Terjerat Pesona Om-Om

Terjerat Pesona Om-Om

last updateTerakhir Diperbarui : 2023-07-21
Oleh:  Ria PurnamaOn going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
3 Peringkat. 3 Ulasan-ulasan
36Bab
6.3KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Sinopsis

Setiap wanita memiliki impian pernikahan dan rumah tangganya. Membangun dengan rasa saling mencinta. Menghabiskan sisa hidup bersama dengan membesarkan buah cinta dengan bahagia, tetapi ... bagaimana dengan Hara? Ia juga wanita dengan impian yang sama. Namun, takdir memaksanya menikah dengan pria yang tak ia cinta. Harus menghadapi wanita yang dicintai suaminya, dan kejamnya ibu mertua. Apakah Hara mampu mempertahankan bahtera rumah tangga? Di sisi lain, pernikahan itu adalah permintaan terakhir sang ibu sebelum meninggal dunia.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1.

"Apa? Ibu mau aku menikah dengannya?" 

Pupil matanya membesar karena terkejut dan tidak percaya atas apa yang baru saja ia dengar. Bahkan ia tak habis pikir dengan permintaan aneh sang ibu yang tiba-tiba.

"Bu, aku sama dia beda tujuh belas tahun! Bagaimana kami bisa menikah? Terlebih aku sudah menganggapnya sebagai omku sendiri."

Suara keras terdengar ke seluruh ruangan.Marah, kecewa, dan sedih menjadi satu. Kamar rawat inap yang kecil itu menangkap suara yang keluar dari mulut mungilnya. Sementara lawan bicaranya hanya memejamkan mata, menikmati setiap kemarahan putrinya. Karena putrinya berhak merasa begitu.

Mencoba tidak terlihat lemah, sang ibu Kembali berkata, "apa salahnya? Dia baik untuk kamu. Dia dewasa, cocok untuk kamu yang masih kekanak-kanakan. Dia kaya, cocok untuk kita yang tidak memiliki apa-apa," ucap Mirna ketus. 

Terdengar decakan sebal dari bibir mungil merah muda itu. "Usia kami berbeda jauh, Bu. Mana mungkin kami bisa menikah?"

"Memangnya kenapa usia kalian? Hanya berbeda tujuh belas tahun. Tidak ada yang salah."

Apa katanya? Hanya berbeda tujuh belas tahun dan itu tidak masalah? Oh, ayolah. Bahkan yang berbeda sepuluh tahun saja sudah bisa menjadi gunjingan tetangga. Apalagi ini. Sungguh ia tak mengerti pemikiran ibunya itu. 

"Terserah pemikiran Ibu bagaimana. Yang jelas aku tidak akan menikah dengannya!"

Setelah mengucapkan itu. Ia segera keluar ruangan. Ia tak mau melampiaskan marahnya kepada sang ibu lebih banyak. Saat hendak ke luar, ia berpapasan dengan lelaki yang dimaksud sang ibu di pintu. Tatapannya tajam saat melihat pria itu menjenguk sang ibu. 

Tanpa banyak kata, ia memilih langsung pergi. Sementara lelaki itu menatap punggung gadis dengan rambut yang dikuncir kuda menjauh. Ia bisa merasakan kekesalan gadis yang sudah ia kenal sejak sepuluh tahun lalu. Bukan hal sulit menebak apa yang dirasakan gadis kecil itu. 

"Biarkan saja dia, Dhan. Gadis keras kepala itu butuh mendinginkan kepalanya."

Aradhana Dwisa Pradaya atau biasa dipanggil Ardhan oleh orang terdekatnya hanya diam dan mendekati Mirna. Ia menarik kursi di samping brankar. 

"Tante gimana keadaannya? Udah mendingan?" tanyanya dengan penuh perhatian. 

Alih-alih menjawab soal keadaannya Mirna justru bertanya soal pernikahan putrinya. "Kamu serius mau menikahi Hara?"

Ardhan menghela napas. "Saya sudah mendengarnya tadi. Saya rasa tidak baik memaksakan pernikahan ini," ujarnya diakhiri helaan napas. 

"Tante mohon sama kamu, Dhan. Tolong nikahi Hara. Tante gak tau lagi harus percayakan dia sama siapa. Hanya kamu satu-satunya harapan Tante."

Melihat wajah dengan bibir pucat, Ardhan tak tega. Sebenarnya ia sama sekali tak berminat menjadikan Hara sebagai istrinya karena sudah menganggapnya sebagai keponakan sendiri. Namun, mengingat umur Mirna yang tinggal sebentar lagi. Membuatnya harus menerima tanggungjawab itu. 

"Tapi kalau Hara menolak, saya bisa apa, Tante?

Mirna hening sejenak. Ia tahu Ardhan bukan tipikal pria yang suka memaksakan kehendaknya. Namun, ia tak punya pilihan lain. Ia tak akan meninggal dengan tenang kalau Hara tak menikah dengan Ardhan.

***

"Ibu enggak mau tahu. Kamu harus segera menikah dengan Ardhan. Jadi, sekarang pulang dan siapkan berkas yang diperlukan." Mirna berucap tegas kali ini. Meski wajahnya masih terlihat pucat, tetapi ekspresinya benar-benar serius. 

"Becandanya enggak lucu, Bu." Hara tertawa hambar di ujung kalimatnya. Ia muak dengan percakapan ini. Sejak awal masuk rumah sakit, sang ibu selalu membahasnya. 

"Tante Mirna serius, Ra. Jika kamu setuju kita akan segera menikah." 

Suara berat terdengar setelah pintu terbuka. Menyadari ada orang yang datang membuat Hara menengok dan memastikan suara yang ia dengar berasal dari orang yang dia kenal. Matanya bersitatap dengan pria yang tadi ia temui. Ia masih tak percaya dengan apa yang didengarnya. Bahkan pria itu sekarang ada di hadapannya. 

"Om sama Ibu kenapa, sih. Enggak lucu bercandanya," ujarnya kesal. Amarahnya kembali terpancing. Lagipula mana mungkin ia akan menikah di usia sekarang? Ia masih sangat muda dan masih ingin bebas tanpa beban mengurus rumah tangga. 

Pria itu berjalan ke arahnya, dengan stelan jas dan sepatu hitam membuatnya terlihat rapi. Ia berdiri di belakang kursi yang sedang di dudukki gadis muda itu. "Pernikahan bukan bahan lelucon, Hara. Saya dan Ibu kamu sudah sepakat."

Gadis itu diam dan mendengarkan sembari menyuapi sang ibu. Ia tak mau menatap mata pria yang sudah ia anggap sebagai omnya sendiri. Sebenarnya ia tak mau merasa terintimidasi lagi, karena tatapan pria itu sangat mematikan untuknya. 

"Yang sepakat kan, Om sama Ibu. Bukan aku!" ucapnya ketus dengan wajah kesal. 

"Sebenarnya saya tak membutuhkan persetujuanmu. Karena Ibumu sudah memberikan restunya. Hanya saja saya tak mau menjadi pria jahat dengan tak mempertimbangkan jawaban yang kamu berikan. Kamu tahu sendiri saya pria seperti apa," ucap pria itu lagi. 

Gadis itu masih diam. Ia membersihkan sudut bibir sang ibu yang ada sisa makanan dengan lembut. Lalu menaruh mangkuk bekas makanan di meja yang ada di sebelah ranjang pasien. 

"Hara." Digenggamnya tangan putri kesayangannya itu. Ia menatap penuh harap. "Kamu tahu, kan Ibu bisa pergi kapan saja. Ibu tak ingin membiarkan kamu sendirian di dunia ini." Kali ini Mirna mencoba menggunakan cara yang lebih lembut. Karena berdebat tak akan membuahkan hasil. Jadi, menyentuh hatinya adalah cara yang mungkin ampuh. 

Hara tak menatap mata sang ibu yang tengah menatapnya. Ia memilih memandang gorden rumah sakit sembari menahan matanya yang sudah berkaca-kaca. Ia tidak suka situasi sekarang. Ia benci dengan fakta bahwa ibunya tak akan bertahan lebih lama. Ia juga kesal. Mengapa pria itu menyetujui, harusnya ia menolak. Lagipula pria mana yang mau menikahi gadis muda cengeng yang keras kepala. 

"Dengarkan Ibu, Sayang. Ibu mau kamu menikah dengan Om Ardhan. Ibu mengenalnya dengan baik. Dia akan menjaga dan menyayangimu. Dia tak akan membiarkanmu sendirian dan menderita. Ibu mohon, Hara." 

Wajah dengan kerutan di beberapa tempat itu kini menitikan air mata. Ia tak kuasa menahannya. Namun, dengan cepat juga ia mengusapnya. Mirna tak mau menangis di depan putri kesayangannya. Dalam hatinya ia merasa bersalah karena menggunakan cara ini agar putrinya mau menuruti permintaannya. 

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Akbar 09ob
Penasaran bangetttttttttttttttttttt
2024-03-09 15:01:17
0
user avatar
rewin andriadi
saya suka alur cerita nya
2022-12-01 19:27:55
1
user avatar
Refi Mariska
keren pokoknya...‍♀️
2022-11-12 00:50:49
1
36 Bab
Bab 1.
"Apa? Ibu mau aku menikah dengannya?" Pupil matanya membesar karena terkejut dan tidak percaya atas apa yang baru saja ia dengar. Bahkan ia tak habis pikir dengan permintaan aneh sang ibu yang tiba-tiba."Bu, aku sama dia beda tujuh belas tahun! Bagaimana kami bisa menikah? Terlebih aku sudah menganggapnya sebagai omku sendiri."Suara keras terdengar ke seluruh ruangan.Marah, kecewa, dan sedih menjadi satu. Kamar rawat inap yang kecil itu menangkap suara yang keluar dari mulut mungilnya. Sementara lawan bicaranya hanya memejamkan mata, menikmati setiap kemarahan putrinya. Karena putrinya berhak merasa begitu.Mencoba tidak terlihat lemah, sang ibu Kembali berkata, "apa salahnya? Dia baik untuk kamu. Dia dewasa, cocok untuk kamu yang masih kekanak-kanakan. Dia kaya, cocok untuk kita yang tidak memiliki apa-apa," ucap Mirna ketus. Terdengar decakan sebal dari bibir mungil merah muda itu. "Usia kami berbeda jauh, Bu. Mana mungkin kami bisa menikah?""Memangnya kenapa usia kalian? Hanya
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-02-12
Baca selengkapnya
Bab 2.
Selesai mengucapkan hal itu, Hara tak sanggup menahan air matanya untuk tak tumpah. Kekesalahan tadi sinar, berganti dengan kesediyan. Dia memanglah gadis cengeng. Dengan kepekaan tingkat tinggi Ardhan langsung mengusap air mata itu. Hara masih memalingkan wajahnya, tak sanggup melihat ibunya juga menangis. Apa lagi itu karenanya. Mirna tersenyum melihat interaksi itu. Keperdulian Ardhan adalah salah satu alasan ia yakin Hara akan baik-baik saja bila bersamanya. "Lihatlah! Apa kamu tak merasakan kasih sayang Om Ardhan untukmu?"Saat menoleh mata keduanya bertemu. Netra cokelat milik Hara menatap lekat netra hitam elang milik Ardhan. Ia semakin menangis. Membuat Ardhan spontan memeluknya. Membiarkan Hara menangis di dada bidangnya yang terbalut stelan jas berwarna hitam. "Ibu harap kamu tidak menolaknya. Ini permintaan terakhir Ibu, Sayang," ucapan Mirna membuat Hara menangis lebih kencang. Terlihat dari punggungnya yang bergetar dalam dekapan Ardhan.
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-02-12
Baca selengkapnya
Bab 3.
Langit gelap mulai dipenuhi bintang. Hara yang akan ke rumah sakit terpaksa mau dijemput oleh Ardhan. Padahal, ia berniat menghindarinya sekarang. Setelah berdebatan panjang, kemenangan ada di pihak Ardhan. Sebab Hara hanya mengatakan alasan konyol yang tidak kuat dasarnya. "Bisakah kamu memakai pakaian yang lebih tertutup, Hara?"Baru saja mobil berjalan, tetapi Ardhan sudah mengacaukan emosinya. Padahal ia memakai rok selutut dengan atasan baju panjang. Di mana sisi terbukanya? Bukankah roknya juga masih wajar? Bahkan pahanya sama sekali tak terlihat. "Saya sudah memilih beberapa pasang gaun untuk pernikahan. Semoga saja ada yang kamu suka."Ardhan menyodorkan ponselnya. Hara hanya menatap dan tak mengambilnya. "Untuk apa gaun pernikahan? Kita tidak akan menikah. Aku tidak setuju," ucapnya dengan nada kesal. "Setuju atau tidak kita akan menikah, Hara. Itu kemauan ibumu. Jadi saya harap kamu bisa menjadi anak yang be
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-02-12
Baca selengkapnya
Bab 4.
"Kamu sudah memilih gaun pernikahan?"Matahari baru beranjak keluar. Matanya baru terbuka, bahkan ia belum sempat mencuci wajahnya, tetapi sang ibu sudah melontarkan kalimat yang merusak pagi harinya. Hara membiarkannya. Ia memilih ke kamar mandi untuk mencuci wajah dan mandi. Kemarin ia kembali malam hari setelah perdebatan panjang dengan Ardhan. Saat menggosok gigi, ia menyentuh bibirnya. Bibir yang sebelumnya suci, kini sudah terkotori. Meskipun itu hanya kecelakaan tetap saja sudah berciuman dan ia menikmatinya. Mengingat hal itu membuat perasaan Hara semakin kesal, bagaimana bisa ia menikmati hal itu. Memikirkan kejadian dan ucapan Ardhan memuatnya kesal dan malu. Ia menggelengkan kepalanya mengusir pemikiran itu. Memilih mencuci wajah dan mandi adalah hal terbaik. Saat keluar dari kamar mandi ia melihat sang ibu memegang ponselnya. Hal itu sudah biasa terjadi, tetapi entah perasaannya tak enak melihat sang ibu memegang
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-02-22
Baca selengkapnya
Bab 5
Awan mendung tengah menyelimuti Hara. Pagi ini dokter mengatakan kondisi sang ibu memburuk saat pemeriksaan pagi, karena hal itu ibunya perlu penanganan lebih serius. Ia menunggu di luar ruangan dengan cemas. Tak henti-hentinya bibir mungil itu merapal doa. Berharap sang ibu bisa bertahan lebih lama. Ia tak dapat berpikir jernih. Setelah mengirim pesan kepada Ardhan, ia menaruh ponselnya dan tak mengeceknya lagi. Hara butuh Ardhan sekarang. Ia butuh dada bidangnya untuk menangis. Suara-suara percakapan ia dan ibunya semalam terputar di otaknya. Apalagi senyuman sang ibu saat mengatakan bahagia akan melihat putrinya menikah. Suara pintu terbuka menyita perhatiannya. Langsung Hara berdiri dan menghampiri suster yang keluar. Ia tak mengatakan banyak hal, hanya memberi tahu bahwa sang ibu akan dipindahkan ke ruang ICU. Dokter serta suster lain keluar bersama sang ibu untuk dibawa ke ruang ICU. Saat melihat sang ibu, Hara langsung menan
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-02-22
Baca selengkapnya
Bab 6.
"Apa tidak bisa diselamatkan, Dok? Lakukan apapun caranya. Berapapun biayanya akan saya bayar," ucap Ardhan menggebu-gebu. Ia tahu selama ini sudah memberikan yang terbaik untuk perawatan Mirna, tetapi ia berharap masih mungkin untuk menyelamatkannya. Dokter menghela napas sebelum menjawabnya. "Sebagus apapun penanganan dan semahal apapun biayanya, jika sudah waktunya, saya sebagai dokter tak mampu berbuat banyak."Ardhan kembali terdiam. Hara tersenyum getir. Ia tak bisa membayangkan bagaimana hidupnya sekarang. Ketakutan terbesarnya sudah datang. Kehilangan paling menyakitkan sudah menantinya. Tak tega melihat Hara, sebelum pergi ia mengatakan ucapan penenang. "Doakan saja yang terbaik. Kita lihat satu jam kedepan bagaimana." Dokter berbalik dan meninggalkan Ardhan. Ardhan tak mampu berkata-kata. Ia memejamkan matanya sebentar dengan menghadap tembok. Keningnya tertempel di tembok, sementara itu tangan kanannya mengepal dan tangan kiri
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-02-22
Baca selengkapnya
Bab 7.
"Ayo kita pulang." Ardhan berjongkok di samping Hara. Ia mengucapkan itu dengan lembut sembari memegang kedua lengan Hara. Air mata masih membasahi pipi tirusnya.Dengan tubuh yang lemas dan perasaan sedih yang mendalam. Hara pingsan saat akan pulang. Ardhan sigap menangkap tubuh kurus itu dan membawanya ke mobil. Ditarunya di kursi depan dan dipasangkan sabuk pengaman. Ardhan bergegas mengendarai mobil untuk kembali ke rumah Hara. Sesampainya di rumah ia menaruh Hara di kamar, membiarkannya berbaring. Lalu mengambil minyak angin dan menaruhnya di dekat hidung. Namun, Hara tak kunjung siuman. Ia membiarkan Hara, mungkin gadis kecil itu butuh istirahat. Ardhan ke belakang untuk memeriksa para pelayat yang masih ada. Mereka memasak makanan untuk kenduri nanti malam. Ardhan meminta maaf karena Hara tak dapat membantu dikarenakan pingsan. Meski tak terlalu menyukai keluarga Hara, para tetangga yang melayat paham. Ardhan ingin kembali ke kama
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-02-22
Baca selengkapnya
Bab 8.
"Saya tidak memiliki niat lain." Ditatap tajam oleh Hara saat ia ikut masuk ke dalam kamar membuat Ardhan paham pemikiran istri kecilnya itu. "Terus? Ngapain? Keluar sana. Aku mau tidur," ucap Hara mengusir Ardhan dari kamarnya. Ardhan terdiam sejenak. Lalu berucap, "saya tidur di mana?"Hara lupa bahwa hanya kamarnya yang bisa digunakan sekarang. Kamar almarhum ibunya tentunya cukup berdebu, sebab cukup lama ibunya di rumah sakit dan ia pun tak banyak waktu untuk membereskan rumah. Hanya ada tiga kamar di rumah Hara. Satu kamar di belakang dekat dapur digunakan untuk tempat penyimpanan. Satu kamar untuk almarhum ibunya dan satu kamar untuknya. Yang layak untuk dipakai tidur sekarang hanya kamarnya. "Oke. Om bisa tidur di sini. Tapi jangan macam-macam. Awas aja kalau berani," ancam Hara dan membiarkan Ardhan tidur bersamanya. Ardhan berjalan dan duduk di tempat tidur. Saat itu Hara membawa pakaian dan hendak kel
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-02-22
Baca selengkapnya
Bab 9.
"Kya ...." BugSuara teriakan itu dibarengi dengan suara seperti benda jatuh. Padahal hari masih pagi, tetapi sudah ada kericuhan yang terjadi. Seorang pria yang belum sepenuhnya sadar dari tidur nyenyaknya terpaksa terbangun akibat badan atletisnya menyentuh lantai. Ia meringis, dan rasa sakit langsung membuat nyawanya terkumpul. "Badan kamu kurus tapi tendangan kamu kuat juga, ya," keluh Ardhan sembari berdiri dan mengelus bagian tubuhnya yang terbentur lantai. "Lagian kenapa Om tidur ngelewatin batas dan peluk-peluk aku, hah." Hara menutupi tubuhnya dengan selimut. "Apa jangan-jangan," ucapnya penuh selidik dan melihat pada tubuhnya. 'Baju aku masih lengkap. Enggak ada tanda-tanda dibuka.'Ardhan menatap tak percaya istri kecilnya. "Kamu enggak saya apa-apakan. Enggak usah berpikir negatif, ini masih pagi," ujar Ardhan menyadarkan Hara yang tengah menilik pakaian yang ia pakai. 
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-02-22
Baca selengkapnya
Bab 10.
Suasana setelah kejadian Ardhan menggoda Hara cukup hening. Ardhan sibuk menonton TV dan Hara yang sibuk dengan rasa malunya. Sadari habis mandi ia tak keluar kamar dan hanya diam dengan umpatan-umpatan. Ardhan tak ambil pusing. Ia mengerti perasaan Hara. Istri kecilnya itu memang akan seperti itu jika sedang malu. Sudah lama mengenal, tampaknya memberi banyak keuntungan bagi Ardhan. Hari mulai siang, suara gesekan kayu pintu dan lantai terdengar. Ardhan menoleh, ia mendapati Hara yang sedang mengeluarkan kepalanya. Mungkin untuk melihat situasi. Saat tatapan mereka bertemu. Hara dengan cepat menutup pintu dengan keras sehingga menimbulkan suara. Ardhan terkekeh melihat tingkah Hara. Sementara Hara terus merutuki dirinya. "Ayo, Hara. Kamu bisa. Kalau gini terus, dia bisa mikir kamu mulai suka," gumamnya menyemangati dirinya sendiri. Kemudian ia keluar dan ikut duduk untuk menonton. Meski begitu, ia duduk di kursi lainnya. Ardhan fo
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-02-22
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status