Share

Ketegaran Nana

Autor pov. 

Setelah semua selesai, para dokter dan perawat mendorong keluar ranjang di mana jasad Nia terbaring, mereka akan segera memandikan dan mempersiapkan semuanya agar pemakaman segera dilakukan hari ini juga. 

"Tunggu suster! " Cegat Ema, sembari menggandeng Nana menghampiri ranjang di mana Nia berada. 

"Tolong jangan terlalu lama, nyonya. Kami harus segera memandikan mengkafankan dan menyolatkan beliau sebelum ke pemakaman. "tutur salah seorang perawat. 

" Baik sus. "Singkat Ema lalu membuka penutup wajah Nia. 

Hanya sekejap, Ema berlalu dengan tangis histeris, karena ia tidak kuasa memandang lama wajah damai Nia yang kini telah terbujur kaku. 

" Pa, Nana ingin melihat Mama untuk yang terakhir kalinya. "Pinta Nana, agar Bayu menggendongnya. Bayu dengan sekuat tenaga menahan diri agar tidak menangis saat berdiri di samping ranjang di mana Nia terbaring. 

Nana menatap wajah teduh sang Ibu dengan tabah, bahkan sudut bibir mungilnya melengkung dengan cantik saat memandangi wajah damai sang ibu. 

"Mama pasti sangat bahagia, yakan pa, " ujar Nana tanpa kesedihan seperti awal ia datang. 

Bayu yang melihat sikap dewasa anaknya sangat malu, karena dirinya kini masih tidak bisa menerima keadaan dan menerima kenyataan, jika Nia telah tiada. 

"Yah ... Nana benar."singkat Bayu, karena ia tidak memiliki jawaban lain. 

" Mama terlihat semakin cantik, Nana bangga pada Mama. "

Aku tidak tahu harus berkata apa selain menurut semua apa yang Nana katakan "emmb … Nana benar, Mama memang sangat cantik dan selalu cantik. "Ku ungkapkan semuanya dengan dada sesak, karena ingatkan masa lalu semakin menyiksaku. 

"Sekarang Papa harus berjanji pada, Nana. Papa harus selalu kuat dan mengikhlaskan semuanya. "

Kembali Bayu merasa malu dengan kedewasaan Nana, karena justru Nana yang mengingatkan dirinya akan keikhlasan. 

"Apa Papa bisa, nak? " tanyaku ragu dalam sesak. 

Nana dengan lembut mengusap pipiku lalu tersenyum manis. 

"Nana yakin, Papa orang yang kuat, karena Nana dan adek Hafis hanya memiliki Papa. "

Bayu kini tersadar jika ia masih memiliki tanggung jawab besar untuk mereka, untuk itu ia bertekad tidak ingin lemah dan mencoba mengikhlaskan semuanya, meski sangat berat. 

"Bagaimana jika kita menjenguk dek Hafis, "ujar Nana tidak sabar. 

" Ayo. "Bayu menuntun Nana dengan hati-hati setelah menurunkannya dari gendongan. 

Nana dengan senyum senang menatap seorang perawat tengah mendorong ranjang inkubator bayi menuju ke arah mereka. 

"Adik, Hafiz!" Seru Nana dengan girang saat melihat adik barunya.

"Namanya Hafiz, manis? "tanya perawat itu, sembari membukakan penutup inkubator, agar Nana dan yang lain bisa melihat dengan jelas bayi kecil tersebut. 

"Emmb ... Nama yang memberikan nama itu untuk adik. Bagus kan pa namanya"

 Bayu mengangguk membenarkan karena nama itu memang sangat bagus untuk anak keduanya yang kini berada du dalam tabung inkubator.

"Yah, nama yang bagus." Balas Bayu, meski hatinya seperti tersayat sembilu saat melihat dan membayangkan kedua anaknya hidup serta tumbuh tanpa sosok seorang ibu. 

"Oya, apa Papa boleh menambahkan nama belakang untuk adik Hafiz, sayang. "Pinta Bayu pada Nana, sembari memperhatikan bayi kecil tanpa dosa itu, karena ia tidak ingin memutuskan apapun tanpa persetujuan Nana. 

"Tentu." Girang Nana. 

Ema dan Anton yang melihat kecerian Nana begitu terharu, karena selama Nia sakit gadis kecil itu selalu murung dan jarang menunjukkan senyum. Bahkan mereka berdua tidak menyangka jika sikap Bayu kini kembali seperti dulu sebelum ia berangkat ke Cina. 

"Bismillahirrahmanirrahim, Yaa ayyuhash shobiyyu, innii sammaituka bimaa sammaakallaahu bihii fil azali. Innii sammaituka Muhammad Hafiz maulana . Baarokallaahu laka." Bayu melafazkan do'a untuk nama jagoan kecilnya dengan hikmat. 

"Aminn! " Serempak mereka yang ada di sana mendoakan arti di dalamnya. 

"Adik Hafiz tampan ya, " Ema begitu kagum melihat ketampanan Hafiz, karena ke tampanannya begitu meniru Bayu. 

"Ehem, seperti Papa. " Sambut Nana, Bayu yang mendengar hanya bisa tertawa. 

"Ada-ada saja. " Sembari Bayu mengusap pucuk kepala Nana dengan gemas. 

"Tapi benar kan, pa. Adik begitu mirip dengan Papa. "

Celotehan Nana mengundang tawa mereka, sejenak mereka sedikit melupakan duka yang kini mereka rasakan, karena Nana. 

"Oya, mulai sekarang Nana tinggal bersama Papa, ya. "Mendengar permintaan Bayu, sesaat Nana terdiam lalu menatap Ema dan Anton. 

" Maaf, pa. Nana akan tinggal bersama dengan paman dan bibi saja. "Tolak Nana. 

Ema dan Anton cukup terkejut dengan penolakan Nana, karena mereka tidak pernah mengajarkan ataupun merencanakan semua itu, meski kemungkinan besar Nana akan tinggal bersama mereka jika Bayu tidak bertanggungjawab. 

Mendengar penolakan Nana, Bayu tertunduk,dirinya sadar semua kesalahan yang ia lakukan sangatlah fatal hingga membuat Nana tidak mau lagi tinggal bersamanya. 

"Baiklah, Papa mengerti nak. " Sendu Bayu. 

Ema mengerti seperti apa perasaan Bayu, saat Nana menolaknya. 

"Nana dengarkan Bibi, sayang, "ujar Ema sembari berjongkok di hadapan Nana hingga mereka sejajar. 

" Bibi dan paman memang menyayangimu sayang, tapi kami di sini tidak memiliki hak penuh atas dirimu. Bukan kah Nana selama ini selalu ingin berkumpul dan bersama Papa lagi. "Ema mencoba mengertikan sembari mengingatkan keinginan terbesar Nana selama ini. 

"Emmb … Nana tahu Bibi, tapi Nana takut." 

Bayu menghela nafas dalam saat mendengar jawaban Nana.

"Papa mengerti nak, tidak apa-apa. " Meski kecewa tapi Bayu tidak ingin memaksakan keinginannya jika Nana menolak. 

"Nana, dengarkan Bibi sayang, Papa pasti akan menjagamu, bukankah Papa orang baik, dan Nana sangat mengenal Papa. " Ema mencoba membujuk Nana agar mau menerima tawaran Bayu. 

"Tapi." Ragu Nana. 

"Tidak apa-apa, Ema. Aku sangat mengerti, " ujar Bayu tidak ingin memaksakan keadaan. 

"Percayalah." Bisik Ema lembut, Nana sesaat terdiam sembari menatap Bayu. 

"Nana mau, tapi Papa harus berjanji. "Bayu begitu senang saat mendengar jawaban Nana. 

" Alhamdulillah, apa itu nak. "Tidak sabar Bayu. 

" Papa harus berjanji, menjaga Nana dan adik Hafiz, Nana tidak ingin kejadian waktu itu terulang kembali. "

Bayu sangat mengerti dengan kekhawatiran Nana, karena begitu terlihat iris mata anaknya menyimpan trauma. 

"Tentu nak, itu pasti. Papa akan melakukan apapun untuk mu dan adik sayang. " Nana mengangguk setuju dan percaya. 

Ema dan Anton tersenyum lega setelah mendengar jawaban Nana, bukan karena mereka tidak ingin merawat Nana dan Hafiz. Tapi mereka sadar Bayu lebih berhak dan pantas merawat kedua anak-anak itu. 

Sore itu juga Nia dimakamkan, bahkan bayi Mona sengaja bayu satu liang lahat kan bersama, agar ia bisa berziarah dan mengenang orang-orang yang ia kasihi. 

Tidak banyak yang datang, yang hadir di sana hanya tetangga dan beberapa teman Bayu, bahkan di sana Mona tidak hadir beralasan malas padahal itu adalah pemakanan anaknya sendiri. 

Setelah pemakaman usai, Bayu membawa Nana pulang ke rumahnya, agar gadis kecilnya itu bisa istirahat, sementara Hafiz masih membutuhkan banyak penanganan lebih lanjut mengingat usia kelahirannya belum cukup bulan. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status