(Pov Bayu) Saat makan makan Nila masih berada di rumah ini, terpaksa karena Nana dan Hafiz hanya tenang bersamanya, bahkan saat Nila makan malam Hafiz meraung menangis saat di jaga boleh babysitter nya. Nana tidak ubahnya seperti Hafiz, ia selalu rewel dan sangat mudah merajuk jika tidak bersama Nila, bahkan bi Ijah yang selalu bersamanya saja, ia tolak demi bersama Nila. Aku benar-benar bingung dengan kejadian ini, kenapa anak-anakku begitu nyaman bersama Nila, meski ku akui ketelatenan Nila menjaga mereka cukup baik selain kemiripannya dengan mendiang istriku. Saat ini aku masih dilanda rasa tidak percaya, kenapa didunia ini ada wajah yang begitu sama, bahkan mereka sangat mirip dan sulit dibedakan, padahal aku tahu Nia tidak memiliki keluarga, ia dibesarkan di sebuah panti asuhan sejak kecil. "Tidak mau, Nana mau sama Mama. Titik. " Tolak Nana dengan kencang. Aku semakin pusing melihatnya karena sejak tadi Nana sangat sulit di atur dan sangat susah di tenangkan jika tidak ber
( Pov Bayu ) Pagi-pagi Nana sudah meraung menangis bersama dengan Hafiz, mereka berdua seperti kompak mencari Nila yang mereka anggap sosok ibu mereka. Kakiku setengah berlari menghampiri mereka yang tengah menangis histeris mencari keberadaan Nila, karena Nila belum datang mengingat ini memang terlalu pagi. "Sayang ssstt … ini Papa nakal jangan menangis. " Bujuk ku, karena babysitter tidak mampu menenangkan mereka, bahkan tangisan Nana semakin menjadi. "Hiks ... Mama mana pa, hiks ... Mama. Hiks .... " Raung Nana, Hafiz tidak kalah kencang menangis hingga telingaku rasanya berdengung. "Sabar sayang, Mama sebentar lagi datang. " Seraya ku raih Hafiz lalu kugendong dia. Sementara satu tanganku menenangkan Nana yang masih menangis tanpa henti. "Nana mau Mama … pokoknya Nana mau Mama, hiks … hiks .…" Raung Nana, hatiku sangat nyeri saat melihat pemandangan ini, di mana aku tidak bisa berbuat banyak untuk menenangkan mereka, saat mereka merindukan sosok sang ibu, tak terasa air mata
( Pov author) Nila melahap makan siangnya dengan terburu-buru, karena Hafiz begitu rewel dan selalu menangis jika tidak berada di pelukannya. " Pelan-pelan nak Nila. "Tegur bisa Ijah agar Nila tidak makan dengan tergesa-gesa. Nila sesekali melirik Hafiz yang tengah menangis di dalam gendongan babysitter yang sudah 3 bulan bekerja, tapi tetap saja bayi mungil itu tidak tenang dan tidak bisa di bujuk. " Tuhan, apa Hafiz selalu seperti ini bibi? "Nila dengan terburu-buru menelan nasinya setelah bertanya. " Yah, tapi setelah kau datang. Hafiz semakin menjadi. "Keluh Ijah jujur, karena setelah kedatangan Nila kemarin, kedua anak yang selama ini mereka rawat hanya tenang saat bersama Nila. " Tapi kenapa bibi? "Heran Nila. Bisa Ijah menghela nafas dalam sembari menatap Nila " Mungkin karena wajahmu begitu mirip dengan mama mereka. "Ijah tidak memungkiri jika Nila benar-benar mirip dengan Nia, mendiang ibu Nana dan Hafiz. "Ooohh Tuhan anak ini." Keluh babysitter kelelahan lalu duduk b
Nila terperangah setelah mobil Bayu berhenti tepat di pekarangan rumah megah. Lagi lagi dirinya di buat bingung dengan keadaannya, karena kini ia bisa berada di sana bahkan bekerja pada orang yang baru ia kenal. "Ayo, ma. " Ajak Nana setelah ia turun dari pangkuan Nila sembari menariknya, tapi Nila justru tidak menggubris, ia tetap duduk di tempatnya dengan berbagai macam pikiran dan pandangannya. Padahal bi Ijah dan babysitter sudah turun lebih dulu membawa barang-barang masuk ke dalam rumah, sehingga Bayu yang melihat Nila hanya mampu menggeleng. Karena wanita berwajah mirip seperti mending istrinya itu terlihat kebingungan sesampainya di sana. "Mama." Panggil Nana lagi sembari menggoyang tangan Nila, agar ia mendengarkan panggilannya. "I_iya sayang. Ada apa. "Tergagap-gagap Nila hingga Bayu melihat tingkahnya hanya bisa menghela nafas lalu memilih meninggalkan mereka di sana. "Oya, masuk ma." Nila semakin salah tingkah sendiri karena seperti orang bodoh setelah berada di sana.
Keributan dari kamar sebelah membuat tidur Bayu terganggu, tangisan Hafiz semakin terdengar keras dari kamar sebelah, karena kamar Bayu hanya bersebelahan dengan kamar Nana dan Hafiz. "Tuhan, nak Nila, kenapa Hafiz bisa seperti ini. " Cemas bi Ijah sembari mencoba memisahkan Hafiz dari Nila, tapi Ijah kembali gagal saat mendengar tangisan bayi kecil itu, tidak tega melihatnya Nila memilih membiarkan Hafiz tetap seperti semula, yaitu berada di dalam pelukannya karena Hafiz seolah-olah mencari asi pada dirinya. "Tapi nak, jika terus seperti itu, Hafiz pasti melakukan hal-hal yang lebih aneh dari ini. " Sembari Ijah mencoba meraih Hafiz yang ada di pelukan Nila, karena menarik-narik baju tidur yang Nila kenakan hingga tidak beraturan. "Aku tidak tega bibi. " Iba Nila sembari membiarkan Hafiz yang ada di pelukannya. "Tapi nak. " Ijah memperhatikan tingkah aktif Hafiz dengan pintar menarik baju tidur bagian depan Nila hingga terjadilah hal yang Ijah khawatirkan. "Akhh! " Pekik Nila te
Nana duduk cantik di samping Bayu yang tengah menyantap sarapannya. Bayu sesekali melirik wajah polos Nana, karena gadis kecil itu seperti tengah memikirkan sesuatu. "Ada apa sayang? " Penasaran Bayu, Nana menatapnya sekilas lalu menggeleng kecil. "Nana yakin? " Ulang Bayu. Nana dengan cepat mengangguk menyakinkan meski kejadian tadi benar-benar membuat dirinya terkejut. "Baiklah." Menyerah Bayu lalu kembali melanjutkan sarapannya, sembari sesekali menatap keseriusan Nana saat sarapan, karena wajah polosnya terlihat sangat menggemaskan saat berpikir. "Nana harus ingat, ya. Saat pulang Nana harus menunggu jemputan dari rumah, jangan pergi kemana-mana atau pulang bersama orang lain apalagi yang tidak dikenal, sayang. " Nana menatap wajah serius sang ayah, karena selama tinggal bersama sang ayah begitu protektif padanya, bahkan ia sudah sangat hafal dengan kalimat tersebut, karena setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah Bayu selalu mengingatkan dirinya akan hal itu. "Oya, dan satu
Bayu membuka pintu kamar kedua anaknya tanpa permisi, hingga dirinya sendiri terkejut begitu juga dengan Nila, karena Nila baru saja keluar dari kamar mandi, bahkan ia hanya menggunakan handuk sebagai penutup tubuhnya. "Bisa kah kau masuk mengetuk pintu dulu. " Ketus Nila, meski ia sudah terbiasa berdekatan desa laki-laki tidak ia kenal, tapi jika harus dikagetkan seperti ini ia merasa tidak nyaman. Bayu menelan salivanya berat, saat tatapannya tidak sengaja berserobok dengan Nila, karena pagi ini wanita yang mirip dengan istrinya itu sangat berbeda dan sangat cantik. "Errr… i_itu_ ma_af Nila, saya hanya ingin memastikan keadaanmu. Ap_apa kamu baik-baik saja?"Nila menaikan satu alisnya heran, karena Bayu terlihat gugup dan berbicara tergagap-gagap. "Aku baik-baik saja kan pak tampan? Kau terlihat tidak sehat, ada apa? " Penasaran Nila sembari berjalan mendekati Bayu, karena hanya diam tidak bisa bergerak, ia seperti terhipnotis saat menatapnya. "Ba_baguslah, saya lega mendengarn
( Pov author) Nila melahap makan siangnya dengan terburu-buru, karena Hafiz begitu rewel dan selalu menangis jika tidak berada di pelukannya. " Pelan-pelan nak Nila. "Tegur bisa Ijah agar Nila tidak makan dengan tergesa-gesa. Nila sesekali melirik Hafiz yang tengah menangis di dalam gendongan babysitter yang sudah 3 bulan bekerja, tapi tetap saja bayi mungil itu tidak tenang dan tidak bisa di bujuk. " Tuhan, apa Hafiz selalu seperti ini bibi? "Nila dengan terburu-buru menelan nasinya setelah bertanya. " Yah, tapi setelah kau datang. Hafiz semakin menjadi. "Keluh Ijah jujur, karena setelah kedatangan Nila kemarin, kedua anak yang selama ini mereka rawat hanya tenang saat bersama Nila. " Tapi kenapa bibi? "Heran Nila. Bisa Ijah menghela nafas dalam sembari menatap Nila " Mungkin karena wajahmu begitu mirip dengan mama mereka. "Ijah tidak memungkiri jika Nila benar-benar mirip dengan Nia, mendiang ibu Nana dan Hafiz. "Ooohh Tuhan anak ini." Keluh babysitter kelelahan lalu duduk b