El menoleh dan terkejut bukan main. Dia membuka helmnya. Kemana ekspresi marah Erix setiap kali melihatnya? Ekpsresinya justru lega. Yang menjadi perhatiannya adalah wajahnya dipenuhi air mata. Bahkan kedua matanya bengkak. "El."Erix memanggil lagi dan mendekat ke El. Pamannya Erix mengernyitkan alisnya tajam. Dia bertanya-tanya siapa pria yang didekati Erix itu."Kenapa kamu disini? Dimana Kak Sereia?" tanya El.Erix menangis semakin deras. "Dia dikurung di kamar oleh bedebah itu!"Erix menunjuk ke pamannya. El menoleh ke orang yang ditunjuk Erix. "Apa yang kau bicarakan Erix? Jangan mengada-ngada!" kata pamannya Sereia.
"Kenapa berhenti?" tanya Erix. Dia masih duduk di motor sementara El sudah turun lebih dulu. "Lihat saja! Kalau tidak salah, pamanmu tadi belok juga ke jalan ini kan? Dia mengikuti kita kan?" tanya El. "Sebenarnya ini bagian dari rencanaku." Erix tidak langsung menjawab karena kebingungan. Dia jadi mulai takut karena El juga sempat bilang kalau dia bukan orang baik. Dia awalnya lega karena bertemu dengan El, memikirkan dia selalu mengejar kakaknya, dia berpikir kalau pria itu pasti mau membantu kakaknya. Apalagi kalau kakaknya dalam bahaya, dia pasti akan melakukan lebih jauh untuk membantunya. Namun, dia juga memikirkan tentang kakaknya yang tidak ingin diganggu oleh El alasannya kemungkinan besar karena El berbahaya dan bukan orang baik. Apalagi dia mengakuinya sendiri di depannya. "Rencana apa? Kau tidak akan menghabisiku kan?" bisik Erix sedikit ketakutan. El menoleh ke Erix. Dia menatap Erix dingin dan tajam seolah-olah sangat marah kepada anak itu. Erix semakin ketakut
Seseorang menemukan pamannya Sereia. Dia langsung membawanya ke rumah sakit dan memanggil polisi. Polisi segera menyelidiki identitas pamannya Sereia.Sementara itu, El dan Erix sudah sampai di rumah keluarga ayahnya Sereia dan adik-adiknya. Erix buru-buru turun dan berlari ke dalam rumah. Pintunya sudah terbuka. El memarkirkan motornya setelah itu menyusul Erix ke dalam rumah. "Kak Sereia!""Kakak!"Terdengar Erix menangis histeris. El melihat ke dalam kamar dimana suara Erix berasal. Terlihat Erix menggoyangkan badan Sereia yang tergeletak di lantai. Wajah perempuan itu tertutupi dengan rambut panjangnya. El langsung bergerak maju dan menggendong Sereia kemudian membawanya ke luar."Kakakku mau dibawa kemana?" tanya Erix."Kemana lagi tentu saja rumah sakit," jawab El."Tapi kita tidak punya uang. Uang kita juga dirampas oleh paman dan bibi. Aku yakin bibi tidak setuju kalau Kak Sereia dibawa ke rumah sakit.""Dasar bodoh. Memangnya kamu masih mau mendengarkan soal bibimu?" ketu
Setelah meeting dengan client, Samuel langsung menuju ke rumah pamannya Sereia. Dia bertemu dengan bibinya Sereia yang tengah berbicara dengan seorang pria yang usianya kira-kira 45 tahun lebih. "Permisi bu, apakah Sereia ada?" tanya Samuel pada bibinya Sereia. "Apa yang kalian rencanakan hah?" Bibinya Sereia malah menyerang Samuel. Samuel menghindar dengan keterkejutan luar biasa. Samuel yakin sudah terjadi sesuatu. Semenjak saat itu, dia menyadari kalau keluarga Sereia ini berperilaku buruk terhadap Sereia dan adik-adiknya. Dia lengah. Dia seharusnya tidak menanyakan keberadaan Sereia pada bibinya. "Rencana apa ya? Aku sama sekali tidak tahu apapun!" ucap Samuel. "Kau dipanggil oleh pria itu kan?" "Pria itu?" "Yang datang kesini bersama Erix. Kurang ajar kalian semua. Kalian sudah menghabisi suamiku? Kalian akan mendapatkan akibatnya!" Bibinya Sereia mulai mrnangis. Hanya air matanya yang keluar, ekspresi kesedihan tidak terlihat karena sekarang dia luar biasa marah. Dia men
Erix direbut paksa oleh bibinya Sereia. Erix sudah memberontak sekuat tenaga dengan air mata sudah menghiasi wajahnya. Bajunya yang dktarik-tarik itu menjadi pemandangan yang sangat mengerikan bagi Sereia. Erix pasti kesakitan. Rambutnya sempat dijambak. "Apa-apaan ini?" bisik Sereia. Saat Sereia mencoba bangkit dan meraih tangan Erix yang terulur padanya, dia justru dipegangi oleh beberapa orang. "Seharusnya kehidupanku tidak seperti ini. Pasti ada yang salah," bisik Sereia. Kedua matanya menatap kosong ke depan. "Sudahlah! Adikmu itu hanya perlu waktu untuk menerimaku sebagai abangnya!" kata si juragan. "Kalian tidak punya hati nurani apa bagaimana? Melihat anak kecil dipaksa untuk dikurung..." "Aku bilang dia hanya perlu waktu untuk menerima pernikahan kita. Nanti malam kita akan menikah. Itu harus! Jadi persiapkan dirimu!" kata si juragan. "Aku tahu kalau diriku sudah tidak berharga. Tapi memangnya karena hal itu aku jadi tidak boleh mengharapkan sesuatu seperti aku
Sereia pikir El sudah sampai. Dia benar-benar berharap hari ini bisa pulang bersama ketiga adiknya. Dia percaya kepada El. "Kak Sereia! Kakak!"Sereia menatap tembok di dekatnya. Jika saja dia dan Erix dikurung di kamar yang sama, mereka pasti sudah keluar sekarang. Entah dengan cara memecahkan kaca jendela, mendobrak pintu bersama, atau bahkan merusak lubang angin.Teriakan Erix sejak tadi terus menggema. Sereia sudah membalas dengan teriakan juga, berusaha sekeras mungkin tetapi tampaknya Erix masih tidak bisa mendengarnya. Sereia terus menunggu dibalik pintu.El dipaksa untuk ikut ke kantor polisi bersama pamannya Sereia tapi keduanya menolak. El sempat berurusan dengan polisi di tempat ia tinggal tetapi tidak sampai ditangkap karena yang melakukan kesalahan bukan dia tetapi temannya. Hanya dimintai informasi. Kali ini dia sampai ditangkap dan kemungkinan dipenjara itu terasa nyata. Itu membuat El semakin marah."Selidiki dulu di dalam rumahnya! Aku curiga Sereia dan adiknya, an
Sereia tidak mau membebani El lagi. Saat polisi akan menangkapnya, dia meminta kepada pamannya untuk tidak menjebloskan El ke penjara dan memaafkannya. Sebagai gantinya, dia juga akan melepaskan pamannya dan memaafkannya meskipun Erix tidak setuju begitu juga dengan El. El tidak masalah dirinya dimasukkan ke penjara asalkan Sereia bisa hidup dengan tenang. Namun paman Sereia menerima keputusan Sereia. Setelah berkompromi, akhirnya kedua polisi tersebut pergi. Sereia juga sudah mendengar tentang ayahnya. Namun dia masih tidak bisa menerima tindakan mereka yang didasari oleh sifat dan perilaku ayahnya terhadap mereka karena terkesan mereka seperti balas dendam. Meskipun dia telah mencabut penangkapan pamannya, dia tidak bisa memaafkan mereka. "Aku akan mengambilkan barang-barangmu. Tapi sebelum itu..." El melirik tajam ke arah paman dan bibinya Sereia. "Kalian, bersimpuh di bawah kakinya cepat!" Dalam keheningan yang diselimuti tangisan si kembar, El tiba-tiba memecahkannya. Si
Samuel menghubungi Gina, menyuruhnya untuk berkomunikasi dengan Sereia. Gina yang sedang bekerja, langsung melakukannya. Ponselnya Sereia masih berada di bibinya. Terdengar dering ponsel cukup keras."Jika kamu menolak menikah dengan laki-laki mapan, maka sama saja kamu tidak mempedulikan adik-adikmu dan mementingkan keegoisanmu sendiri," kata pamannya Sereia.Bibinya Sereia memeriksa ponsel Sereia. Sereia juga memperhatikan ponselnya. Dia berdiri dan akan mengambil ponselnya tetapi bibinya sudah waspada dulu. Dia langsung menekan tombol mati. "Siapa yang menghubungiku?" tanya Sereia."Entah," jawab si bibi. "Kembalikan ponselku!" teriak Sereia. "Aku akan mengembalikannya kalau kamu mau menikah dengan si juragan," kata si bibi. Erix langsung berlari ke bibinya dengan cepat dan berusaha merebut ponsel Sereia. Namun usahanya mengalami kegagalan. Dia pun menyerang bibinya tetapi pamannya langsung mencoba menghentikannya dengan menyita kedua tangan Erix ke belakang punggngnya. "Lepas