Share

Bab 3

Nana tetap menunggu telpon dari Mas Bayu seperti yang aku katakan tadi siang, jam-jam berlalu tapi tidak ada panggilan masuk dari Mas Bayu, membuat Nana berkali-kali meremas buku gambar yang ia peluk sedari tadi.

"Ini sudah larut sayang, Nana. Tidur, ya." 

Nana menatapku dengan mata berkaca-kaca, hatiku benar-benar hancur saat melihat anak semata wayangku seperti ini. 

"Kenapa, Papa. Tidak pernah menghubungi kita, Mama? Apa Papa sudah tidak sayang kita lagi? "

"Tidak sayang, Papa hanya terlalu sibuk. Mungkin besok, Papa. akan menelpon, Kita tunggu besok,ya."

"Momma, selalu mengatakan itu! Kita tunggu besok! Kita tunggu nanti malam! Tapi nyatanya! Papa sampai sekarang belum menghubungi kita!" 

Suaraku hilang, untuk sekedar menenangkan Nana aku tidak mampu saat gadis kecilku mulai menunjukkan kekecewaannya.

Netraku yang telah panas kini menggenang air mata dan siap tumpah menganak sungai dipipiku saat melihat keadaan Nana. 

"Mama selalu bohong! Papa akan menelpon kita, tapi nyatanya tidak ada Mama! Semuanya bohong! Nana benar jika Papa sudah tidak sayang kita lagi kan!"

Aku tidak kuat menahan isakku, akhirnya pecah tidak terkendali. 

"Mama mohon sayang, jangan seperti ini. Nana harus percaya jika Papa pasti akan menghubungi kita,"bujukku, agar Nana mengerti keadaan yang tidak aku pahami ini. 

"Maaf, Mama!" 

Nana tidak kalah tersiak sepertiku, aku tahu semua ini berat bahkan aku tidak pernah membayangkan semua ini akan terjadi.

Ku renggangkan pelukanku dan kupandangi mata merahnya yang masih melelehkan liquid.

"Nana, tidak salah sayang. Hanya saja keadaan Papa saat ini sedang sibuk, Mama ingin Nana sedikit bersabar, ya. Mama yakin Papa pasti menghubungi kita."Lagi aku membujuk nya, hingga akhirnya Nana tersenyum dan mengangguk, ia mencoba mengerti dan mempercayai semua ucapanku, padahal aku sendiri tidak yakin dengan apa yang aku ucapkan selain berharap jika Mas Bayu menghubungi kami. 

Ada rasa sesal di hatiku atas kejadian ini, tapi semua sudah terjadi dan aku tetap yakin dengan suamiku jika dia akan menghubungi kami. 

******

Bulan berganti, tidak ada perubahan. Mas Bayu belum juga menghubungi kami, aku selalu bertanya-tanya apa yang terjadi? Apa dia baik-baik saja di sana.

Saat ini tepat ketiga tahun Mas Bayu di Cina dan selama dua tahun terakhir tidak ada komunikasi atau kabar yang kami dapatkan darinya, ada rasa putus asa dalam keyakinan yang selalu aku pegang teguh selama ini terhadap orang yang aku cintai.

"Melamun lagi? Jangan suka melamun, Nia! itu tidak baik untuk mu."tegur Mas Anton suami dari Mba Ema, Mas Anton adalah saudara angkat ku, bahkan mba Ema sudah menganggapku seperti adik kandung nya sendiri, karena kami saat hidup susah pernah hidup serumah. Meskipun kami memiliki masa lalu yang harus dilupakan. 

"Maaf, Mas. Aku hanya …."

Ucapanku terputus, saat tangan Mas Anton mengusap pucuk kepalaku dengan lembut, aku tahu saat ini Mas Anton tengah menguatkan diriku yang mulai putus asa dan bimbang dengan keadaan yang terjadi pada kami. 

"Jangan dipikirkan Rin, ingat Nana membutuhkanmu. Kau harus banyak berdo'a pada Alloh agar semuanya baik-baik saja, semoga cepat ada kabar seperti yang kita inginkan selama ini,"ucap Mas Anton mengingatkan. Aku tidak tahu jika mereka tidak ada, bagaimana denganku saat ini yang tengah terguncang akibat kehilangan kabar dari Mas Bayu. Meskipun aku selalu mendapatkan kiriman uang dari Mas Bayu setiap bulan dalam jumlah yang besar, semua itu tidak membuatku bahagia. 

"Ayolah, jangan bersedih seperti ini. Ingatlah Nana." 

Betapa beruntung nya aku memiliki mereka, karena Mba Ema begitu menyayangi Nana, mengingat wanita itu tidak seberuntung aku, sembilan tahun mengarungi rumah tangga bersama Mas Anton, Mba Ema dan Mas Anton belum juga dikaruniai keturunan. 

"Sudah, jangan dipikirkan lagi, Nia. Kau harus fokus pada Nana,"ujar Mas Anton menasehati aku. 

"Yah, tentu. Mas, Mba. terimakasih banyak karena kalian selalu ada untuk kami."

Mba Ema mengangguk lalu berpamitan pulang, karena mereka telah puas bercengkrama dengan Nana sebelum tidur. 

******

Nia pov. 

Selama beberapa bulan terakhir aku menyibukan diri dengan menjaga toko bunga milik Mba Ema, meski awalnya mereka menolak keinginanku bekerja. Akan tetapi hanya ini caranya agar aku bisa melupakan sedikit masalah yang menimpaku karena Mas Bayu benar-benar tidak ada kabar seperti ditelan Bumi. 

"Mama! " Panggil Nana, setelah gadis kecilku pulang dari sekolahnya.

Jarak sekolah Nana dengan toko bunga di mana aku bekerja sangat dekat, karena itu Nana bisa berangkat dan pulang sendiri. 

"Anak Mama sudah pulang! Tadi belajar apa nak?"

Aku menyambutnya dengan senang, karena Nana masuk sekolah dasar dan kini gadis manis itu tepat berusia delapan tahun dan duduk di kelas tiga SD. Hanya ini hiburanku, saat rasa khawatir pada Mas Bayu melintas, hanya Nana menjadi pengobat rindu serta pereda kekecewaan yang aku rasakan. 

"Banyak, Mama! Nana hari ini punya teman baru. Dia sangat baik dan Nana dapat nilai bagus."ocehannya menjadi semangatku, hingga senyum ini terukir saat mendengar semua ceritanya.

"Okey, sekarang, Nana. Ganti baju lalu makan siang,"titah ku. 

Seperti inilah rutinitas yang aku lalui setiap hari, saat Nana pulang dari sekolah, Nana menjadi pelipur laraku dan semangat untukku, Nana selalu membantuku menjaga toko bunga milik Mba Ema, karena aku sengaja membawa bekal serta baju ganti untuk Nana dari rumah. 

"Siap, Mama! Tapi apa ada kabar dari Papa?"

Ini pertanyaan Nana yang untuk kesekian kali selama dua tahun Mas Bayu tidak ada kabar dan tidak kembali, selama itu pula Nana selalu menanyakan kabarnya setiap hari, meski kini Nana lebih mengerti dan tidak menuntut seperti dua tahun yang lalu. Tapi tetap saja hati ini selalu sakit karena tidak bisa menjawabnya dan memang aku tidak memiliki jawaban yang bisa dijelaskan pada Nana.

"Belum ada sayang. Maaf, ya,"

"Tidak, apa-apa Mama, Nana tahu mungkin Papa sedang sibuk,"jawaban polosnya membuatku sangat bersalah dengan keadaan ini, karena aku tidak bisa mengembalikan keadaan seperti semula.

Gemerincing pintu berbunyi tanda jika ada pembeli datang. 

"Pelanggan, Mama!"seru Nana dengan girang, aku tersenyum melihatnya, karena Nana sangat senang melayani pembeli yang datang membeli bunga ke toko ini. 

Aku dan Nana memperhatikan seorang wanita berparas cantik masuk kedalam toko bunga ini, ia dengan piawai memilih jenis-jenis bunga yang telah tertata rapi di tempat nya.

Aku sangat bersyukur ini kesibukan yang mampu membuatku sedikit melupakan masalah yang ada begitu juga dengan Nana, Nana sangat suka melayani pembeli yang datang membeli bunga, hingga sedikit melupakan kesedihannya.

Kaki ini ingin melangkah, tapi sesaat tertahan saat mata ini terarah ke luar toko, di mana sosok yang aku kenal tengah berdiri. 

"Ma, ada apa?" tanya Nana sembari menatapku bingung, karena aku benar-benar tidak bisa bergerak saat melihatnya. 

Ting! 

Pintu kembali berdenting, tapi aku masih belum bisa mengendalikan diriku. 

Aku tidak bisa mengartikan apa yang aku rasakan saat ini, karena semua bercampur aduk hingga membuatku tetap bergeming menatap siapa yang masuk. 

"Ma, ada pelanggan lagi!"

Aku mendengar apa yang Nana katakan, bahkan ia beralih menatap siapa pelanggan yang baru datang tersebut saat menghampiri wanita cantik yang tengah memilih bunga di dalam toko ini. 

Belum sempat aku menguasai diri dan menahan Nana, dalam hitungan detik Nana berlari dengan spontan menuju kearah dia insan itu..

"Papa!"Seru Nana sembari memeluk pria itu. 

Aku melihat dengan jelas wajah pria itu memucat saat menatapku yang tengah membeku. 

"Papa! Papa kemana saja?"Tanya Nana dalam tangis, hingga pria yang tidak asing dimataku itu serta wanita yang datang bersamanya tersentak. 

"Papa! Papa jangan pergi lagi, ya. Jangan tinggalkan Nana dan, Mama,"rengek Nana sambil menoleh ke arahku, aku benar-benar tidak mengerti apa yang kini terjadi, apa ini benar nyata jika dia Mas Bayu yang aku tunggu. 

"Papa! Jawab!"Histeris Nana, aku benar-benar kehilangan tenaga dan kata untuk sekedar melangkah dan berucap saat melihat mereka. 

"Hey! Apa yang kau lakukan, hah! "Serkas wanita cantik itu ,dengan reflek melepaskan pelukan Nana dari Mas Bayu hingga Nana didorong paksa dan hampir jatuh.

"Nana!"

Aku yang melihat dengan cepat menahan punggung Nana agar tidak terhempas ke lantai akibat dorongan dari wanita itu.

"Tuhan!"Gumamku dalam hati, lagi aku tidak menyangka dan percaya karena memang benar dia adalah Mas Bayu, bahkan kini dia kembali membuatku tertegun dalam diam saat Mas Bayu seolah-olah tidak mengenal kami. 

Kini aku benar-benar tidak habis pikir, apa yang terjadi dan apa ini benar nyata terjadi? 

"Ma, lihat Papa pulang!"

Aku mendengar dengan jelas tangisan Nana, saat ia ingin kembali memeluk Mas Bayu. 

"Jangan mendekat, dasar aneh! Dia suami ku! Mana mungkin suami ku kenal kau dan ibumu yang jelek ini!!"Tukas wanita itu menghina sembari memeluk lengan kekar Mas Bayu lalu menarik nya agar menjauh dari Nana. 

Seperti tersambar petir disiang hari, aku mencoba mencerna dan memproses ucapan wanita itu dan beralih menatap Mas Bayu yang tidak menunjukkan bahwa kami saling mengenal. 

Ada yang salah, dengan cepat aku menahan bahu bahu nana agar gadis kecilku tidak berontak dan kembali memeluk Mas Bayu, begitu terlihat dari sorot mata Mas Bayu ketidak sukaan pada sikap Nana.

"Sayang, aku tidak suka kita di sini. Lebih baik kita mencari toko yang lain saja!"Serkas wanita itu dengan manjanya pada suamiku, sembari menatap ke arah Nana tidak suka, karena Nana terus menangis ingin melepaskan diri dari pelukanku. 

"Oke, kita cari toko bunga di tempat lain yang lebih bagus, ya."

Aku melihat dengan dengan jelas seperti apa ekspresi suamiku saat menjawab ajakan wanita cantik itu, penuh dengan pancaran kasih sayang tapi berbeda saat dia menatap ke arahku dan Nana.

Entah apa yang kini terjadi, aku benar-benar tidak mengerti. 

"Maaf, atas ketidaknyamanan ini Nona."

Aku berucap semampuku saat Mas Bayu dan wanita itu pergi meninggalkan toko bunga ini. 

"Papa … Ma, Itu. Papa! Lepaskan … Nana … Nana ingin bertemu Papa!"Histeris nana menangis, saat Mas Bayu berlalu, aku tetap menahannya agar dia tidak mengejar mereka, karena sorot mata Mas Bayu begitu berbeda. 

"Mama, kenapa mama membiarkan Papa pergi!"Raung Nana membalas pelukanku setelah Mas Bayu benar-benar hilang dari pandangannya.  

"Maafkan, mama sayang,"bujukku sambil berjongkok hingga kami sejajar, aku mencoba kuat agar tidak menangis di hadapannya meski netra ini mulai memanas dan memerah.  

"Mama, kenapa Papa pergi? Wanita itu siapa Mama? "

Suaraku kembali hilang saat pertanyaan dalam tangis Nana terlontar, karena akupun tidak memiliki jawaban 

"Mama, tidak tahu nak. Mama tidak mengerti," jawabku dalam sakit hati, saat diriku mengingat Mas Bayu seakan-akan tidak mengenal aku dan Nana.  

Pikiran ini tidak henti-hentinya mengingat kejadian tadi siang, di mana aku dipertemukan dengan orang yang selalu aku tunggu selama beberapa tahun ini. 

Pertemuan yang selalu aku hayalkan berakhir indah dan manis, ternyata itu tidak akan pernah terjadi, karena pertemuan itu sangat membuat ku shock. Di mana Mas Bayu kembali bersama seorang wanita yang mengakui adalah istrinya. 

Tuhan, apa yang terjadi ini? Batin ku berucap tidak henti mengharapkan semua ini hanyalah mimpi, 

Hari berganti sore, aku memutuskan menutup toko bunga dan pulang, karena setelah kejadian tadi siang Nana tidak banyak berbicara. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status