Share

Di rumah

Bayu pov

Setelah merasa lebih baik, ku lirik arloji yang terpasang di tangan ini lalu menghempaskan nafas dalam, karena hari ini adalah jadwal Mona pulang setelah satu minggu di rawat setelah pasca persalinan, dan sejauh ini aku belum jika Nana tinggal di rumah ini bersamaku, aku tahu ini akan menjadi masalah jika Mona pulang, dia pasti akan menentang dan akan marah besar. Tapi aku tidak memiliki cara lain karena Nana adalah tanggung jawabku dan lagi aku tidak ingin mengulang kesalahan yang sama. 

"Sayang! " Panggil ku pada Nana yang masih tiduran. 

"Apa pa! "

"Papa mau pergi, Apa Nana mau ikut." Tawar ku lembut, sembari menarik Nana agar berpangku padaku.

Beginilah rutinitas kami setiap hari,setelah aku pulang dari kantor,aku sengaja menghabiskan waktu bersama Nana dan menemaninya. Aku sengaja melakukan semua ini untuk menebus rasa sesal dan bersalah di hati ini. 

"Ikut kemana, pa. Memangnya Papa mau kemana? "

"Menjemput mama, Mona. "

Wajah Nana seketika berubah setelah mendengar penjelasan ku, aku sadar Nana pasti menyimpan trauma mendalam pada Mona karena kejadian waktu itu. 

"Kenapa sayang." Nana hanya menggeleng kecil, lalu turun dari pangkuanku. 

"Maaf pa, Nana takut." 

Kuhela nafas sesal, saat mendengar pengakuan Nana, kembali teringat kejadian waktu itu di mana Mona dengan kasar memukul Nana. 

"Maafkan Papa sayang. Seharusnya semua tidak seperti ini, seharusnya semua tetap seperti dulu. Semuanya kesalahan papa. " Sesal ku, saat melihat ketakutan dari iris mata Nana. 

Kuraih jemari mungil Nana, lalu menggenggamnya dengan hangat, aku mencoba memberikan ketenangan dan kepercayaan melalui kontak mata di antara kami. 

"Papa berjanji sayang. Kejadian seperti waktu itu tidak akan terjadi dan tidak akan pernah terulang. Papa akan selalu menjaga dan bersama Nana. Percayalah pada papa, nak. " Aku mencoba meyakinkan dirinya agar dia tidak ragu padaku. 

Aku tahu semua ini tidak mudah untuk dijalani, tapi aku tidak ingin kehilangan orang orang yang aku cintai untuk kesekian kalinya, apa lagi menyia-nyiakannya. 

"Benarkah, papa janji kan? "

"Papa berjanji sayang. Jika Papa mengingkarinya Nana boleh pergi dari Papa. Nana boleh meninggalkan Papa jika Papa ingkar. "

Nana mengangguk memegang janji ini aku tersenyum lega setidaknya aku bisa menenangkan Nana dan mempercayakan semuanya. 

"Tapi maaf pa, Nana tidak ingin ikut kerumah sakit, Nana ada les sore ini. " Tolak Nana dengan sopan. 

Aku tersenyum dan baru mengingat jika Nana memiliki agenda les privat. 

"Astaga Papa melupakannya, maafkan Papa ya. "

"Tidak Papa, Nana mengerti pa, Papa sibuk bekerja dan mengurus Mama Mona. "

Aku tersenyum hambar karena memang itulah kesibukan ku selama ini, menjaga Mona dan si kecil Hafiz setelah kesibukan kantor serta menemani Nana di rumah. 

"Baiklah, Papa harus segera pergi sayang. "

Nana mengangguk mengerti, ku berikan kecupan penuh sayang di pipi kiri dan kanannya hingga ia tertawa geli. 

"Bi Ijah, titip anak ku yang paling manis ini, ya, " ujarku pada pembantu kepercayaan yang ku miliki, karena hanya ia lah yang mengerti keperluan serta kebutuhan Nana selama kembali tinggal di sini, meski wanita paruh baya itu sempat shock setelah mengetahui semuanya tentang Nia. 

"Baik tuan. "Dengan senang hatinya menjawab. 

Setelah mendengar jawaban Bisa Ijah aku mengecup pucuk kepala Nana lalu beranjak karena hari mulai sore.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status