Rita terus menyerang sembari membungkuk di bawah kolong tempat tidur. "MATII!!!" teriakan itu terus menghantui Alana. Alana memejamkan matanya. Tidak ada perlindungan, tidak ada harapan lain. Ia hanya bisa menahan isakan tangisnya dan berlindung dalam ketakutan. Alana terus membungkam mulutnya agar tidak bersuara. "Gue pasti mati hari ini," batinnya. Dipertengahan serangan Rita, seketika Alana menyadari bahwa tidak ada rasa sakit yang terasa. Rita terlihat puas seraya tertawa. Beberapa kali Ia menancapkan pisau itu pada box. Hingga dimana, Ia menyadari bahwa tidak ada jejak darah yang tertinggal pada pisau. "Hah!" Rita keheranan. Sesekali Ia mencoba lagi. Lagi-lagi pisaunya bersih tanpa noda darah.Namun, lagi-lagi tidak ada reaksi apapun dari Alana.Hal itu membuat Rita keheranan, mengapa tidak ada jeritan dari Alana ketika pisau itu menancap ke dalam box kardus.Alana membuka matanya. Seketika Alana mengingat sesuatu, bahwa Bima telah menyimpan bantal di sisi tubuh Alana."Bim! L
Sekumpulan anak lelaki menertawakan. “Yahahahahh kalo kamu bisa ambil sendal di pohon itu, kita enggak akan lagi gangguin kamu lagi,” jelas Haidan. Saat itu, Haidan menjadi anak kecil paling di takuti diusia sebayanya. Haidan sangat nakal dan sangat nekat. Apalagi, untuk anak penakut dan lemah seperti Alana. Alana terus berupaya mengambil sendalnya yang Haidan lemparkan. Hingga memanjat-manjat pohon. Namun, tetap saja tidak terambil. “Ciah nangis, gitu aja nangis, lemah!” tutur Haidan menjahili Alana. “Enggak! Alana nggak lemah! Kamu aja! Beraninya ke perempuan!” Hingga diikuti tangisan yang tersedu-sedu. “Bilangin—“ (ucap Alana langsung disergah Haidan). “Siapa? Emang aduan!” Membuat Haidan dengan paksa melepas sendal satunya dan melemparnya lagi. “Biar tahu rasa!” “Kamu kenapa sih? Gangguin Alana terus!” “Karena gue benci sama lo. Ayo guys! Tinggalin aja anak lemah ini.” Haidan dan teman-temannya pergi. Namun, seseorang melemparkan batu ke arah Haidan dan teman-temannya. Hi
Brughh!!!!“Papa!” jerit Alana.Tubuhnya tersungkur dan terjatuh dalam kerikil. “Hahahhah, maaf ... enggak liat!” ejek Haidan. Ia mendorong Alana hingga terjatuh. “Nangis nih pasti! Dasar cengeng,” ejeknya lagi. Mendengar itu, jiwa kecil Alana langsung bertekad untuk menjadi anak yang kuat. Alana teringat dengan anak lelaki itu. Yang dimana, Anak lelaki itu tidak mau berteman dengan anak yang lemah seperti Alana. Alana berdiri tak peduli pada luka yang Haidan beri. Alana berjalan dengan kepalan di tangannya. Raut wajah Alana penuh dengan kemurkaan.Anak kecil dengan tubuh yang mungil, berambut panjang dan berponi itu, kini menjalankan aksinya. “Sini kamu!” Tonjokkan dari tangan mungilnya berhasil mendarat di daerah hidung Haidan.Buggggg“Makanya! Ini balasan dari Alana! Kalo kamu ganggu Alana lagi, Alana jedotin palanya! Alana bakalan bawa batu yang besar, sebesar badan kamu!” Seraya menunjuk-nunjuk Haidan. “Nangis! Nangis kamu! Sana! Padahal Alana juga pelan,” seru Alana.Haidan
“Ayo kita jadi teman!” ucap seorang Anak Lelaki di belakang Alana. Alana sedang duduk melihat matahari yang akan terbenam. Di Dangau, tempat Alana bermain bermasak-masakan. Alana melirik. “Ternyata kamu.” Alana melanjutkan lamunannya seraya duduk dengan memeluk kedua lututnya. “Kamu lagi sedih, ya?” Anak Laki-laki itu berusaha mengajak Alana untuk mengobrol dan membujuknya. “Kamu hebat. Ternyata, kamu berani juga ya buat pukul orang yang jahat sama kamu.”Dengan wajah yang penuh dengan lamunan. Alana menghiraukan pertanyaan dari Anak Lelaki itu. “Jadi, kamu mau kan jadi temen Aku?”“Iya, tapi Alana lagi sedih. Alana enggak mau banyak ngomong,” jelas Alana. “Namaku Bima.” Ia memperkenalkan dirinya.“Rumahku di blok c. Kemarin aku liat kamu, aku tau rumah kamu.”“Kita tetanggaan ya.” Dengan wajahnya yang tidak ada gairah untuk semangat. “Iya, ayo kita main kejar-kejaran,” ajak Bima. “Enggak ah, Alana lagi enggak semangat. Alana pengen diem aja,” jawab Alana. Masih dengan bujukann
"Gimana Bim?? Lolos nggak?" Harapan yang berbinar terlihat dari mata cantik Alana.Alana telah diterima di perguruan tinggi yang Ia tuju. Sekarang, Alana sedang menunggu kabar baik dari Bima yang mengikuti Tes Kepolisian Bima terdiam menatap Alana."Yahh?? Nggak ya?" Alana menepuk-nepuk pundak Bima seraya memeluknya. "Jangan nyerah, Bim! Ayo berjuang lagi!"Raut wajah Bima berubah seketika menjadi ceria. "Panggil gue Pakpol sekarang!"Mendengar itu, suara hening kini berubah. Alana menutup mulutnya. "Omg... proud of you! Bima yang wangi!" seru Alana seraya memeluk tubuh Bima."Makacii banyakk ... eh, wangi doang? Gantengnya nggak?!!""Iya ganteng ... tapi banyakan wanginya.""Hahahah sialan emang orang cantik ini. Mau apa?" Bima mendongakkan kepalanya. "Apanya?""Gue kan lagi seneng ... jadi lo harus ikut ngerasain ... mau transfer atau cash?"****4 tahun kemudian ...Video call berlangsung."Bima, kangenn bangettt. Ayo ketemu!! Minggu gue wisuda!! Harus dateng yaaa.""Gue juga pel
"Janji dulu kemana, Na? Buat kita yang katanya bakalan selalu bareng-bareng terus?" tanya Bima hari itu di kafe. "Kalo Bima berusaha jujur dan terbuka, ini semua nggak akan terjadi, Bim. Gue takut—" (ucap Alana terpotong Bima). "Takut apa? Takut gue pacaran sama yang lain? Egois banget. Lo itu aneh." Bima masih menatap Alana. Alana menatap Bima. Bima mengangkat satu alisnya seraya menatap tajam. "Gue takut kalo emang pikiran gue beneran terjadi ... kalo selama ini lo nggak pernah serius sama gue!" "Alasannya? Bisa, lo jelasin itu semua?" "Karena gue kurang worth it, untuk semua itu, Bim. Lo nggak akan paham." "Gue pernah ngatain lo kaya gitu?" "Kalo lo sayang sama gue, lo nggak akan pernah biarin gue tersiksa sama semuanya." Alana hendak pergi, namun Bima menahannya. "Lo gini terus, lo pikir nggak buat gue bertanya-tanya? Duduk!" "Lo selalu gantungin hubungan kita, lo pikir pikiran gue aman-aman aja? Gue capek Bim. Gue capek selalu hidup dalam ketakutan." "Dan itu nggak ter
Pagi ini, Alana Athaya bersama Tim andalannya harus pergi ke suatu perkampungan Desa yang jauh dari Kota. Desa itu bernama Desa Lominggou. Mereka memiliki tugas untuk mengikuti Olah TKP menyelidiki kasus kematian seorang perempuan muda yang tidak diketahui identitasnya. Dari laporan awal, mayat itu membusuk di tempat Peternakan Sapi. Mayatnya sudah membusuk dan tubuhnya penuh di tutupi dengan kotoran sapi yang menumpuk. kemungkinan pelaku melakukan itu tujuannya agar jenazah tersebut tertutupi dan mengsugestikan aromanya, sehingga sedikit menyamarkan. Laporan itu menurut laporan Edi pemilik peternakan sapi tersebut dan Sudi yang menemukan jenazah tersebut, saat hendak membersihkan kandang sapinya. Ruang Otopsi. “Seorang perempuan berumur 25 tahun. Dengan berat 85 kg, tinggi badan 165 Cm, rambut berwarna hitam panjang, berkulit sawo matang, bergolongan darah O,” jelas Alana. “Ada luka bekas tali yang kuat dalam pergelangan tangan dan pergelangan kaki. Kemungkinan besar, pelaku me
Pukul 07: 23 pagi ... Ya, butuh waktu 6 jam untuk menempuh perjalanan dari Desa Lominggou ke Kota. Alana membuka pintu rumahnya. Dengan membawa raganya yang lelah, kurangnya istirahat, membuat suasana hatinya begitu berantakan. Ceklekk Ketika melihat keadaan di dalam rumah, Alana begitu terkejut melihatnya. Aldo bersama teman-temannya tergeletak tertidur pulas di ruang tengah. Seketika pandangan Alana tertuju pada beberapa botol minuman keras dan sampah bekas kulit kacang yang begitu berserakan. “Kakak tinggal sehari aja udah seenaknya gini hidup kamu! Enak banget ya? Merasa bebas? Merasa udah bisa cari duit sendiri? Keren kamu kaya gini?” teriak Alana. "Bangun!" Mendengar itu, Aldo bersama teman-temannya tersentak kaget. “Eh ekhmm ... kakak ... katanya pulang besok,” ucap Aldo panik. “Udah dong kak, nanti Aldo beresin, ribet banget. Gitu doang marah.” Tatapan Alana begitu murka. “Pulang! Enak saja mengotori rumah saya!” Lalu Alana menatap wajah Aldo. “Lo itu! Masih kelas 12