"Patung itu ada yang mencuri," kata Beni sambil mendekati Mauli.
"Bagaimana bisa?" Mauli pura-pura.
“Entahlah.. sebaiknya kau lihat sendiri,” ucap Beni.
Mereka mengamati benda tersebut menyisakan material yang sama, pecahan material berupa batu.
"Sepertinya batu itu tidak dicuri, karena benda-benda itu memiliki material yang sama," Profesor Garung memperlihatkan pecahan benda itu.
"Aku rasa patung itu benda hidup yang dibungkus oleh fosil ini," kata Profesor enteng.
"Biar aku coba gabungkan benda ini," kata Profesor lalu meninggalkan Mauli dan Beni.
Ternyata tidak membutuhkan waktu lama untuk menggabungkan pecahan benda tersebut. Profesor berhasil menyatukan pecahan material itu hingga hampir sempurna.
Ada bagian yang hilang di tongkat, tetapi Profesor membuat imitasi untuk melengkapi bagian tersebut. Setelah benda itu terlihat sempurna, mereka membenarkan teori Profesor bahwa benda yang mereka temukan adalah makhluk hidup.
Mauli sedikit lega karena mereka tidak mengetahui bahwa makhluk yang mereka maksud adalah Ogan. Namun, wanita itu juga khawatir karena saat ini ia tidak mengetahui keberadaan Ogan.
Di tempat lain, Ogan berkunjung ke Muara Takus, Riau, salah satu situs peninggalan Sriwijaya. Ogan mengendarai Akuadron yang dapat terbang seperti sapu penyihir. Namun, Ogan tidak menungganginya melainkan menggantung pada Akuadron.
Ogan mendarat dengan cepat lalu memperhatikan Candi Muara Takus yang terlihat lapuk. Pria itu berkeliling hingga ia mendapatkan kepuasan tentang informasi yang ia kuak.
"Sriwijaya benar-benar telah runtuh," kata Ogan pelan.
Ogan memperhatikan candi yang terbuat dari batu pasir, batu sungai, dan batu bata berwarna kecoklatan itu. Setelah puas, Ogan kembali melayang meninggalkan tempat itu.
Jam delapan malam, Mauli sudah berada di rumah, wanita itu masih kepikiran dengan Ogan. Ia datang dari kamar lalu menuju dapur hendak mengambil air dingin di kulkas. Mauli hanya menggunakan kaos putih dengan celana pendek biru tua.
Setelah meneguk air dari gelas yang ia tuangkan dari botol, Mauli masih berdiri melamun. Tiba-tiba terdengar suara keras dari depan.
"Braakk!"
Suara keras daun pintu yang terbuat dari kayu itu jebol akibat ditendang oleh Ogan. Mauli berteriak keras sambil menjatuhkan gelas ke lantai. Wanita itu duduk sambil menutup kedua telinga.
"Hai, aku Ogan," Ogan menyentuh pundak Mauli yang telah ketar-ketir. Mauli menoleh ke arah Ogan yang merasa tak dosa.
"Lain kali kau harus ketuk pintu dulu, ini bukan zamanmu, " kata Mauli marah. Ogan tidak menyadari bahwa ia telah membuat kekacauan.
"Maaf, aku tidak tahu, biar aku betulkan," Ogan mengangkat daun pintu yang tergeletak itu.
Ogan berusaha membetulkan, Ssementara Mauli membersihkan serpihan kaca dari gelas yang ia jatuhkan. Setelah Itu, wanita itu berdiri sambil memperhatikan gerak gerik Ogan yang tengah sibuk.
Ogan tampak bingung pintu modern yang baru ia temukan. Mauli lalu mengambil sesuatu dari laci lemari. Wanita itu menyodorkan engsel baru dan palu.
"Bisa cara menggunakan benda tersebut?" Mauli masih berdiri tidak jauh dari tempat Ogan bekerja. Ogan memperhatikan engsel tersebut lalu mencocokkan bekas tempat yang berada di bagian daun pintu.
Tak lama kemudian Ogan mengerti, ia lalu memasangnya dengan cepat. Setelah pintu bisa berfungsi dengan baik, Ogan mengembalikan palu itu kepada Mauli.
"Kemana saja? Mauli terlihat kesal.
Kemudian Ogan menceritakan bahwa ia baru saja ke tempat-tempat yang menurutnya berkaitan dengan Sriwijaya. Pria yang masih berkostum seperti aktor drama kolosal itu masih bingung.
Mauli mendekati Ogan lalu memberikan ucapan yang malah membuat pria itu tambah bingung.
"Besok jangan kemana-mana," kata Mauli lalu pergi.
Paginya, Mauli dapati Ogan nonton televisi dengan judul film kartun Tom and Jerry. Ogan tampak senang dengan tontonan yang selama ini belum pernah ia rasakan.
"Bagaimana bisa kau menyalakan TV?" Mauli sudah siap berangkat kerja. Ogan tidak memperhatikan Mauli, ia fokus yang membuat dirinya bisa terhibur.
"Tidak sengaja melihat ada orang yang melakukan hal sama di luar sana," kata Ogan dengan ekspresi senang.
Mauli menyuruh Ogan untuk mengganti pakaian. Mauli memberikan pakaian yang terlihat seukuran dengan postur Ogan.
Ogan menggunakan kaos abu-abu dengan celana jeans hitam. Setelah menggunakan pakaian, Mauli memberi Ogan sepasang sepatu kulit coklat muda. Tidak hanya itu, Mauli juga memberikan tas panjang, seukuran tongkatnya.
"Sembunyikan senjatamu di sini," Mauli memberikan tas berwarna hitam.
Ogan memasukan Akuadron ke dalam tas lalu Mauli membantunya memposisikan benda tersebut di punggung.
"Sepertinya aku butuh mandi," kata Ogan sambil mengendus-endus.
"Nanti saja, sudah terlambat," Mauli mempercepat langkahnya.
Sesampainya di lokasi, Mauli langsung mengajak Ogan melihat patung dari dirinya. Ogan mengamati patung itu sedikit berjarak karena cukup banyak orang. Pria itu menggendong tas seperti membawa kumpulan anak panah. Kemudian Ogan menjauh dari keramaian, sementara Mauli tampak sibuk. Ogan duduk sekitar 10 meter dari tempat Mauli bekerja. "Siapa Pria itu?" kata Profesor Garung pada Mauli. "Dia temanku," jawab Mauli sambil melebarkan mulutnya. “Oh.. teman, dia cukup tampan,” ucap Profesor sambil mengeluarkan kuas kecil. Mauli tak merespon tapi, ia menjauh dengan malu-malu.
Tak lama Mauli meraih tasnya lalu angkat kaki. Wanita itu berjalan keluar ke arah timur. Setelah itu, Mauli masuk minimarket dengan plang ‘Ronamart’, di dalam mauli mengambil sebungkus gula lalu disodorkan ke kasir. Usai lakukan pembayaran Mauli menuju jalan pulang dengan membawa kantong plastik putih. Sementara di rumah, Ogan sedang belajar masak telur, ia belajar memasak hasil menonton tutorial di Youtube, Ogan dengan teliti memperhatikan video itu sambil menggoreng. Ogan juga telah menanak nasi dengan Rice Cooker. Prajurit tersebut sengaja memasak memberikan kejutan untuk Mauli. Ogan mempersiapkan peralatan makan seperti yang pernah dilakukan Mauli. Dua piring yang masing-masing telah berisi telur ceplok, sementara di tengah meja terdapat seonggok nasi putih.
Dua sepasang manusia itu berjalan di tepi jalan, wanita berambut gelombang itu terlihat cantik ketika menggunakan topi rajut berwarna coklat. Sementara Ogan terlihat seperti pria pekerja keras dengan tubuhnya kekar berotot. Hari ini mereka akan berkeliling dengan mengunjungi beberapa tempat wisata. Miranda adalah tempat yang sejuk serta tidak begitu tercemar dengan polusi udara. Tempat yang penuh dataran tinggi dan perbukitan itu akan diperkenalkan oleh Mauli. Ogan berjalan mengikuti jejak Mauli dari kanan, Sementara tas hitam selalu melekat di punggung. "Kita mau kemana?" wajahnya menatap Mauli. Mauli yang tubuhnya lebih pendek mendongak ke atas. "Kita
“Tak ku sangka benda itu sakti,” ucapnya pelan. Tak lama, ia menutup tas berwarna hitam lalu meletakkan di lemari dengan rapi. Setelah itu bedu melayani pengunjung yang lain. Setelah itu, sang pemilik muncul, ia lalu meminta tas yang barusan ia titipkan. “Nomor 25,” kata Ogan sambil menyodorkan kartu kecil warna putih. Penjaga itu lalu membuka loker nomor 25 serta mengambil tas Mauli dan Ogan. Setelah menerima barang mereka, penjaga itu angkat bicara. "Dari mana kau dapatkan benda itu?" Bedu menatap Ogan. "Maksudmu benda ini?" jawab Ogan sambil mengangkat tas. "Ini adalah Akuadron, senjata pamungkasku, hanya sekali pukulan gunung pun bisa terbelah," kata Ogan dengan bangga. Bedu hanya berekspresi biasa, sebelum Ogan menambah kalimatnya, Mauli langsung menarik lengan Ogan. “Hei, apa yang kau lakukan? Mauli,” Og
Mereka lalu berjalan di lorong sebelah kanan, Mauli melihat sekelompok Harimau Sumatera yang sedang diberi makan oleh penjaga. Mauli dan Ogan hanya memperhatikan dua ekor harimau yang sedang makan potongan daging segar. "Pernah dengar manusia harimau di tanah Sumatera tidak?" Mauli melihat wajah Ogan. Ogan tidak langsung menjawab, ia berpikir sejenak hingga akhirnya membuka mulut. "Di zamanku tidak pernah mendengar tentang hal tersebut," ungkap pria yang berdiri di samping kanan Mauli. Mauli melanjutkan pembicaraannya, "Aku yakin hewan juga bisa mengerti bahwa manusia bukanlah musuh." "Kau tau bahwa harimau menjadi simbol sakral di tanah Sumatera," ucap wanita itu lagi. Mulutnya terus bersuara namun menatap ke arah harimau yang berada di depannya. "Ada apa dengan hewan tersebut?" Ogan berjalan pindah ke sisi kiri. "Di tanah Sumatera sangat t
Mendengar suara tersebut, mereka langsung mundur dan melepaskan pelukkan. Mereka malah jadi aneh hingga Mauli langsung pergi dari tempat tersebut. Mauli berjalan agak cepat menjauh dari keramaian. Ogan mengejar wanita itu, Ogan juga mempercepat langkah kaki sembari menyebut nama Mauli. "Mauli tunggu," teriak Ogan sambil menghindari dari orang yang berjalan berlawanan. Mauli terus berjalan hingga jauh dari keramaian, ia berhenti di sebuah pagar hitam setinggi dada manusia. Dia berdiri menatap ke atas sambil memperhatikan bintang-bintang. Setelah Ogan mendekat, Mauli mengeluarkan kalimat, " Coba kau lihat, bintang itu indah bukan?" "Mereka hanya ben
Suatu ketika, Profesor membersihkan kalung permata, setelah terlihat jelas bentuk serta keindahan permata tersebut. Timbul rasa iseng Profesor untuk memakai benda tersebut. Pria itu lalu menghadap sebuah cermin kecil. Profesor terkagum dengan liontin permata itu. Tiba-tiba liontin tersebut bercahaya terang, seluruh tubuh Profesor seperti merasakan sesuatu yang aneh. Dari benda itu mengeluarkan radiasi yang menyebabkan tubuh Profesor kaku. Profesor berusaha melepaskan benda itu namun tak bisa. Energi sangat kuat berusaha mempengaruhi Profesor. Profesor meronta-ronta kesakitan, Pria berjubah putih itu kejang-kejang hingga jatuh ke lantai. Kondisi ilmuwan tersebut seperti tengah mengalami sakaratul maut. Seluruh tubuhnya mengeras hin
Mauli mencoba menghubungi Beni, sementara Ogan masih memperhatikan layar TV. Terdengar nada sambung tidak begitu keras namun nyaring. Mauli tak tenang hingga terlihat sedikit aneh. Tuutt… tuuut..! Mauli memperhatikan layar ponsel, setelah layar tersebut muncul waktu yang berjalan ia langsung bicara. “Apa yang terjadi dengan Profesor?” Mauli menempelkan ponsel di telinga kanan. “Aku tidak tahu, tapi banyak menyaksikan ia berubah setelah memakai kalung liontin berwarna merah yang pernah ia bahas beberapa hari lalu,” jelas Beni melalui jaringan telepon. “Kau tau keberadaan Profesor sekarang?” tanya Mauli lebih dalam. “Entahlah, sepertinya Profesor terpengaruh oleh kalung tersebut,” ungkap Beni. “Bagaimana kau yakin?” Mauli bergerak menjauh dari Ogan. Sementara Mauli masih berc