Share

Jatuhnya talak tiga

Tuhan … 

Malangnya nasib mereka, karena memiliki Ibu tiri tempramental seperti Mona, kembali rasa sesal menyelimuti hatiku, andai tidak ada pengkhianatan mungkin saat ini aku dan anak-anakku pasti hidup bahagia bersama Nia. 

Tapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur. Apa yang sudah ku tabur itulah yang akan aku tuai, dan inilah karmanya. 

"Cukup, Mona! Bisakah sedikit saja kau curahkan rasa kasihan ku terhadap mereka, bukan kah aku sudah menceritakan semuanya padamu, tolong mengertilah Mona. Cukup jangan berkata yang tidak-tidak pada almarhum Nia, bagaimanapun juga dia adalah istriku."

Mona hanya tersenyum mencibir, karena memang aku telah menceritakan kebenaran jika Nia telah meninggal, aku hanya ingin Mona bisa memperlakukan kedua anak-anakku dengan baik seperti anaknya sendiri. 

"JANGAN PERNAH BERMIMPI! SEKALI TIDAK YA TETAP TIDAK! AKU TIDAK AKAN PERNAH MENGANGGAP MEREKA KELUARGA APALAGI ANAKKU! SAMPAI KAPANPUN ITU TIDAK AKAN PERNAH TERJADI! SEKARANG USIR MEREKA! AKU TIDAK MAU MENDENGAR TANGISAN SERTA RENGEKAN ANAK-ANAK ITU! "

Aku tercengang karena apa yang aku katakan tidak Mona dengarkan, justru dia semakin menggila melontarkan kata-kata kasar di hadapan anak-anakku. 

Seketika kesabaran yang ada di dalam diri ini kian terkikis setiap mendengar ucapannya. 

"AKU BENAR-BENAR TIDAK MENGERTI! KENAPA KAU SEPERTI INI MONA, MONA YANG AKU KENAL TIDAK SEPERTI INI. DIA LEMBUT DAN PENYAYANG, KENAPA KAU BEGITU BERUBAH SEKARANG, HAH! KENAPA KAU BEGITU MEMBENCI ANAK-ANAKKU YANG TIDAK BERSALAH! KENAPA, HAH!" Cecar ku tidak kalah emosi, karena tingkahnya semakin membuat ku kehilangan akal sehat. 

"AKU TIDAK PERLU MENJAWABNYA! KARENA KAU PASTI SUDAH TAHU APA ALASANNYA! " balas Mona, tidak ada lagi panggilan hormat padaku setelah dirinya melahirkan beberapa minggu yang lalu. 

Sesaat ku tarik nafas dalam lalu melirik Nana dan babysitter yang masih berdiri di belakang ku. Karena sejak perbedaan Hafiz terbangun dan menangis. 

"Bi Ijah, tolong bawa mereka ke kamar atas." Titah ku, bi Ijah dengan cepat menuntun Nana dan mengisyaratkan babysitter Hafiz agar mengikutinya. 

"BERENGSEK! MAU KEMANA KALIAN, HAH! " Teriak Mona dengan keras, tangisan Hafiz semakin menjadi di dalam gendongan babysitter. 

Aku semakin kalap melihat sikap Mona yang kian tidak beradab.

"HENTIKAN MONA! KAU MENYAKITI DAN MENAKUTI ANAK-ANAKKU! " Aku benar-benar tidak terima dengan sikap Mona terhadap anak-anakku yang tidak bersalah. 

Terlihat Mona ingin meraih tangan Nana, tapi dengan cepat bi Ijah menghalanginya. 

"ANAK-ANAK ITU HARUS KELUAR DARI RUMAH INI! BUANG MEREKA ATAU TITIPKAN KE PANTI ASUHAN, AKU TIDAK MAU MEREKA ADA DI SINI! " Histeris Mona seperti orang yang kesetanan. 

Aku yang emosi semakin geram melihat kelakuannya yang tidak memiliki etika dan rasa kasihan. 

Plakk! 

Dengan spontan tangan ku mengayun menampar wajahnya hingga Mona terhuyung dan membantu

"HIKS … pa .... " Teriak Nana ketakutan.

Aku cukup tercengang, karena aku sendiri tidak menyadari semua ini terjadi begitu cepat dan singkat. 

"KAU MENAMPARKU! !HANYA KARENA ANAK-ANAK BODOH INI!" Marah Mona dengan wajah merah padam. 

Aku pikir setelah tamparan tadi, Mona akan sadar dan tidak akan lagi melontarkan kata-kata tidak pantas di hadapan Nana, tapi ternyata aku salah, dia semakin menggila.  

"MEREKA ANAK-ANAKKU! KAU TIDAK BERHAK MENGATAKAN HAL YANG TIDAK - TIDAK APA LAGI INGIN MENGUSIR MEREKA! KAU TIDAK ADA HAK ATAS SEMUANYA MONA! INI RUMAHKU, SERTIFIKATNYA BERATAS NAMA KAN DIRIKU! JANGAN LUPA ITU! "

Mona tersenyum miring meremehkan diriku yang telah mengungkapkan semuanya, aku hanya ingin dia sadar dan tidak lagi berpikir jika hanya dia yang pantas tinggal di rumah ini. 

"Ooooh! Kini kau berani mengungkit semuanya! Oke, lebih baik aku pergi dari sini. "Ancam Mona dengan nada yang sedikit rendah, aku cukup terkejut dengan kenekatan nya, tapi aku ingin tahu apa dia benar-benar akan pergi atau hanya menggertak agar aku kasihan dan memohon maaf padanya

" Yah, tentu. Silahkan pergi dari rumah ini, lakukan apapun yang ingin kau lakukan di luar sana, karena aku sudah muak dengan sikap kekanak-kanakan mu itu Mona. "Pancing ku, begitu terlihat ia gelagapan dengan ucapanku yang menyetujui keinginannya. 

" Mas…."cegah Mona panik. 

"Sudahlah, bukankah kau ingin pergi! Pergi saja sana. Aku tidak habis pikir bagaimana bisa aku menikahi wanita seperti mu yang tidak memiliki hati dan rasa kasihan. Aku benar-benar menyesal Mona. Jika aku tahu semua akan seperti ini pada akhirnya, aku tidak akan menikahimu. Karena istriku jauh lebih baik darimu! "Cercaku mengutarakan semua kekesalan dan kekecewaan yang ada di hati ini, aku tidak peduli seperti apa tanggapan Mona, yang jelas aku sudah muak dengan sikapnya. 

" Mas … . Apa kau sadar dengan ucapanmu. "Serkas Mona gemetar. 

" Yah, sekarang pergilah seperti keinginan mu tadi, mulai hari ini aku aku jatuhkan talak tiga untuk mu Mona indah Permata sari, mulai hari ini kau bukan lagi istriku. "

Mona bergeming, sementara diriku sudah lelah dengan semua ini, aku sadar apa yang telah aku katakan karena talak telah lolos dari bibirku. 

Terlihat Mona meneteskan air mata setelah talak yang aku jatuhkan padanya, karena langsung talak tiga. 

" KAU AKAN MENYESAL KARENA TELAH MEMBIARKAN AKU PERGI! "Kecam Mona lalu bergegas ke kamarnya. 

Sekitar 20 menit akhirnya dia kembali sembari menyeret koper besar lalu pergi begitu saja, aku tidak berniat untuk mencegah karena bagiku inilah yang terbaik, bukankah dia yang mengatakan ingin pergi dari rumah ini terlebih dahulu, aku hanya mengabulkan keinginannya saja. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status