Sesampainya di lokasi, Mauli langsung mengajak Ogan melihat patung dari dirinya. Ogan mengamati patung itu sedikit berjarak karena cukup banyak orang. Pria itu menggendong tas seperti membawa kumpulan anak panah.
Kemudian Ogan menjauh dari keramaian, sementara Mauli tampak sibuk. Ogan duduk sekitar 10 meter dari tempat Mauli bekerja.
"Siapa Pria itu?" kata Profesor Garung pada Mauli.
"Dia temanku," jawab Mauli sambil melebarkan mulutnya.
“Oh.. teman, dia cukup tampan,” ucap Profesor sambil mengeluarkan kuas kecil. Mauli tak merespon tapi, ia menjauh dengan malu-malu.
Sementara Ogan duduk sambil menggoyangkan kaki kanan yang bertumpu kaki kiri. Hampir empat jam Ogan menjadi obat nyamuk namun tidak terlihat bosan. Justru pria itu terlihat santai seperti tanpa beban.
Kemudian Profesor sedang melapisi patung tadi dengan bahan pengawet. Ia olesi patung dengan cairan seperti minyak goreng. Perlahan Profesor menggerakan kuas satu arah.
Tak lama kemudian, terjadi sesuatu pada Ogan. Ia hendak buang air kecil. Ogan berkeliling di area tersebut mencari sebuah pohon besar. Ia berjalan sekitar 200 m lalu menemukan pohon yang rindang. Ogan lalu berdiri di samping pohon itu. Tanpa basa-basi langsung mengucurkan air seni.
Tidak disadari bahwa tidak jauh dari situ ada dua anak kecil bersembunyi sedang memperhatikan Ogan.
"Aneh, bentuknya seperti punyaku waktu belum sunat dulu," kata bocah pendek berambut ikal dengan suara pelan.
"Memangnya kau masih ingat," sambung temannya bertubuh kerempeng serta berkulit coklat.
“Tentu saja, kan baru sebulan aku sunat,” balas si rambut ikal.
Obrolan kedua anak itu didengar oleh Ogan, ia langsung gerak cepat menutup resleting. "Hei," teriak Ogan sambil mengacungkan kepalan tangan. Kedua anak itu langsung kabur, sementara Ogan merasa malu dengan kedua anak tadi.
Ogan tidak menyadari bahwa tiga meter di depannya terdapat anak kecil yang sedang sembunyi tengah mengintai seekor burung.
Ogan tak mau ambil pusing, ia langsung kembali ke tempat semula. Ogan tampak biasa, sementara sesekali Mauli curi pandang ke Ogan. Mauli takut jika pria itu membuat kerusuhan di tempat ia bekerja. Mauli lalu mendekati Ogan dan menyuguhkan pertanyaaan.
"Dari mana saja?" Mauli mencopot sarung tangan.
"Tidak, dari tadi ada di sini," jawab Ogan.
Mauli meminta Ogan agar tidak kemana-mana karena mereka akan pulang. “Jangan pergi dulu, kita akan segera pulang.” Ogan hanya mengangguk, sedangkan wanita itu kembali ke gerombolannya.
Hanya hitungan menit Mauli muncul dengan membawa tas cream yang biasa ia tenteng. Mauli lewat di depan Ogan, pria itu lalu mengikuti.
"Kenapa harus pulang cepat?" tanya Ogan.
"Hari ini pekerjaanku tidak banyak," jawab gadis itu sambil terus berjalan.
Mereka melewati jalan berbeda dari jalan tadi pagi. Hal tersebut terjadi karena jika siang hari jalan yang biasa mereka lewati ramai dengan orang jualan hingga Mauli memilih opsi lain.
Ketika tengah menyebrang jalan, ada kendaraan roda empat menerobos lampu merah hingga hampir menabrak Mauli. Untungnya Ogan langsung mengambil tindakan. Pria itu dengan cepat memukul bagian depan mobil itu hingga mobil itu terangkat dan melayang ke depan setinggi tiga meter.
Mobil itu lalu jatuh dan berguling-guling di aspal. Semua kendaraan berhenti karena aksi gila tersebut. Bukan karena mobil tersebut namun karena pukulan keras dari Ogan yang terlalu overpowered.
Ogan jadi pusat perhatian, Mauli yang tidak habis pikir ada manusia sekuat Ogan. Lalu wanita itu menarik tangan Ogan yang dari tadi cengengesan. Mauli tampak panik, ia berjalan agak cepat sambil menarik Ogan. Wanita itu menggandeng Ogan seperti menarik seekor kerbau yang tidak patuh terhadap tuannya.
Mauli mengatakan bahwa aksinya tersebut bisa mengundang kegaduhan di Miranda. Bahkan wanita itu juga mengatakan hal tersebut juga bisa mendatangkan musuh yang bisa merugikan semua orang, meski Ogan bisa mengatasi.
“Kau tidak bisa seenaknya menggunakan kekuatanmu di sini,” larang Mauli.
“Kenapa? Aku hanya menolongmu, kuda berkaki bulat itu hampir menabrakmu,” balas Ogan.
Mauli agak kesal, “Aku tau, tapi kau telah beberapa kali lakukan hal yang bisa merugikan orang lain.”
“Apa maksudmu? Aku mencoba menyelamatkanmu Mauli,” Ogan heran.
“Heh!”
Mauli malah pergi dengan langkah cepat. Ogan masih belum mengerti maksud wanita itu. Ogan hanya geleng-geleng kemudian segera menyusul Mauli.
Esoknya, Mauli berangkat kerja tanpa Ogan. Mauli takut Ogan bisa membuat rusuh jika ia bersamanya. Oleh sebab itu, Ogan tinggal di rumah Mauli.
Hari itu Profesor Garung melihat benda temuan timnya di bagian selatan Miranda. Salah satu timnya telah menemukan kalung permata merah hingga ia harus datang langsung ke lokasi untuk mengecek.
“Aku akan mengecek benda temuan di selatan, kalian berdua tinggal disini,” ucap Profesor sambil berkemas.
“Baik Prof,” jawab Beni dan Mauli serentak.
Setelah pimpinan mereka pergi, Beni duduk di hadapan patung Ogan yang telah terlihat utuh.
"Mana mungkin ada orang bertapa sampai ribuan tahun," kata Beni sambil mengelus dagu.
Mata Beni fokus memperhatikan bentuk patung itu sambil mengitari. Lelaki itu tak mempercayai bahwa benda itu di dalamnya ada manusia.
"Manusia yang terlahir kembali," ucap Beni spontan.
Dari kejauhan, gerak-gerik Beni menarik perhatian Mauli. Wanita itu lalu mendekatinya. "Ada apa dengan benda ini?" tanya Mauli tiba-tiba.
"Hmm.. Pernah berpikir kemana orang yang ada di dalam patung ini?" Beni penasaran.
"Entahlah.. aku tidak berpikir sejauh itu," tutur Mauli sambil menatap laki-laki itu.
Tak lama kemudian Mauli membersihkan benda-benda kuno yang lain. Tampak sebuah senjata kuno berbentuk trisula dari logam. Perlahan-lahan Mauli menggerakkan kuas kecil untuk memperjelas bentuk benda tersebut. Trisula itu terdapat garis-garis putih seperti keris jawa terlihat pamornya.
Sore harinya, Mauli hendak pulang, Beni menawarkan tumpangan tetapi, Mauli menolaknya.
“Mau pulang bareng?” Beni menawarkan.
“Maaf Ben, Aku harus beli gula di minimarket jadi, jalan kita berlawanan,” tolak Mauli.
“Baiklah, hati-hati ya!” pinta Beni sambil jalan lebih dulu.
Tak lama Mauli meraih tasnya lalu angkat kaki. Wanita itu berjalan keluar ke arah timur. Setelah itu, Mauli masuk minimarket dengan plang ‘Ronamart’, di dalam mauli mengambil sebungkus gula lalu disodorkan ke kasir. Usai lakukan pembayaran Mauli menuju jalan pulang dengan membawa kantong plastik putih. Sementara di rumah, Ogan sedang belajar masak telur, ia belajar memasak hasil menonton tutorial di Youtube, Ogan dengan teliti memperhatikan video itu sambil menggoreng. Ogan juga telah menanak nasi dengan Rice Cooker. Prajurit tersebut sengaja memasak memberikan kejutan untuk Mauli. Ogan mempersiapkan peralatan makan seperti yang pernah dilakukan Mauli. Dua piring yang masing-masing telah berisi telur ceplok, sementara di tengah meja terdapat seonggok nasi putih.
Dua sepasang manusia itu berjalan di tepi jalan, wanita berambut gelombang itu terlihat cantik ketika menggunakan topi rajut berwarna coklat. Sementara Ogan terlihat seperti pria pekerja keras dengan tubuhnya kekar berotot. Hari ini mereka akan berkeliling dengan mengunjungi beberapa tempat wisata. Miranda adalah tempat yang sejuk serta tidak begitu tercemar dengan polusi udara. Tempat yang penuh dataran tinggi dan perbukitan itu akan diperkenalkan oleh Mauli. Ogan berjalan mengikuti jejak Mauli dari kanan, Sementara tas hitam selalu melekat di punggung. "Kita mau kemana?" wajahnya menatap Mauli. Mauli yang tubuhnya lebih pendek mendongak ke atas. "Kita
“Tak ku sangka benda itu sakti,” ucapnya pelan. Tak lama, ia menutup tas berwarna hitam lalu meletakkan di lemari dengan rapi. Setelah itu bedu melayani pengunjung yang lain. Setelah itu, sang pemilik muncul, ia lalu meminta tas yang barusan ia titipkan. “Nomor 25,” kata Ogan sambil menyodorkan kartu kecil warna putih. Penjaga itu lalu membuka loker nomor 25 serta mengambil tas Mauli dan Ogan. Setelah menerima barang mereka, penjaga itu angkat bicara. "Dari mana kau dapatkan benda itu?" Bedu menatap Ogan. "Maksudmu benda ini?" jawab Ogan sambil mengangkat tas. "Ini adalah Akuadron, senjata pamungkasku, hanya sekali pukulan gunung pun bisa terbelah," kata Ogan dengan bangga. Bedu hanya berekspresi biasa, sebelum Ogan menambah kalimatnya, Mauli langsung menarik lengan Ogan. “Hei, apa yang kau lakukan? Mauli,” Og
Mereka lalu berjalan di lorong sebelah kanan, Mauli melihat sekelompok Harimau Sumatera yang sedang diberi makan oleh penjaga. Mauli dan Ogan hanya memperhatikan dua ekor harimau yang sedang makan potongan daging segar. "Pernah dengar manusia harimau di tanah Sumatera tidak?" Mauli melihat wajah Ogan. Ogan tidak langsung menjawab, ia berpikir sejenak hingga akhirnya membuka mulut. "Di zamanku tidak pernah mendengar tentang hal tersebut," ungkap pria yang berdiri di samping kanan Mauli. Mauli melanjutkan pembicaraannya, "Aku yakin hewan juga bisa mengerti bahwa manusia bukanlah musuh." "Kau tau bahwa harimau menjadi simbol sakral di tanah Sumatera," ucap wanita itu lagi. Mulutnya terus bersuara namun menatap ke arah harimau yang berada di depannya. "Ada apa dengan hewan tersebut?" Ogan berjalan pindah ke sisi kiri. "Di tanah Sumatera sangat t
Mendengar suara tersebut, mereka langsung mundur dan melepaskan pelukkan. Mereka malah jadi aneh hingga Mauli langsung pergi dari tempat tersebut. Mauli berjalan agak cepat menjauh dari keramaian. Ogan mengejar wanita itu, Ogan juga mempercepat langkah kaki sembari menyebut nama Mauli. "Mauli tunggu," teriak Ogan sambil menghindari dari orang yang berjalan berlawanan. Mauli terus berjalan hingga jauh dari keramaian, ia berhenti di sebuah pagar hitam setinggi dada manusia. Dia berdiri menatap ke atas sambil memperhatikan bintang-bintang. Setelah Ogan mendekat, Mauli mengeluarkan kalimat, " Coba kau lihat, bintang itu indah bukan?" "Mereka hanya ben
Suatu ketika, Profesor membersihkan kalung permata, setelah terlihat jelas bentuk serta keindahan permata tersebut. Timbul rasa iseng Profesor untuk memakai benda tersebut. Pria itu lalu menghadap sebuah cermin kecil. Profesor terkagum dengan liontin permata itu. Tiba-tiba liontin tersebut bercahaya terang, seluruh tubuh Profesor seperti merasakan sesuatu yang aneh. Dari benda itu mengeluarkan radiasi yang menyebabkan tubuh Profesor kaku. Profesor berusaha melepaskan benda itu namun tak bisa. Energi sangat kuat berusaha mempengaruhi Profesor. Profesor meronta-ronta kesakitan, Pria berjubah putih itu kejang-kejang hingga jatuh ke lantai. Kondisi ilmuwan tersebut seperti tengah mengalami sakaratul maut. Seluruh tubuhnya mengeras hin
Mauli mencoba menghubungi Beni, sementara Ogan masih memperhatikan layar TV. Terdengar nada sambung tidak begitu keras namun nyaring. Mauli tak tenang hingga terlihat sedikit aneh. Tuutt… tuuut..! Mauli memperhatikan layar ponsel, setelah layar tersebut muncul waktu yang berjalan ia langsung bicara. “Apa yang terjadi dengan Profesor?” Mauli menempelkan ponsel di telinga kanan. “Aku tidak tahu, tapi banyak menyaksikan ia berubah setelah memakai kalung liontin berwarna merah yang pernah ia bahas beberapa hari lalu,” jelas Beni melalui jaringan telepon. “Kau tau keberadaan Profesor sekarang?” tanya Mauli lebih dalam. “Entahlah, sepertinya Profesor terpengaruh oleh kalung tersebut,” ungkap Beni. “Bagaimana kau yakin?” Mauli bergerak menjauh dari Ogan. Sementara Mauli masih berc
Besoknya, Ogan pergi ke sebuah museum. Ogan berdiri memandangi gedung yang menyimpan berbagai benda kuno itu. Tertulis jelas ‘Museum Miranda’ dari ukuran semen berwarna merah pekat di atas gedung. Beberapa orang berbondong-bondong masuk ke tempat itu. Ogan terlihat tak membawa Akuadron, ia nyempil lalu ikut masuk ke dalam. Tetapi, tidak banyak yang ia temukan di dalam, Ogan hanya mendapati beberapa benda-benda logam yang digunakan zaman Sriwijaya seperti keris, trisula, serta mata uang logam. Ogan berkeliling di tempat benda-benda yang di berada kotak kaca serta jadi perhatian semua pengunjung. Ia melewati beberapa patung manusai purba yang mirip dengan kera. Benda itu juga dilindungi oleh kaca tebal. Suatu ketika ia dapati seorang pemuda yang sedang memperhatikan mata uang kuno. Melihat hal tersebut Ogan tergugah untuk menghampiri pria yang menggunakan pakaian rapi.