Suara riuh di ruang makan pasti terjadi di pagi hari, saat Nana menolak babysitter menyuapi nya sarapan, karena Nana hanya ingin makan satupun sarapan bersama Nila, wanita yang mirip dengan ibunya. Tapi karena kesibukan Nila mengurus Hafiz, dengan terpaksa ia mengabaikan Nana terlebih dahulu, karena Hafiz pagi ini juga tidak mau bersama babysitter. "Bersama, nenek saja, ya. Bukan kah Nana harus segera ke sekolah. " Bujuk bi Ijah mengambil alih piring sarapan Nana dari babysitter. "Tidak mau, Nana maunya sama, mama… . "Rengek Nana memalas,karena Nila masih di kamar belum bergabung dengan mereka di meja makan sarapan. " Tapi, sayang. Mama sedang menjaga adik Hafiz, Nana sama nenek dulu, ya. "Nana menggeleng cepat menolak, bi Ijah menghela nafas dalam karena selama ini memang Nana dan Hafiz sangat sulit dikendalikan jika tidak bersama Nila. "Pokoknya, Nana mau mama, Nana mau makan bersama Mama saja, titik. " Sentak Nana sembari menghentakkan kakinya ke lantai. Bayu yang baru bergab
Hari semakin sore, Nana mulai merasa jenuh di kamar, karena ia hanya menghabiskan waktu untuk menggambar dan belajar bersama Nila. "Ma… Nana bosan. "Nila yang tengah mengganti pokok Hafiz menatap wajah memelas Nana lalu tersenyum gemas. "Oooh… bosan? "Nana mengangguk membenarkan lalu menutup buku gambarnya. "Baiklah, sekarang Nana turun ke bawah saja, ya. Nanti Mama susul, adik Hafiz lapar, setelah urusan Mama selesai, Mama akan susul Nana di bawah. "Nana mengangguk lalu dengan senang memungut satu boneka kesayangannya dan membawanya lebih dulu ke lantai bawah. Dengan langkah riang Nana menuruni tangga, sembari bernyanyi-nyanyi, karena memang jam seperti ini semua pembantu yang bekerja di rumah itu sedang sibuk melakukan tugas mereka, Nana melangkah dengan hati-hati hingga ia sampai di lantai bawah dan disana tatapannya tidak sengaja tertuju pada seorang wanita yang selama ini pergi dari rumah, wanita itu kini tengah menyeret koper besar di tangannya dengan omelan dan ocehan se
(Pov Bayu) Aku semakin merasa serbasalah, karena setelah kejadian tadi siang, Nila tidak bertegur sapa dengan ku, jangankan bertegur sapa, saat makan malam bersama Nila tidak adanya percakapan di antara mereka begitu juga Nana, gadisku seolah-olah sengaja mendiamkan aku setelah kejadian tadi. Setelah makan malam mereka berdua berlalu begitu saja kembali ke kamar, aku semakin bingung harus melakukan apa, karena aku tahu semua ini adalah kesalahan ku, semua berawal dari diriku. Andaikan aku tidak membawa masuk Mona ke dalam keluarga ini, semuanya tidak akan pernah terjadi. "Hahhh…." Kuhela nafas dalam sembari menatap langit langit ruang makan setelah aku sendirian di sini. "Lebih baik, bapak susul nak Nila. "Aku menoleh di mana bi Ijah berdiri di sampingku, karena ia tengah membereskan makan malam yang sudah usai. "Saya takut bi, " lirih ku jujur, karena aku memang sedikit takut saat melihat reaksi Nila saat membalas perlakuan Mona. "Saya yakin Tuan, nak Nila tidak seperti itu, d
Nila pov) Cukup lama aku aku mencoba memejamkan mata, tapi mata ini enggan untuk terlelap, jangankan untuk terlelap, rasa kantuk pun enggan hinggap padahal jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari, tapi mata ini tetap tidak mau terpejam dan tidur setelah kejadian tadi. Aahh… dia memang selalu membuat ku ingin gila. Batin ku bersua jika mengingat semua kejadian demi kejadian bersangkutan dengannya. Kriit!Pintu terbuka, orang yang aku pikirkan sejak tadi kini masuk dan menghampiri ku. "Kenapa kau tidak tidur? " tegurnya basa basi. Ku tatap mata hitamnya dengan lekat, apa dia tidak sedang mengigau? Kenapa malam-malam seperti ini kemari. "Kau sendiri? Kenapa kesini? " balas ku cuek, aku sengaja bersikap seperti ini karena aku tidak ingin dia menganggapku mudah terpengaruh, mengingat dia tahu siapa aku ini, dan aku juga memang ingin berubah menjadi yang lebih baik demi ibuku. "Apa salahnya? " balasannya merasa tidak bersalah. "Bay, apa kau sadar dengan apa yang kau lakukan? " tany
Ku dekap Nia dengan hangat ke dalam pelukan ku, setelah malam hangat penuh kasih kami terakhir.Tak ada kata diantara kami, selain meresapi kehangatan yang akan berakhir dalam hitungan beberapa jam kedepan sebelum kami berpisah. Karena besok aku akan terbang ke di Cina menjalankan cabang perusahaan pusat di mana kini aku bekerja, aku dipercayakan penuh untuk mengelola perusahaan cabang tersebut. Karena itu aku harus merantau ke negeri orang. Bagaimanapun ini adalah cita-citaku sedari dulu, mengejar mimpi dan kesuksesan seperti keinginanku.Bangganya, jika semua itu terwujud dan tercapai.Ku pandang wajah cantik istriku, jujur aku tidak tega melakukan ini, tapi aku yakin ini yang terbaik. Karena ini semua untuk masa depan kami.Nia tidak melarang, meski begitu jelas terlihat ia ingin menolak keinginanku. Akan tetapi aku meyakinkan semuanya."Kamu, akan selalu setia pada
(Nia pov)Seperti janji Mas Bayu, dia selalu menghubungi, aku dan Nana setiap hari. Bahkan setiap jam saat minggu-minggu pertamanya di Cina, Mas Bayu tidak bosan-bosannya menanyakan kabar kami, jujur aku sangat lega meski awalnya hati ini dihantui ketakutan jika semua janji itu bohong, tapi ku memantapkan keyakinanku mengingat kami telah menikah enam tahun. Sudah sepatutnya aku sebagai istri percaya padanya meski kami terhalang jarak. Karena jarak bukan sebuah batasan untuk tidak salah percaya.("Apa, kabar Papa?")Nana terlihat sangat gembira, setiap mendapatkan telpon dari Papanya dan aku turut senang karena kabar yang kami dapatkan.("Apa, kabar anak Papa yang cantik. Anak Papa belajar apa tadi di sekolah?")Nana begitu gir
Nana tetap menunggu telpon dari Mas Bayu seperti yang aku katakan tadi siang, jam-jam berlalu tapi tidak ada panggilan masuk dari Mas Bayu, membuat Nana berkali-kali meremas buku gambar yang ia peluk sedari tadi."Ini sudah larut sayang, Nana. Tidur, ya."Nana menatapku dengan mata berkaca-kaca, hatiku benar-benar hancur saat melihat anak semata wayangku seperti ini."Kenapa, Papa. Tidak pernah menghubungi kita, Mama? Apa Papa sudah tidak sayang kita lagi? ""Tidak sayang, Papa hanya terlalu sibuk. Mungkin besok, Papa. akan menelpon, Kita tunggu besok,ya.""Momma, selalu mengatakan itu! Kita tunggu besok! Kita tunggu nanti malam! Tapi nyatanya! Papa sampai sekarang belum menghubungi kita!"Suaraku hilang, untuk sekedar menenangkan Nana aku tidak mampu saat gadis kecilku mulai menunjukkan kekecewaannya.Netraku yang telah
Setelah di rumah, aku menemani Nana mengerjakan tugas di ruang tengah yang merangkap sebagai ruang tamu, karena rumah sederhana ini hanya memiliki satu lantai dengan tiga kamar, satu ruang tengah dan dapur.Aku membantu Nana mengerjakan PR dari sekolah setelah makan malam, tapi tetap sama tidak ada percakapan apapun diantara kami selain fokus pada pekerjaan rumah tersebut,sampai akhirnya konsentrasi kami teralihkan saat pintu rumah diketuk dari luar."Nana, tunggu sebentar,ya. Mama bukakan pintu dulu, sepertinya ada tamu sayang,"Nana mengangguk kecil, aku berdiri lalu berjalan menuju pintu dan membukanya.Aku begitu terkejut saat melihat siapa tamu yang datang, karena dia menatapku begitu nyalang."Poppa!"Seru nana dengan cepat ingin menghampiri dan berniat ingin memeluk Mas Bayu."Tetap di sana! "Bentuknya