Raka meremas rambutnya dengan frustrasi.
Sejak tadi dia pusing memikirkan soal permintaan Angel. Lelaki itu sama sekali tidak mengerti, kenapa kekasihnya tiba-tiba saja meminta sebuah rumah?
"Kalau sekedar rumah mewah, tidak masalah bagiku. Aku sanggup memberikan Angel rumah semewah apa pun yang dia minta."
Mengusap wajahnya dengan kasar, Raka memandang muram ke arah tumpukan pekerjaan di atas meja kerja.
"Namun masalahnya, Angel meminta rumah yang berada tepat di sebelah rumahku. Bagaimana kalau sampai gara-gara itu, Lidia akhirnya tahu soal hubunganku dengan Angel?"
Hubungan Raka dengan Angel memang belum berjalan terlalu lama. Mereka bahkan baru saling mengenal sembilan bulan lalu. Namun meski begitu, Raka benar-benar sudah jatuh hati terhadap perempuan itu.
"Bagaimana kalau gara-gara aku tidak mengabulkan permintaannya ini lantas membuat Angel akan benar-benar marah, lalu memutuskan hubungan kami?"
Untuk ke sekian kalinya, Raka mondar-mandir dengan gelisah di dalam ruang kerjanya. Memikirkan soal kemungkinan kalau dia akan berpisah dengan Angel, membuat lelaki tampan itu begitu gusar. Dia bahkan sampai tidak bisa konsentrasi bekerja seharian ini.
"Bagaimana kalau nanti ada lelaki lain yang mendekatinya? Bagaimana kalau akhirnya Angel malah memilih untuk bersama dengan lelaki itu dan meninggalkanku? Bahkan dulu aku pun sampai begitu kesulitan untuk bisa mendapatkan perhatiannya. Angel sangat cantik, sekaligus pintar. Pasti sudah ada banyak lelaki yang mengantre cintanya."
Sebagai tambahan, selain begitu seksi dan menggoda, Angel juga merupakan teman bicara yang menyenangkan dan bisa memahaminya. Kekasihnya itu benar-benar perempuan yang begitu sempurna di mata Raka.
"Sial! Kalau saja Lidia bisa sedikit menirunya, pasti aku tidak akan berselingkuh," gerutunya. "Tapi lihat saja. Yang ada dia malah suka sekali mengomel tidak jelas. Dasar istri tidak berguna!"
Raka lantas duduk di tepi meja kerja dan memandangi fotonya bersama Lidia selama beberapa saat. Menghela napas kasar, lelaki itu lantas menjungkirkan pigura foto tersebut.
Bahkan sekedar melihat wajah Lidia di foto pun, rasanya malas.
Sebagai gantinya, Raka malah mengeluarkan ponsel dan mulai membuka menu galerinya yang ternyata dipenuhi oleh-oleh foto Angel.
"Baby," bisiknya mesra, mengelus-elus foto Angel yang tengah cemberut ke arah kamera. "Bahkan sekarang pun aku sudah merindukanmu. My Angel Baby, jangan marah terlalu lama denganku."
Ponselnya berdering lirih, pertanda ada sebuah pesan masuk. Itu adalah notifikasi dari rincian penggunaan kartu kreditnya.
Raka segera membuka dan membacanya. Mengetahui bahwa pada siang hari ini kartu kreditnya telah digunakan bahkan sampai over limit, sama sekali tidak membuat Raka marah. Lelaki tampan itu sekarang justru tersenyum senang.
Angel sudah bersedia memakai kartu kredit yang tadi pagi dia berikan, maka itu berarti kekasihnya sudah tidak terlalu marah lagi dengannya. Dana satu milyar lebih yang sudah dihabiskan kekasihnya, sama sekali bukan masalah besar bagi Raka.
"Baguslah," gumamnya. Raka pun tersenyum semakin lebar ketika melihat bahwa kartu kreditnya juga digunakan untuk membayar sejumlah set lingerie bermerk, yang tentunya dengan harga yang tidak main-main. "Oh, Baby. Kamu benar-benar menggemaskan. Rasanya aku sudah tidak sabar ingin melihatmu memakai pakaian-pakaian dalam ini."
Sekedar membayangkan Angel yang hanya memakai lingerie, membuat Raka seketika merasa gerah. Lelaki itu lantas melonggarkan ikatan dasinya sambil berjalan ke arah jendela kantornya, dan menelepon Angel.
"Baby, kenapa tidak diangkat?" gumam Raka lagi. Kali ini dia merasa sedikit khawatir kalau Angel ternyata masih marah dengannya. "Angkat teleponnya, Baby. Please."
Ada panggilan masuk lain yang menyela. Ternyata Lidia yang meneleponnya. Entah apa yang istrinya itu inginkan, Raka tidak tahu dan juga tidak peduli. Bahkan tanpa berpikir sedikit pun, lelaki itu segera menolak panggilan masuk dari Lidia dan kembali mencoba menghubungi Angel.
Angel. Dia hanya ingin mendengarkan suara merdu kekasihnya itu.
"Sepertinya bukan merupakan ide yang buruk, apabila aku mengajaknya makan siang bersama."
Melirik jam tangannya, Raka menyadari bahwa hanya kurang dua puluh menit sebelum waktu makan siang tiba.
"Baby. Angel. Ayolah, angkat teleponnya."
Raka nyaris saja memaki karena panggilan teleponnya yang ke sekian kali tidak juga Angel terima. Sampai kemudian, ponselnya bergetar dan ada sebuah chat yang masuk.
Pesan dari Angel.
Dia sempat merasa heran karena ternyata Angel mengiriminya sebuah video. Tanpa berpikir panjang, lelaki itu segera memutar video tersebut.
Detik berikutnya, Raka terpaksa menahan napas.
Kalau itu hanya sebuah video biasa sih, masih tidak apa-apa. Namun masalahnya, miliknya di bawah sana seketika menegang setelah melihat video kiriman Angel.
Sial! Angel benar-benar tahu bagaimana cara menggodanya. Kalau begini ceritanya, lalu bagaimana mungkin Raka tidak mencintai perempuan cantik itu?
"Oh, Baby," bisiknya dengan bergairah, sembari menjilat bibir. "Kamu sungguh nakal."
***
Sebenarnya, video semacam apa yang dilihat oleh Raka? Dalam rekaman video tersebut, terlihat bagian dada seorang perempuan. Dada tersebut tampak begitu montok serta mulus, dengan kulit yang berwarna putih bersih. Mulanya, rekaman video fokus ke seuntai kalung dengan liontin safir Ceylon, yang kini melingkari sebuah leher jenjang. Di dalam video, terlihat ujung jari yang lentik bergerak menyusuri untaian kalung. Sejalan dengan gerakan jari tersebut, maka rekaman video pun semakin turun, turun, dan terus turun. Adegan berikutnya malah membuat Raka sampai harus mengertakkan rahang kuat-kuat. Satu. Dua. Tiga. Total ada tiga kancing kemeja yang dilepas dengan gerakan perlahan dan sensual. Raka bisa melihat permukaan dada yang terlihat begitu montok dan menggiurkan. Milik Raka di bawah pun semakin sesak saja rasanya. Apalagi sewaktu terdengar sebuah suara yang mendesah memanggilnya. "Honey, bagaimana menurutmu? Apakah kamu suka?" Itu adalah suara Angel. Raka jelas tidak mungkin
Angel mengakhiri panggilan teleponnya dengan wajah puas. Dia lantas menoleh ke pramuniaga toko perhiasan du Franc yang kini bersamanya, di sebuah ruangan khusus pelanggan VIP. "Terima kasih karena sudah bersedia membantuku," ucapnya dengan ketulusan, mengamati pramuniaga yang sekarang sedang membersihkan kalung miliknya. "Tidak perlu dimasukkan ke kotak. Biar langsung aku pakai saja," imbuhnya. "Baik, Nona." Dengan cekatan pramuniaga itu lantas membantu memasangkan kalung ke leher Angel, sementara perempuan cantik itu menyibakkan rambutnya. "Saya juga berterima kasih atas uang tip yang sudah Anda berikan," ucap pramuniaga itu lagi, tersenyum senang saat mengingat tambahan dana yang lumayan banyak di rekeningnya. "Lupakan saja. Toh, itu karena kamu sudah bersedia membantuku untuk memakai kalungnya dan aku videokan seperti tadi. Jangan lupa." Angel memajukan tubuhnya dan menatap lekat-lekat ke mata pramuniaga tersebut. "Ini rahasia. Lagi pula, semisal terbongkar pun tidak akan me
"Honey ... aku lapar. Aku ingin memakanmu." Raka seketika menegang. Sekujur tubuhnya pun kini meremang sewaktu merasakan hembusan napas Angel di lehernya. "Baby," bisiknya dengan suara yang sudah terdengar parau. "Kamu benar-benar nakal." Untung saja Angel masih sempat meraih sling bag-nya, sebab tidak lama kemudian Raka sudah langsung menariknya. Langkah lelaki itu begitu terburu-buru dan sama sekali tidak memedulikan pandangan heran para karyawannya. Tersenyum, Angel sudah bisa merasa wajar dengan reaksi orang-orang tersebut yang terus saja memandanginya. Tentu saja mereka heran dan bertanya-tanya, siapa perempuan yang sedang atasannya gandeng ini? Senyumannya semakin lebar ketika memikirkan bahwa kabar mengenai kedatangannya ini akan bisa mencapai telinga Lidia. Rasanya dia tidak sabar menantikan hal tersebut. "Raka," panggilnya dengan suara manja, bertumpu di bahu kiri Raka dan berpura-pura handak jatuh sehingga lelaki itu segera menyambar pinggang Angel dan memeluknya. N
Sementara itu, di dalam ruangan kantor Raka, hal yang sudah Nilam perkiraan memang benar-benar terjadi. Setelah tadi mengunci pintu ruangannya, bisa dikata kalau Raka melemparkan tubuh Angel begitu saja ke atas sofa. Dengan tidak sabar dia membuka simpul ikatan dasi dan cepat-cepat membuka kancing kemejanya. "Baby," ujarnya, menatap bernafsu ke arah Angel yang justru hanya berbaring seolah sedang menunggunya. "Aku lapar dan aku membutuhkan tubuhmu sebagai makananku. Aku ingin memakanmu." "Apa aku terlihat seperti hidangan yang menggiurkan, sampai-sampai kamu begitu menggila, Raka?" "Kamu memang sudah membuatku gila, Baby. Jadi, jangan harap kalau aku akan melepaskanmu. Kamu milikku." Angel sudah melepaskan sepatunya. Dia kini mengangkat sebelah kakinya, lalu mengarahkannya ke atas kepala Raka. Lelaki itu sama sekali tidak keberatan dan justru terlihat semakin bernafsu, saat kaki Angel yang berbalut stocking tipis sekarang sedang menelusuri wajahnya. Meraih kaki Angel, Raka lant
"Raka, ada apa?" Suara Angel yang mendesah, berhasil menarik kembali perhatian Raka. Lelaki itu lantas dengan cepat menguasai dirinya dan mengambil keputusan. "Tahan Lidia sebisanya, Nilam," perintahnya. "Kalau memungkinkan, bawa dia ke ruang tunggu di sebelah. Pokoknya, jauhkan dia dari sini. Paham?" Suara Nilam yang menjawabnya terdengar bagai suara cicitan tikus. Rupanya sekretarisnya itu juga ikut-ikutan merasa tegang. Sementara itu, Raka tidak ingin membuang-buang waktu. Dia bergegas menghampiri Angel, yang kini malah sedang berbaring tertelungkup menunggunya. Ah, sial! Dalam hati, Raka memaki habis-habisan. Melihat pose Angel saat ini justru membuatnya semakin bernafsu. Lihat saja. Raka sudah membayangkan saat mencengkeram pinggul yang seksi itu, lalu menariknya ke posisi yang sedikit tinggi, sehingga dia bisa menikmati tubuh Angel dari belakang. Sampai saat ini Raka masih belum pernah berhasil memasuki Angel, dan itu membuatnya malah semakin tertantang. Namun sekaran
Apakah Raka sedang memandang istrinya atau dia justru sedang berhadapan dengan dewi kematian? Selama sesaat dia berdiri mematung, menatap Lidia dalam diam. "Kenapa pintunya dikunci segala, Mas?" tanya Lidia dengan nada yang jelas menuduh. "Ada apa? Apakah kamu sedang bersama dengan seseorang?" Kenapa istrinya ini terlihat begitu mengerikan, sih? Segala kecantikan yang Lidia miliki seakan menghilang begitu saja di mata Raka. Yah, coba lihat saja. Wajah Lidia yang terlihat berang, ditambah lagi dengan pandangan melotot marah kepadanya. Benar-benar jauh berbeda dengan Angel. Kekasihnya itu selalu bisa terlihat cantik di mata Raka. Bahkan meski sedang marah sekalipun, Angel masih tampak begitu imut dan menggemaskan. "Mas Raka!" Lidia membentak, berhasil membuat Raka terkejut sehingga bayangan lelaki itu soal Angel pun buyar dengan seketika. "Kenapa Mas Raka malah melamun?" "Itu—" Raka mencoba memikirkan sebuah jawaban, tapi percuma. Saat ini pikirannya hanya dipenuhi oleh Angel
Sementara Lidia membersihkan diri, Raka segera meraih ponselnya. Lelaki itu lantas mengetikkan sebuah pesan dan cepat-cepat mengirimkannya. Tujuannya siapa lagi, kalau bukan kepada Angel. "Baby, di mana dirimu?" Tidak ada jawaban. Hal tersebut membuat Raka kembali mengetik dan mengirimkan pesan yang lain. "Baby, apakah kamu baik-baik saja? Kumohon, agar kamu tidak terlalu bersedih. Aku benar-benar tidak bermaksud untuk mengusirmu tadi." Tetap tidak ada jawaban. Bahkan Angel pun masih belum membaca pesannya dan membuat Raka semakin hilang kesabaran. "Baby, kumohon. Jawab pesanku." Masih juga tidak respon. Merasa tidak sabar lagi, Raka kemudian nekat menghubungi kekasihnya itu. Dia benar-benar merasa mencemaskan Angel. Sebab, bukankah kekasihnya tadi sempat menangis sewaktu Raka tiba-tiba saja memintanya pergi? "Baby, ayolah. Jawab teleponnya," gumamnya, meremas rambut dengan gelisah. "Ah, sial! Padahal kami baru saja berbaikan kembali, sekarang malah jadi seperti ini." Baga
Pertanyaannya sekarang adalah apakah Lidia akan percaya begitu saja? Jawabannya, jelas tidak. Dia tidak sebodoh itu untuk mempercayai mentah-mentah ucapan Angel begitu saja. "Siapa kamu sebenarnya?" Lidia bertanya dengan nada menggeram. "Jangan berbohong dengan mengatakan bahwa kamu datang menemui suamiku hanya untuk urusan pekerjaan!" Ya, ampun. Adakah sesuatu yang lebih lucu dari ini? Melihat wajah marah Lidia, justru membuat Angel merasa geli. Lihat saja wajahnya yang sekarang tampak merah padam karena marah. Mengerikan sekali, apalagi ditambah dengan kerutan-kerutan halus yang mulai muncul. Diam-diam Angel merasa bahwa semua perawatan wajah yang sudah Lidia lakukan selama ini, merupakan hal yang sia-sia belaka. Sekedar buang-buang uang saja. "Ck! Sayang sekali," gumamnya, terdengar jelas baik oleh Raka maupun Lidia. "Apa maksudmu dengan berkata seperti itu?" Sedikit lagi Lidia mungkin akan histeris. Dia menyadari tatapan Angel yang seolah menilainya dari atas sampai ke