Tuhan …
Malangnya nasib mereka, karena memiliki Ibu tiri tempramental seperti Mona, kembali rasa sesal menyelimuti hatiku, andai tidak ada pengkhianatan mungkin saat ini aku dan anak-anakku pasti hidup bahagia bersama Nia.
Tapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur. Apa yang sudah ku tabur itulah yang akan aku tuai, dan inilah karmanya.
"Cukup, Mona! Bisakah sedikit saja kau curahkan rasa kasihan ku terhadap mereka, bukan kah aku sudah menceritakan semuanya padamu, tolong mengertilah Mona. Cukup jangan berkata yang tidak-tidak pada almarhum Nia, bagaimanapun juga dia adalah istriku."
Mona hanya tersenyum mencibir, karena memang aku telah menceritakan kebenaran jika Nia telah meninggal, aku hanya ingin Mona bisa memperlakukan kedua anak-anakku dengan baik seperti anaknya sendiri.
"JANGAN PERNAH BERMIMPI! SEKALI TIDAK YA TETAP TIDAK! AKU TIDAK AKAN PERNAH MENGANGGAP MEREKA KELUARGA APALAGI ANAKKU! SAMPAI KAPANPUN ITU TIDAK AKAN PERNAH TERJADI! SEKARANG USIR MEREKA! AKU TIDAK MAU MENDENGAR TANGISAN SERTA RENGEKAN ANAK-ANAK ITU! "
Aku tercengang karena apa yang aku katakan tidak Mona dengarkan, justru dia semakin menggila melontarkan kata-kata kasar di hadapan anak-anakku.
Seketika kesabaran yang ada di dalam diri ini kian terkikis setiap mendengar ucapannya.
"AKU BENAR-BENAR TIDAK MENGERTI! KENAPA KAU SEPERTI INI MONA, MONA YANG AKU KENAL TIDAK SEPERTI INI. DIA LEMBUT DAN PENYAYANG, KENAPA KAU BEGITU BERUBAH SEKARANG, HAH! KENAPA KAU BEGITU MEMBENCI ANAK-ANAKKU YANG TIDAK BERSALAH! KENAPA, HAH!" Cecar ku tidak kalah emosi, karena tingkahnya semakin membuat ku kehilangan akal sehat.
"AKU TIDAK PERLU MENJAWABNYA! KARENA KAU PASTI SUDAH TAHU APA ALASANNYA! " balas Mona, tidak ada lagi panggilan hormat padaku setelah dirinya melahirkan beberapa minggu yang lalu.
Sesaat ku tarik nafas dalam lalu melirik Nana dan babysitter yang masih berdiri di belakang ku. Karena sejak perbedaan Hafiz terbangun dan menangis.
"Bi Ijah, tolong bawa mereka ke kamar atas." Titah ku, bi Ijah dengan cepat menuntun Nana dan mengisyaratkan babysitter Hafiz agar mengikutinya.
"BERENGSEK! MAU KEMANA KALIAN, HAH! " Teriak Mona dengan keras, tangisan Hafiz semakin menjadi di dalam gendongan babysitter.
Aku semakin kalap melihat sikap Mona yang kian tidak beradab.
"HENTIKAN MONA! KAU MENYAKITI DAN MENAKUTI ANAK-ANAKKU! " Aku benar-benar tidak terima dengan sikap Mona terhadap anak-anakku yang tidak bersalah.
Terlihat Mona ingin meraih tangan Nana, tapi dengan cepat bi Ijah menghalanginya.
"ANAK-ANAK ITU HARUS KELUAR DARI RUMAH INI! BUANG MEREKA ATAU TITIPKAN KE PANTI ASUHAN, AKU TIDAK MAU MEREKA ADA DI SINI! " Histeris Mona seperti orang yang kesetanan.
Aku yang emosi semakin geram melihat kelakuannya yang tidak memiliki etika dan rasa kasihan.
Plakk!
Dengan spontan tangan ku mengayun menampar wajahnya hingga Mona terhuyung dan membantu
"HIKS … pa .... " Teriak Nana ketakutan.
Aku cukup tercengang, karena aku sendiri tidak menyadari semua ini terjadi begitu cepat dan singkat.
"KAU MENAMPARKU! !HANYA KARENA ANAK-ANAK BODOH INI!" Marah Mona dengan wajah merah padam.
Aku pikir setelah tamparan tadi, Mona akan sadar dan tidak akan lagi melontarkan kata-kata tidak pantas di hadapan Nana, tapi ternyata aku salah, dia semakin menggila.
"MEREKA ANAK-ANAKKU! KAU TIDAK BERHAK MENGATAKAN HAL YANG TIDAK - TIDAK APA LAGI INGIN MENGUSIR MEREKA! KAU TIDAK ADA HAK ATAS SEMUANYA MONA! INI RUMAHKU, SERTIFIKATNYA BERATAS NAMA KAN DIRIKU! JANGAN LUPA ITU! "
Mona tersenyum miring meremehkan diriku yang telah mengungkapkan semuanya, aku hanya ingin dia sadar dan tidak lagi berpikir jika hanya dia yang pantas tinggal di rumah ini.
"Ooooh! Kini kau berani mengungkit semuanya! Oke, lebih baik aku pergi dari sini. "Ancam Mona dengan nada yang sedikit rendah, aku cukup terkejut dengan kenekatan nya, tapi aku ingin tahu apa dia benar-benar akan pergi atau hanya menggertak agar aku kasihan dan memohon maaf padanya
" Yah, tentu. Silahkan pergi dari rumah ini, lakukan apapun yang ingin kau lakukan di luar sana, karena aku sudah muak dengan sikap kekanak-kanakan mu itu Mona. "Pancing ku, begitu terlihat ia gelagapan dengan ucapanku yang menyetujui keinginannya.
" Mas…."cegah Mona panik.
"Sudahlah, bukankah kau ingin pergi! Pergi saja sana. Aku tidak habis pikir bagaimana bisa aku menikahi wanita seperti mu yang tidak memiliki hati dan rasa kasihan. Aku benar-benar menyesal Mona. Jika aku tahu semua akan seperti ini pada akhirnya, aku tidak akan menikahimu. Karena istriku jauh lebih baik darimu! "Cercaku mengutarakan semua kekesalan dan kekecewaan yang ada di hati ini, aku tidak peduli seperti apa tanggapan Mona, yang jelas aku sudah muak dengan sikapnya.
" Mas … . Apa kau sadar dengan ucapanmu. "Serkas Mona gemetar.
" Yah, sekarang pergilah seperti keinginan mu tadi, mulai hari ini aku aku jatuhkan talak tiga untuk mu Mona indah Permata sari, mulai hari ini kau bukan lagi istriku. "
Mona bergeming, sementara diriku sudah lelah dengan semua ini, aku sadar apa yang telah aku katakan karena talak telah lolos dari bibirku.
Terlihat Mona meneteskan air mata setelah talak yang aku jatuhkan padanya, karena langsung talak tiga.
" KAU AKAN MENYESAL KARENA TELAH MEMBIARKAN AKU PERGI! "Kecam Mona lalu bergegas ke kamarnya.
Sekitar 20 menit akhirnya dia kembali sembari menyeret koper besar lalu pergi begitu saja, aku tidak berniat untuk mencegah karena bagiku inilah yang terbaik, bukankah dia yang mengatakan ingin pergi dari rumah ini terlebih dahulu, aku hanya mengabulkan keinginannya saja.
Bayu pov. Hari berganti bulan, kesibukan ku tidak hanya bekerja di kantor. Tapi juga mengurus Nana dan Hafiz. Tapi hatiku sangat senang dengan adanya mereka, mereka meredam rasa rindu dan bersalah ku pada Nia, bahkan aku sengaja membawa semua berkas kantor ke rumah agar bisa memantau langsung tumbuh kembang mereka, aku tidak ingin kehilangan momen ini, karena hanya terjadi sekali dalam seumur hidupku, aku tidak ingin menyia nyiakan nya. Meski terkadang aku kewalahan menjaga mereka, karena selama Hafiz pulang, bayi mungil itu selalu rewel meski seorang babysitter selalu menjaga dan bersamanya, Hafiz terkadang rewel dan tidak mau bersama pengasuhnya, terkadang aku heran dengan bayi kecil itu, ia dengan cepat tenang dan terlelap jika bersamaku dan berada di pelukan ku. Meski ini sangat merepotkan tapi aku sangat bersyukur dan sangat bahagia, bahkan aku tidak memiliki waktu untuk diriku sendiri, karena hanya mereka yang aku miliki dan hanya mereka semangat hidup ku, jika tidak ada mereka
Author pov Nana dengan girangnya turun dari mobil setelah Bayu memarkirkan di halaman rumah yang selama ini menjadi saksi tumbuh kembang Nana semenjak dilahirkan. Bi Ijah menuntun Nana, sedangkan babysitter dengan hati-hati menggendong Hafiz yang masih terlelap sejak di rumah. "Hore… akhirnya Nana pulang, ayo bibi, nek. " Seru Nana dengan senang lalu mengajak bi Ijah dan babysitter Hafiz mengiringinya ke teras rumah yang menyimpan banyak kenangan manis sebelum Bayu pergi dan kembali membuat kehancuran. Bayu benar-benar terpukul mengingat semua itu, karena semua adalah asal dari kesalahannya. "Hayy… sayang, apa kabar. " Ema dengan rindu memeluk Nana, karena selama ini ia lah yang merawat dan memelihara rumah mendiang Nia setelah Nana tinggal bersama Bayu. Ema sengaja meluangkan waktu datang, karena memang rumah mereka tidak jauh dari sana dan cukup dengan berjalan kaki. "Kyaa… . Bibi! " Girang Nana membalas pelukan Ema, ia tidak menyangka jika Ema akan datang dan menjadi kejutan
Bayu pov Setelah cukup puas bercengkrama bersama Ema dan Anton, akhirnya mereka memutuskan pulang, karena mereka memiliki sedikit urusan yang harus diselesaikan. Ku langkahkan kaki ini menapaki setiap jengkal rumah hingga akhirnya aku berada di dalam kamar begitu penuh dengan kenangan yang telah aku tinggalkan 4 tahun silam demi ambisi yang akhirnya menghancurkan semuanya, menghancurkan hati orang yang aku cintai, menghancurkan hati anakku dan memisahkan bayi kecil yang tidak berdosa dengan ibunya karena keegoisan ku. Aku bisa membayangkan semua di kala itu, di mana sosok cantik yang selalu menggetarkan hati ini menemani ku dalam suka maupun duka, dia menemani dari nol kehidupan kami. Tidak ada kata-kata kasar yang pernah terlontar dari bibir mungilnya, dia selalu tulus melayani dan merawat ku, di sini kami selalu bercanda gurau, mencurahkan rasa sedih dan bahagia bersama di kamar ini. Hatiku mencelos nyeri ketika mengingat semuanya, aku benar-benar ingin mengulang jika sang Pencip
Air mataku rasanya ingin merembes, saat mengingat kenangan itu, di mana kami sama-sama belia melangkah ke jenjang pernikahan bermodalkan kepercayaan dan keyakinan. Padahal saat itu aku masih kuliah. Aku tidak berani berkomentar karena lidah ini rasanya berat untuk sekedar melontarkan kata singkat. Nana kembali membuka lembaran demi lembaran berikutnya, dan di lembaran tersebut Nana tertawa melihat foto kenangan tersebut. "Kyaaa ... Nana lucu sekali saat masih bayi, lihat pa." Nana menunjuk satu foto dirinya, di mana Nia mengambil foto selfie mereka berdua saat Nana masih bayi. Ku pandangi foto Nia dan Nana karena kenangan itu sangat bahagia, lembaran lembaran foto terlewati, Nana begitu senang melihat foto-foto dirinya di masa kecil bersama sang ibu, sampai pada album foto di bagian akhir terbuka, aku tertegun saat melihat satu foto letaknya terbalik dan di sana terdapat sebuah tulisan. Kuraih foto itu dengan dada bergemuruh menahan sesak saat mulai membaca setiap bait demi bait t
Pov authorNana mendengus sebaliknya, karena Ayahnya tidak mau ke kedai ice cream favoritnya dengan berjalan kaki, tapi Ayahnya justru memilih naik mobil, padahal jarak kedai dari rumah mereka sangatlah dekat, jika di tempuh berjalan kaki hanya memerlukan waktu 15 menit. Akan tetapi Bayu menolak, ia beralasan kakinya pegal jika berjalan terlalu lama, hingga membuat Nana sedikit mengomeli ayahnya.Tapi bagi Bayu, omelan Nana seperti candaan, bahkan justru membuat dirinya tertawa mendengarnya, omelan Nana seperti hiburan yang lucu hingga mereka berdua sampai di depan kedai ice cream sederhana favorit Nana. "Ayo … Papa … Nana sudah tidak sabar." Seru Nana dengan girang lalu masuk ke dalam kedai tersebut diiringi Bayu di belakangnya. "Hati-hati sayang, jangan buru-buru. Papa khawatir kau tersandung. " Bayu mengingatkan Nana, karena gadis cantik itu dengan girang berlari-lari. "Maaf, pa. " Malu Nana. "Haii … manis mau pesan ice cream rasa apa? " Sapa seorang pelayan wanita yang bekerja
Nila mendengus kesal, karena pekerjaan dirinya selalu dipandang rendah oleh banyak orang. "Aku tahu tua bangka, kau tidak perlu mengingatkan nya, dan satu lagi meski aku pernah bekerja di clup malam tapi aku bukan seperti yang kau katakan, " balas Nila dengan kesal. "Jangan banyak bicara, sekarang keluar! " Titah pemilik kedai itu. Nila dengan lembut menggendong Nana keluar dari kedai lalu duduk di kursi panjang tidak jauh dari kedai. "Sssst, jangan menangis lagi. " Bujuk Nila agar Nana tenang. " Hiks ... Hik s... tapi mama harus berjanji. Momma jangan tinggalkan Nana lagi hiks."Nila masih bingung kenapa gadis kecil ini memanggilnya Mama sejak tadi. Terlebih lagi pria tampan yang datang bersama Nana menatapnya tanpa berkedip begitu jelas ia menyimpan banyak pertanyaan padanya. Setelah Nana lebih tenang, dengan manis ia berpangku pada Nila, bahkan Nana sama sekali tidak ingin turun dari gendongan Nila saat Bayu ingin menenangkannya. "Maaf atas sikap Nana anak saya, Oya nama saya
Pov Bayu"Maaf atas kejadian ini." Ku keluarkan beberapa lembar uang lalu memberikan pada pria gemuk pemilik kedai icecream yang sejak tadi mengoceh dan merendahkan Nila.Aku benar-benar geram mendengarnya merendahkan orang lain tanpa berpikir imbasnya, entah kenapa aku begitu kesal saat ia mengatai Nila dengan sebutan ja*ang, kata itu benar-benar tidak pantas untuk di ucapan, apa lagi di depan banyak orang. "Ini untuk ganti rugi waktu kerja Nila yang tertunda karena anak saya. "Terlihat pria gemuk itu tersenyum sinis padaku dan memandangku dari kepala sampai ujung kaki"katakan saja, pada ja*ang itu, jika besok aku tidak membutuhkan karyawan yang bisanya melayani tamu di ranjang. "Hatiku semakin panas saat mendengar pria itu kian berucap tidak sepantasnya pada Nila. "Bisakah anda berkata sedikit bersopan santun Paman, anda sadar diri anda ini sudah dewasa, sudah sepatutnya anda memberikan contoh yang baik dan berlaku sopan. " Kecam ku memberi peringatan pada pemilik kedai itu. "
(Pov author) Bayu di dalam kamar tamu, hanya mampu menangis dalam ketidak percayaannya, setelah kejadian ini dan pertemuannya dengan Nila. "Hiks … apa lagi sayang ... Ini apa lagi. Hiks ... Kenapa kau memberikan kebahagiaan seperti ini, tapi dia bukan dirimu, hiks.. Hiks... " Isak Bayu mengandu dalam pilu sembari m tangis tergugu. "Aku hanya ingin kau ... Bukan orang lain yang mirip dengan mu. Hiks … aku ingin kau sayang hanya kau. Hiks .... " Isak Bayu menangisi keadaan yang tidak ia mengerti dan keadaan yang tidak ia pahami. Bagaimana dirinya bisa bertemu dengan wanita yang benar-benar memiliki kemiripan seperti mendiang istrinya, bahkan dari sifat dan kasih sayang mereka terlihat begitu sama. "Tuhan … tolong aku, aku hanya ingin istriku. " Gumam Bayu dalam rasa resah hati dan kegundahan yang kini meliputi dirinya, setelah pertemuannya dengan Nila. *********Di tempat lain, Nila memandangi jejeran foto-foto yang tertata rapi di dinding kamar saat ia memenangkan dan menemani Nan