“Dapet berapa Lol?”Lolita mengerjapkan mata. Ia menangkap arah pandang Melisa yang mengarah pada uang di dalam genggamannya.Penasaran seperti hal-nya Melisa, Lolita pun menghitungnya. Bola matanya seketika melotot, “gopek, Anjing!” kemudian terpekik hebat usai mengetahui besarnya uang jajan yang Adnan berikan.“Gop-Gopek?” Ulang Melisa ikut terkejut. Sahabat Lolita itu bahkan sampai tergagap.“Heum,” gumam Lolita sembari menganggukkan kepalanya.“B-Bang Adnan bilang, itu buat jajan hari ini kan?”“Iy-iya,” jawab Lolita, kini sama tergagapnya sebab diingatkan kembali dengan kata-kata tersebut.Lolita pun memandang uang dalam genggamannya.Gila, ini benar-benar gila! Satu hari diberikan uang jajan sebesar 500 ribu di kampus dan ia boleh meminta lagi ketika tidak cukup!Sebenarnya, dimana otak Adnan ketika mengatakannya?! Meski ia bukan orang miskin, tapi uang sebesar itu tetaplah tidak masuk akal. Harga untuk tiga kali makan besar di kampus saja mungkin hanya 100 ribu, jika menghabis
Sampai kapan mau begini?Lolita pegal karena harus terus membungkuk. Belum lagi tangannya yang membelai kepala Adnan mulai lelah.“No,” pekik Adnan ketika Lolita hendak menarik diri.“Jangan tinggalin aku.”“Please, jangan pergi,” ucap pemuda itu lirih, mengira Lolita akan meninggalkan dirinya.“Bang! Gue capek ya! Lo kalau masih mau nangis, nangis aja nggak apa-apa. Gue mau mandi terus lanjut tidur.”Mau pergi kemana juga gue, malem-malem gini?! Balik ke rumah paling diusir. Mami kayaknya bahagia tanpa gue— batin Lolita sembari mengingat-ingat pesan yang dikirimkan maminya dua hari lalu.“Ak-Aku kirain, kamu mau ninggalin aku,” cicit Adnan ragu-ragu mengemukakan ketakutannya.“Nggak sekarang juga sih kalau pun pengen.”Ya kali, menjadi janda setelah dua tiga hari menikah. Bisa-bisa dirinya tercatat sebagai janda termuda sekaligus tersingkat di Indonesia.Keviralan yang tidak menguntungkan!Adnan panik. Pemuda itu semakin takut. “Loli, nikah itu sekali seumur hidup. Kita nggak boleh p
“Sayang, maaf ya. Ibu tiba-tiba harus jemput Oma sama Opa di rumah Mbah. Belanjanya kita tunda beberapa hari, nggak apa-apa ya?!”Lolita mengangguk cepat, “iya, Bu!” jawabnya super semangat.Belanja!Satu kata itu membuatnya trauma. Baru kemarin jiwa kaum sederhananya diguncang habis-habisan. Ia justru merasa lega ketika ibu mertuanya bertolak ke luar kota.Terima kasih kepada oma dan opa Adnan yang menyelamatkan kaum mendang-mending seperti dirinya. Ucapan terima kasih saja sepertinya tidak cukup. Nanti ia akan mendoakan umur panjang untuk keduanya saat niat ibadahnya kuat.“Baik-baik ya kalian berdua. Jangan berantem. Mas Adnan, istrinya dijagain, terus disenengin. Tolong jangan pelit-pelit, duit jajan Mas Adnan kan banyak.”“Nggih, Bu. Apa aja yang Loli mau, pasti Mas Adnan beliin.”“Ajak ke showroom, Mas. Loli juga butuh mobil. Takutnya pas dia pengen jalan-jalan, Mas Adnan sibuk.”Buagh!Lolita kembali dihantam shock. Ginjal dan organ lain dalam tubuhnya meronta-ronta. Bukan lagi
“Mami shock sampe nggak bisa berkiti-kiti,” bisik Argam ditelinga sang adik, “makanya nggak keluar kamar.”“Hihihi,” Lolita terkikik. “Berarti kita langsung caw aja yak?” tanya Lolita. Tidak mungkin papinya akan melepaskan kepergian menantunya. Pria itu kan bucin sejati. Dia pasti memilih berada di sisi istrinya yang sedang tidak baik-baik saja.“Kita nggak pamitan sama Papi, Mami, Gam?”“Nggak perlu, udah gue wakilin, Bro!” Argam merangkul batang leher adik iparnya, “si Mami yang ada malah pingsan liat mantunya.”Keuk!Secara sekarang menantu laki-lakinya yang tampan, terlihat seperti patung emas murni hidup yang berjalan.Lolita jadi ingin terbahak. Semula ia dimarahi habis-habisan karena dianggap tak bersyukur. Setelah mengetahui kebenarannya, seperti kata Argam sang kakak, wanita itu bahkan sampai tak bisa lagi berkata-kata.ini bukan tentang dirinya yang tidak mensyukuri nikmat Tuhan, tapi tentang adanya kesenjangan dari gaya hidup mereka yang jelas-jelas berbeda.“Lo yakin mau b
Adnan seperti yang dulu?!Hanya dengan memikirkannya saja, dada Lolita rasanya seperti tengah diremas-remas. Ia seolah ditarik mundur pada masa kelam itu. Masa dimana segala perjuangannya tak terlihat dimata teduh Adnan.Lolita tak dapat mendeskripsikan perasaannya. Hanya saja, perasaan tidak mengenakan itu terasa berbeda. Kali ini rasa perih tak memenuhi dadanya. Ada perasaan baru yang muncul, setelah provokasi yang kakaknya lakukan dan sialnya, ia menyadarinya.Perasaan itu bernama tak rela.Setelah apa yang mereka lalui beberapa hari ini— tepatnya usai keduanya terikat ikatan paling sakral di seluruh muka bumi, kembalinya Adnan seperti dahulu kala akan merobek seluruh hatinya yang tersisa.“Yang!”“Lol!”Dua seruan dengan panggilan yang berbeda menyadarkan Lolita dari lamunannya.“Eh— Udah sampe?” tanya Lolita sembari melemparkan pandangan ke luar mobil.“Gila ya, Dek! Congekan apa gimana sih?! Kita panggil-panggil, udah kayak beda alam aja lo!”“Sorry, lagi mikirin deadline tugas
Perjalanan liburan singkat yang mereka rencanakan, harus terhenti sebelum mereka sempat keluar dari area Jakarta. Alasannya tentu karena Lolita yang mereog.Awalnya gadis itu hanya meminta untuk diturunkan di pinggir jalan. Lolita ingin pulang dan meminta mereka melanjutkan agenda tanpa dirinya. Namun Adnan tak mengindahkan permintaan sang istri, lalu mengambil keputusan untuk membatalkan acara liburan yang disusunnya.“Maunya pulang ke rumah Mami! Gue nggak mau disini!”Di dalam mobil yang terparkir di halaman luas kediaman keluarga Sujatmiko, Lolita berkeras hati untuk tidak ingin turun. Permintaan maaf Adnan dan kedua sepupunya tak membuat Lolita luluh. Argam yang melihat kelakuan adiknya pun menjadi sangat kesal.“Nan, minggir! Kelamaan kalau lo bujukinnya lembut begitu,” ujar Argam. Ia sudah dongkol setengah mati dengan ketantruman adik semata wayangnya. Karena adiknya, para sepupu Adnan sampai dipulangkan ke rumah mereka.“Iya, Bang! Lo mundur aja! Biar Bang Argam yang turun tan
“Yang, maksud kamu dibawah tadi apa? Pengen dibuatin SPBU?”“Hah?” Mulut Lolita terbuka. Rahangnya jatuh ke bawah, efek terlalu terkejut mendengar pertanyaan Adnan.Pria yang baru saja menyusul keberadaan Lolita itu pun mengambil tempat duduk disamping istrinya. “Mau dari perusahaan mana, Yang? Biar aku mintain ke Ayah.”Adnan berbicara dengan mimik muka serius, sehingga membuat Lolita tahu, jika suaminya ini tidak sedang dalam mode bercanda.“Kap-Kapan gue minta dibuatin pom bensin?”“Loh, tadi. Katanya mulai dari nol— itu bukannya kode ya?”Plak!!Gemas, Lolita pun mendaratkan pukulan pada pundak Adnan. “Goblog!” makinya sedikit bernada. Lolita kira Adnan itu pintar, ternyata pemuda itu tak pandai dalam menafsirkan kata-kata.“Maksudnya tuh hubungan kita yang mulai dari nol! Bukannya minta bikinin lahan biar gue bisa ngomong begitu ke orang!”Lolita menepuk keningnya mandiri. Sulit memang jika berkata-kata dengan orang kelebihan uang. Segala hal bisa diasumsikan ke dalam ranah per-u
Malam semakin larut, tapi rasa kantuk tak kunjung singgah, menyapa diri Lolita. Padahal ini merupakan kesempatan untuk dirinya lolos dari jerat janji tak tertulisnya dengan Adnan.“Nggak naik-naik ini orang!” gumam Lolita. Ia pun melirik jam digital yang terdapat pada sudut layar ponselnya. Angka disana telah menunjukkan pukul 10 malam dan Adnan belum juga membuka pintu kamar mereka.“Sesibuk itu ya jadi ketua BEM?” monolog Lolita.Lolita tidak tahu apa yang Adnan lakukan di bawah sana. Pemuda itu hanya meminta izin untuk mengurus beberapa pekerjaan diorganisasinya. Kalau Lolita tidak salah hitung, sudah 2 jam lamanya Adnan tak kembali.“Bang Argam juga anak BEM, tapi dia nggak sesibuk ini ah perasaan.”Kata ‘sibuk,’ tak pernah tampak dari diri kakaknya. Selama di rumah, sang kakak justru terlihat sangat santai. Pekerjaannya tidak jauh dari bermain gim dan mengganggu dirinya.“Gue ngapain sih,” gumam Lolita.Sadar dengan apa yang sedang dirinya lakukan, Lolita pun mengacak pangkal ram