Seorang arkeolog cantik bernama Mauli Bhusana, hidup di Kota Miranda, ia tinggal di rumah susun. Hari itu telah menunjukkan pukul 8.00 pagi namun, wanita itu belum bangkit dari ranjang. Begitu Mauli tersadar bahwa ia telah terlambat, wanita itu akhirnya langsung bergerak cepat.
Wanita itu berjalan terburu-buru menuju lokasi penemuan benda bersejarah zaman kerajaan Sriwijaya karena datang satu jam lebih lambat dari timnya. Ketika ia sampai, teman-temannya telah sibuk membersihkan sebuah patung manusia yang sedang memegang tongkat pendek sambil duduk bersila.
Timnya memperkirakan benda itu berumur 1.100 tahun. Namun,, para peneliti benda bersejarah itu tidak menyadari bahwa benda tersebut merupakan benda hidup yang sedang bermeditasi.
Setelah sampai, Mauli langsung mengambil perlengkapannya untuk membersihkan benda yang telah mereka temukan sedalam 5 meter dari dalam tanah. Mauli dan timnya telah bekerja selama delapan bulan di situs tersebut, dan patung ini merupakan penemuan paling menakjubkan bagi mereka.
Patung ini berbentuk seperti manusia yang sedang bermeditasi dengan kedua tangan memegang tongkat pendek sepanjang 50 cm. Patung itu terlihat berambut panjang, terdapat bandana melingkar di kepala serta terdapat simbol mirip kelopak bunga di bandana tersebut.
"Aku pikir benda itu patung Budha," kata Beni salah satu rekan Mauli.
"Patung ini cukup unik, apalagi tongkat yang ia genggam," balas Mauli selagi tangannya terus bekerja.
Patung ini tampak berbeda dengan peninggalan-peninggalan bersejarah lainnya yang mereka temukan. Sejauh ini mereka telah mengoleksi barang-barang antik seperti, keris, tembikar, manik-manik dan perkakas yang lainnya.
Bentuk dari patung tersebut sangat jelas dengan ukiran yang amat detail. Patung itu tidak tampak seperti patung buatan pada zaman modern yang terlihat hidup dan halus. Justru jika dilihat dari jauh benda itu terlihat sosok manusia berlumuran tanah.
Saking kagumnya, Mauli sampai mengambil beberapa gambar benda tersebut dengan ponsel yang ia miliki.
Saking asyiknya, Mauli tidak menyadari bahwa hari sudah mulai gelap, sementara kantornya mulai sepi layaknya tidak berpenghuni. Hanya Mauli seorang yang masih asyik mengambil gambar dan memperhatikan patung tersebut.
"Tidak pulang?" tanya Beni telah berkemas.
"Oh.. tentu saja, duluan saja," jawab Mauli selagi melepas sarung tangan.
Beni berlalu, meninggalkan Mauli yang tengah berkemas. Namun, hatinya berat sekali meninggalkan benda itu. Ada sesuatu yang mengganjal di dalam benak wanita kelahiran Miranda itu.
Mauli akhirnya pulang, menoleh ke arah patung tersebut untuk terakhir kalinya. Wanita itu tidak sabar untuk kembali melihat patung tersebut esok hari. Di rumahnya, Mauli pun tidak bisa nyenyak tidur karena benda tersebut. Seperti ada ikatan tertentu dengan benda yang baru mereka temukan tersebut.
Tepat jam enam pagi esoknya, Mauli sudah berada di lokasi, beraktivitas lengkap dengan sarung tangan. Imbasnya, semua orang jadi memperhatikan wanita itu karena tidak biasanya Mauli datang sepagi ini.
"Tumben," sapa Beni seraya menghampiri Mauli.
"Mungkin sedang tanggal muda," kata ketua tim mereka, Profesor Garung.
"Entah kenapa, aku penasaran sekali dengan benda ini," bela Mauli.
Saking tidak bisa jauh dari benda itu, Sambil makan pun ia duduk tepat di depan patung itu itu. Sudah dua hari belakangan ini Mauli juga menjadi pusat perhatian Beni yang menganggap perilaku temannya itu jadi aneh sejak mereka bisa melihat wajah patung itu dengan jelas.
Hari itu, Mauli lagi-lagi adalah orang terakhir. Kekaguman Mauli membuatnya dengan sengaja ia menyentuh benda itu tanpa sarung tangan. Begitu tangan kanannya menyentuh kening patung itu, garis retak mulai bermunculan di bagian yang Mauli sentuh.
Lama kelamaan, retakan tersebut menjalar, menakutkan Mauli. Tiba-tiba saja, patung itu pecah. Di patung itu, sesosok manusia duduk dibungkus oleh bebatuan layaknya fosil.
Mauli mundur perlahan, perasaannya tidak enak. Layaknya cangkang telur, perlahan-lahan, kulit fosil yang membungkus sosok itu runtuh, menyingkapkan seorang pria dengan perlengkapan prajurit kerajaan. Pria menggunakan baju coklat muda garis hitam dengan celana coklat tua.
Pria itu terbangun kemudian memperhatikan sekujur tubuhnya, seperti merasa ada hal aneh yang terjadi pada dirinya.
"Di mana aku?" tanya pria itu,bingung.
"Miranda," jawab Mauli singkat, ketakutan.
"Tempat apa ini? Kenapa pakaianmu berbeda?" tanya pria itu selagi ia berdiri memegang tongkatnya.
"Kau yang berbeda," ungkap Mauli yang saking takutnya mulai menggigil selagi bergerak mundur, menjauh.
Ucapan Mauli membuat prajurit itu semakin bingung. Saking lamanya ia bertapa, prajurit itu tidak mengenali dunianya yang baru, dunianya yang sudah berubah.Pria itu terdiam sejenak, berpikir kemudian ia melontarkan pertanyaan kembali pada wanita cantik berambut panjang bergelombang itu.
"Tahun berapa ini?" tanya pria itu sambil mendekati Mauli yang sudah keringat dingin.
"2022," jawab Mauli.
"Mustahil," sahut pria itu.
Selagi pria itu memproses jawaban Mauli, wanita itu menenangkan dirinya. Kemudian, ia memberanikan diri untuk bertanya, “Memang kau kira ini tahun berapa?”
“Aku pikir 856,” jawab pria itu singkat.
Mauli penasaran, kemudian ia melontarkan pertanyaan lagi, “Siapa kau?”
"Aku adalah prajurit Sriwijaya. Sepertinya aku telah bertapa selama seribu tahun lebih dan sekarang aku berada di dunia yang berbeda.”
Kedua orang itu sama-sama bingung dengan kejadian yang tak lazim ini. Merasakan ketakutan Mauli, Pria itu duduk sedikit jauh dari Mauli. Setelah lama menatap pria itu, Mauli menyimpulkan bahwa pria itu tidak berbahaya. Perlahan, ia mendekati sang prajurit. "Siapa namamu? Aku Mauli," giliran Mauli yang berusaha menenangkan pria yang kebingungan itu. "Ogan, prajurit terkuat dari serdadu Sriwijaya," tutur pria itu. Mauli berusaha memproses informasi baru mengenai Ogan. Ia mempelajari pecahan batu di sekitarnya yang sebagian besar ada di lantai sementara yang lainnya melayang. Ia meraih serpihan batu yang melayang tersebut.
"Kenapa?" tanya Ogan polos. "Tidak, ayo makan," ucap Mauli aneh. Ogan melihat wajah Mauli sambil mendepat. “Kau keluar dulu,” pinta Mauli menjaga jarak. “Baik,” jawab Ogan keluar. Setelah itu, Mauli bernafas lega karena Ogan tidak mengerti tentang barang pribadinya. Wanita itu menyimpannya di lemari kemudian menemui Ogan. Mereka duduk lesehan di hadapan meja pendek, Ogan memperhatikan makanan di depannya. Ogan tidak asing bentuk dan aroma khas makanan ters
"Patung itu ada yang mencuri," kata Beni sambil mendekati Mauli. "Bagaimana bisa?" Mauli pura-pura. “Entahlah.. sebaiknya kau lihat sendiri,” ucap Beni. Mereka mengamati benda tersebut menyisakan material yang sama, pecahan material berupa batu. "Sepertinya batu itu tidak dicuri, karena benda-benda itu memiliki material yang sama," Profesor Garung memperlihatkan pecahan benda itu. "Aku rasa patung itu benda hidup yang dibungkus oleh fosil ini," kata Profesor enteng.
Sesampainya di lokasi, Mauli langsung mengajak Ogan melihat patung dari dirinya. Ogan mengamati patung itu sedikit berjarak karena cukup banyak orang. Pria itu menggendong tas seperti membawa kumpulan anak panah. Kemudian Ogan menjauh dari keramaian, sementara Mauli tampak sibuk. Ogan duduk sekitar 10 meter dari tempat Mauli bekerja. "Siapa Pria itu?" kata Profesor Garung pada Mauli. "Dia temanku," jawab Mauli sambil melebarkan mulutnya. “Oh.. teman, dia cukup tampan,” ucap Profesor sambil mengeluarkan kuas kecil. Mauli tak merespon tapi, ia menjauh dengan malu-malu.
Tak lama Mauli meraih tasnya lalu angkat kaki. Wanita itu berjalan keluar ke arah timur. Setelah itu, Mauli masuk minimarket dengan plang ‘Ronamart’, di dalam mauli mengambil sebungkus gula lalu disodorkan ke kasir. Usai lakukan pembayaran Mauli menuju jalan pulang dengan membawa kantong plastik putih. Sementara di rumah, Ogan sedang belajar masak telur, ia belajar memasak hasil menonton tutorial di Youtube, Ogan dengan teliti memperhatikan video itu sambil menggoreng. Ogan juga telah menanak nasi dengan Rice Cooker. Prajurit tersebut sengaja memasak memberikan kejutan untuk Mauli. Ogan mempersiapkan peralatan makan seperti yang pernah dilakukan Mauli. Dua piring yang masing-masing telah berisi telur ceplok, sementara di tengah meja terdapat seonggok nasi putih.
Dua sepasang manusia itu berjalan di tepi jalan, wanita berambut gelombang itu terlihat cantik ketika menggunakan topi rajut berwarna coklat. Sementara Ogan terlihat seperti pria pekerja keras dengan tubuhnya kekar berotot. Hari ini mereka akan berkeliling dengan mengunjungi beberapa tempat wisata. Miranda adalah tempat yang sejuk serta tidak begitu tercemar dengan polusi udara. Tempat yang penuh dataran tinggi dan perbukitan itu akan diperkenalkan oleh Mauli. Ogan berjalan mengikuti jejak Mauli dari kanan, Sementara tas hitam selalu melekat di punggung. "Kita mau kemana?" wajahnya menatap Mauli. Mauli yang tubuhnya lebih pendek mendongak ke atas. "Kita
“Tak ku sangka benda itu sakti,” ucapnya pelan. Tak lama, ia menutup tas berwarna hitam lalu meletakkan di lemari dengan rapi. Setelah itu bedu melayani pengunjung yang lain. Setelah itu, sang pemilik muncul, ia lalu meminta tas yang barusan ia titipkan. “Nomor 25,” kata Ogan sambil menyodorkan kartu kecil warna putih. Penjaga itu lalu membuka loker nomor 25 serta mengambil tas Mauli dan Ogan. Setelah menerima barang mereka, penjaga itu angkat bicara. "Dari mana kau dapatkan benda itu?" Bedu menatap Ogan. "Maksudmu benda ini?" jawab Ogan sambil mengangkat tas. "Ini adalah Akuadron, senjata pamungkasku, hanya sekali pukulan gunung pun bisa terbelah," kata Ogan dengan bangga. Bedu hanya berekspresi biasa, sebelum Ogan menambah kalimatnya, Mauli langsung menarik lengan Ogan. “Hei, apa yang kau lakukan? Mauli,” Og
Mereka lalu berjalan di lorong sebelah kanan, Mauli melihat sekelompok Harimau Sumatera yang sedang diberi makan oleh penjaga. Mauli dan Ogan hanya memperhatikan dua ekor harimau yang sedang makan potongan daging segar. "Pernah dengar manusia harimau di tanah Sumatera tidak?" Mauli melihat wajah Ogan. Ogan tidak langsung menjawab, ia berpikir sejenak hingga akhirnya membuka mulut. "Di zamanku tidak pernah mendengar tentang hal tersebut," ungkap pria yang berdiri di samping kanan Mauli. Mauli melanjutkan pembicaraannya, "Aku yakin hewan juga bisa mengerti bahwa manusia bukanlah musuh." "Kau tau bahwa harimau menjadi simbol sakral di tanah Sumatera," ucap wanita itu lagi. Mulutnya terus bersuara namun menatap ke arah harimau yang berada di depannya. "Ada apa dengan hewan tersebut?" Ogan berjalan pindah ke sisi kiri. "Di tanah Sumatera sangat t