Bagai disambar petir, aku benar-benar tidak menyangka jika mas Bayu memiliki pemikiran kotor terhadapku, karena selama ini aku selalu setia menunggunya.
"M_mas! "Aku tergagap karena semuanya benar-benar di luar ekspektasi ku selama ini.
"Kenapa hah! Aku benar kan, Nia! Jika selama aku di Cina kau pasti bermain gila dengan pria lain!"
Tuduhan yang ia lontarkan benar-benar membuat mentalku lemah, bahkan aku tidak bisa bergerak selain menuruti apa keinginannya.
"Uhh …, a_aku tidak seperti itu. Cukup hentikan mas! Sakit." Rintihku menahan nyeri setiap gerakan kasarnya merenteti tubuh ini. Bahkan ini untuk pertama aku diperlakukan dengan kasar saat dia menuntut haknya.
"Dasar jalang! Kau selalu berbohong padaku! Katakan jika kau selalu berselingkuh dibelakangku, Nia!"
Aku tidak kuasa menahan isakan akhirnya lolos setiap mendengar tuduhan demi tuduhan yang tidak pernah aku lakukan, jangankan untuk melakukan, memikirkannya saja aku tidak pernah.
Tapi kini mas Bayu begitu tega menuduh ku dengan tuduhan hina, jika aku ini telah berselingkuh dan tubuh ini selalu di nikmati oleh pria lain.
Aku tidak lagi berucap, apa lagi membela diri aku memilih pasrah karena semua yang aku lakukan dan yang ku katakan tidak ada artinya hingga mas Bayu mencapai apa yang ia inginkan.
Setelah puas, mas Bayu berlalu begitu saja meninggalkan ku yang kini bersimpuh di lantai keramik kamar mandi, bahkan ia tidak peduli seperti apa keadaan ku kini,dia pergi tanpa menoleh ke arahku.
Air mataku yang telah luruh kian banjir tak terkendali seiring ingatan ku kembali berkecamuk mengingat sikap mas Bayu setelah kembali dari Cina.
'Kenapa sikapmu berubah mas … apa salahku hingga mas seperti ini? Kenapa kau begitu tega padaku dan Nana? Apa salah kami mas? ' ucapku dalam hati saat menangisi takdirku, di mana suamiku kembali dengan sifat yang berbeda, bahkan ia mengkhianati aku dan Nana.
Dan kini aku kembali dihadapkan dengan memungkinkan buruk yang akan aku alami setelah kejadian ini.
Minggu-minggu berlalu begitu cepat, aku mulai merasakan asal yang salah dengan diriku. Karena setiap rasa lelah datang kepalaku terasa pusing dan mataku berkunang kunang, mengingat hampir setiap malam mas Bayu menutut haknya padaku. .
Setiap kali aku menolak,mas Bayu tidak segan-segan memukul dan dan mengancamku karena Mona tidak bisa menunaikan tugasnya selama hamil muda, sehingga kini dirimu lah yang menjadi pelampiasannya.
Sakit hati yang aku rasakan semakin bertambah karena tidak hanya di khianati tapi diriku juga dijadikan boneka pelampiasan hasrat mas Bayu.
Aku benar-benar tidak menyangka jika mas Bayu begitu bejat dan jahat padaku. Kini aku diliputi rasa cemas saat mengingat apa yang telah terjadi, terlebih tanggal menstruasi ku sudah lewat. Tapi aku belum kunjung datang bulan.
"Aku harus bagaimana? "tanyaku pada diri sendiri sembari mengusap perutku yang mulai terlihat membuncit meski sangat kecil.
Kutatap langit-langit kamar mandi yang selalu menjadi saksi bisu saat mas Bayu menuntut haknya padaku.
Aku benar-benar kehilangan kata saat jika benar kekhawatiran itu terjadi, bagaimana aku menjelaskan semuanya pada mas Bayu.
"Ma! "panggil Nana dari luar. Aku bergegas keluar, setelah cukup lama berada di dalam kamar mandi.
"Ada apa sayang?" Kuhampiri Nana yang masih bermalas-malasan di atas ranjang.
"Mama sakit? "tanya Nana sembari memperhatikan wajahku.
" Tidak." Aku merapikan bantal dan selimut yang sempat nana gunakan,karena aku sengaja mengalihkan wajahku agar tidak terus menerus dipandanginya.
"Mama, bohongin. Mama sakit kan?"
Aku tersenyum sembari menggeleng, aku tidak ingin keadaan ku membuat harta berharga ku ini cemas.
"Sudah Mama katakan, sayang! Mama baik-baik saja." Keyakinan sembari menggenggam tangan mungilnya. "Tapi wajah Mama pucat." Akhirnya aku tidak bisa mengelak, karena percuma. Nana pasti tahu apa yang aku alami. "Hanya kelelahan, Nana tahu seperti apa pekerjaan Mama kan?" Ku cubit gemas pipi Nana, karena mata cantiknya tidak putus memandangku. "Nana sangat khawatir dengan kesehatan, Mama! Apa besok Nana boleh membantu pekerjaan Mama? " Aku benar-benar terbaru dengan ketulusannya, saat ingin membantu. Seketika setitik beban yang aku rasakan berkurang saat melihat wajah polosnya, karena hanya Nana penyemangat dan kekuatan ku kini setelah semua yang terjadi hingga kami terperangkap di dalam rumah ini. Meski Nana tidak mengetahui apa yang telah aku alami selama di sini. "Tidak perlu, sayang! Ada Nenek Ijah yang sel
Bruukk! "Ughh! " Aku terpojok di dinding setelah leherku di cengkraman kuat oleh mas Bayu lalu menyudutkanku di tembok, hingga aku tidak bisa bergerak selain merintih kesakitan. Setelah kejadian di meja makan, mas Bayu menghampiri ku lalu melakukan kekerasan ini padaku. "Hiks, Pa! jangan sakiti Mama, hiks … lepaskan Mama." Isal Nana ketakutan melihat sikap kasar mas Bayu melakukan kekerasan fisik padaku. "Brengsek! Katakan kau kenapa hah!" Aku tidak menjawab selain sesekali melirik Nana yang tengah menangis mencoba menolongku. " Hikss … Papa, kasian Mama. Lepaskan, Pa! Hiks …. "Mas Bayu dengan dengan kasar menepis tangan Nana yang mencoba melepaskan cengkramannya dari leherku, hingga Nana terhempas di atas tempat tidur. Aku yang tengah tercekik semakin lemas tidak bertenaga, karena pasokan oksi
Nia pov Aku tidak henti-hentinya menghibur Nana agar tersenyum pagi ini, karena setelah kejadian tadi malam Nana terlihat murung dan tidak banyak bicara seperti biasanya sampai jam semakin siang dan selama itu pula aku khawatir dengan keadaannya. "Sayang, Mama mohon jangan seperti ini. Nana membuat Mama takut. " Bujukku lambat, setelah aku kembali dari kamar Mona mengerjakan beberapa pekerjaan dan perintahnya. "Maaf, Ma!" Sendu Nana menatap iris mataku, karena memiliki lingkaran seperti panda. "Nana, tidak salah sayang. Katakan sekarang Nana mau apa? "Aku mencoba membujuk Nana, agar tidak berdiam diri terus. " Nana hanya bosan di kamar, Ma." Aku tersenyum kasihan dengan gadis kecil ku ini, karena memang selama kami tinggal di rumah ini, sengaja ku larang Nana keluar dari kamar jika aku sedang bekerja. Aku t
Bayu pov Aku menikmati santai di balkon, sembari sedikit melupakanmu kejadian beberapa saat yang lalu di mana Mona memukul Nana, jujur cukup meyakinkan untuk ku, tapi aku tidak mungkin melakukan hal yang bodoh, karena aku sangat mencintai wanita itu, wanita yang telah menemani ku selama di Cina dan mendampingi ku, Nia tidak ada apa-apanya dibandingkan Mona. tapi aku tidak menyangka jika Nia akan menemui ku di sini, berani sekali dia. Ku tatap wajahnya, karena sedikit berbeda. Tidak ada ketakutan ataupun kesedihan seperti yang dulu aku lihat, dia terlihat lebih kuat. Ahh, persetan dengannya. "Aku ingin bicara denganmu, mas!"Sial, akting apalagi ini. "Jika kau hanya ingin membahas masalah tadi, lebih baik kau kembali bekerja. Aku malas membahasnya. "Ketus ki, aku yakin dia hanya ingin membahas ma
Sedikit lagi, aku ingin bersamanya sebentar. Aku tahu ini sangat bodoh, aku begitu gila hanya karena cinta tapi untuk kali ini aku tidak ingin mengorbankan anakku, cukup cinta dan sakit ini ku tanggung sendiri mulai hari ini. "Maksudmu apa, Nia?"tanya mas Bayu, suaranya sedikit melunak saat tangan berhasil menggenggam tangannya dan ku kecup dengan takzim, ini untuk sekian lama aku tidak melakukan kodratku, mengingat kepulangan mas Bayu tidak seperti yang kami harapkan. "Terimakasih banyak, telah menyisakan sedikit waktu untuk kami. Aku dan Nana akan pulang, mas! "Ku lepaskan tangan mas Bayu yang masih membisu setelah mendengar ucapanku, bahkan aku sadar mas Bayu begitu memandang ku, entahlah apa yang dia pikiran, aku tidak peduli lagi, karena aku rasa semuanya sudah cukup. "Nia! "Panggil mas Bayu tertahan, aku tidak mengerti kenapa kini dia terlihat aneh.
Nia pov Setelah di kamar, Bi Ijah dengan cekatan membantuku mengompres bekas tamparan Mona dipipi Nana agar tidak semakin membengkak, karena retina mata Nana mulai menimbulkan bercak darah yang menggumpal serta membiru di sekitarnya. Hatiku benar-benar sakit saat melihat ini, karena orang yang seharusnya melindunginya justru hanya diam menonton dan diam seolah-olah apa yang terjadi adalah hal yang biasa. "Ya Tuhan, sayang! Kenapa Nyonya begitu tega melakukan ini padamu!"Khawatir Bi Ijah, sembari terus mengompres pipi Nana dengan air hangat suam kuku. " Hiks … Ma! … hiks … Kita pulang .. "Isak Nana menangis menahan sakit dan takut. Hatiku benar-benar terhempas mendengarnya, karena semua ini juga karena kesalahan ku. Ku tatap Nana lekat lalu beralih pada Bi Ijah yang masih setia membuatku m
Nia pov Setelah keluar dari rumah itu, aku dan Nana langsung ke rumah sakit. Karena keadaan Nana cukup membuatku khawatir. "Nyonya tidak perlu cemas, si cantik ini baik-baik saja. Dalam satu minggu, pembekuan darah di matanya akan hilang dengan sendirinya." Jelas dokter spesialis anak tersebut. Aku tersenyum lega sembari memeluk Nana, karena aku masih tidak menyangka jika bisa keluar dari rumah itu. "Terimakasih, Dokter, " ucapku ramah. "Sama-sama, Nyonya." setelah membalas, dokter itu berlalu. Karena penanganan Nana sudah selesai, aku berinisiatif mencari telepon umum, mengingat ponselku disita oleh mas Bayu selama tinggal di rumahnya, dia selalu berdalih agar aku fokus bekerja. Meski ragu, akhirnya dengan berat hati ku hubungi mbak Ema dan mas Anton untuk menjemput ku, karena tidak ada lagi o
Autor pov Bulan bulan berganti, selama itu pula rasa gelisah menghinggapi hati Nia hingga ia selalu gelisah, Nia masih mengingat jelas apa yang Bayu katakan sebelum ia pergi. Bayu akan menceriakan dirinya, jika ia tetap keluar dari rumah itu. Akan tetapi sampai hari ini, tidak ada satupun surat yang datang dari pengadilan ataupun surat panggilan keputusan perceraian untuk dirinya. Ada sedikit kelegaan, tapi tetap saja pikiran Nia selalu tidak tenang, bayang-bayang ucapan Bayu saat itu benar-benar membekas di ingatan, Nia. 'Seharusnya kau sadar, Nia! Kau tidak ada apa-apanya dibandingkan, Mona! dia jauh lebih baik darimu, seharusnya kau sadar diri dan jangan seperti ini. Kau terima nasib saja, Nia! Tidak perlu merasa tersakiti dan kecewa dengan pilihan ku!' Mengingat semuanya, h