Iwan dan Beni menatap Ogan. Ogan menatap mereka balik sambil mengeluarkan informasi penting, ”Profesor sebentar lagi akan menguasai Miranda.”
“Dari mana kau tau?” sahut Iwan serius.
“Kekuatan kalung itu, Profesor memiliki hasrat menguasai wilayah bersama pasukan Bodem,” jelas Ogan.
“Siapa Bodem?” Beni penasaran.
“Pasukan logam yang tidak bisa mati, aku sudah bertempur dengan mereka namun mereka bisa bangkit kembali,” jelasnya.
“Bagaimana untuk menghadapi mereka?” kata dokter itu.
Ogan berjalan sambil melipat tangan sedangkan kepalanya nunduk. “Hanya ada satu cara, memisahkan kalung itu
Profesor Garung berjalan seolah pejabat negara diiringi oleh ajudan berkekuatan super. Makhluk-makhluk besi itu menyebar di pusat kota dan membuat onar. “Hahaha.. kota ini adalah milikku, tidak ada yang bisa menghalangiku dalam memimpin wilayah ini,” Profesor menatap ke langit. Laksana di tilang polisi, pria itu kini dikepung oleh pasukan polisi. Mereka siap siaga satu dengan satu hitungan bisa melesatkan ribuan peluru. “Menyerahlah Profesor!” (suara nyaring). “Lebih baik menyerah daripada kau harus menanggung akibatnya,” kata Komandan Bram. Dengan congkak Profesor melangkah ke depan sambil tertawa sinis. Pria itu berdiri sepuluh meter dari
Di rumah Mauli, tiga orang sedang mengeluarkan tubuh Mauli dari rumah. Beni dan Iwan berusaha memasukan Mauli ke dalam mobil berwarna kuning milik Beni. “Kita harus cari tempat jauh dari kota ini untuk sementara,” Iwan membuka pintu mobil. Mauli duduk di belakang bersandar tubuh Iwan, Beni menjadi sopir, sementara Ogan di sampingnya. Mobil itu melaju mengikuti jalan poros ke arah selatan. Perasaan tak tenang menghantui mereka melihat Miranda mulai digempur oleh Profesor Garung. “Mau kemana kita?” Ogan tolah-toleh. “Ke selatan, di sana ada tempat jauh dari kota ini, kita akan aman di sana,” kata Beni sambil membetulkan kacamata.
“Kita harus pergi, tidak ada waktu lagi Ben,” teriak Iwan. Beni sempat menatap Ogan yang terkapar. Matanya berkaca-kaca, dengan berat hati Beni masuk kembali. Beni tancap gas, sementara pasukan itu berusaha mengejar, namun Ogan menghalangnya. Sebuah menara besar berhasil Ogan robohkan dengan menggunakan Akuadron. Lemparan jarah jauh itu mampu merobohkan menara itu hingga menghalangi jalan pasukan Bodem. “Hehehe…” Terlihat senyum berat dari Ogan sementara tetesan darah dari mulutnya telah keluar. Kepuasan Ogan sangat terlihat hingga Profesor merasa jengkel. “Dasar!” Profesor melang
Miranda mengeluarkan asap-asap hitam yang berasal dari gedung rusak akibat dihancurkan oleh pasukan Bodem. Mereka terpana melihat wajah kota yang tercemar. Iwan menjatuhkan kayu bakar yang ia genggam, sementara ia malah melongo. “Aku lupa membawa Bleki,” ucap Iwan pelan. Beni mendengar suara lirih itu, “Siapa Bleki?” “Tidak!” “Dia hanya seekor anjing, aku baru membeli kemarin, ia tertinggal di rumah,” jawab Iwan. “Bodoh!” “Kenapa kau biarkan dia sendiri, dia bisa mati,” Beni mendekat sambil meninggikan nada. “Kau gila?” “Menyelamatkan diri sendiri saja hampir tidak bisa, Ogan menyelamatkan kita, kau ingat?” balas Iwan. “Yaaa… setidaknya ada suara anjing di sini agar tidak sepi tempat ini,” Beni mengeluarkan ekspresi sedih sambil duduk lesu. “Kita tak tau ap
Tiba-tiba satu tank dihempas oleh bongkahan batu, berkali-kali Bodem membantai kendaraan besi itu hingga tak berbentuk asli.Satu tank lagi meluncurkan peluru. Namun sayang, peluru tersebut ternyata dapat ditangkap oleh salah satu pasukan Profesor.Peluru berukuran besar itu lalu arahkan balik, menyadari benda itu kembali dua orang yang berada di tank itu buru-buru menyelamatkan diri.Boom!Ledakan tersebut cukup besar hingga cahaya ledakan itu berhasil dilihat oleh Beni. Pria itu melotot ke arah depan. Terlihat cahaya api yang mencolok di malam gulita.“Apa mungkin Ogan akan selamat? Beni menatap tajam. Iwan juga menyaksikan peristiwa itu lalu bergum
“Aku juga tidak percaya, di Miranda hanya kau yang tau tentang diriku,” Ogan menepuk pundak pria itu. “Andai aku bawa ponsel, aku ingin mengabadikan momen ini,” ucap pria itu. “Abadikan saja di dalam ingatanmu, kawan,” Ogan membalik badan lalu mendekat jeruji besi lagi. Ogan mengangkat tangan kanan, ia berusaha memanggil Akuadron. Namun, Ogan seperti orang gila, berceloteh menyebut Akuadron. Senjata pamungkasnya tak kunjung muncul. “Akuadron!” teriak Ogan. Orang di sekitar malah saling pandang, Ogan bertingkah aneh, sementara mereka berbisik tak jelas. “Bangsat!” &n
Profesor mengarahkan tangan kanannya ke arah tentara yang baru saja mengisi amunisi. Energi memancar dari telapak tangan lalu menyentuh peluru sebesar lengan itu. Benda itu meledak hingga memporak-porandakan pasukan Miranda.Tak tanggung-tanggung, Profesor menyapu bersih pasukan Miranda itu dengan teknik yang ia gunakan sebelumnya. Para tentara itu terkena ledakan hingga terpental jatuh ke bawah dari gedung yang berlantai 20.Profesor itu merentangkan kedua tangan lalu mengeluarkan suara ketawa mengerikan tanda kepuasan terhadap apa yang telah ia lakukan barusan. Pelan-pelan pasukannya yang sudah hampir habis itu kembali utuh. Kepingan-kepingan benda itu bergerak lalu menyatu membentuk tubuh hingga kembali sempurna.Pasukan itu memiliki kekuatan supranatural yang sanga
Terdengar suara pintu bergetar hebat seakan mau jebol. Iwan terbangun dan langsung panik. Wajah paman Beni itu masih terlihat kusut, kedua matanya terbelalak kedepan.“Apa itu?” Iwan bergerak mendekati Beni yang sedang membawa semangkuk mie instan panas. Uap panas masih terlihat hingga menyentuh kulit wajah Beni.Brak.. brak!Suara pintu itu semakin keras, mereka juga makin takut seakan didatangi malaikat pencabut nyawa. Iwan yang belum apa-apa sudah basah. Sedangkan Beni mulai gemetar hingga suara getaran garpu dan sendok bersentuhan dengan mangkok itu terdengar nyaring.“Sepertinya pasukan itu kesini,” oceh Beni.“Waduh, gawa