Mendengar suara tersebut, mereka langsung mundur dan melepaskan pelukkan. Mereka malah jadi aneh hingga Mauli langsung pergi dari tempat tersebut.
Mauli berjalan agak cepat menjauh dari keramaian. Ogan mengejar wanita itu, Ogan juga mempercepat langkah kaki sembari menyebut nama Mauli.
"Mauli tunggu," teriak Ogan sambil menghindari dari orang yang berjalan berlawanan.
Mauli terus berjalan hingga jauh dari keramaian, ia berhenti di sebuah pagar hitam setinggi dada manusia. Dia berdiri menatap ke atas sambil memperhatikan bintang-bintang.
Setelah Ogan mendekat, Mauli mengeluarkan kalimat, " Coba kau lihat, bintang itu indah bukan?"
"Mereka hanya ben
Suatu ketika, Profesor membersihkan kalung permata, setelah terlihat jelas bentuk serta keindahan permata tersebut. Timbul rasa iseng Profesor untuk memakai benda tersebut. Pria itu lalu menghadap sebuah cermin kecil. Profesor terkagum dengan liontin permata itu. Tiba-tiba liontin tersebut bercahaya terang, seluruh tubuh Profesor seperti merasakan sesuatu yang aneh. Dari benda itu mengeluarkan radiasi yang menyebabkan tubuh Profesor kaku. Profesor berusaha melepaskan benda itu namun tak bisa. Energi sangat kuat berusaha mempengaruhi Profesor. Profesor meronta-ronta kesakitan, Pria berjubah putih itu kejang-kejang hingga jatuh ke lantai. Kondisi ilmuwan tersebut seperti tengah mengalami sakaratul maut. Seluruh tubuhnya mengeras hin
Mauli mencoba menghubungi Beni, sementara Ogan masih memperhatikan layar TV. Terdengar nada sambung tidak begitu keras namun nyaring. Mauli tak tenang hingga terlihat sedikit aneh. Tuutt… tuuut..! Mauli memperhatikan layar ponsel, setelah layar tersebut muncul waktu yang berjalan ia langsung bicara. “Apa yang terjadi dengan Profesor?” Mauli menempelkan ponsel di telinga kanan. “Aku tidak tahu, tapi banyak menyaksikan ia berubah setelah memakai kalung liontin berwarna merah yang pernah ia bahas beberapa hari lalu,” jelas Beni melalui jaringan telepon. “Kau tau keberadaan Profesor sekarang?” tanya Mauli lebih dalam. “Entahlah, sepertinya Profesor terpengaruh oleh kalung tersebut,” ungkap Beni. “Bagaimana kau yakin?” Mauli bergerak menjauh dari Ogan. Sementara Mauli masih berc
Besoknya, Ogan pergi ke sebuah museum. Ogan berdiri memandangi gedung yang menyimpan berbagai benda kuno itu. Tertulis jelas ‘Museum Miranda’ dari ukuran semen berwarna merah pekat di atas gedung. Beberapa orang berbondong-bondong masuk ke tempat itu. Ogan terlihat tak membawa Akuadron, ia nyempil lalu ikut masuk ke dalam. Tetapi, tidak banyak yang ia temukan di dalam, Ogan hanya mendapati beberapa benda-benda logam yang digunakan zaman Sriwijaya seperti keris, trisula, serta mata uang logam. Ogan berkeliling di tempat benda-benda yang di berada kotak kaca serta jadi perhatian semua pengunjung. Ia melewati beberapa patung manusai purba yang mirip dengan kera. Benda itu juga dilindungi oleh kaca tebal. Suatu ketika ia dapati seorang pemuda yang sedang memperhatikan mata uang kuno. Melihat hal tersebut Ogan tergugah untuk menghampiri pria yang menggunakan pakaian rapi.
“Bukan gempa bumi, ini adalah pertanda kemunculan pasukan Bodem,” ucap Ogan mantap. “Aku bisa merasakan kehadiran mereka,” tambahnya. Sementara benda-benda rumah Mauli bergetar, Ogan hanya diam dengan kedua tangan menyeimbangkan badan. Ogan tampak merasakan kehadiran pasukan yang terbuat dari baja itu, seribu pasukan yang bakal memporak-porandakan Miranda. Ogan waspada dan mempersiapkan diri menyambut kehadiran mereka. “Petaka akan datang, kita harus waspada!” Ogan memperingatkan. “Kita harus menghentikan mereka,” seru Mauli. Ogan menoleh ke arah Mauli lalu menatapnya. “Aku sudah temuka
Ogan masih menatap manusia yang mengomandoi pasukan besi. Sedangkan Mauli sedikit menjauh dari posisi mendaratnya. Tiba-tiba Ogan langsung memberi serangan terhadap Profesor. “Bug!” tubuh Ogan jatuh. Sebenarnya Profesor tidak memberi serangan namun, karena pantulan energi dari kalung itu sangat kuat hingga sulit di tembus dan membuat Ogan terpental. “Hei.. kau tidak apa-apa?” tanya Mauli yang berjarak lima meter. “Tidak masalah,” ucap Ogan sambil bangkit. Profesor mengetahui keberadaan Ogan, ia memerintah pasukannya untuk menggempur Ogan. “Singkirkan mereka!” perintah Profesor.
Akibat benturan tersebut membuat Mauli kaget hingga ia menjerit. Kemudian Profesor menoleh ke arah Mauli. Pria berkalung itu lantas turun. Matanya tajam sambil menatap Mauli. Ogan menyadari bahwa Profesor hendak menyakiti Mauli. Ia melempar Akuadron ke arah Profesor. Benda itu mengenai tubuh Profesor bagian belakang hingga laki-laki itu jatuh tersungkur. Mauli hanya melotot melihat orang itu jatuh dengan kepala duluan. “Dia belum mati,” Mauli ketakutan. Ketika Akuadron kembali ke tangan Ogan, ia langsung memberi pukulan pada pasukan Bodem yang berada di belakangnya. Ogan mengincar kepala hingga jatuh ke samping kiri. Ogan berdiri sambil mengatur mengatur nafas. Sementara benda logam berbent
Ogan Membawa tubuh Mauli terbang menjauh. Profesor bangun dengan wajah kesal. Ia berjalan sambil memandang ke arah dua manusia itu. Usai mendarat Ogan kemudian meletakkan tubuh Mauli di atas tempat tidur. Ogan kembali sibuk, ia mencari sesuatu di atas meja tamu. Ogan membuka laci, tak menemukan sesuatu, Ogan kembali ke ruang kamar. Ogan meraih tas Mauli lalu tangannya menggenggam ponsel. Tak lama suara HP berdering, panggilan suara itu ternyata tertuju kepada Beni. “Halo” “Mauli sedang terluka tolong datang kesini,” kata Ogan panik. “Ada apa?” Beni penasaran. “Tidak usah banyak ci
Iwan dan Beni menatap Ogan. Ogan menatap mereka balik sambil mengeluarkan informasi penting, ”Profesor sebentar lagi akan menguasai Miranda.” “Dari mana kau tau?” sahut Iwan serius. “Kekuatan kalung itu, Profesor memiliki hasrat menguasai wilayah bersama pasukan Bodem,” jelas Ogan. “Siapa Bodem?” Beni penasaran. “Pasukan logam yang tidak bisa mati, aku sudah bertempur dengan mereka namun mereka bisa bangkit kembali,” jelasnya. “Bagaimana untuk menghadapi mereka?” kata dokter itu. Ogan berjalan sambil melipat tangan sedangkan kepalanya nunduk. “Hanya ada satu cara, memisahkan kalung itu