Lift berdenting dan pintunya pun terbuka.
Angel yang tadi sempat sibuk kembali dengan pikirannya, sudah setengah berjalan masuk ke lift. Namun kemudian, langkahnya mendadak berhenti.
Lift yang dia tunggu, rupanya tidak kosong.
Ada seorang lelaki yang tengah berdiri sambil bersandar ke dinding lift, dengan kepala yang sedikit menunduk. Sikapnya memang terkesan cuek, tapi ada sesuatu pada lelaki itu yang entah mengapa membuat Angel merasa tidak nyaman.
Apakah lebih baik kalau dia menunggu lift yang lain saja, ya?
"Apa kamu berencana menjadi hantu gepeng?"
"Apa?"
Lelaki itu perlahan mendongak dan memandangnya, membuat Angel tanpa sadar terpukau.
Kedua mata lelaki itu memiliki warna yang berlainan. Mata kanannya berwarna hijau seperti batu emerald, sementara yang satunya lagi berwarna amber.
"Halo? Nona? Apakah kamu akan masuk atau tidak?"
Bahkan sekedar mengalihkan pandangan pun terasa sulit. Memandangi sepasang mata yang berlainan warna itu membuat Angel seolah menemukan sebuah harta karun.
Ya, Tuhan. Benar-benar mengagumkan.
"Nona, sekedar informasi, tapi sejak tadi kamu menahan pintu lift."
Angel mengerjap. Detik berikutnya, dia terperanjat ketika lelaki itu tiba-tiba menariknya masuk, membuatnya tersandung dan terhuyung.
"Apa yang Anda lakukan?" hardik Angel, buru-buru menjauh dari lelaki yang tadi segera menangkapnya sehingga dia tidak benar-benar terjatuh. "Lepaskan! Jangan seenaknya menyentuhku!"
"Apakah ini adalah hari sialku? Aku baru saja pulang ke apartemenku setelah sekian lama dan langsung mengalami ini semua." Lelaki itu balas menggerutu, membuat Angel melotot ke arahnya. "Lagi pula, siapa orang yang sudah dengan bodohnya hanya berdiri diam di tengah pintu lift?"
"Apakah Anda baru saja mengatakan saya bodoh?"
"Memangnya, siapa lagi? Hanya ada dua orang di sini dan karena itu jelas bukan aku, maka pastinya orang yang satu lagi kan?"
Angel menghentakkan sebelah kakinya karena kesal. Lebih menyebalkan lagi ketika lelaki itu kembali bergumam dengan suara yang bisa dengan sangat jelas didengar.
"Bagus. Selain bodoh, dia juga pemarah. Bahkan pendengarannya pun sedikit terganggu."
"Siapa yang baru saja Anda katakan pemarah tadi?"
"Oh, entahlah. Siapa, ya? Aku juga bertanya-tanya, siapa sebenarnya yang sejak tadi marah-marah?"
Selama sejenak, Angel hanya berdiri mematung. Belum pernah dia bertemu dengan orang yang begitu menyebalkan seperti ini. Sepasang matanya pun memicing, mengamati lelaki yang berada di depannya itu.
Tampan adalah kata pertama yang tercetus dalam kepalanya. Lelaki ini memang tidak setampan Raka, tapi yang jelas wajahnya tidak bisa untuk diabaikan begitu saja.
"Apalagi dengan warna matanya itu." Tanpa sadar, Angel bergumam.
Dia sedikit tersentak ketika lelaki itu tiba-tiba saja mendekat dan menyejajarkan wajah mereka. Bahkan, salah satu tangannya menumpu di dinding lift di belakang Angel, seolah hendak mengurung perempuan cantik itu.
"Apa yang Anda laku—"
"Bukankah tadi kamu sedang mengamati wajahku?" Punggung Angel semakin menempel di dinding lift karena lelaki itu yang juga semakin mendekatinya. "Jadi, dengan begini seharusnya kamu bisa lebih mudah dan leluasa kan? Nah, silakan. Lihat saja wajahku sesukamu."
Sedikit lagi mungkin Angel akan benar-benar meledak. Syukurlah tepat pada saat itu denting lift kembali terdengar, disusul oleh sepasang pintu besinya yang terbuka.
"Kali ini, saya anggap tidak ada masalah dengan kelakuan kurang ajar Anda," desis Angel, menatap tajam ke sepasang mata yang berlainan warna tersebut. "Tapi untuk lain kali, jangan harap! Sekedar Anda tahu, saya adalah salah satu pegawai CC dan saya bisa meminta bantuan ke perusahaan tempat saya bekerja untuk membereskan lelaki mesum semacam Anda!"
Kedua alis lelaki itu menaik. Namun, yang lebih menyebalkan adalah fakta bahwa lelaki itu tidak juga mundur dan malah menatap Angel dengan pandangan tertarik.
"Minggir dan biarkan saya lewat, atau Anda akan merasakan penyesalan seumur hidup!"
Sebenarnya Angel sudah berniat hendak menendang selangkangan lelaki tersebut, apabila terpaksa. Dia diam-diam menghela napas lega karena lelaki itu sama sekali tidak melawan, sewaktu dia dorong menjauh.
Angel berjalan ke area parkiran mobil dengan terburu-buru. Sesampainya di dalam mobil, perempuan itu lantas menghirup udara sebanyak yang dia bisa.
Oh, Tuhan. Betapa kacau paginya hari ini.
Melirik ke jam tangannya, dia lantas mengeluh. Rencana untuk mampir ke kafe langganannya terpaksa harus dia batalkan.
"Dan ini semua gara-gara lelaki gila itu," gerutunya. Memejam, sekarang Angel berusaha untuk bisa menenangkan diri.
Menarik napas dalam-dalam, sebenarnya dalam hati Angel pun bertanya-tanya.
Siapa sebenarnya lelaki tadi? Selama nyaris delapan bulan dia tinggal di apartemen ini, rasanya Angel tidak pernah melihatnya.
"Semisal kami pernah bertemu atau sekedar berpapasan pun, tidak mungkin kalau aku sampai lupa dengannya." Angel bergumam. "Apalagi dengan kedua matanya yang berlainan warna itu, rasanya nyaris mustahil kalau aku sampai bisa melupakannya."
Lalu, siapa sebenarnya lelaki tadi?
Menggeleng, Angel memutuskan untuk tidak memikirkan lagi soal itu.
"Sudahlah. Toh, seumur hidup aku juga tidak sudi untuk bertemu lagi dengannya!"
***
Beberapa pegawai lelaki memutuskan untuk berdiri bengong, ketika Angel melangkah memasuki gedung tempatnya bekerja sambil menyibakkan rambut. Gerakan yang semacam itu, sebenarnya merupakan hal yang lumrah. Namun terlihat begitu seksi dan menggoda, apabila Angel yang melakukannya. Sempat terjadi keributan kecil sewaktu satu atau dua orang kemudian saling bertabrakan. Itu karena perhatian mereka teralih sepenuhnya kepada Angel, sementara mereka terus berjalan tanpa melihat ke depan. Oh, ya, ampun. Ada-ada saja. "Morning, Gorgeous." Baru satu detik meletakkan tasnya di atas meja kerja, Angel masih belum sempat duduk ketika Yasmin Natasha melangkah masuk dan menyapa. Menoleh dan tersenyum, dia lantas menyambut gembira teman kerja satu angkatannya yang kini berjalan mendekat. "Hai, Yas." "Bagaimana? Apakah sudah siap untuk berperang?" Yasmin melontarkan pertanyaan yang berbalut kelakar satir, berjawab putaran mata oleh Angel. "Oh, ayolah. Jangan khawatir, Cantik. Presentasimu si
Tidak perlu menunggu waktu lama bagi Angel untuk sampai di salah satu pusat perbelanjaan. Seperti biasa, ada banyak pasang mata yang menatapnya kagum ketika dia melenggang dengan anggun. Sebagian besar berasal dari para kaum Adam yang menatapnya dengan lapar, tapi Angel sama sekali tidak peduli. Perempuan itu tetap asyik berbelanja. Apa pun barang yang disukainya, Angel tidak berpikir dua kali untuk membelinya. Dia sama sekali tidak mempedulikan harga barang yang dibelinya. Parfum, tas, pakaian, sandal, sepatu, bahkan sampai pakaian dalam. Tidak ketinggalan pula kacamata, jam tangan, dan berbagai aksesoris bermerk lainnya. Belum ada satu jam berlalu dan barang belanjaan Angel sudah begitu menumpuk, sampai-sampai dia harus dibantu oleh dua orang petugas porter mall. "Terima kasih, tapi tidak dulu." "Apakah tidak sayang, Bu? Kalungnya sangat cantik dan begitu cocok untuk Ibu pakai, lho." "Tapi ... bagaimana, ya? Harganya semahal itu." Angel seketika menghentikan langkahnya. Tadi
Raka meremas rambutnya dengan frustrasi. Sejak tadi dia pusing memikirkan soal permintaan Angel. Lelaki itu sama sekali tidak mengerti, kenapa kekasihnya tiba-tiba saja meminta sebuah rumah? "Kalau sekedar rumah mewah, tidak masalah bagiku. Aku sanggup memberikan Angel rumah semewah apa pun yang dia minta." Mengusap wajahnya dengan kasar, Raka memandang muram ke arah tumpukan pekerjaan di atas meja kerja. "Namun masalahnya, Angel meminta rumah yang berada tepat di sebelah rumahku. Bagaimana kalau sampai gara-gara itu, Lidia akhirnya tahu soal hubunganku dengan Angel?" Hubungan Raka dengan Angel memang belum berjalan terlalu lama. Mereka bahkan baru saling mengenal sembilan bulan lalu. Namun meski begitu, Raka benar-benar sudah jatuh hati terhadap perempuan itu. "Bagaimana kalau gara-gara aku tidak mengabulkan permintaannya ini lantas membuat Angel akan benar-benar marah, lalu memutuskan hubungan kami?" Untuk ke sekian kalinya, Raka mondar-mandir dengan gelisah di dalam ruang
Sebenarnya, video semacam apa yang dilihat oleh Raka? Dalam rekaman video tersebut, terlihat bagian dada seorang perempuan. Dada tersebut tampak begitu montok serta mulus, dengan kulit yang berwarna putih bersih. Mulanya, rekaman video fokus ke seuntai kalung dengan liontin safir Ceylon, yang kini melingkari sebuah leher jenjang. Di dalam video, terlihat ujung jari yang lentik bergerak menyusuri untaian kalung. Sejalan dengan gerakan jari tersebut, maka rekaman video pun semakin turun, turun, dan terus turun. Adegan berikutnya malah membuat Raka sampai harus mengertakkan rahang kuat-kuat. Satu. Dua. Tiga. Total ada tiga kancing kemeja yang dilepas dengan gerakan perlahan dan sensual. Raka bisa melihat permukaan dada yang terlihat begitu montok dan menggiurkan. Milik Raka di bawah pun semakin sesak saja rasanya. Apalagi sewaktu terdengar sebuah suara yang mendesah memanggilnya. "Honey, bagaimana menurutmu? Apakah kamu suka?" Itu adalah suara Angel. Raka jelas tidak mungkin
Angel mengakhiri panggilan teleponnya dengan wajah puas. Dia lantas menoleh ke pramuniaga toko perhiasan du Franc yang kini bersamanya, di sebuah ruangan khusus pelanggan VIP. "Terima kasih karena sudah bersedia membantuku," ucapnya dengan ketulusan, mengamati pramuniaga yang sekarang sedang membersihkan kalung miliknya. "Tidak perlu dimasukkan ke kotak. Biar langsung aku pakai saja," imbuhnya. "Baik, Nona." Dengan cekatan pramuniaga itu lantas membantu memasangkan kalung ke leher Angel, sementara perempuan cantik itu menyibakkan rambutnya. "Saya juga berterima kasih atas uang tip yang sudah Anda berikan," ucap pramuniaga itu lagi, tersenyum senang saat mengingat tambahan dana yang lumayan banyak di rekeningnya. "Lupakan saja. Toh, itu karena kamu sudah bersedia membantuku untuk memakai kalungnya dan aku videokan seperti tadi. Jangan lupa." Angel memajukan tubuhnya dan menatap lekat-lekat ke mata pramuniaga tersebut. "Ini rahasia. Lagi pula, semisal terbongkar pun tidak akan me
"Honey ... aku lapar. Aku ingin memakanmu." Raka seketika menegang. Sekujur tubuhnya pun kini meremang sewaktu merasakan hembusan napas Angel di lehernya. "Baby," bisiknya dengan suara yang sudah terdengar parau. "Kamu benar-benar nakal." Untung saja Angel masih sempat meraih sling bag-nya, sebab tidak lama kemudian Raka sudah langsung menariknya. Langkah lelaki itu begitu terburu-buru dan sama sekali tidak memedulikan pandangan heran para karyawannya. Tersenyum, Angel sudah bisa merasa wajar dengan reaksi orang-orang tersebut yang terus saja memandanginya. Tentu saja mereka heran dan bertanya-tanya, siapa perempuan yang sedang atasannya gandeng ini? Senyumannya semakin lebar ketika memikirkan bahwa kabar mengenai kedatangannya ini akan bisa mencapai telinga Lidia. Rasanya dia tidak sabar menantikan hal tersebut. "Raka," panggilnya dengan suara manja, bertumpu di bahu kiri Raka dan berpura-pura handak jatuh sehingga lelaki itu segera menyambar pinggang Angel dan memeluknya. N
Sementara itu, di dalam ruangan kantor Raka, hal yang sudah Nilam perkiraan memang benar-benar terjadi. Setelah tadi mengunci pintu ruangannya, bisa dikata kalau Raka melemparkan tubuh Angel begitu saja ke atas sofa. Dengan tidak sabar dia membuka simpul ikatan dasi dan cepat-cepat membuka kancing kemejanya. "Baby," ujarnya, menatap bernafsu ke arah Angel yang justru hanya berbaring seolah sedang menunggunya. "Aku lapar dan aku membutuhkan tubuhmu sebagai makananku. Aku ingin memakanmu." "Apa aku terlihat seperti hidangan yang menggiurkan, sampai-sampai kamu begitu menggila, Raka?" "Kamu memang sudah membuatku gila, Baby. Jadi, jangan harap kalau aku akan melepaskanmu. Kamu milikku." Angel sudah melepaskan sepatunya. Dia kini mengangkat sebelah kakinya, lalu mengarahkannya ke atas kepala Raka. Lelaki itu sama sekali tidak keberatan dan justru terlihat semakin bernafsu, saat kaki Angel yang berbalut stocking tipis sekarang sedang menelusuri wajahnya. Meraih kaki Angel, Raka lant
"Raka, ada apa?" Suara Angel yang mendesah, berhasil menarik kembali perhatian Raka. Lelaki itu lantas dengan cepat menguasai dirinya dan mengambil keputusan. "Tahan Lidia sebisanya, Nilam," perintahnya. "Kalau memungkinkan, bawa dia ke ruang tunggu di sebelah. Pokoknya, jauhkan dia dari sini. Paham?" Suara Nilam yang menjawabnya terdengar bagai suara cicitan tikus. Rupanya sekretarisnya itu juga ikut-ikutan merasa tegang. Sementara itu, Raka tidak ingin membuang-buang waktu. Dia bergegas menghampiri Angel, yang kini malah sedang berbaring tertelungkup menunggunya. Ah, sial! Dalam hati, Raka memaki habis-habisan. Melihat pose Angel saat ini justru membuatnya semakin bernafsu. Lihat saja. Raka sudah membayangkan saat mencengkeram pinggul yang seksi itu, lalu menariknya ke posisi yang sedikit tinggi, sehingga dia bisa menikmati tubuh Angel dari belakang. Sampai saat ini Raka masih belum pernah berhasil memasuki Angel, dan itu membuatnya malah semakin tertantang. Namun sekaran