Kedua orang itu sama-sama bingung dengan kejadian yang tak lazim ini. Merasakan ketakutan Mauli, Pria itu duduk sedikit jauh dari Mauli. Setelah lama menatap pria itu, Mauli menyimpulkan bahwa pria itu tidak berbahaya. Perlahan, ia mendekati sang prajurit.
"Siapa namamu? Aku Mauli," giliran Mauli yang berusaha menenangkan pria yang kebingungan itu.
"Ogan, prajurit terkuat dari serdadu Sriwijaya," tutur pria itu.
Mauli berusaha memproses informasi baru mengenai Ogan. Ia mempelajari pecahan batu di sekitarnya yang sebagian besar ada di lantai sementara yang lainnya melayang. Ia meraih serpihan batu yang melayang tersebut.
"Material itu sepertinya yang telah merubahku jadi batu," ucap Ogan sambil menunjuk kumpulan serpihan batu tersebut.
"Benda itu melayang karena pengaruh dari Akuadron," jelas Ogan sambil memperlihatkan tongkatnya yang berwarna biru muda permata.
Tongkat tersebut sangat unik, dihiasi dengan ukiran batik dan materialnya tidak terlihat seperti kayu atau logam. Berdasarkan warnanya, tongkat tersebut seperti berasal dari batu.
Mauli tidak takut lagi. Aneh, namun Mauli mengakui bahwa prajurit yang bertapa selama seribu tahun itu nyata. Melihat pakaian Ogan, Mauli semakin yakin bahwa Ogan adalah benar-benar prajurit Kerajaan Sriwijaya.
"Sebenarnya aku adalah salah satu dari lima prajurit dari Sriwijaya, aku tidak tahu apakah teman-temanku sudah mati atau masih hidup," terang Ogan.
"Tapi aku tak tau mereka ada di mana. Dulu, aku, Yaraja, Nalanda, Cudamani dan Lagiri adalah pasukan barisan depan ketika Sriwijaya berperang," Ogan menjelaskan dengan ekspresi carut marut.
Mauli mengenali kebingungan di wajah Ogan, pria itu terlihat sama bingungnya seperti manusia yang baru lahir. Wanita itu pun mencoba membantu Ogan.
"Hari sudah malam dan aku harus pulang. Mungkin kau bisa tinggal di rumahku sementara," kata Mauli menawarkan.
Ogan masih tampak ragu dengan wanita yang baru ia kenal tersebut. Ogan masih celingukan bingung, sementara Mauli mengemas serpihan batu tadi ke dalam tasnya.
"Ayo!" kata Mauli sambil menjauh.
Ogan mengikuti Mauli yang berjalan di kegelapan malam. Mereka berjalan di samping jalan yang ramai dengan kendaraan umum yang berlalu lintas. Sementara itu, Ogan tampak aneh dengan benda-benda bersuara bising tersebut.
"Benda apa itu? Di zaman ku belum ada seperti itu, kuda-kuda di zamanku tidak ada yang kakinya bulat," kata Ogan sambil mengayunkan tongkatnya.
"Itu adalah mobil, generasi modern dari kereta kuda," jelas Mauli sambil tersenyum.
Ketika melintasi lampu merah, Ogan makin penasaran hingga menatap kendaraan yang sedang berhenti tersebut. Yang membuat Mauli tertawa adalah Ogan malah berdiri di tengah jalan. Ketika lampu menyala hijau, kendaraan tersebut lantas bergerak maju, Mauli langsung menarik Ogan pada saat itu.
"Kau tidak boleh berhenti di tengah jalan," minta Mauli yang deg-degan habis menyelamatkan Ogan.
Mauli lanjut melangkah. Sementara Ogan mengikuti sambil sesekali celingukan seperti orang hilang. Ogan heran dengan zaman sekarang yang sudah jarang tumbuhan serta sangat berisik menurutnya aneh.
Mata Ogan juga terpana dengan gedung-gedung pencakar langit Miranda yang tampak megah dengan kilauan lampu. Meski terasa aneh, Ogan terkagum dengan penampilan Kota Miranda dengan lampu warna kelap-kelip.
Kemudian Mauli masuk gang yang tidak terlalu ramai. Namun, ada beberapa orang berpapasan dengan mereka berdua. mereka mengira bahwa Ogan adalah cosplay Anime Jepang.
"Keren bang, karakter anime apa?" tanya anak kecil.
Ogan tidak menjawab, ia malah bertambah bingung karena tidak tahu maksud dari pertanyaan anak tersebut. Sementara Mauli hanya tersenyum kecil mendengar pertanyaan anak laki-laki tadi.
"Anime itu apa?" Ogan mempercepat langkahnya hingga mendahului Mauli.
"Semacam gambar tapi bergerak," jawab Mauli berhenti sejenak, setelah itu ia lanjut berjalan.
“Keren sekali, gambar saja bisa bergerak,” pikir Ogan.
Wajahnya menatap ke arah anak tadi. Tak berapa lama mereka masuk gedung kemudian naik ribuan anak tangga. Gedung tu adalah rumah susun, cahaya terang di setiap sudut memperlihatkan bahwa gedung itu berpenghuni.
Setelah naik tangga 10 menit, mereka sampai di rumah Mauli. Mauli membuka kunci lalu mendorong daun pintu. Sementara Ogan sempat melirik angka 36 yang terpampang di atas kusen.
Setelah di dalam, wajah bingung Ogan membuat Mauli ketawa kecil. Ogan tidak familiar dengan ruangan tersebut. Di hadapannya ada meja panjang berwarna coklat mengkilap tanpa isi.
Kemudian, Ogan melihat-lihat isi ruangan. Ogan terkagum dengan benda menyala di atas langit-langit rumah Mauli. Benda itu membuat Ogan tersenyum.
“Kami menyebutnya lampu,” ucap Mauli sibuk di dapur. Ogan hanya menoleh sebentar.
Terdengar suara minyak goreng dipanaskan, Tak lama Mauli memasukan sepotong daging ayam. Sembari menggoreng Mauli menanak nasi dengan Rice Cooker.
Setelah itu, Ogan masuk ke kamar Mauli yang tak terkunci. Ogan melihat benda merah terbuat dari kain di ranjang, namun ia tidak mengenalinya. Ogan tampak biasa sambil terus bergerak.
Ia mendekati lemari dengan kaca besar, di situ terdapat berbagai merek kosmetik tertata rapi. Kamar itu berdinding krem mencolok berisi satu tempat tidur, dua lemari serta empat foto Mauli menempel di tembok dengan frame hitam.
Tak lama Mauli menyusul, sontak ia kaget melihat perkakasnya tercecer di tempat tidur. Mauli panik, ia berlari lalu mengambil celana dalamnya lalu menyembunyikan di balik badan.
"Kenapa?" tanya Ogan polos. "Tidak, ayo makan," ucap Mauli aneh. Ogan melihat wajah Mauli sambil mendepat. “Kau keluar dulu,” pinta Mauli menjaga jarak. “Baik,” jawab Ogan keluar. Setelah itu, Mauli bernafas lega karena Ogan tidak mengerti tentang barang pribadinya. Wanita itu menyimpannya di lemari kemudian menemui Ogan. Mereka duduk lesehan di hadapan meja pendek, Ogan memperhatikan makanan di depannya. Ogan tidak asing bentuk dan aroma khas makanan ters
"Patung itu ada yang mencuri," kata Beni sambil mendekati Mauli. "Bagaimana bisa?" Mauli pura-pura. “Entahlah.. sebaiknya kau lihat sendiri,” ucap Beni. Mereka mengamati benda tersebut menyisakan material yang sama, pecahan material berupa batu. "Sepertinya batu itu tidak dicuri, karena benda-benda itu memiliki material yang sama," Profesor Garung memperlihatkan pecahan benda itu. "Aku rasa patung itu benda hidup yang dibungkus oleh fosil ini," kata Profesor enteng.
Sesampainya di lokasi, Mauli langsung mengajak Ogan melihat patung dari dirinya. Ogan mengamati patung itu sedikit berjarak karena cukup banyak orang. Pria itu menggendong tas seperti membawa kumpulan anak panah. Kemudian Ogan menjauh dari keramaian, sementara Mauli tampak sibuk. Ogan duduk sekitar 10 meter dari tempat Mauli bekerja. "Siapa Pria itu?" kata Profesor Garung pada Mauli. "Dia temanku," jawab Mauli sambil melebarkan mulutnya. “Oh.. teman, dia cukup tampan,” ucap Profesor sambil mengeluarkan kuas kecil. Mauli tak merespon tapi, ia menjauh dengan malu-malu.
Tak lama Mauli meraih tasnya lalu angkat kaki. Wanita itu berjalan keluar ke arah timur. Setelah itu, Mauli masuk minimarket dengan plang ‘Ronamart’, di dalam mauli mengambil sebungkus gula lalu disodorkan ke kasir. Usai lakukan pembayaran Mauli menuju jalan pulang dengan membawa kantong plastik putih. Sementara di rumah, Ogan sedang belajar masak telur, ia belajar memasak hasil menonton tutorial di Youtube, Ogan dengan teliti memperhatikan video itu sambil menggoreng. Ogan juga telah menanak nasi dengan Rice Cooker. Prajurit tersebut sengaja memasak memberikan kejutan untuk Mauli. Ogan mempersiapkan peralatan makan seperti yang pernah dilakukan Mauli. Dua piring yang masing-masing telah berisi telur ceplok, sementara di tengah meja terdapat seonggok nasi putih.
Dua sepasang manusia itu berjalan di tepi jalan, wanita berambut gelombang itu terlihat cantik ketika menggunakan topi rajut berwarna coklat. Sementara Ogan terlihat seperti pria pekerja keras dengan tubuhnya kekar berotot. Hari ini mereka akan berkeliling dengan mengunjungi beberapa tempat wisata. Miranda adalah tempat yang sejuk serta tidak begitu tercemar dengan polusi udara. Tempat yang penuh dataran tinggi dan perbukitan itu akan diperkenalkan oleh Mauli. Ogan berjalan mengikuti jejak Mauli dari kanan, Sementara tas hitam selalu melekat di punggung. "Kita mau kemana?" wajahnya menatap Mauli. Mauli yang tubuhnya lebih pendek mendongak ke atas. "Kita
“Tak ku sangka benda itu sakti,” ucapnya pelan. Tak lama, ia menutup tas berwarna hitam lalu meletakkan di lemari dengan rapi. Setelah itu bedu melayani pengunjung yang lain. Setelah itu, sang pemilik muncul, ia lalu meminta tas yang barusan ia titipkan. “Nomor 25,” kata Ogan sambil menyodorkan kartu kecil warna putih. Penjaga itu lalu membuka loker nomor 25 serta mengambil tas Mauli dan Ogan. Setelah menerima barang mereka, penjaga itu angkat bicara. "Dari mana kau dapatkan benda itu?" Bedu menatap Ogan. "Maksudmu benda ini?" jawab Ogan sambil mengangkat tas. "Ini adalah Akuadron, senjata pamungkasku, hanya sekali pukulan gunung pun bisa terbelah," kata Ogan dengan bangga. Bedu hanya berekspresi biasa, sebelum Ogan menambah kalimatnya, Mauli langsung menarik lengan Ogan. “Hei, apa yang kau lakukan? Mauli,” Og
Mereka lalu berjalan di lorong sebelah kanan, Mauli melihat sekelompok Harimau Sumatera yang sedang diberi makan oleh penjaga. Mauli dan Ogan hanya memperhatikan dua ekor harimau yang sedang makan potongan daging segar. "Pernah dengar manusia harimau di tanah Sumatera tidak?" Mauli melihat wajah Ogan. Ogan tidak langsung menjawab, ia berpikir sejenak hingga akhirnya membuka mulut. "Di zamanku tidak pernah mendengar tentang hal tersebut," ungkap pria yang berdiri di samping kanan Mauli. Mauli melanjutkan pembicaraannya, "Aku yakin hewan juga bisa mengerti bahwa manusia bukanlah musuh." "Kau tau bahwa harimau menjadi simbol sakral di tanah Sumatera," ucap wanita itu lagi. Mulutnya terus bersuara namun menatap ke arah harimau yang berada di depannya. "Ada apa dengan hewan tersebut?" Ogan berjalan pindah ke sisi kiri. "Di tanah Sumatera sangat t
Mendengar suara tersebut, mereka langsung mundur dan melepaskan pelukkan. Mereka malah jadi aneh hingga Mauli langsung pergi dari tempat tersebut. Mauli berjalan agak cepat menjauh dari keramaian. Ogan mengejar wanita itu, Ogan juga mempercepat langkah kaki sembari menyebut nama Mauli. "Mauli tunggu," teriak Ogan sambil menghindari dari orang yang berjalan berlawanan. Mauli terus berjalan hingga jauh dari keramaian, ia berhenti di sebuah pagar hitam setinggi dada manusia. Dia berdiri menatap ke atas sambil memperhatikan bintang-bintang. Setelah Ogan mendekat, Mauli mengeluarkan kalimat, " Coba kau lihat, bintang itu indah bukan?" "Mereka hanya ben