Aku tidak tahu kami akan dibawa kemana, sementara Nana di sampingku hanya diam sambil menggenggam tangan ini dengan erat, aku tahu kata-kata kasar serta bentakan Mas Bayu pasti sangat membuat Nana taruma. Bagaimanapun aku hanya ingin kami selalu bersama.
"Ingat, Nia! Setelah kau berada di rumahku, kau harus memastikan jangan pernah Nana memanggilku, Papa! Apa lagi bersikap kita saling mengenal di depan, Mona. Istriku! Aku ingin diantara kita seolah-olah tidak saling mengenal, karena status kita di sini hanya sebatas majikan dan pembantu!"
Semua penjelasan dan penekanan suara terakhirnya membuatku sadar, jika kami tetap berjarak, sehingga Nana dengan kuat meremas baju yang aku pakai.
"Kau mendengarku kan, Nia!"
"Tapi kenapa, Mas!"Protesku memberanikan diri, karena aku pikir hidup kami akan kembali seperti semula.
"Bukankah kau yang memintanya! Kau siap melakukan apapun asalkan aku tidak menceraikan mu!"
Bak disambar petir, aku tidak menyangka jika Mas Bayu begitu tega padaku.
"Teganya kamu, Mas!"
Hati ini begitu pedih, rasa sakit semakin bertambah setelah mengingat seberapa lama kami berjuang menunggunya.
"Jangan banyak bicara, jika kau tidak setuju! Aku akan menurunkan kalian di sini."Ketusnya, aku dengan cepat menggeleng, karena aku hanya ingin Nana melihat ayahnya dan tinggal bersama.
"Baik Mas, Aku akan kembali membicarakan tentang ini pada Nana."
Sangat berat, semua penantian kami rasanya sia-sia setelah Mas Bayu kembali.
"Bagus, dirumahku kau bertugas melayani Mona, karena istriku tengah hamil muda aku tidak mau dia kelelahan itu sebabnya aku dengan terpaksa membawamu kerumahku."
Dadaku sesak, nafasku yang awalnya tidak normal semakin memburu setiap mendengar pelakon yang akan aku mainkan di rumah suamiku sendiri.
"Dan, kau harus ingat, Nia! Jangan pernah membocorkan status kita pada, Mona. Atau pada siapapun."
Bibir ini tidak bisa menjawab ya atau tidak, karena terlalu sakit melakukan sandiwara seperti ini, di mana aku harus melayani istriku suamiku sendiri sedangkan status kami harus dirahasiakan.
******
Sesampainya dirumah itu aku dan Nana mengiringi langkah Mas Bayu masuk ke dalam rumah mewah yang jauh lebih besar dari rumah kami dulu, entahlah saat ini aku tidak bisa berpikir dengan baik setelah kejadian hari ini.
"Ma, ini benar rumah Papa?"tanya Nana berbisik padaku sembari memperhatikan seisi rumah mewah dengan barang-barang mahal di dalamnya.
"Entahlah, entahlah, nak! Mama tidak tahu,"
"Sayang! Bukankah mereka yang di toko bunga tadi? Kenapa kau membawa mereka kemari?"
Aku tertegun melihat interaksi mereka di hadapan ku karena Mas Bayu begitu mesra menuntun wanita itu saat menuruni tangga.
"Kau tahu kan! Aku tidak suka dengan anak itu!"sarkas wanita itu sembari menatapku dan Nana bergantian.
"Tenanglah, jangan seperti ini. Ingat kondisimu, sayang."
Hatiku bergemuruh saat mendengar panggilan Mas Bayu untuk wanita itu, karena panggilan tersebut selalu ia peruntukan untukku dan Nana. Akan tetap panggilan itu kini ia berikan pada yang lain.
"Lalu, kenapa Mas Bayu membawa mereka kemari? Mas Bayu kenal mereka?"
Pertanyaan wanita itu sedikit membuatku berharap jika mas Bayu menjelaskan semuanya, meski aku mengingat perjanjian kami.
"Maaf sayang, aku tidak sengaja bertemu dengan mereka di jalan, mereka meminta-minta seperti pengemis, itu sebabnya Mas membawa mereka kemari untuk bekerja. Dan aku berpikir dia sangat cocok melayani mu, kau harus ingat kondisimu kini tidak boleh lelah."
Tuhan, begitu teganya Mas Bayu berbohong menganggapku dan nana adalah pengemis di jalan. Bahkan saat ini tanpa malunya memamerkan kemesraan padaku dan Nana. Sementara Nana di sampingku hanya bisa tertunduk tidak ingin melihatnya.
"Tapi, kenapa harus mereka, Mas! Kamu tahu kan aku tidak suka dengan anak itu! dia pembuat masalah, Mas! Aku sangat benci saat dia memeluk mu."
Kulihat, Mas Bayu hanya tersenyum sembari menuntun wanita itu duduk di sofa mewah, saat wanita itu mengutarakan kebenciannya terhadap Nana, hati ini semakin sakit melihatnya karena Mas Bayu tidak menunjukkan simpati sedikitpun terhadap kami.
"Jangan seperti itu sayang, dia bekerja dan melayanimu." ucap Mas Bayu, sembari melirik ke arahku dan Nana.
"Tapi, kenapa harus mereka, Mas! Di luar sana masih banyak pembantu yang mau bekerja padaku!"tukas wanita itu angkuh.
"Tapi, hanya dia yang pas untuk melayani mu, sayang."tutur mas Bayu begitu halus pada wanita itu.
"Yah, aku tahu dia memang cocok menjadi pembantu, tapi kenapa dia mau bekerja, di mana suaminya?"pertanyaan wanita-wanita itu semakin membuatku sakit, karena Mas Bayu tidak terlihat menganggapku dan Nana ada.
"Aku cukup mengenal mereka, suaminya pergi karena bosan melihat nya, kamu lihatlah penampilannya, sayang."
Tertunduk dalam sakit, hanya ini yang bisa aku lakukan saat hinaan lolos dari bibir suamiku sendiri.
"Jadi dia, janda!"
Hatiku semakin sakit saat kata itu terucap dari Istri suamiku.
"Yah, tentu sayang. Mana mungkin suaminya betah dengan istri jelek sepertinya."Mas Bayu begitu tega mengucapkan hinaan itu tanpa peduli perasaanku.
"Tapi, Mas! Aku khawatir jika dia menggodamu, Mas! Tahu kan jika janda itu sangat murahan dan kegatelan."papar wanita itu cemburu menghinaku sembari bergelayut manja pada Mas Bayu
"Sudahlah, sayang …, jangan berlebihan, aku tidak seperti itu. Kamu jangan khawatir karena yang sempurna hanya kamu."
Begitu tidak ada hati dan malunya Mas Bayu menunjukkan perbuatannya di hadapan ku, jangankan untuk membela, menatap kami pun tak sudi.
****
Kami dibawa kesebuah ruangan, oleh seorang pembantu yang sengaja Mas Bayu perintahkan untuk mengantar kami ke belakang.
"Ini kamar kalian, nak."
Setelah aku dan Nana mengikuti langkahnya dari belakang.
Wanita paruh baya itu membukakan pintu kamar yang akan aku dan Nana tempati, tidak terlalu besar karena hanya memiliki satu tempat tidur berukuran sedang, satu lemari baju, meja nakas dan kamar mandi.
"Terimakasih, bibi,"ucapku.
"Namamu siapa, nak?"tanya wanita itu, penuh dengan kelembutan padaku.
"Nia Bibi, Ini anak saya namanya, Nana."
Wanita itu mengangguk, tidak lupa senyum ramahnya padaku.
"Nama bibi, Ijah."
Dengan lembut Bibi Ijah mengusap kepala Nana, karena memang malam telah larut dan Nana terlihat sangat mengantuk.
"Semoga nak, Nia! Betah bekerja di sini,"ucap bi Ijah, sakit terasa saat mendengar ucapannya. Tapi aku sadar wanita paruh baya ini tidak tahu apa yang tengah menimpaku.
"Terimakasih banyak, bibi,"singkatku, karena kejadian hari ini benar-benar membuatku shock.
"Sama-sama nak, bibi sangat senang akhirnya bibi memiliki teman. Apalagi ada Nana, rumah ini tidak lagi sepi,"tutur Bibi Ijah sembari menatap Nana.
"Jujur, rumah selalu sepi, selama Bibi bekerja pada Tuan besar di Cina hingga pindah kembali ke indonesia."
Lidahku kelu, hanya pendengaran yang aku gunakan untuk mencerna semua yang Bibi Ijah katakan.
"Karena Nyonya Mona, belum juga dikaruniai keturunan selama dua tahun mereka menikah,"ujar bi Ijah menambahkan apa yang ia ketahui tentang rumah tangga suamiku selama ini. Aku sendiri tidak menyangka jika Mas Bayu telah melakukan kecurangan sejak lama. Pantas saja Mas Bayu berubah dan tidak lagi menghubungi kami karena telah menikah dengan wanita lain di luar negeri.
"Tapi, sekarang semua penantian akhirnya terwujud, kini Nyonya Mona hamil setelah kembali dari Cina lima bulan yang lalu, itu sebabnya. Tuan besar sangat menjaga kesehatan Nyonya Mona, semoga nak Nia tidak kesulitan menghadapi sikap Nyonya Mona, ya. Karena mood Nyonya sangat mudah berubah-ubah selama hamil."
Aku tidak bisa menentukan sikapku, sedih atau bahagia saat mendengar kabar ini. Tapi yang jelas apa yang ada di dalam hatiku telah hancur tidak lagi berbentuk karena pengkhianatan yang Mas Bayu lakukan.
"Baiklah, Sekarang kalian istirahat, Karena besok nak Nia harus mulai bekerja. "Pamit Bibi Ijah lalu pergi.
Ku tatap Nana saat menandatangani ku setelah Bibi Ijah berlalu.
"Mama, baik-baik saja kan?"
Kupeluk Nana, saat kekhawatiran gadis kecil tidak berdosa yang kini menanggung kesedihan sama sepertiku.
"Mama, baik-baik saja, sayang,"jawabku bohong..
Nana menidurkan kepalanya di pangkuanku dengan manja. Mencoba menghiburku.
"Ma, apa Papa akan kembali seperti dulu jika kita di sini?"
Tidak ada jawaban dariku, aku memilih mengusap surai panjangnya dengan lembut agar Nana lekas terlelap.
"Ma, kenapa Papa menikah lagi dengan tante, itu?"pertanyaan Nana kembali terlontar, aku lagi-lagi kehilangan kata untuk menjawab.
"Apa, Papa tidak sayang kita lagi, ma?"
Hati ini semakin sakit saat Nana mengatakan jika Mas Bayu tidak lagi menyayangi kami, aku ingin menganggap semua ini mimpi, tapi sayang mimpi ini terlalu nyata untukku bunga tidur.
"Jangan bahas masalah ini, sayang. kita harus istirahat."
Ku tidurkan Nana lalu kupeluk dirinya, kuburan semua rasa sakit yang aku rasakan hari ini dalam diam, karena tidak mungkin jika aku harus menangis menunjukkan kelemahanku di hadapan Nana, aku hanya ingin Nana yakin dengan tujuan ini.
Nia pov Hari-hari yang aku jalani seperti apa yang Mas Bayu katakan, jika aku harus melayani Mona istrinya. Selama seminggu aku mulai memahami sifat Mona dan tidak jarang kewalahan menghadapinya, karena sangat mudah marah dan selalu memiliki keinginan yang aneh-aneh. Ternyata apa yang dikatakan bibi Ijah benar malam itu, jika majikannya selalu memiliki mood yang mudah berubah-ubah semasa hamil dan kini aku benar-benar diuji saat harus menuruti keinginan Mona yang selalu di luar batas. "Aku tidak mau itu!" Tolak Mona sembari mengibaskan tangannya, saat aku masuk ke dalam kamar mereka membawakan satu piring puding yang ia minta beberapa menit yang lalu. "Tapi ini puding yang nyonya inginkan tadi." Aku mencoba mengingatkan sembari berbuat meletakkan piring di atas meja. Prak! Mataku membulat saat
Ku baringkan diriku di samping Nana setelah makan malam, karena hari ini kesabaran dan ragaku benar-benar lelah akibat keinginan tidak wajar Mona, seharian ini aku di minta melakukan apapun yang ia inginkan. Tapi tidak ada satupun yang benar hingga aku benar-benar kesal, akan tetap semua itu harus aku tahan demi tujuan awal kami kemari. "Ma! Mama baik-baik saja kan? " Kekhawatiran Nana mengembangkan senyum ku, karena memang malam ini badanku rasanya remuk. "Yah, Mama baik nak. " "Apa karena nyonya Mona?" Aku tersenyum sembari mengusap sayang pipi Nana. " Yah …, untung saja ada Bibi Ijah, dia selalu menolong Mama." "Nenek ijah memang sangat baik, Nenek juga selalu menemani nana di sini. " Ocehan Nana cukup membuat rasa lelah ku berkurang, karena hanya ini hiburan ku selama ini, mengingat Nana untuk sementara waktu a
Bagai disambar petir, aku benar-benar tidak menyangka jika mas Bayu memiliki pemikiran kotor terhadapku, karena selama ini aku selalu setia menunggunya. "M_mas! "Aku tergagap karena semuanya benar-benar di luar ekspektasi ku selama ini. "Kenapa hah! Aku benar kan, Nia! Jika selama aku di Cina kau pasti bermain gila dengan pria lain!" Tuduhan yang ia lontarkan benar-benar membuat mentalku lemah, bahkan aku tidak bisa bergerak selain menuruti apa keinginannya. "Uhh …, a_aku tidak seperti itu. Cukup hentikan mas! Sakit." Rintihku menahan nyeri setiap gerakan kasarnya merenteti tubuh ini. Bahkan ini untuk pertama aku diperlakukan dengan kasar saat dia menuntut haknya. "Dasar jalang! Kau selalu berbohong padaku! Katakan jika kau selalu berselingkuh dibelakangku, Nia!"
"Sudah Mama katakan, sayang! Mama baik-baik saja." Keyakinan sembari menggenggam tangan mungilnya. "Tapi wajah Mama pucat." Akhirnya aku tidak bisa mengelak, karena percuma. Nana pasti tahu apa yang aku alami. "Hanya kelelahan, Nana tahu seperti apa pekerjaan Mama kan?" Ku cubit gemas pipi Nana, karena mata cantiknya tidak putus memandangku. "Nana sangat khawatir dengan kesehatan, Mama! Apa besok Nana boleh membantu pekerjaan Mama? " Aku benar-benar terbaru dengan ketulusannya, saat ingin membantu. Seketika setitik beban yang aku rasakan berkurang saat melihat wajah polosnya, karena hanya Nana penyemangat dan kekuatan ku kini setelah semua yang terjadi hingga kami terperangkap di dalam rumah ini. Meski Nana tidak mengetahui apa yang telah aku alami selama di sini. "Tidak perlu, sayang! Ada Nenek Ijah yang sel
Bruukk! "Ughh! " Aku terpojok di dinding setelah leherku di cengkraman kuat oleh mas Bayu lalu menyudutkanku di tembok, hingga aku tidak bisa bergerak selain merintih kesakitan. Setelah kejadian di meja makan, mas Bayu menghampiri ku lalu melakukan kekerasan ini padaku. "Hiks, Pa! jangan sakiti Mama, hiks … lepaskan Mama." Isal Nana ketakutan melihat sikap kasar mas Bayu melakukan kekerasan fisik padaku. "Brengsek! Katakan kau kenapa hah!" Aku tidak menjawab selain sesekali melirik Nana yang tengah menangis mencoba menolongku. " Hikss … Papa, kasian Mama. Lepaskan, Pa! Hiks …. "Mas Bayu dengan dengan kasar menepis tangan Nana yang mencoba melepaskan cengkramannya dari leherku, hingga Nana terhempas di atas tempat tidur. Aku yang tengah tercekik semakin lemas tidak bertenaga, karena pasokan oksi
Nia pov Aku tidak henti-hentinya menghibur Nana agar tersenyum pagi ini, karena setelah kejadian tadi malam Nana terlihat murung dan tidak banyak bicara seperti biasanya sampai jam semakin siang dan selama itu pula aku khawatir dengan keadaannya. "Sayang, Mama mohon jangan seperti ini. Nana membuat Mama takut. " Bujukku lambat, setelah aku kembali dari kamar Mona mengerjakan beberapa pekerjaan dan perintahnya. "Maaf, Ma!" Sendu Nana menatap iris mataku, karena memiliki lingkaran seperti panda. "Nana, tidak salah sayang. Katakan sekarang Nana mau apa? "Aku mencoba membujuk Nana, agar tidak berdiam diri terus. " Nana hanya bosan di kamar, Ma." Aku tersenyum kasihan dengan gadis kecil ku ini, karena memang selama kami tinggal di rumah ini, sengaja ku larang Nana keluar dari kamar jika aku sedang bekerja. Aku t
Bayu pov Aku menikmati santai di balkon, sembari sedikit melupakanmu kejadian beberapa saat yang lalu di mana Mona memukul Nana, jujur cukup meyakinkan untuk ku, tapi aku tidak mungkin melakukan hal yang bodoh, karena aku sangat mencintai wanita itu, wanita yang telah menemani ku selama di Cina dan mendampingi ku, Nia tidak ada apa-apanya dibandingkan Mona. tapi aku tidak menyangka jika Nia akan menemui ku di sini, berani sekali dia. Ku tatap wajahnya, karena sedikit berbeda. Tidak ada ketakutan ataupun kesedihan seperti yang dulu aku lihat, dia terlihat lebih kuat. Ahh, persetan dengannya. "Aku ingin bicara denganmu, mas!"Sial, akting apalagi ini. "Jika kau hanya ingin membahas masalah tadi, lebih baik kau kembali bekerja. Aku malas membahasnya. "Ketus ki, aku yakin dia hanya ingin membahas ma
Sedikit lagi, aku ingin bersamanya sebentar. Aku tahu ini sangat bodoh, aku begitu gila hanya karena cinta tapi untuk kali ini aku tidak ingin mengorbankan anakku, cukup cinta dan sakit ini ku tanggung sendiri mulai hari ini. "Maksudmu apa, Nia?"tanya mas Bayu, suaranya sedikit melunak saat tangan berhasil menggenggam tangannya dan ku kecup dengan takzim, ini untuk sekian lama aku tidak melakukan kodratku, mengingat kepulangan mas Bayu tidak seperti yang kami harapkan. "Terimakasih banyak, telah menyisakan sedikit waktu untuk kami. Aku dan Nana akan pulang, mas! "Ku lepaskan tangan mas Bayu yang masih membisu setelah mendengar ucapanku, bahkan aku sadar mas Bayu begitu memandang ku, entahlah apa yang dia pikiran, aku tidak peduli lagi, karena aku rasa semuanya sudah cukup. "Nia! "Panggil mas Bayu tertahan, aku tidak mengerti kenapa kini dia terlihat aneh.
Nila pov) Cukup lama aku aku mencoba memejamkan mata, tapi mata ini enggan untuk terlelap, jangankan untuk terlelap, rasa kantuk pun enggan hinggap padahal jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari, tapi mata ini tetap tidak mau terpejam dan tidur setelah kejadian tadi. Aahh… dia memang selalu membuat ku ingin gila. Batin ku bersua jika mengingat semua kejadian demi kejadian bersangkutan dengannya. Kriit!Pintu terbuka, orang yang aku pikirkan sejak tadi kini masuk dan menghampiri ku. "Kenapa kau tidak tidur? " tegurnya basa basi. Ku tatap mata hitamnya dengan lekat, apa dia tidak sedang mengigau? Kenapa malam-malam seperti ini kemari. "Kau sendiri? Kenapa kesini? " balas ku cuek, aku sengaja bersikap seperti ini karena aku tidak ingin dia menganggapku mudah terpengaruh, mengingat dia tahu siapa aku ini, dan aku juga memang ingin berubah menjadi yang lebih baik demi ibuku. "Apa salahnya? " balasannya merasa tidak bersalah. "Bay, apa kau sadar dengan apa yang kau lakukan? " tany
(Pov Bayu) Aku semakin merasa serbasalah, karena setelah kejadian tadi siang, Nila tidak bertegur sapa dengan ku, jangankan bertegur sapa, saat makan malam bersama Nila tidak adanya percakapan di antara mereka begitu juga Nana, gadisku seolah-olah sengaja mendiamkan aku setelah kejadian tadi. Setelah makan malam mereka berdua berlalu begitu saja kembali ke kamar, aku semakin bingung harus melakukan apa, karena aku tahu semua ini adalah kesalahan ku, semua berawal dari diriku. Andaikan aku tidak membawa masuk Mona ke dalam keluarga ini, semuanya tidak akan pernah terjadi. "Hahhh…." Kuhela nafas dalam sembari menatap langit langit ruang makan setelah aku sendirian di sini. "Lebih baik, bapak susul nak Nila. "Aku menoleh di mana bi Ijah berdiri di sampingku, karena ia tengah membereskan makan malam yang sudah usai. "Saya takut bi, " lirih ku jujur, karena aku memang sedikit takut saat melihat reaksi Nila saat membalas perlakuan Mona. "Saya yakin Tuan, nak Nila tidak seperti itu, d
Hari semakin sore, Nana mulai merasa jenuh di kamar, karena ia hanya menghabiskan waktu untuk menggambar dan belajar bersama Nila. "Ma… Nana bosan. "Nila yang tengah mengganti pokok Hafiz menatap wajah memelas Nana lalu tersenyum gemas. "Oooh… bosan? "Nana mengangguk membenarkan lalu menutup buku gambarnya. "Baiklah, sekarang Nana turun ke bawah saja, ya. Nanti Mama susul, adik Hafiz lapar, setelah urusan Mama selesai, Mama akan susul Nana di bawah. "Nana mengangguk lalu dengan senang memungut satu boneka kesayangannya dan membawanya lebih dulu ke lantai bawah. Dengan langkah riang Nana menuruni tangga, sembari bernyanyi-nyanyi, karena memang jam seperti ini semua pembantu yang bekerja di rumah itu sedang sibuk melakukan tugas mereka, Nana melangkah dengan hati-hati hingga ia sampai di lantai bawah dan disana tatapannya tidak sengaja tertuju pada seorang wanita yang selama ini pergi dari rumah, wanita itu kini tengah menyeret koper besar di tangannya dengan omelan dan ocehan se
Suara riuh di ruang makan pasti terjadi di pagi hari, saat Nana menolak babysitter menyuapi nya sarapan, karena Nana hanya ingin makan satupun sarapan bersama Nila, wanita yang mirip dengan ibunya. Tapi karena kesibukan Nila mengurus Hafiz, dengan terpaksa ia mengabaikan Nana terlebih dahulu, karena Hafiz pagi ini juga tidak mau bersama babysitter. "Bersama, nenek saja, ya. Bukan kah Nana harus segera ke sekolah. " Bujuk bi Ijah mengambil alih piring sarapan Nana dari babysitter. "Tidak mau, Nana maunya sama, mama… . "Rengek Nana memalas,karena Nila masih di kamar belum bergabung dengan mereka di meja makan sarapan. " Tapi, sayang. Mama sedang menjaga adik Hafiz, Nana sama nenek dulu, ya. "Nana menggeleng cepat menolak, bi Ijah menghela nafas dalam karena selama ini memang Nana dan Hafiz sangat sulit dikendalikan jika tidak bersama Nila. "Pokoknya, Nana mau mama, Nana mau makan bersama Mama saja, titik. " Sentak Nana sembari menghentakkan kakinya ke lantai. Bayu yang baru bergab
Sementara di kamar lain Bayu menangis sejadi-jadinya saat ingatannya terus tertuju pada Nia, karena rasa bersalah dan sesal semakin bertambah setelah kejadian tadi, ia kembali melakukan pengkhianatan untuk kesekian kalinya pada Nia istrinya, padahal Bayu telah berjanji pada dirinya sendiri, ia akan berubah dan memulainya dari awal agar menjadi diri dan pribadi yang lebih baik lagi untuk anak-anak mereka, meski sosok yang harus dirinya perjuangkan tidak lagi bersamanya, tapi Bayu sudah bertekad untuk terus menembus semua dengan caranya selalu setia pada Nia. Akan tetapi malam ini ia kembali mengulang kesalahan yang sama, kesalahan yang seharusnya tidak ia lakukan, yang lebih parahnya lagi dirinya tidak bisa membedakan Nia dan orang lain. "Hiks… Maaf sayang, hiks... Maafkan aku. Hiks... " Isak Bayu dalam penyesalan terdalamnya sembari meringkuk di atas tempat tidur. "Aku, hiks… tidak mengerti, hiks… apa yang sebenarnya terjadi. Hiks... Dan rencana apa ini, hiks... Kenapa dia begitu mi
Minggu-minggu berganti begitu cepat, Nila sangat menikmati hari-harinya setelah bekerja menjadi babysitter Nana dan Hafiz, bahkan ia selalu sukses menggoda Bayu saat mereka sedang berdua, meski sejujurnya Nila melakukan semua itu tidak lebih agar bisa membuat perasaan bersalah Bayu sedikit berkurang, karena dari iris mata duda tampan itu setiap memandangnya menyiratkan penyesalan yang mendalam dan kesedihan. Itu sebabnya Nila selalu melancarkan aksinya menggoda majikannya itu, meski ia tidak bisa membohongi perasaannya sendiri, jika dirinya cukup tertarik dengan duda beranak dua itu.Akan tetapi Nila memiliki batasan, dirinya sadar jika semua itu tabu untuknya terus melangkah, itu sebabnya Nila memilih menikmati keadaan yang tercipta setiap kali ia menggoda Bayu. Seperti malam ini, Bayu menemani Nana sebentar di kamar mereka, karena Nila tengah menyusui Hafiz, Bayu tidak ingin membuat membuat Nila kelelahan menjaga kedua anaknya, itu sebabnya ia turun tangan langsung mengurus Nana sa
( Pov author) Nila melahap makan siangnya dengan terburu-buru, karena Hafiz begitu rewel dan selalu menangis jika tidak berada di pelukannya. " Pelan-pelan nak Nila. "Tegur bisa Ijah agar Nila tidak makan dengan tergesa-gesa. Nila sesekali melirik Hafiz yang tengah menangis di dalam gendongan babysitter yang sudah 3 bulan bekerja, tapi tetap saja bayi mungil itu tidak tenang dan tidak bisa di bujuk. " Tuhan, apa Hafiz selalu seperti ini bibi? "Nila dengan terburu-buru menelan nasinya setelah bertanya. " Yah, tapi setelah kau datang. Hafiz semakin menjadi. "Keluh Ijah jujur, karena setelah kedatangan Nila kemarin, kedua anak yang selama ini mereka rawat hanya tenang saat bersama Nila. " Tapi kenapa bibi? "Heran Nila. Bisa Ijah menghela nafas dalam sembari menatap Nila " Mungkin karena wajahmu begitu mirip dengan mama mereka. "Ijah tidak memungkiri jika Nila benar-benar mirip dengan Nia, mendiang ibu Nana dan Hafiz. "Ooohh Tuhan anak ini." Keluh babysitter kelelahan lalu duduk b
Bayu membuka pintu kamar kedua anaknya tanpa permisi, hingga dirinya sendiri terkejut begitu juga dengan Nila, karena Nila baru saja keluar dari kamar mandi, bahkan ia hanya menggunakan handuk sebagai penutup tubuhnya. "Bisa kah kau masuk mengetuk pintu dulu. " Ketus Nila, meski ia sudah terbiasa berdekatan desa laki-laki tidak ia kenal, tapi jika harus dikagetkan seperti ini ia merasa tidak nyaman. Bayu menelan salivanya berat, saat tatapannya tidak sengaja berserobok dengan Nila, karena pagi ini wanita yang mirip dengan istrinya itu sangat berbeda dan sangat cantik. "Errr… i_itu_ ma_af Nila, saya hanya ingin memastikan keadaanmu. Ap_apa kamu baik-baik saja?"Nila menaikan satu alisnya heran, karena Bayu terlihat gugup dan berbicara tergagap-gagap. "Aku baik-baik saja kan pak tampan? Kau terlihat tidak sehat, ada apa? " Penasaran Nila sembari berjalan mendekati Bayu, karena hanya diam tidak bisa bergerak, ia seperti terhipnotis saat menatapnya. "Ba_baguslah, saya lega mendengarn
Nana duduk cantik di samping Bayu yang tengah menyantap sarapannya. Bayu sesekali melirik wajah polos Nana, karena gadis kecil itu seperti tengah memikirkan sesuatu. "Ada apa sayang? " Penasaran Bayu, Nana menatapnya sekilas lalu menggeleng kecil. "Nana yakin? " Ulang Bayu. Nana dengan cepat mengangguk menyakinkan meski kejadian tadi benar-benar membuat dirinya terkejut. "Baiklah." Menyerah Bayu lalu kembali melanjutkan sarapannya, sembari sesekali menatap keseriusan Nana saat sarapan, karena wajah polosnya terlihat sangat menggemaskan saat berpikir. "Nana harus ingat, ya. Saat pulang Nana harus menunggu jemputan dari rumah, jangan pergi kemana-mana atau pulang bersama orang lain apalagi yang tidak dikenal, sayang. " Nana menatap wajah serius sang ayah, karena selama tinggal bersama sang ayah begitu protektif padanya, bahkan ia sudah sangat hafal dengan kalimat tersebut, karena setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah Bayu selalu mengingatkan dirinya akan hal itu. "Oya, dan satu