SereiaApa saja yang kau katakan kepada Gina? Kenapa dia sampai memblokir nomorku?El melihat ke arah lain dan diam saja.SereiaJawab aku keparat!El tersenyum tipis.ElOh maaf-maaf. Aku kira siapa yang meneleponku malam-malam. Ternyata itu kamu ya? Kamu membuka blokiran nomorku hanya ingin mencari tahu itu?SereiaKau pasti mengatakan sesuatu yang tidak-tidak sehingga menyebabkan dia marah sampai memblokir nomorku.ElTidak kok. Aku yang menyuruhnya.SereiaKau...kenapa kau melakukan itu?ElKarena dia pacarku mulai sekarang. Dia baru saja pulang. Kami habis tidur bersama.Sereia membeku selama beberapa saat.ElKenapa kamu diam saja? Jika kamu menanyakan soal konteksnya maka jawabanku adalah seperti ini. Dengarkan aku baik-baik Sereia. Wajar jika seorang kekasih melarang kekasihnya untuk berhubungan dengan orang lain yang mungkin berdampak buruk untuk hubungan kita. Jadi aku hanya melakukan hal tersebut. Kamu tidak perlu khawatir soal Gina marah padamu. Jika kamu butuh bantuan di
Sereia langsung bangkit untuk mengehntikan Erix yang akan menyerang bibinya. Sementara Kai langsung mengambil barang-barang yang dilemparkan oleh bibinya dan mengemasnya lagi dengan cepat. Bibinya tidak menyerah dan merebut barang-barang itu dari Kai. Kai berteriak dan mencoba mempertahankan baran-barangnya. Flosie membantu Kai dengan menarik pakaian bibinya. "Bibi, kamu sudah keterlaluan!" tegas Sereia marah. "Aku benar-benar akan melaporkan kalian kepala polisi atas kasus kekerasan terhadap anak dibawah umur!" Bibi mereka menoleh marah kepada Sereia. "Kalau begitu kembalikan keringat yang kami keluarkan untuk kalian!" tukasny tajam. "Bibi mau berapa? Tapi biarkan kami pergi dari sini sekarang juga!" tegas Sereia.
"Kamu sudah melihat ponselmu? Kamu mendapatkan telepon sampai puluhan kali dari Sereia," kata ibunya Elias begitu melihat putranya tampaknya baru bangun langsung menuju ke kamar mandi. Terlihat sekali wajahnya masih setengah mengantuk. Seketika kedua mata El terbuka lebar. Dia berhenti berjalan dan menoleh ke ibunya. "Kenapa ibu tidak membangunkanku?" tanya El. Tanpa menunggu jawaban dari ibunya, El bergegas memeriksa ponselnya di kamar. Ternyata memang ada puluhan panggilan tidak terjawab dari Sereia. Bukankah wanita itu sudah memblokir nomornya? Kenapa sekarang dia membukanya lagi terlebih menelponnya berkali-kali? El pun menelepon Sereia. Dia berharap dirinya tidak terlambat. Namun teleponnya tidak diangkat. Sereia ketiduran dan dia tampak terlelap begitu tenang. Ponselnya berdering tidak membangunkannya. El tidak menyerah. Dia meneleponnya sampai beberapa kali. Dirasa tidak membuahkan hasil, dia memutuskan untuk datang ke rumahnya langsung. "Siapa Sereia?" tanya
El menoleh dan terkejut bukan main. Dia membuka helmnya. Kemana ekspresi marah Erix setiap kali melihatnya? Ekpsresinya justru lega. Yang menjadi perhatiannya adalah wajahnya dipenuhi air mata. Bahkan kedua matanya bengkak. "El."Erix memanggil lagi dan mendekat ke El. Pamannya Erix mengernyitkan alisnya tajam. Dia bertanya-tanya siapa pria yang didekati Erix itu."Kenapa kamu disini? Dimana Kak Sereia?" tanya El.Erix menangis semakin deras. "Dia dikurung di kamar oleh bedebah itu!"Erix menunjuk ke pamannya. El menoleh ke orang yang ditunjuk Erix. "Apa yang kau bicarakan Erix? Jangan mengada-ngada!" kata pamannya Sereia.
"Kenapa berhenti?" tanya Erix. Dia masih duduk di motor sementara El sudah turun lebih dulu. "Lihat saja! Kalau tidak salah, pamanmu tadi belok juga ke jalan ini kan? Dia mengikuti kita kan?" tanya El. "Sebenarnya ini bagian dari rencanaku." Erix tidak langsung menjawab karena kebingungan. Dia jadi mulai takut karena El juga sempat bilang kalau dia bukan orang baik. Dia awalnya lega karena bertemu dengan El, memikirkan dia selalu mengejar kakaknya, dia berpikir kalau pria itu pasti mau membantu kakaknya. Apalagi kalau kakaknya dalam bahaya, dia pasti akan melakukan lebih jauh untuk membantunya. Namun, dia juga memikirkan tentang kakaknya yang tidak ingin diganggu oleh El alasannya kemungkinan besar karena El berbahaya dan bukan orang baik. Apalagi dia mengakuinya sendiri di depannya. "Rencana apa? Kau tidak akan menghabisiku kan?" bisik Erix sedikit ketakutan. El menoleh ke Erix. Dia menatap Erix dingin dan tajam seolah-olah sangat marah kepada anak itu. Erix semakin ketakut
Seseorang menemukan pamannya Sereia. Dia langsung membawanya ke rumah sakit dan memanggil polisi. Polisi segera menyelidiki identitas pamannya Sereia.Sementara itu, El dan Erix sudah sampai di rumah keluarga ayahnya Sereia dan adik-adiknya. Erix buru-buru turun dan berlari ke dalam rumah. Pintunya sudah terbuka. El memarkirkan motornya setelah itu menyusul Erix ke dalam rumah. "Kak Sereia!""Kakak!"Terdengar Erix menangis histeris. El melihat ke dalam kamar dimana suara Erix berasal. Terlihat Erix menggoyangkan badan Sereia yang tergeletak di lantai. Wajah perempuan itu tertutupi dengan rambut panjangnya. El langsung bergerak maju dan menggendong Sereia kemudian membawanya ke luar."Kakakku mau dibawa kemana?" tanya Erix."Kemana lagi tentu saja rumah sakit," jawab El."Tapi kita tidak punya uang. Uang kita juga dirampas oleh paman dan bibi. Aku yakin bibi tidak setuju kalau Kak Sereia dibawa ke rumah sakit.""Dasar bodoh. Memangnya kamu masih mau mendengarkan soal bibimu?" ketu
Setelah meeting dengan client, Samuel langsung menuju ke rumah pamannya Sereia. Dia bertemu dengan bibinya Sereia yang tengah berbicara dengan seorang pria yang usianya kira-kira 45 tahun lebih. "Permisi bu, apakah Sereia ada?" tanya Samuel pada bibinya Sereia. "Apa yang kalian rencanakan hah?" Bibinya Sereia malah menyerang Samuel. Samuel menghindar dengan keterkejutan luar biasa. Samuel yakin sudah terjadi sesuatu. Semenjak saat itu, dia menyadari kalau keluarga Sereia ini berperilaku buruk terhadap Sereia dan adik-adiknya. Dia lengah. Dia seharusnya tidak menanyakan keberadaan Sereia pada bibinya. "Rencana apa ya? Aku sama sekali tidak tahu apapun!" ucap Samuel. "Kau dipanggil oleh pria itu kan?" "Pria itu?" "Yang datang kesini bersama Erix. Kurang ajar kalian semua. Kalian sudah menghabisi suamiku? Kalian akan mendapatkan akibatnya!" Bibinya Sereia mulai mrnangis. Hanya air matanya yang keluar, ekspresi kesedihan tidak terlihat karena sekarang dia luar biasa marah. Dia men
Erix direbut paksa oleh bibinya Sereia. Erix sudah memberontak sekuat tenaga dengan air mata sudah menghiasi wajahnya. Bajunya yang dktarik-tarik itu menjadi pemandangan yang sangat mengerikan bagi Sereia. Erix pasti kesakitan. Rambutnya sempat dijambak. "Apa-apaan ini?" bisik Sereia. Saat Sereia mencoba bangkit dan meraih tangan Erix yang terulur padanya, dia justru dipegangi oleh beberapa orang. "Seharusnya kehidupanku tidak seperti ini. Pasti ada yang salah," bisik Sereia. Kedua matanya menatap kosong ke depan. "Sudahlah! Adikmu itu hanya perlu waktu untuk menerimaku sebagai abangnya!" kata si juragan. "Kalian tidak punya hati nurani apa bagaimana? Melihat anak kecil dipaksa untuk dikurung..." "Aku bilang dia hanya perlu waktu untuk menerima pernikahan kita. Nanti malam kita akan menikah. Itu harus! Jadi persiapkan dirimu!" kata si juragan. "Aku tahu kalau diriku sudah tidak berharga. Tapi memangnya karena hal itu aku jadi tidak boleh mengharapkan sesuatu seperti aku