Alisha Fairuzah, 33 tahun, selalu dipaksa menikah oleh keluarganya. Dia masih ingin fokus karir apalagi bisnisnya sedang turun. Namun kali ini penolaknnya tidak bisa diterima. Saat Alisha Fairuzah mengira pria yang dia nikahi itu baik, Shaka Yar Nigar menunjukkan sifat arogannya. Dia mulai hancur tetapi seringkali Aido Eishiro, temannya, menghiburnya. Hingga temannya itu menyatakan cinta padanya. Alisha Fairuzah yang merasa telah kehilangan segalanya memutuskan pilihannya. Siapa yang akan dia pilih? Namun apakah dia bisa memilih?
Lihat lebih banyakJemari Alisha Fairuzah mengetuk-ngetuk meja toko pakaiannya yang beberapa Minggu yang lalu ramai, matanya mengamati rak-rak berdebu yang dulunya dipenuhi kain-kain berwarna cerah dan desain-desain elegan. Keheningan di toko itu memekakkan telinga, hanya dipecahkan oleh derit pintu sesekali saat seorang pejalan kaki mengintip masuk dan segera pergi.
“Alisha Fairuzah, latih hatimu buat sabar dan ikhlas dalam menghadapi setiap cobaan,” bisik Alisha Fairuzah pada dirinya sendiri.Tumpukan tagihan di mejanya seperti batu bata yang membebaninya, mengancam akan menghancurkannya sepenuhnya.
Toko itu adalah pekerjaan utamanya, harga dirinya, kemandiriannya. Dia telah mencurahkan segalanya untuk itu—tabungannya, energinya, mimpinya. Namun sekarang, dia menghadapi kenyataan pahit kebangkrutan. Dia tidak bisa membeli stok lagi dan karyawan terakhirnya telah berhenti dua minggu lalu.
“Alisha Fairuzah, kamu nggak bisa terus hidup seperti ini,” suara ibunya, Inayah, memotong pikirannya.
Alisha Fairuzah mendongak dan melihat ibunya berdiri di ambang pintu toko, ekspresinya campur aduk antara khawatir dan jengkel.
Inayah sebenarnya adalah seorang ibu yang baik hati dan lembut tetapi seiring berjalannya waktu usia putri pertamanya bertambah, dia menjadi sedikit berubah.
“Tahukah kamu apa yang orang-orang katakan tentangmu? Seorang wanita berusia 33 tahun, belum menikah, dan sekarang bisnismu bangkrut? Berapa lama kamu berencana untuk menderita seperti ini nak?”
“Ibuku sayang, aku nggak pernah memilih begini. Semua ini mungkin cobaan dan aku yakin akan berlalu. Tenang saja, aku hanya butuh lebih banyak waktu.”“Waktu nggak akan menyelesaikan ini,” ibunya berkata sedikit penuh penekanan, melangkah mendekat. “Kamu butuh seorang suami, Alisha Fairuzah. Seseorang yang dapat mendukungmu, menafkahimu.”
Rahang Alisha Fairuzah mengencang. Dia telah mendengar argumen ini ribuan kali sebelumnya. “Ibu, aku nggak butuh seorang laki-laki untuk menyelamatkanku. Aku bisa menyelesaikan ini sendiri.”Mata ibunya melembut, tetapi suaranya tetap tegas. “Kamu kuat, aku tahu itu. Tetapi kekuatan nggak akan membayar tagihan. Dan itu nggak akan mengubah kenyataan kamu sendirian. Ayahmu dan aku telah menemukan seseorang. Dia kaya, berasal dari keluarga yang baik, sukses, dan dia tertarik padamu. Namanya Shaka Yar Nigar.”
Hati Alisha Fairuzah mencelos. “Makasih bu tapi jawabanku tetap sama, enggak.”
Inayah tidak menoleransi argumen. “Dia muda—27 tahun—tetapi dia dewasa, dan dia memiliki reputasi yang baik. Keluarganya sangat dihormati. Ini adalah kesempatan terbaik yang pernah kamu miliki.”
“Bu, bahkan kalau aku menikah sama pria yang lebih baik dari Shaka Yar Nigar, belum tentu hidupku jadi lebih baik,” kata Alisha Fairuzah berharap penolakannya masih berlaku.Ibunya mengangkat tangan untuk menghentikannya. “Cukup, Alisha Fairuzah. Ayahmu dan aku sudah berbicara dengan keluarganya. Pernikahannya sebulan lagi. Dan…Yumna harus jadi dokter.”
Yumna adalah adiknya Alisha Fairuzah yang bercita-cita menjadi dokter. Karena Alisha Fairuzah sudah menjadi tulang punggung keluarga, jadi biaya kuliah Yumna dia yang menanggungnya.
Bulan itu berlalu begitu saja dengan persiapan yang terburu-buru dan tekanan yang tak henti-hentinya. Alisha Fairuzah juga tidak mengerti kenapa Shaka Yar Nigar tidak pernah menemuinya. Dia juga tidak ingin bertanya pada orang tuanya. Barangkali memang keinginan Shaka Yar Nigar bertemu setelah mereka sudah sah sebagai suami istri.
Orang tua kedua pengantin sangat gembira, kerabatnya bersorak kegirangan, dan bahkan tetangganya berbisik tentang betapa beruntungnya Alisha Fairuzah mendapatkan jodoh seperti Shaka Yar Nigar. Namun, Alisha Fairuzah tidak merasakan apa pun kecuali ketakutan.
Pada hari pernikahan, Alisha Fairuzah duduk di depan cermin, bayangannya hampir tidak dapat dikenali. Penata rias telah merias wajahnya dengan lapisan alas bedak dan perona pipi, gaun pengantinnya yang sederhana dihiasi dengan manik-manik.
“Putriku, akhirnya…akhirnya ibu bisa melihatmu menikah. Kamu sangat cantik,” kata Inayah berdiri di belakang putrinya dengan air mata di matanya. “Shaka Yar Nigar akan sangat bangga memiliki kamu sebagai istrinya.”
Alisha Fairuzah memaksakan senyum, jantungnya berdebar kencang di dadanya. Setiap kali merasa berada di titik rendah, dia berusaha untuk sabar dan ikhlas meskipun rasanya sulit. Namun tak dapat dipungkiri sebenarnya saat ini dia ingin berteriak, berlari, memberitahu semua orang bahwa ini bukanlah yang diinginkannya. Namun, dia tidak bisa lari lagi. Ia merasa seperti tenggelam.
Pernikahan diadakan di aula perjamuan mewah yang dipenuhi banyak tamu. Alisha Fairuzah segera mendengar suara Shaka Yar Nigar. Setelah sah, dia turun ke lantai pertama untuk menemui suaminya. Ketika melihatnya, dia berhenti berjalan.
Ekspresi Shaka Yar Nigar tak terbaca. Ia tampan, dengan raut wajah tegas dan tatapan tajam, tidak menatapnya sama sekali dan justru terlihat tidak tertarik. Ada kesombongan dalam dirinya yang membuat Alisha Fairuzah gelisah.
Shaka Yar Nigar tidak menyentuh, mengajaknya berbicara, atau sekedar menatapnya. Seolah-olah tidak menganggap kehadirannya disampingnya. Alisha Fairuzah teringat ibunya pernah bilang kalau Shaka Yar Nigar tertarik padanya. Tetapi benarkah itu?
Seiring berlalunya malam, Alisha Fairuzah merasa seperti penonton di pernikahannya sendiri. Para tamu mengobrol dan tertawa kecil, udara dipenuhi aroma mawar dan parfum mahal. Shaka Yar Nigar masih tak berbicara padanya, perhatiannya terpusat pada teman-teman dan rekan bisnisnya. Saat ia tersenyum pada suaminya itu, dia justru mendapatkan balasan tatapan dingin yang membuat bulu kuduknya merinding.
Lagi-lagi Alisha Fairuzah ingin menangis. Saat acara berakhir, dia harus pindah ke rumah suaminya. Padahal sejak dulu dia sudah memiliki rencana apabila suatu saat dia menikah, dia tetap ingin tinggal bersama kedua orang tuanya dan suaminya yang harus mengalah. Tetapi bahkan orang tuanya menyuruhnya untuk ikut suaminya.
Alisha Fairuzah berusaha untuk tidak meneteskan air matanya. Sebagai istri yang berbakti pada suaminya, dia bersedia ikut suaminya.
Mereka tiba di rumah baru. Rumah itu sangat besar, berlantai marmer, tetapi terasa kosong, tanpa kehangatan.
Beberapa pelayan berlarian membantu Alisha Fairuzah dan kedua mertuanya mengeluarkan barang-barang Alisha Fairuzah dari mobil.
“Mas Shaka, mohon bantuanya ya mas.”Shaka Yar Nigar malah mengabaikan istrinya dan masuk begitu saja ke dalam rumah. Dia menyerahkan kunci mobil pada pengawal pribadinya.Nida dan Emir, orang tuanya Shaka Yar Nigar saling pandang menyaksikan menantu mereka terdiam memandangi punggung putra tunggal mereka.
“Nak Alisha. Sekali lagi maafkan Shaka ya? Dia kan nggak pernah deket sama perempuan dan akhirnya dia menikah. Dia belum terbiasa denganmu. Kamu juga begitu kan? Kamu pastinya nggak pernah deket sama laki-laki manapun,” kata Nida. “Kalau sudah terbiasa denganmu, Shaka pastinya nggak seperti itu. Tolong bersabar ya Nak Alisha,” kata Emir. “Nggak apa-apa pak bu, Terima kasih banyak sudah bawakan barang-barangku. Biarkan aku membawanya sendiri ke dalam. Kalian istirahat saja,” kata Alisha Fairuzah.“Biar saya antarkan ke kamar nyonya,” kata Sena, salah satu pelayan di rumah Shaka.
Barang-barang yang dipegang Alisha dan mertuanya diambil alih oleh para pelayan.
“Terima kasih mbak dan jangan memanggil nyonya, panggil saja Alisha,” kata Alisha Fairuzah mengikuti Sena.
Alisha Fairuzah merasa ada yang aneh ketika Sena mengantarkannya ke sebuah kamar kosong yang tampak rapi dan bersih. Tidak ada Shaka. Tidak ada bau suaminya. Dia pikir suaminya belum masuk ke kamar. Tetapi dia segera curiga suaminya tidak mau satu kamar dengannya.
Mobil siapa itu? Aido Eishiro bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Mungkin mobil milik pelanggan. Tidak jarang ada mobil disana. "Pujaan hatimu tadi datang bersama pria lain," celetuk salah satu anggota keluarganya. "Huh?" Aido Eishiro menjadi gelisah. Dia berusaha mengenyahkan pikiran Alisha Fairuzah bersama pria lain. Tak lama kemudin, dia mendapatkan pesan dari Alisha Fairuzah yang menyuruh dia datang ke toko pakaian. Aido Eishiro ingin bertanya alasannya tetapi dia khawatir membuat Alisha Fairuzah merasa tidak nyaman karena terkesan memaksa dia untuk datang ke toko pakaiannya. Alhasil dia mengurungkan niatnya. Dia pun berpamitan pada keluarganya karena ingin mengunjungi toko pakaian Alisha Fairuzah lebih dulu. "Kamu yakin?" "Aido, sebaiknya jangan kesana karena dia tampaknya sedang bersama prianya." "Justru dia sendiri yang memintaku kesana." "Apa?" "Apa alasan dia ya?" "Aku juga nggak tahu. Aku ingin kesana dulu." Aido Eishiro pun mengunjungi tok
"Mas Shaka," panggil Alisha Fairuzah lirih dan pelan. "Hm?" Meskipun singkat, padat, dan jelas, tetapi nada bicaranya pelan dan lembut. Alisha Fairuzah merasa nyaman. Mengingat bagaimana suaminya pada Mutiara, dia merasa tidak nyaman, sekarang dia menyadari kalau mungkin saja perasaan itu adalah perasaan cemburu. "Bagaimana hubunganmu dengan Mutiara?" Alisha Fairuzah memberanikan diri bertanya. Dia menatap ke jalanan depan. Shaka Yar Nigar tidak langsung menjawab. Dia diam dulu sejenak. "Semalam setelah kita melakukannya, aku menghubunginya untuk memutuskan hubungan kami. Kamu mengerti bukan? Bagaimanapun dia adalah saudara sepupuku jadi aku nggak bisa bersikap kurang ajar padanya," kata Shaka Yar Nigar. "AKu juga nggak memintamu untuk bersikap kurang ajar padanya mas. Cukup akhiri hubungan kalian," kata Alisha Fairuzah. "Ya. Kamu tenang saja, nggak usah mengkhawatirkan hal itu," kata Shaka Yar Nigar. Kelembutan Shaka Yar Nigar tampak sedikit kaku. Atau mungki
Ini pertama kalinya mereka seranjang. Alisha Fairuzah tidak menyuruh Shaka Yar Nigar untuk tidur di luar karena kalau ketahuan ibunya, bia membuat masalah. Dan dia ingin menghindari masalah yang berkaitan dengan Shaka Yar Nigar. Shaka yar Nigar juga tidak semena-mena, seperti menyuruhnya untuk tidur di luar, di karpet, ataupun di kursi. Pria itu tidur di ranjangnya setelah melepas kemejanya. Tersisa kaos dalamnya. Alisha Fairuzah pikir, Shaka Yar Nigar suka tidur dengan tidak mengenakan pakaian luarnya. Tidak seperti dirinya yang meskipun tidur, masih mengenakan gamis dan kerudungnya meski terkadang dia melepaskan kerudungnya kalau itu membuatnya lebih nyaman. Namun karena sekarang dia tidur bersama Shaka yar Nigar, dia tetap mengenakan kerudungnya. Meskipun Shaka yar Nigar adalah suaminya, tetap saja dia merasa enggan lantaran perselisihan mereka. Saat mereka mulai terlelap, Alisha Fairuzah tiba-tiba merasakan tangan hangat melingkari perutnya. Dia masih belum begitu ny
Shaka Yar Nigar benar-benar datang ke rumahnya Alisha Faiuzah. Orang tua Alisha Fairuzah sudah pulang dari kondangan. Mereka sangat senang melihat kedatangan menantu kesayangan mereka. "Senyuman palsunya sungguh mengerikan," ujar Yumna melihat dari jendela. Alisha Fairuzah menghela nafas panjang. Dia memijat pelipisnya. Dia tidak merasa pening tetapi mengetahui kehadiran Shaka Yar Nigar, entah bagaiimana, dia merasa kepalanya berat seperti ditusuk-tusuk. Sudah tidak ada rahasia lagi antara Alisha Fairuzah dan adiknya mengenai sikap asli Shaka Yar Nigar. Lagi pula, Yumna adalah gadis yang sulit untuk dibohongi dan cukup peka terhadap kakaknya. Karena Alisha Fairuzah tidak pintar dalam mengelola raut wajahnya. Kalau ada masalah, ketara sekali. Itu sebabnya ketika dia mencoba berbohong di hadapan mertuanya, selalu tidak berhasil. Shaka Yar Nigar diajak masuk oleh orang tua Alisha Fairuzah. Begitu masuk, pandangannya langsung mencari seseorang. Alisha Fairuzah yang begit
"Alisha!" teriak Aido Eishiro seraya berlari menghampiri ALisha Fairuzah. Kedua mata Alisha Fairuzah bengkak. Ketara sekali kalau dia habis menangis cukup lama. Aido Eishiro sampai tercengang. Setahu dia, ALisha Fairuzah itu bukan wannita yang gampang menangis. Kecuali kalau dia benar-benar sakit hati. Namun, kenapa dia bisa sampai sakit hati? "Kamu kenapa?" tanya Aido Eishiro. Aido Eishiro tahu Alisha Fairuzah tidak akan menjawab pertanyaannya. Wanita cuma menggelengkan kepalanya berkali-kali. "Alisha, akhir-akhir ini kamu nggak kelihatan ya? Para karyawan tokomu mencari kamu tahu. Aku juga nggak tahu rumahmu diumana," kata Aido Eishiro. "Aku nggak bisa menghubungimu juga." Alisha Fairuzah meneteskan air matanya yang langsung membuat Aido Eishiro membeku. "Kamu menangis?" kaget Aido Eishiro seraya langsung memberikan sapu tangan padanya. Alisha fairuzah mendorong sapu tangan Aido Eishiro. "Aku cuma kelilipan. AKu nggak apa-apa." "Nggak mungkin nggak apa-apa. Mata
"Apa yang sudah terjadi?" tanya Nida pada Sena. Sena dan dua temannya telah diancam lagi oleh tuan muda mereka untuk tidak berbicara apapun pada ibunya tetapi mereka terdiam dan ragu-ragu untuk mengatakannya. Mereka terdiam saja Nida sudah curiga. Shaka Yar Nigar memantau dari jauh. Shaka Yar NIgar masuk ke dalam kamar Alisha Fairuzah. Alisha Fairuzah yang sangat marah pada Shaka Yar Nigar, mencoba menahan tangisannya lagi. Dia akan melewati ibu mertuanya jadi dia tidak bisa menunjukkan kesedihannya. Alisha Fairuzah sudah tidak kaget menyadari kehadiran Shaka yAr Nigar karena pria itu memang selalu mengganggunya. Dia mulai muak. Dia cepat-cepat bersiap-siap. "Aku akan mengantarmu," kata Shaka Yar Nigar datar seraya bersandar ke pintu. "Nggak perlu. Aku bisa sendiri," kata ALisha Fairuzah. "Lagi pula kau pergi menggunakan salah satu mobilku kan?" tanya Shaka Yar Nigar. "Aku bisa saja menyuruh supir untuk membuangmu di tengah jalan." "Lakukan saja! Ancamanmu sudah ng
Alisha Fairuzah bberusaha keras ke permukaan tetapi rasanya, usahanya sia-sia. Tidak membuahkan hasil sama sekali. Shaka Yar Nigar berdiri di tepi, memandang ke arah Alisha Fairuzah tenggelam. Dia menyeringai tipis. Dia langsung mengerti kalau istrinya tidak bisa berenang dan tampak takut dengan kedalaman. Para pelayan yang sempat mendengar teriakan Alisha Fairuzah langsung ke area kolam renang dan terkejut melihat bos mereka berdiri dengan tenang di tepi. "Tuan muda, tadi sepertinya ada teriakan Mbak Alisha," kata Sena. "Kenapa?" tanya Shaka Yar Nigar. "Dia tenggelam. Mau menyelamatkannya?" Ketiga pelayan itu tercengang. Sena langsung mengambil insiatif berlutut di depan Shaka yar Nigar. "Tuan muda, tolong selamatkan Mbak Alisha. Tolong tuan muda." Sementara dua pelayan lainnya memperhatikan ke kolam renang, mencari keberadaan Alisha Fairuzah. "Kenapa nggak kau selamatkan sendiri? Nggak bisa berenang bukan alasan untuk nggak bisa menyalamtkan seseorang yang t
Shaka berdiri dan menghampiri Alisha Fairuzah. Alisha Fairuzah tidak mengulangi perkataannya sesuai yang diperintahkan suaminya itu karena merasakan Shaka Yar Nigar begitu marah. "Apa menurutmu aku memiliki alasan untuk takut sama orang yang bahkan aku nggak tahu sama sekali? Ya. Setelah mendengarnya darimu, aku tahu kalau dia kekasihmu. Terus kenapa? Takut padanya?" ketus Shaka Yar Nigar lirih dan penuh penekanan. "Tarik balik kata-katamu atau minta maaf padaku sekarang juga karena sudah berbicara lancang!" tukas Shaka Yar Nigar. Lancang? harus minta maaf? Alisha Fairuzah sama sekali tidak mengerti. Ternyata salah satu sifat suaminya adalah kemungkinan besar dia orang yang tidak ingin tersaingi oleh orang lain. Dia menganggap Aido sebagai kekasihnya sehingga dia merasa direndahhkan "Aku nggak bermaksud apapun," kata Alisha Fairuzah seraya menundukkan kepalanya karena tidak mau lama-lama menatap wajah Shaka Yar Nigar. "Aku bilang minta maaf!" tegas Shaka Yar Nigar. "Hanya m
Siapa disini sebenarnya yang gila? Mulut Shaka Yar Nigar begitu enteng. Apakah dia begitu kepada semua orang? Tampaknya memang, sulit untuk mengubah sifat dan perilakunya. Barangkali butuh waktu puluhan tahun. Sayangnya, Alisha Fairuzah tidak sesabar itu. Dia mungkin bisa tetapi dia tidak bisa karena dirinya masih memiliki keluarga yang harus diperjuangkan. Bagaimana dengan Mutiara? Karena Mutiara dicintai Shaka, seharusnya Shaka rela berubah demi perempuan itu. mUngkin dia bersikap ramah dan sopan hanya pada orang lain kecuali dirinya. Memikirkan ini, Alisha Fairuzah merasa kalau dia cuma benalu di hidup Shaka Yar Nigar. "Kalau begitu jangan menahanku untuk pergi," kata Alisha Fairuzah. Alisha Fairuzah akhirnya merebut kembali tasnya tetapi Shaka Yar Nigar langsung menyembunyikan tasnya dibelakang pria itu. "Oke. Aku akan menerima keputusnamu tetapi jangan menempatkanku di situasi yang sulit di depan ibuku. Kau mengerti?" "Aku merasa nggak pernah enempatkanmu di si
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen