Share

Penasaran

Penulis: Titin Widyawati
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-01 15:40:32

Hujan menyepuh seluruh permukaan kota. Malam bertambah remang dengan kisi-kisi cahaya yang memantul pada bening bola-bola air. Selokan-selokan penuh oleh debit air yang hanyutkan sampah plastik. Trotoar basah, menghapus jejak para pelangkah. Sebagian pengendara motor mangkir di kedai kopi, tenggak gigil demi lepas penat dan harap hangat. Meja-meja menjadi ramai dengan lamunan-lamunan seputar pertemuan. Ada yang menaruh bimbang sebab hujan tak kunjung pulang, ada pun yang justru menikmati sensasi kehadirannya dengan kembangkan kenangan di pelupuk pandang.

Ketika itu, Agam duduk di sebrang meja, memandang wajah aneh Anggi. Baginya memang perempuan dengan rambut pirang dan tatapan sayu serupa kembang sedap malam kehilangan aromanya itu aneh, bertingkah tidak seperti biasanya.

"Pertama kali aku makan dengan teman setelah ibuku meninggal," ujar Anggi sambil menyendok mie dan potongan bakso yang ia iris menggunakan sendok.

Agam menghela napas panjang, ia merenggangkan tubuh dengan menyan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Nikah Yuk, Gus!   Korban Baru

    Pada akhirnya tali yang mengikat kedua tangan Gus Farhan bisa dilepas. Pemuda itu langsung melayangkan tinju pada wajah Bawon, disusul ke arah lutut yang berakhir menuju pangkal kemaluan. Bawon mengaduh panjang, suaranya membuat preman yang menjaga terbangun kalab. Tiga preman masuk ke ruang sekapan. Sebelumnya, Gus Farhan sudah sigap dengan senjata kursi kayu, ia hempaskan kepada lawan, tidak peduli bibir mereka hancur, abai dengan lecet pada kulit mereka karena tertusuk paku, juga enggan memperhatikan perut buncit yang tersodok kaki kursi. Kali itu Gus Farhan menjadi makhluk paling egois di dunia. Satu hal yang pasti, tekadnya bulat-bulat hendak keluar dari tempat tersebut untuk memanggil bala bantuan. Mustahil baginya melawan sekelompok preman—anak buah Bos Bagong. Lepas dari itu ada hal yang lebih penting, membawa pulang Shofi ke rumahnya supaya perjuangan dan keterasingannya selama ini dari kehidupan pondok pesantren tidak berujung kesia-siaan. Akan tetapi di depan pintu terakhi

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-12
  • Nikah Yuk, Gus!   Serangan

    Pukul 05.00 pagi hari, Agam yang baru saja keluar dari toserba setelah selesai melaksanakan tugasnya melayani para pembeli. Ia dengan malas mengangsur langkah menuju parkiran, menaiki sepeda motor untuk diajak pulang ke rumah demi rebahkan lelah sekujur tubuh layunya. Aura wajahnya semasam buah jeruk mentah. Dalam perjalanan ia diikuti empat preman utusan Bos Bagong. Pada jalanan sepi sebelum menuju gang masuk kampung, Agam dihadang oleh orang-orang asing bertubuh kekar. Sepeda motor Agam terjungkal. Ia mendapat serangan mendadak yang tidak bisa ditangkis. Dalam keadaan lelah dan setengah mengantuk tentu sulit memfokuskan ilmu bela dirinya. Agam berusaha melawan, tetapi tubunya terus mendapat pukulan. Empat lawan satu, bukan perihal gampang mengalahkan musuh dalam keadaan lelah. "Siapa kalian?" sentak Agam. "Ini semua akibat saudaramu yang banyak tingkah!" seloroh salah satu preman. Satu meter dari jarak mereka, Juned memasang kamera untuk merekam adegan. Agam terlihat payah dan k

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-19
  • Nikah Yuk, Gus!   Aib

    "Kau kelihatan sangat terpaksa bekerja di sini," kata Putra melanjutkan. Shofi menyeka sisa air mata dilanjutkan dengan bangkit. Ia akan menyelesaikan tugas bersih-bersihnya sebagai bentuk ketaatannya kepada Bos Bagong. Sungguh dia sangat khawatir dengan kondisi Agam, akan tetapi ia lebih takut jika berleha-leha akan membuat Bos Bagong bertindak lebih kejam lagi. "Ada apa?" "Ini bukan urusanmu ... Tuan Muda." Entah dari mana rasa hormat itu tetiba muncul. Ia sangat ketakutan. "Panggil namaku sebagaimana biasanya, atau jangan-jangan ada anggota keluargaku yang mengusikmu?" terka Putra. "Anda tidak pantas menjadi orang yang bersimpati kepada pembantu seperti saya, Tuan Muda. Silakan tinggalkan saya seorang diri, jangan membuat saya ... merasa tidak nyaman." Benar, ada hal berat yang mengganggu Shofi, dan itu tentu berada di dalam keluarganya. "Apa kau bersikap seperti ini karena ulahku?" Putra ambigu. Antara merasa bersalah dan kasihan bercampur menjadi satu. "Maaf saya ingin s

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-21
  • Nikah Yuk, Gus!   Ketakutan

    Panggilan tidak terhubung. Nomor yang Anda hubungi sedang tidak aktif. Sebuah suara yang membuat batin Shofi semakin ditumbuhi keresahan. Ia mematung dengan tatapan berlinang di depan Putra. Putus asa dengan harapan bisa mendengar kabar Agam secara langsung. Bos Bagong rencananya mau ke dapur, akan tetapi ia menyaksikan diskusi serius Putra dan Shofi. Ia merasa dikhianati oleh Shofi. Ancamannya selama ini tidak juga membuat Shofi jera. Atau kalau dipikir-pikir, mungkinkah dirinya yang salah telah mengambil keputusan untuk mempekerjakan Shofi sebagai pembantu? Atau dirinyalah yang terlampau serakah? Mencari budak di rumah pribadi, tanpa memperhitungkan masalah baru yang akan datang? Pada dasarnya Bos Bagong hanya terlalu takut menghadapi ucapan-ucapam Shofi yang seringkali menjadi kenyataan. Hidupnya mendadak dipenuhi kehancuran dan perasaan cemas. Ia menjadi tukang kuping di rumahnya sendiri. Pagi sebentar lagi pamit pergi. Embun-embun di permukaan daun keladi di luar rumah telah

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-24
  • Nikah Yuk, Gus!   Perasaan Seorang Ibu

    Kecamasan itu semakin hari bertambah buncah. Rutinitas pesantren yang kian sibuk karena mendekati khataman sebelum kedatangan Bulan Ramadhan, tetap tidak membuat pikiran Umi mengasingkan kabar Gus Farhan. Ia terus memburu penjelasan dan berita baru dari kontrakan sederhana yang disewa oleh anaknya tersebut dari Kang Zaki. Sayangnya kabar yang dinanti-nantinya itu tidak pernah hadir sesuai pengharapan. Umi enjadi sosok yang kerap termenung dengan pandangan berbinar sambil menatap langit kuning di belahan dunia barat. Umi juga kerap kehilangan fokus, pernah menumpahkan air mendidih bukan pada gelasnya, akhirnya telapak tangan dan permukaan kakinya melepuh karena air mendidih. Anehnya Abah Aziz hanya diam saja, seolah tidak mempedulikan nasib Gus Farhan yang belum diketahui rimbanya. “Bagaimana, Zaki? Apakah Farhan sudah pulang ke kontrakan? Kalau memang sudah, katakanlah dengan jujur, dia tidak kembali ke ndalem tidak mengapa, Zaki. Terpenting dia sehat tanpa kekurangan apa pun,” rintih

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-26
  • Nikah Yuk, Gus!   Terbongkar

    Malam itu dipenuhi dengan kabut-kabut tipis di permukaan langit. Aroma tanah menguarkan bau tanah yang khas setelah disiram hujan sore hari. Kendaraan berlalu lalang dipenuhi dengan embun-embun. Lampu penerang jalan menyorot siluet Pelangi yang membentuk lingkaran dipenuhi dengan serangga mungil—ngengat. Selokan menguap, menyisakan bau busuk pengaduk pencernaan. Ketika itu pusat kota dikerumuni dengan perasaan gelisah. Akhir pekan dan hujan membuat alun-alunnya mendadak merana. Pedagang di emper jalan gelisah karena dagangan masih tertumpuk banyak. Asap mengepul dari tukang satai dan gerobak bakso, tetapi bangku panjangnya kosong melompong, tenda angkringan juga mengasingkan diri dari keramaian. Pemuda-pemuda yang kerap tongkring dengan gitar dan sesapan nikotin mendadak kabur disergap gigil. Sebagian manusia meringkuk di kamar pribadi mereka berkawan cahaya ponsel. Ketika itu Mahes mendorong kursi roda Putra, mengajak ke tempat gemerlap yang membuat Putra merasa tersisih. Petugas ke

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-27
  • Nikah Yuk, Gus!   Sikap Hangat

    "Siapa yang tega melalukannya kepadamu, Agam?" tanya Zea berkali-kali setelah pemuda yang dimaksud telah baikan. Kecemasan Zea sangat akut. Sewaktu mendapati tubuh Agam terkulai dengan baju penuh lumuran darah di bagian perut, membuat bumi dalam kehidupan Zea terasa runtuh.Ia sempat marah besar kepada Agam atas sikapnya yang begitu beku dan keterlaluan. Pernah bertekad hendak mengabaikan Agam, bahkan jika mampu ingin melupakan Agam dari pikiran. Akan tetapi, suara pemuda yang meminta tolong, tentang dirinya yang diingat pertama kali dalam kesakitan. Membuatnya bergegas menerobos gigil pagi, mendatangi keberadaan kaum adam yang tengah rebah di pinggiran selokan. "Agam! Apa yang terjadi?" teriaknya sambil mengguncangkan bahu Agam. Ia telah jatuh dalam ketidaksadaran. Maka Zea buru-buru mencari bala bantuan, memohon pertolongan kepada sembarang orang yang melintasi jalan tersebut. Zea melarikan Agam ke rumah sakit. Dalam perjalanan ia banyak menumpahkan air mata kegelisahan. Ia cemas

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-31
  • Nikah Yuk, Gus!   Alibi

    Marti mencium adanya kejanggalan dari sikap Bos Bagong. Ia terus mengintai gerak-gerik pria tua berkaca mata hitam yang mendadak menjadi pemarah dan dipenuhi aura kegelisahan. Lebih dari itu ia pernah mendengar suara teriakan di sebelah gudang diskotik. Sudah pasti ada manusia yang disekap oleh Bos Bagong. Marti bekerjasama dengan Bela hari itu mengalihkan perhatian Bawon demi bisa menuju ruang sekapan yang dihalangi oleh preman-preman. Bela hendak menolak ajakan tersebut, akan tetapi setelah menyebutkan nama Shofi, gadis itu mendadak luluh. Marti sempat menguping obrolan Bos Bagong dengan Bawon yang sedang membicarakan Gus Farhan—pemuda alim yang diwartakan berjuang mencari keberadaan Shofi. Marti menyentuh slot pintu dengan sangat hati-hati, sementara Bela mengintai para preman yang tengah ketiduran di atas bangku panjang. Penjagaan di waktu-waktu tertentu memang ketat, tetapi dua kaum hawa itu telah mempelajari situasi lengah sejak beberapa hari yang lampau. Sebelum melakukan aksi

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-04

Bab terbaru

  • Nikah Yuk, Gus!   Extra Chapter

    Ruang itu temaram, lampu jamur di atas meja kecil sebelah ranjang dinyalakan. Aroma wewangian mawar mendominasi lubang hidung. Shofi tengah duduk di hadapan cermin, dia mematut wajahnya yang tegang, ada ketakutan akut yang tidak bisa dia hindari. Bayangan pria bertubuh kekar menarik tubuhya dengan paksa. Jeritan permintaan tolong yang tidak dipedulikan oleh telinga-telinga orang awam membuatnya terjebak pada dimensi kelam. Dia sudah resmi menjadi istri Gus Farhan melalu pertentangan restu berkali-kali, pada akhirnya Abah Aziz dan Umi mengalah. Baiklah masa depan miliknya Gus Farhan secara utuh. Hal yang diharapkan manis di malam romantis bersaksikan milyaran titik gerimis di luar sana justru disambut oleh tangis. Shofi tersedu-sedu meminta maaf kepada Gus Farhan. Sudah satu bulan penuh dirinya tinggal serumah bersama Gus Farhan, satu atap dalam satu ruang tetapi pisah ranjang ... ya tubuh mereka belum bersentuhan sama sekali. Ada hal yang menjanggal. Shofi terlarut dalam trauma psiki

  • Nikah Yuk, Gus!   Di Suatu Pagi

    Ketika meja sarapan menghidangkan sepiring tempe mendoan dengan kepulan hangat, dilengkapi tiga buah bubur bersahabat sayur tahu kuning berkuah santan, ketika pagi dirimbuni embun semalam dan daun-daun masih basah. Malam tadi ada gerimis Mei yang membasuh bumi. Bunga alamanda milik tetangga menguning indah bersama butiran air. Jendela melukis air terjun, sementara udara menyergap dalam dingin tidak berkesudahan. Mereka bertiga sarapan bubur buatan tangan Bunda. Hari itu minggu, Bunda mengambil libur jualan. Ada setoples kerupuk udang yang menjadi saksi kebersamaan mereka. Agam menyantap bubur serupa orang tidak makan satu hari penuh. Shofi sesekali mencuri pandang kelakuan sang adik, sepertinya dia tidak sedang lapar, tetapi ada aura kebahagiaan yang membuat nafsu makannya bertambah. Zea, gadis toserba itu, sosok yang menjadikan alasannya lari tergesa, sudah pasti menjadi alasan Agam makan begitu nikmat. "Zea sepertinya sholihah, dia menutup aurat dan kelebihannya adalah cantik," cel

  • Nikah Yuk, Gus!   Ambil Keputusan

    Selajur sinar neon menyiram wajah Gus Farhan, dia setengah rebah di atas dipan, melembari surat Shofi yang kemarin belum terbaca tuntas tetapi jantungnya telah ditabuh penuh kemenangan. Bibir merah tipisnya menyungging, bibir yang tak akan pernah dia kotori menggunakan nikotin apalagi kata-kata dusta, serupa janji manis. Bising serangga malam di luar kamar bagaikan koor lagu romantis detik itu. ...'Satu hal yang pasti darimu semenjak kita bertemu, Farhan. Kau tampan, lalu kau baik karena mau memberi pertolongan kepadaku yang belum dikenal. Hatimu begitu ikhlas. Ini bukan bentuk pujian, tetapi begitulah kenyataan tersurat untukmu. Kalau untuk orang yang tidak dikenal saja kau berani mempertaruhkan harga diri dan keselamatanmu, maka aku pastikan kamu orang bertanggungjawab. Untuk itu, tanggunglah kesedihan dan hidupku di masa depan. Ayo kita menikah, kita lawan kegelisahan dan cobaan-cobaan kehidupan. Aku tidak akan mengajakmu hidup bahagia, sesungguhnya kebahagiaan hanyalah kamuflase

  • Nikah Yuk, Gus!   Tertarik

    Pemuda itu menekan tombol untuk menjalankan roda secara otomatis, kemudian dia menyetirnya ke kanan dan ke kiri menuju garasi. Putra yang malang, dia meringis kesakitan, menahan bulir-bulir peluh, menyeret dua kakinya yang mati rasa, berat seumpama ditindih batu ratusan kilo. Kalau pantas, sudah diungsikan kaki-kakinya yang tiada guna itu. Mereka hanya menjadi beban, tidak bisa digunakan sekali pun dalam posisi Putra ingin berlari. Ya, sungguh pada petang itu dia ingin mendatangi toserba yang dibicarakan warga netizen, seorang konten kreator mengunggah vidio pertengkaran dua kaum hawa di media sosial, dan entah bagaimana ceritanya mendadak kontennya viral—karena menggunakan tagline 'Gadis Bar Berjilbab, Shofi dan Gus Farhan.' Padahal anak satu-satunya Abah Aziz itu sedang tidak di lokasi. "Kumohon ...," rintihnya sambil bersusah payah menaiki mobil. Setelah berhasil kursi rodanya ditarik kemudian dilipat di sisinya. Ia mengusap keringat dengan punggung tangan. Lantas menghubungi Mahe

  • Nikah Yuk, Gus!   Suara Netizen

    Pop up pesan di layar ponsel Agam membuat pemuda itu langsung lompat ke halaman rumah, ia seret sepeda motornya di bawah kain langit yang membentang jingga. Shofi yang baru saja duduk menikmati teh hangat seduhan Bunda dibuat terkejut olehnya. "Ada apa, Gam?" teriak Shofi, dia pun lari menghampiri Agam. "Temanku berantem," celetuk Agam. "Sejak kapan dirimu punya teman?" seru Shofi dengan kening berkerut. Agam menghela napas panjang, dia kemudian menumpangi sepeda motor, menyalakan mesin. "Aku ikut!" "Enggak! Ini bukan urusanmu!" sergah Agam dengan suara lantang, lebih keras dari amukan petir sewaktu badai. Ada hal yang tidak ingin dipertemukan oleh Agam, kakaknya berada di mode tenang. Jika dia melihat sosok Anggi, maka peperangan batinnya akan kembali mengamuk. Beberapa hari ini, Shofi terlihat murung, Agam belum mengetahui penyebabnya, jika Anggi hadir dalam kehidupan sekarang, maka batin saudaranya akan terkungkung dalam amarah dan kebencian. Agam tidak mau saudaranya menderit

  • Nikah Yuk, Gus!   Penilaian

    "Hei kau tahu kabar gadis bar yang dulu pakai jilbab?" tanya seorang remaja yang duduk di kursi tunggu toserba, mereka tengah asyik menikmati cemilan ringan dan soft drink aneka rasa. "Pernah dengar sih, cuma agak blur, nggak nyimak medsos, ada apa?" "Ternyata dia diselamatkan oleh Gus Farhan, tahu kan pemuda tampan putranya Kyai Aziz? Gara-gara dia nama Gus Farhan sempat menjadi perbincangan," "Lah kok bisa Gus Farhan dekat dengan gadis bar, okelah dia berjilbab, tapi kan lingkungannya buruk!" celetuk temannya kemudian menenggak minuman. "Menurut berita sih gadis itu ternyata dijebak oleh Bos Bagong, dipekerjakan tanpa gaji, tapi ya entahlah, namanya juga kabar kabur," "Bos Bagong itu siapa?" "Itu nama gelapnya Pak Hendra, si pengusaha yang mempunyai berbagai toko bangunan, kau tahu?" "Hmmm, nggak kenal sih, cuma kejam juga itu si Bos Bagong, masak iya mau mempekerjakan orang tapi nggak mau bayar, lah duitnya diapakan?" "Itu dia, aneh kan? Bukan hanya gadis itu saja yang dipe

  • Nikah Yuk, Gus!   Memberi Waktu

    Pemuda itu tengah menunggu kepulangan Shofi, dia seperti biasa diantar oleh Mahes. Keduanya seperti jarum dan benang, saling berkaitan jika mau digunakan. Putra memandang langit sementara Mahes sibuk duduk di atas kursi bambu dengan memoles layar gawai. Dia merasa rumah Shofi begitu miris, kecil dan tampak memperihatinkan. Bunda menyambut kedua tamunya dengan baik, menyuguhi teh hangat dan pacitan sisa lebaran. Akan tetapi dua bibir milik pemuda itu tidak berselera menyentuh kue yang dihidangkan. Apalagi Putra, pokok pikirannya sedang tertuju kepada Shofi, dia ingin segera bertemu dengan Shofi. "Jadi kamu anaknya Bos Bagong—maaf maksudnya Pak Hendra yang menyekap anak saya itu?" Bunda meluruskan. "Ya, dan Ibu yang ditolong Anda adalah istrinya," Bunda terkejut, begitu lihai takdir menyatukan kehidupan seseorang, hal yang mustahil dijadikan kenyataan, hal yang seolah enggan dilembutkan, menjadi lunak. "Bu Ika?" Putra memberi anggukan, Mahes masih asyik dengan permainan online di p

  • Nikah Yuk, Gus!   Pertemuan

    Bangunan itu berdiri kokoh dengan pondasi berumur senja. Pintu-pintu kamar yang catnya luntur, dipadukan dengan lantai teras yang retak-retak. Engsel jendela kebanyakan rusak. Satu-satunya gedung yang terbilang masih kokoh dan memiliki daya tarik karismatik yakni masjid di dalamnya, apalagi cat dindingnya baru dipoles kemarin sebelum lebaran. Santri piket mengumandangkan takbir di bawah gemerlap lampu yang dinyalakan. Halaman bangunan itu mendadak dirundung sepi selama dua minggu. Santri cuti mengaji, kebanyakan pulang untuk bersilaturahmi dengan keluarga di kampung halaman. Kang Zaki juga tidak kelihatan duduk di kantor pondok putra. Mobil-mobil pondok mangkrak di garasi, itu artinya Abah Aziz, Umi dan Farhan ada di ndalem. Lantas bisakah Shofi menyapa mata teduh pemuda yang pernah menyelamatkannya? April menyapa akhir bulan di kalender masehi, daun-daun trembesi meranggas di halaman asrama, dikombinasi rontokan daun kering rambutan dan kersen. Daun-daun kering itu berserak di atas

  • Nikah Yuk, Gus!   Trauma

    Orang-orang bersliweran mengenakan sandang luwes, rapi dan bau pewangi yang baru saja dibeli dari supermarket. Kendaraan-kendaraan berplat putih turun berkeliaran di jalanan kampung, disusul mobil rentalan dari luar kota membludak membuat macet. Petasan berdenging mengusik kedamaian siput kecil di dalam gendang telinga, para sesepuh berkali menggerundel karena terkejut hingga jantungnya mau semaput. Ketika itu, Shofi mengembangkan senyum di hadapan Bunda dan Agam, mereka hanya bertiga, belum memulai perjalanan keliling kampung untuk ulurkan salam permintaan ampun kepada para orang tua. Kebiasaan orang desa, memohon maaf atas khilaf selama setahun penuh baik disengaja maupun tidak disengaja. Hal itu tentu dilakukan pula oleh Agam dan Shofi, sekalipun pemuda berambut cepak yang baru saja cukur kemarin itu sempat bersikap dingin karena menahan malu. “Sudah, jangan jaim, aku telah mengampunimu walaupun kau tidak mau meminta maaf,” ungkap Shofi membunuh kebungkaman waktu. Selepas shalad

DMCA.com Protection Status