berubah.”
“Tenang Bang. Hari ini gue nggak mau nembak lo kok. Serius!” Lolita memasang tampang paling menyakinkan yang dirinya miliki. Tujuannya menghadang pujaan hatinya memang bukan untuk menyatakan perasaan. Ia mempunyai keperluan lain, yang sama pentingnya dengan menunjukkan rasa cintanya pada pemuda itu.
“Apaan? Tolong cepetan, Lol. Anak-anak nungguin gue!”
“Oke!”
Lolita menghirup udara melalui kedua lubang hidungnya. Ia mengambil napas dalam sebelum mengeluarkannya cepat.
“Bang Adnan, tatap mata gue!” Pinta Lolita dengan nada seriusnya.
“Bukan muhrim!”
Seketika saja Lolita tersentak. Bagaimana ini. Ritual pemeletannya tidak mungkin bisa dilakukan jika Adnan tak menatap matanya. Ia belum mempelajari kesaktian mandraguna dukun-dukun populer Indonesia.
‘Hais! Coba aja dulu! Katanya asal yakin, bisa! Kan pake kekuatan pelet kemauan diri!’ batinnya, menyemangati diri sendiri. Ambisi dan tulusnya perasaannya pasti bisa dijadikan sebagai dorongan kekuatan. Intinya! Yakin saja dulu. Kalau gagal coba lagi nanti.
“Ya udah, nggak usah tatap-tatapan. Nggak lagi shooting film India juga.”
Dia mau ngapain sih? Makin kesini, makin kesana tuh adek tingkat.
Udah semenit nggak sih? Harusnya Bang Adnan udah cabut nih.
Kalimat terakhir yang merasuk ke dalam gendang telinga Talita membuat gadis muda itu segera bergegas. Jangan sampai misi membacakan mantranya tidak terlaksana.
“Aaaa!!!” Teriak Lolita. Tangan kanannya terangkat, mendarat tak jauh dari wajah tampan Adanan. “Badabum.. Badabum! Cemriwing! Wing! Buat Bang Adnan terkintil-kintil! Bwah!” Terakhir, tangannya bergerak seperti orang yang sedang memercikan air ke wajah pemuda dihadapannya.
“Udah! Bye, Bang!!” Ucap Lolita lalu berlari cepat meninggalkan Adnan dan orang-orang yang terpelongo melihat tingkahnya.
Gema tawa menyeruak. Mereka menertawakan keabsurd-an Lolita. Sajian siang hari yang benar-benar menghibur jiwa kemalasan para mahasiswa. Sepertinya rasa suka gadis itu pada si ketua BEM sudah memasuki fase depresi. Anak itu menggila sampai-sampai melakukan hal sereceh tadi.
“Nan, lo baik-baik aja?” tanya sahabat Adnan, Richi. “Lo nggak beneran kena peletnya tuh bocah tengik kan?”
“Hah? Itu tadi gue dipelet? Kok nggak berasa apa-apa, selain malu sendiri sama kelakuannya?” Beo Adnan. Pemuda itu menggaruk kepalanya.
“Ck! Mana bisa lo dipelet. Bokap lo shalatnya kenceng! Jalan lagi aja. Anak-anak nunggu kita.”
Adnan mengangguk. Berhubung kendala terberat di kehidupannya sudah tak lagi mengganggu, ia kembali melanjutkan langkah tanpa peduli dengan reaksi para mahasiswa.
Di Sudut lapangan futsal yang menjadi perantara terhubungnya dua fakultas, Argam Gondo Joyo— Kakak Lolita, mengepalkan jari-jarinya. Ia ikut shock dengan perilaku ajaib adiknya itu.
“Gam, Adek lo makin-makin.” Celetuk teman Argam. “Bawa ke psikiater gih! Takutnya LCD-nya kena, Nyet!”
Wah— Maminya harus tahu perihal kebodohan adiknya ini. Bisa-Bisanya anak itu kembali mempermalukan diri hanya untuk seorang manusia.
“LOLITA CANTIKA! LO NGAPAIN ANJENG!” Kesal Argam. Minta diguyur air kembang setaman memang adiknya itu. Perasaan Argam, setan ditubuh adiknya kenapa tak kunjung menghilang sampai sekarang.
“Loliiiii!!”Brak!! Brak!! Brak!!“Bangun! Kuliah!”“Apa itu kuliah!” Gumam Lolita, bermonolog. Sayup-sayup gendang telinganya mendengar keributan dibalik pintu kamar yang ia tempati.“Maaf Loli nggak kenal yang namanya kuliah! Loli taunya Abang Adnan!” Ditengah matanya yang masih tertutup rapat, Lolita cengengesan tak jelas.“LOLITAAA!!”“His! Nenek sihir, hus! Jangan gangguin mimpi Loli dong! Mau nikah sama Abang Adnan nih!”Gadis muda berusia 20 tahun itu mengubah posisi tidurnya. Tangannya meraih ujung selimut yang melorot ke bawah, menariknya ke atas sampai menutupi seluruh tubuhnya.“Lolita Cantika, anaknya Fuad Gondo Joyo! Bangun apa Mami potong uang jajan kamu!!”Kalimat terakhir yang terdengar ditelinganya, membuat Lolita menyibak selimut. Seluruh nyawanya langsung tertarik, meninggalkan alam mimpi.Persetan dengan pak penghulu yang menanyakan sah atau tidaknya ijab qobul! Semua itu hanyalah bunga tidur belaka. Berbeda dengan ancaman sang mami yang pasti akan menjadi kenyataa
“Ya Ampun, malang banget sih nasib Incess!” Monolog Lolita setelah satu kakinya berhasil menapaki bagian luar jendela kamarnya.Lolita tampaknya harus mengadakan syukuran 7 hari 7 malam. Mengapa tidak— dikarenakan sang mami yang tak menyukai naik-turun tangga, rumah barunya tak harus membuatnya bergelantungan bagaikan Tarzan saat ingin kabur. Ternyata ada gunanya juga memiliki rumah sederhana.“Hiyak!!”Satu gerakan terakhir dan dirinya sukses keluar rumah tanpa perlu berpapasan dengan sang mami.“Berhasil juga gue!”Sebenarnya Lolita tak ingin bersusah-payah keluar. Ia bisa membolos dan mengunci dirinya sampai Bapak Fuad tercinta pulang dari dinasnya.Tapi..Ah! Para pejuang cinta pasti mengerti bagaimana rasanya sehari tak berjumpa dengan gebetan tersayang. Rasanya tuh seperti hidup segan, mati pun tak mau.Unwell sekali-lah kalau menurut Lolita.“Sepi amat yak? Jangan-Jangan gue ditinggal Abang lagi!”Sebelumnya Lolita sudah memohon pada Argam agar setidaknya berbelas kasih, membe
“Mel! Lo bukannya pernah cerita ya, kalau bokap lo ada kenalan dukun sakti. Bisa nggak Mel, lo ajakin gue kesana?!”Lolita mengguncang-guncang lengan Melisa. Jalannya sudah buntu, mungkin satu-satunya cara untuk dapat meluluhkan hati Adnan memang melalui dukun sakti. Bukannya malah sok menjadi dukun seperti yang selama ini dirinya lakukan.“Please, bawa gue ya Mel!”“Heh! Dugong! yang bener aja lo! Bokap gue aja udah pensiun, kenapa jadi giliran lo, yang sukarela, buat jadi human yang tersesat!” “Kepepet, Mel. Tuhan pasti maklum! Gue kan hamba yang tidak berdaya!”“Si Dodol!” Melisa tak bisa menahan tangannya untuk tidak menoyor kepala Lolita. Mana ada gadis setambeng sahabatnya ini. Sudah diperlihatkan kenyataan, matanya tetap saja buta, tak mau mengakui kekalahannya.“Pake cara yang bener-bener aja sih, Lol! Kena azab lo ntar!”Bukan apa-apa ya.. Jika Lolita terkena azab, dirinya pun pasti ikut merasakan pedihnya teguran dari Sang Maha Kuasa itu. Secara Lolita kemana-mana selalu b
Plak!“Anjing! Sakit!” Jerit keduanya, bersamaan.Bukan mimpi! Semuanya nyata! Kartu nama digenggamannya pun tidak menghilang, meski wanita yang mengaku menjadi ibu dari pujaan hatinya, tak lagi terlihat didepan mata.“Real, Mel!”Panas dipipinya membuktikan jika dirinya memang tidak sedang berhalusinasi.“Ho’oh!”“Aaakk!! Gue bakalan jadi bininya Bang Adnan kan, Mel?!” Girang Lolita. “Khitbah itu ngelamar kan ya?”“Setahu gue gitu, Lol!”Mendengar suara tak bertenaga Melisa, Lolita pun geram. “Heh!” Hardiknya dengan telapak tangan mendaratkan tamparan pada paha sahabatnya.“Lo kayaknya nggak seneng amat! Jangan bilang kalau lo nggak bahagia ya, Mel!”“Apaan sih, Combro!”“Ya lo kan salah satu fans Bang Adnan juga!” Ucap Lolita, menyampaikan apa yang melatar belakangi pemikirannya.Di kampus, siapa sih yang tidak jatuh hati pada pemuda bernama Muhammad Adnan Nabawi itu. Selain parasnya yang rupawan, tunggangannya pun menjadi yang paling mentereng dibandingkan anak orang kaya lainnya.
“Lol, lo beneran?”Melisa turut prihatin atas patah hati terbesar sahabatnya. Lolita menyukai kakak tingkat mereka sejak memasuki dunia perkuliahan.Kala itu si Ketua BEMU saat ini belum memiliki jabatan yang penting. Dia hanyalah salah satu panitia OSPEK di dalam grup kecil yang mempertemukan dirinya dengan Lolita.Ada satu peristiwa yang membuat sahabatnya jatuh hati, dan peristiwa itulah yang mungkin membekas pada benak Lolita.“Kalau kata orang jaman dulu, Lol. Sebelum bendera kuning ada di depan rumah, tandanya lo masih punya kesempatan.”“Ck, Mel! Lo nggak denger tadi Bang Adnan bilang apaan?” Decak Lolita santai, seolah dirinya baik-baik saja.“Udahlah! Cinta nggak harus memiliki kok. Gue nggak sebebal itu, Mel! Gue bukan tipenya, dia sendiri yang bilang.”“Lol, huhuhu!”Melisa mengulurkan lengannya, merangkul tubuh Lolita dari samping.“Tragis banget kisah cinta lo, Lolai! Kenapa nggak dari satu tahun lalu aja Bang Adnan ngomong begitu sih. Sia-sia parah kegoblokan lo selama i
Lolita mendesah. Tubuhnya lesu, seperti sebuah robot yang kehabisan daya.Satu hari bahkan belum berhasil dirinya lalui, tapi entah mengapa, ia merasa waktu disekitarnya melambat.Pergerakan ini sangat berbeda ketika dirinya masih sering merecoki Adnan. Biasanya ia mengutuk jam digital di ponselnya, yang bergerak begitu cepat.‘Fiuh! Berat ternyata, Bestie! Kapan sorenya ini?! Gue pengen balik, huhuhu!’Lolita bosan. Kini ia menyadari betapa bodoh dirinya selama ini. Andai saja ia tak jatuh hati pada seorang Adnan, ia mungkin memiliki kegiatan yang berfaedah di kampus.Contohnya saja, mengikuti salah satu organisasi fakultas, seperti apa yang dilakukan Melisa. Meskipun menjadi regu sorak dan tukang pembuat huru-hara, setidaknya hidupnya cukup berguna bagi Psikologinya tercinta.“Kambing! Jangan-jangan, gue lagi yang selama ini dipelet. Makanya bisa bego nggak ada obat!” Gerutu Lolita. Ia melipat kedua tangannya di atas dada. Mencoba memikirkan kalimat yang keluar dari mulutnya.“Wah,
Kemarin, waktu berlalu begitu saja, begitu pun dengan hari-hari selanjutnya. Lolita Cantika, gadis yang selama ini dikenal selalu ingin menempel pada tubuh si ketua BEM Universitas tetap ramai dibicarakan, tetapi dengan bahan gosip yang berbeda.Lolita mendapatkan julukan baru di lingkungan kampusnya, yakni sebagai player kelas kakap. Hal tersebut bermula dari pesta perayaan kembalinya otaknya.Kehadirannya bersama Richi saat pesta perayaan pribadinya dinilai negatif, oleh orang-orang yang melihat keberadaan mereka di kantin kala itu. Gosip mengenai dirinya yang merubah haluan pun berhembus sangat kencang, meski hubungan Richi dan kekasihnya tampak baik-baik saja dimuka umum.Lolita— Fans Garis Keras Ketua BEM, Patah Hati Lagi?!“Ck! Wartawan Kampus ngapain ngangkat berita nggak guna gini sih?! Mana Bang Richi ikut kebawa-bawa. Sampah banget!” Dumel Lolita usai membaca buletin kampus yang dikirimkan Melisa beberapa menit lalu.Saking niatnya, kehidupan asmara Richi sampai dibawa-bawa.
“Kamu?”Berjam-jam lamanya Lolita memikirkan satu kata yang telinganya dengar dari mulut Adnan.Ia tidak salah. Telinganya sangat sehat. Ketua BEM yang menyakiti hati dan harga dirinya itu, memang menggunakan panggilan yang berbeda siang tadi.Alih-alih lo, Adnan menyebutkan kata kamu.KAMU!!!Seakan-akan mereka saling mengenal dekat, lebih dari fans dan idolanya.“Argh! Babik! Apa sih maksudnya tuh laki?!” Kesal Lolita sembari mendudukkan dirinya di atas ranjang.Lolita menggigit bibir bagian bawahnya. Ia sungguh ingin bercerita tentang tingkah aneh Adnan pada Melisa. Namun ia takut membuat s