Aido Eishiro terlahir di sebuah keluarga yang kaya raya di Jepang. Saat dia masih remaja, dia sempat menjadi model dan cukup terkenal. Dia seringkali berpenampilan sederhana tetapi pakaian dan barang-barangnya memiliki harga yang fantastis dan bermerk. Meskipun dia sekarang membantu keluarganya yang di negara ini, tetapi tampaknya penghasilannya tidak berkurang.
Alisha Fairuzah sempat mendengar bahwa keluarganya itu memiliki beberapa properti yang disewakan, ada juga yang dijual dan Aido Eishiro membantu mereka menjualnya. Selain itu, dia juga fokus menjual produk-produk pertanian. Dia juga baru saja kembali dari luar kota karena urusan pekerjaan.
“Kamu kenapa nggak balas pesanku? Apa bukan kamu yang membacanya?”
“Itu aku kok.”
Jawaban yang singkat, padat, dan jelas. Tiga kata itu bagi Aido Eishiro sudah cukup menggambarkan Alisha Fairuzah. Menurutnya Alisha Fairuzah juga seolah tak kenal lelah, seolah tak kenal menyerah, dan seolah-olah tidak memiliki emosi. Bagaimana bisa perempuan seperti itu mampu membuatnya rela bertahan di negara ini selama bertahun-tahun.
Hanya sebatas teman. Bertahun-tahun tidak ada kata teman dekat apalagi sahabat dan yang lebih mustahil lagi adalah pacar.
Aido Eishiro sangat yakin dirinya tidak akan pernah melupakan wanita itu seumur hidupnya. Alisha Fairuzah telah memberikan banyak pelajaran padanya. Seperti saat itu, tidak ada hubungannya sama sekali dengannya, beberapa anak kecil lewat di depan toko yang tampaknya baru pulang dari sekolah, pada saat yang sama, Alisha Fairuzah keluar dari toko entah akan kemana tetapi begitu melihat anak-anak itu, dia memanggil mereka untuk berhenti dan menunggu lalu dia masuk ke dalam toko lagi kemudian segera keluar seraya membawa pakaian-pakaian baru. Dia memberikannya pada anak-anak itu secara gratis. Wajah-wajah mereka yang tadinya murung seketika langsung berubah menjadi ceria dan bersemangat.
Kejadian itu tampak seperti sebuah film inspiratif di mata Aido Eishiro sampai pria itu tersentuh. Dia tiba-tiba teringat kalimat yang pernah diucapkan oleh Alisha Fairuzah. Namanya juga hidup, terkadang melihat orang lain tersenyum karena kita dapat menghapus rasa sedih kita pada saat itu.
Aido Eishiro mengangguk-angguk. “Aku pikir kamu marah padaku karena aku selalu meminta rekomendasi."
"Nggak mungkin. Justru aku bersyukur kamu mau belajar dan aku juga berbagi rekomendasi buku."
“Ngomong-ngomong, aku mendengar dari keluargaku kalau toko pakaianmu sudah agak lama tutup. Aku benar-benar kaget dan takut kalau nggak bisa ketemu sama kamu lagi. Makanya aku menghubungimu dan bingung karena kamu nggak balas pesanku. Makanya sejak tadi aku menunggumu di depan rumah, berharap melihatmu dan akhirnya melihatmu. Kalau nggak, aku mungkin akan mencari tahu mengenai rumahmu."
Aido Eishiro tersenyum lembut.
Alisha Fairuzah tidak selalu menatap Aido Eishiro. Sesekali dia memperhatikan kendaraan yang lewat. Orang-orang yang berlalu lalang serta toko-toko lain yang buka.
"Syukurlah Aido kamu sehat."
"Iya. Kamu juga sehat kan?"
"Alhamdulillah sehat."
"Jadi, Alisha, terjadi sesuatu kan? Maaf, dengan toko pakaianmu? Maaf bukannya aku mau ikut campur tetapi tolong gunakan aku sebagai temanmu!"
Alisha Fairuzah diam sejenak.
"...Terima kasih banyak. Pertama-tama, aku mau memberitahu kalau aku sudah menikah."
“Apa?”
Aido Eishiro membeku seperti es batu. Dia merasakan di dalam dadanya seperti ada gemuruh. Terkejut, tentu saja. Malahan tangannya sampai bergetar meskipun tampak terlihat biasa saja. Dia pikir dia salah dengar. Dia pikir dia dan Alisha Fairuzah sudah cukup dekat. Apabila wanita itu menikah, dia yakin dirinya diundang. Mungkin disini ada kesalahpahaman. Mungkin saja dia salah dengar.
Sayangnya Alisha Fairuzah tidak memberikan jeda dalam memberikan jawaban.
“Aku sudah memiliki suami, Aido. Aku minta maaf karena nggak mengundangmu ke pernikahanku karena acaranya nggak besar jadi nggak begitu ramai. Ada banyak teman-temanku yang nggak aku undang.”
Nafas Aido Esihiro tercekat.
Aido Eishiro pernah menyukai seseorang saat dia tinggal di Jepang. Cintanya sempat terbalas tetapi pada akhirnya kandas juga. Seseorang yang pertama kali ia sukai dan mungkin menjadi yang terakhir ia sukai di negara ini adalah Alisha Fairuzah. Sayangnya, kali ini benar-benar tidak ada harapan.
Alisha Fairuzah sudah menjadi milik orang lain.
“Be…begitu ya? Aku benar-benar sangat terkejut mendengarnya. Kupikir kamu nggak dekat sama pria manapun terus tiba-tiba menikah tentu saja itu membuatku terkejut.”
“Aku dijodohkan.”
Aido Eishiro terkejut lagi. Tetapi entah kenapa ada perasaan lega. Meskipun sangat sedikit. Karena bagaimanapun, Alisha Fairuzah sudah memiliki suami.
“Kamu menerimanya begitu saja? Itu keputusan orang tuamu kan? Bukan keputusanmu sendiri? Bahkan jika itu keputusan orang tuamu, sepertinya kamu akan tetap menerimanya karena aku sudah paham bagaimana dirimu.”
Alisha Fairuzah mengangguk. “Kamu benar, Aido. Aku nggak mungkin pacaran."
Aido Eishiro mengangguk-angguk. Dia memegang belakang kepalanya menggunakan tangan kanannya. “Aku nggak pernah menyangka bahwa mendapatkanmu bisa segampang itu. Aku nggak tahu apapun soal suamimu. Entah dia orang yang aku kenal atau bukan. Tapi dia orang yang baik kan?”
Pertanyaan terakhir Aido Eishiro membuat Alisha Fairuzah menatap pria itu. Alisha Fairuzah diam sejenak kemudian tersenyum canggung lalu mengangguk. Tentu saja dia tidak mungkin mengatakan kalau suaminya bukan pria yang baik.
“Aku akan memperkenalkannya padamu kapan-kapan.”
Aido Eishiro menganggukkan kepalanya. Tetapi jawabannya berbeda, “Entah aku bisa apa enggak.”
Rasanya lemas, tidak berdaya, dan kebingungan. Ingin menangis tetapi bahkan untuk sekedar menangis saja tidak biasa. Seolah-olah air mata sudah dihabiskan menangis di dada.
"Lanjutkan ceritanya, sensei!"
"Mengenai toko pakaianku, memang ada sedikit masalah tetapi aku nggak bisa menceritakannya. Intinya tokoku sekarang bangkrut. Kalau boleh, aku mau meminjam uang padamu."
Aido Eishiro tersenyum tulus. "Hari ini, bagaimana aku bilangnya ya? Antara sedih tetapi juga sangat bahagia karena aku selalu menanti-nanti kamu meminta bantuanku."
"Aido, kok kamu bilang begitu?" tanya Alisha Fairuzah kebingungan.
"Maaf Alisha. Bukan bermaksud apa-apa tetapi jujur saja, aku memang menunggu kamu meminta bantuanku soalnya kamu nyaris nggak pernah minta bantuanku dan aku merasa nggak enak sendiri karena aku selalu meminta bantuanmu."
"Sudahlah jangan bicara begitu! Apakah aku boleh meminjam?"
"Ya ampun sensei. Tentu saja boleh! Mana nomor rekeningmu?!"
"Berhenti memanggilku sensei! Aku nggak akan pernah jadi gurumu!" kata Alisha Fairuzah seraya memberikan nomor rekeningnya.
Aido Eishiro tersenyum tipis dengan jawaban Alisha Fairuzah.
"50 juta saja."
Sebuah notifikasi muncul di ponsel Alisha Fairuzah. Wanita itu terbelalak tidak percaya. "Maksudnya apa ini Aido? Aku bilang 50 juta bukan 500 juta."
"Nggak usah dibayar. Anggap saja sebagai kado pernikahan."
"Jangan bercanda!"
Aido Eishiro menatap ke belakang lalu memberikan senyum tulusnya lagi pada Alisha Fairuzah. "Sudah lama nggak melihatmu marah. Kalau begitu aku pamit dulu ya Alisha! Jangan lupa kasih rekomendasi bukunya. Tapi sepertinya kamu nggak bisa melakukannya lagi karena kamu sudah memiliki suami ya? Kalau begitu, selamat atas pernikahanmu semoga kamu bahagia selalu."
Alisha Fairuzah seperti merasakan suara Aido Eishiro sedikit bergetar.
Shaka Yar Nigar memiliki cerita yang panjang dengan Mutiara. Mutiara bisa dibilang bukan dari keluarga Rainhold. Dia adalah anak dari Nathan, duda yang menikah dengan bibinya Shaka Yar Nigar, Iris. Meskipun begitu, Nathan dan putrinya diterima dengan baik oleh keluarga Rainhold. Nathan juga sangat kaya. Pertemuan pertama Mutiara dengan Shaka Yar Nigar adalah ketika Shaka Yar Nigar berusia 22 tahun. Mutiara yang lebih muda dua tahun dari Shaka Yar Nigar langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Berbeda dengan Shaka Yar Nigar yang bersikap tidak mempedulikannya, bahkan saking dinginnya, dia seolah-olah menganggap Mutiara tidak ada. Mutiara mendekati Shaka Yar Nigar perlahan-lahan. Seiring berjalannya waktu, bertahun-tahun, akhirnya Shaka Yar Nigar membuka hatinya dan mereka menjalin hubungan secara diam-diam. Tentunya mereka tidak mau hubungan mereka ketahuan oleh keluarga mereka. “Kamu harus secepatnya menceraikan wanita itu!” Kini mereka berada di sebuah penthouse mewah seharga
Masalah hutang, biaya hidup, cicilan, dan masih banyak lagi milik keluarga Arman sudah dibicarakan dengan Shaka Yar Nigar oleh ibu pria itu. Namun Shaka Yar Nigar dengan dingin menolak mentah-mentah untuk membantu."Kamu mau mengingkari janjimu?" tanya Nida dengan nada tajam. "Jangan konyol, bu. Kapan aku pernah berjanji untuk hal-hal semacam itu? Ibu kan uangnya banyak kenapa nggak dipakai saja buat kesepakatan itu? Lagi pula, aku nggak pernah menginginkan wanita itu!" sengit Shaka Yar Nigar. "Shaka!" bentak Nida. "Aku nggak pernah mau dengar soal perceraian."Shaka Yar Nigar menghela nafas panjang. "Aku telah melakukan semua yang Ibu minta dariku selama bertahun-tahun. Setiap keputusan, setiap langkah yang kuambil—selalu demi keluarga, selalu demi Ibu. Tapi kali ini..." Dia berhenti sejenak, suaranya bergetar sejenak. "Aku nggak bisa menjalani hidupku terikat pada seseorang yang nggak kucintai. Kalau ibu menyuruhku buat menjalani pernikahan inj tanpa membawa perasaan, tentu saja s
"Bu, Mas Shaka dimana ya?" tanya Alisha Fairuzah seraya celingukan mencari suaminya dengan kedua matanya.Ekspresi Nida menjadi lebih dingin daripada biasanya tetapi Alisha Fairuzah tidak menyadari itu. "Ke taman paling. Dia suka nongkrong disana sambil baca buku," kata Nida. Alisha Fairuzah ingin menyusul suaminya tetapi dia khawatir tindakannya itu akan dianggap tidak sopan oleh ibu mertuanya. Kesempatan untuk menyusul suaminya tampaknya tertunda karena orang-orang yang belum pernah ia lihat seblumnya berjalan menghampirinya dengan langkah tegas. "Apakah dia istrinya Shaka Yar Nigar?""Lumayan cantik.""Terlihat cukup dewasa."Alisha Fairuzah tersenyum canggung, berusaha untuk menunjukkan sikap seramah mungkin. Dia langsung mencoba bersalaman dengan orang-orang itu tanpa disuruh dulu oleh ibu mertuanya. "Kelihatannya seperti yang dikatakan Nida kalau kamu wanita yang baik."Alisha Fairuzah masih saja tersenyum tipis. "Mutiara, akhirnya kamu memiliki teman baru di keluarga ini.
Shaka Yar Nigar mendorong Alisha Fairuzah ke kasur dengan cukup kasar. Alisha Fairuzah meringis kesakitan. "Hanya dalam khayalanmu aku menyentuhmu! Kau itu benar-benar tuli ya? Apa yang kukatakan padamu tempo lalu? Bahkan saat kita berada di rumahku ibuku sempat bilang. Tetapi kau bahkan seolah-olah nggak mendengarnya.""Sejujurnya, aku bahkan nggak pernah membayangkan akan bersentuhan sama kamu mas," bisik Alisha Fairuzah. "Aku paham kok semua yang kamu bilang termasuk soal perceraian. Jadi apa masalahnya mas? Dimana letak kesalahanku?"Shaka Yar Nigar meraih vas kristal kemudian membantingnya ke lantai. Alisha Fairuzah langsung menjaga jarak dengan suaminya itu dengan raut wajah ketakutan. "Dasar wanita bermuka dua! Kau pasti sengaja menarik perhatian keluargaku demi keuntunganmu sendiri kan?""Mas Shaka tolong dengarkan aku dulu. Jangan mengamuk! Aku takut mas. Begini, aku meminta bantuan salah satu temanku cowok buat bantu toko pakaianku yang lagi bangkrut sampai akhirnya bisa b
Tidak sulit mengingat semua makanan kesukaan Shaka Yar Nigar. Alisha Fairuzah merasa senang karena akhirnya mendapatkan kesempatan melayani suaminya secara langsung. Jika di depan orang tuanya, suaminya pastinya tidak akan bisa menolak perhatian yang dia berikan kan? "Semua itu adalah makanan kesukaan Shaka, kamu tahu Alisha?" tanya Nida dengan senyuman ramah di wajahnya. "Ya. Aku langsung tanya ke Mbak Sena soal makanan-makanan kesukaan Mas Shaka begitu sampai di rumah." "Shaka, kamu dengar kan? Beruntung kamu mendapatkan seorang istri yang perhatian seperti Alisha Fairuzah! Kamu harus bersyukur," kata Emir. "Hal wajar dan biasa seorang istri perhatian pada suaminya. Malah aneh kalau nggak perhatian. Kenapa sesuatu yang wajar seperti itu malah terkesan perlu dibanggakan?" tanya Shaka Yar Nigar tanpa menatap ke orang tuanya. Dia fokus pada makanannya. "Seperti yang diharapkan dari Shaka Yar Nigar. Aku setuju sama kamu Shaka," kata Mutiara ramah. "Kamu sendiri bagaimana? Suda
Alisha Fairuzah menggelengkan kepalanya cepat. Dia berusaha terlihat biasa saja supaya bisa meyakinkan ibu mertuanya kalau dia tidak berbohong tetapi gugupnya sulit disembunyikan. "Ini sama sekali nggak ada hubungannya sama Mas Shaka bu," ucap Alisha Fairuzah lembut. Nida menyuruh pelayan memanggilkan putranya. Seperti biasa, Alisha Fairuzah terbangun di malam hari untuk sholat tahajud. Dia tidak sengaja membangunkan suaminya. Akibatanya suaminya marah besar dan membanting banyak barang di kamar. Dia didorong dan terluka lagi. Alisha Fairuzah mulai trauma dengan suaminya. Tangannya gemetaran tetapi ibu mertuanya tidak menyadari itu. "Bu, sebenarnya aku harus pergi sekarang ke toko," bisik Alisha Fairuzah. "Begitu. Ibu tahu Shaka kejam padamu jadi aku nggak bisa membiarkan dia mengantarmu. Alih-alih sampai di toko dengan selamat, dia bisa saja membuangmu di tengah jalan. Ibu tahu ini berat untukmu Alisha. Kamu pasti belum pernah menghadapi orang seperti Shaka kan? Maafkan ka
"Mbak Alisha, mbak Alisha baik-baik saja kan?" tanya Sena seraya membawakan teh hangat dan beberapa camilan untuk Alisha Fairuzah yang sedang duduk di taman. Di tangan kanan Alisha Fairuzah terdapat tasbih digital. "Maaf mengganggu mbak. Saya bikinin mbak teh hangat dan camilan. Semoga bisa membantu suasana hati mbak menjadi lebih baik," kata Sena. "Terima kasih banyak mbak," kata Alisha Fairuzah. Semenjak kejadian itu, Alisha Fairuzah menjadi jarang tersenyum dan lebih pendiam dari biasanya. Sena dan teman-temannya jadi membenci Shaka Yar Nigar. Perhatian Alisha Fairuza dan Sena beralih ke halaman saat sebuah mobil mewah masuk. Alisha Fairuzah enggan menatap mobil itu lama-lama karena suasana hatinya mulai memburuk mengingat suaminya. Setelah mobil itu berhenti, orang yang di dalam keluar. Bukan cuma Shaka Yar Nigar tetapi dia membawa seseorang. Itu Mutiara. Alisha Fairuzah cuma melirik sekilas sementara Sena terlihat khawatir. "Mbak Alisha, sebaiknya kita masuk ke
Mutiara enggan untuk pergi karena tidak rela dengan kedekatan kekasihnya dan istrinya. Namun dia juga tidak bisa seperti Alisha Fairuzah, yang selalu membuat marah Shaka Yar Nigar. Terpaksa dia pergi setelah memberikan tatapan tajam pada Alisha Fairuzah. Setelah Mutiara pergi, Alisha Fairuzah mengajak Shaka Yar Nigar untuk bicara di tempat tertutup karena tidak mau obrolan mereka didengar oleh para pelayan, sekertaris, dan pengawal. "Mereka juga nggak akan berani bilang ke siapapun," kata Shaka Yar Nigar. "Obrolan kita nggak sepenting itu sampai harus dibicarakan secara rahasia."Alisha Fairuzah adalah tipe perempuan yang tidak ingin memperpanjang masalah. Tokonya bangkrut gara-gara salah satu karyawan mencuri banyak uang hasil penjualan untuk membayar hutang. Sejujurnya, dia kesal, tetapi dia mencoba mengikhlaskan dan tidak ingin memperpanjang masalah dengan mantan karyawannya itu. Saat suaminya waktu itu merampas ponsel dan uangnya tanpa sisa, Alisha Fairuzah tidak berniat menga
Mobil siapa itu? Aido Eishiro bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Mungkin mobil milik pelanggan. Tidak jarang ada mobil disana. "Pujaan hatimu tadi datang bersama pria lain," celetuk salah satu anggota keluarganya. "Huh?" Aido Eishiro menjadi gelisah. Dia berusaha mengenyahkan pikiran Alisha Fairuzah bersama pria lain. Tak lama kemudin, dia mendapatkan pesan dari Alisha Fairuzah yang menyuruh dia datang ke toko pakaian. Aido Eishiro ingin bertanya alasannya tetapi dia khawatir membuat Alisha Fairuzah merasa tidak nyaman karena terkesan memaksa dia untuk datang ke toko pakaiannya. Alhasil dia mengurungkan niatnya. Dia pun berpamitan pada keluarganya karena ingin mengunjungi toko pakaian Alisha Fairuzah lebih dulu. "Kamu yakin?" "Aido, sebaiknya jangan kesana karena dia tampaknya sedang bersama prianya." "Justru dia sendiri yang memintaku kesana." "Apa?" "Apa alasan dia ya?" "Aku juga nggak tahu. Aku ingin kesana dulu." Aido Eishiro pun mengunjungi tok
"Mas Shaka," panggil Alisha Fairuzah lirih dan pelan. "Hm?" Meskipun singkat, padat, dan jelas, tetapi nada bicaranya pelan dan lembut. Alisha Fairuzah merasa nyaman. Mengingat bagaimana suaminya pada Mutiara, dia merasa tidak nyaman, sekarang dia menyadari kalau mungkin saja perasaan itu adalah perasaan cemburu. "Bagaimana hubunganmu dengan Mutiara?" Alisha Fairuzah memberanikan diri bertanya. Dia menatap ke jalanan depan. Shaka Yar Nigar tidak langsung menjawab. Dia diam dulu sejenak. "Semalam setelah kita melakukannya, aku menghubunginya untuk memutuskan hubungan kami. Kamu mengerti bukan? Bagaimanapun dia adalah saudara sepupuku jadi aku nggak bisa bersikap kurang ajar padanya," kata Shaka Yar Nigar. "AKu juga nggak memintamu untuk bersikap kurang ajar padanya mas. Cukup akhiri hubungan kalian," kata Alisha Fairuzah. "Ya. Kamu tenang saja, nggak usah mengkhawatirkan hal itu," kata Shaka Yar Nigar. Kelembutan Shaka Yar Nigar tampak sedikit kaku. Atau mungki
Ini pertama kalinya mereka seranjang. Alisha Fairuzah tidak menyuruh Shaka Yar Nigar untuk tidur di luar karena kalau ketahuan ibunya, bia membuat masalah. Dan dia ingin menghindari masalah yang berkaitan dengan Shaka Yar Nigar. Shaka yar Nigar juga tidak semena-mena, seperti menyuruhnya untuk tidur di luar, di karpet, ataupun di kursi. Pria itu tidur di ranjangnya setelah melepas kemejanya. Tersisa kaos dalamnya. Alisha Fairuzah pikir, Shaka Yar Nigar suka tidur dengan tidak mengenakan pakaian luarnya. Tidak seperti dirinya yang meskipun tidur, masih mengenakan gamis dan kerudungnya meski terkadang dia melepaskan kerudungnya kalau itu membuatnya lebih nyaman. Namun karena sekarang dia tidur bersama Shaka yar Nigar, dia tetap mengenakan kerudungnya. Meskipun Shaka yar Nigar adalah suaminya, tetap saja dia merasa enggan lantaran perselisihan mereka. Saat mereka mulai terlelap, Alisha Fairuzah tiba-tiba merasakan tangan hangat melingkari perutnya. Dia masih belum begitu ny
Shaka Yar Nigar benar-benar datang ke rumahnya Alisha Faiuzah. Orang tua Alisha Fairuzah sudah pulang dari kondangan. Mereka sangat senang melihat kedatangan menantu kesayangan mereka. "Senyuman palsunya sungguh mengerikan," ujar Yumna melihat dari jendela. Alisha Fairuzah menghela nafas panjang. Dia memijat pelipisnya. Dia tidak merasa pening tetapi mengetahui kehadiran Shaka Yar Nigar, entah bagaiimana, dia merasa kepalanya berat seperti ditusuk-tusuk. Sudah tidak ada rahasia lagi antara Alisha Fairuzah dan adiknya mengenai sikap asli Shaka Yar Nigar. Lagi pula, Yumna adalah gadis yang sulit untuk dibohongi dan cukup peka terhadap kakaknya. Karena Alisha Fairuzah tidak pintar dalam mengelola raut wajahnya. Kalau ada masalah, ketara sekali. Itu sebabnya ketika dia mencoba berbohong di hadapan mertuanya, selalu tidak berhasil. Shaka Yar Nigar diajak masuk oleh orang tua Alisha Fairuzah. Begitu masuk, pandangannya langsung mencari seseorang. Alisha Fairuzah yang begit
"Alisha!" teriak Aido Eishiro seraya berlari menghampiri ALisha Fairuzah. Kedua mata Alisha Fairuzah bengkak. Ketara sekali kalau dia habis menangis cukup lama. Aido Eishiro sampai tercengang. Setahu dia, ALisha Fairuzah itu bukan wannita yang gampang menangis. Kecuali kalau dia benar-benar sakit hati. Namun, kenapa dia bisa sampai sakit hati? "Kamu kenapa?" tanya Aido Eishiro. Aido Eishiro tahu Alisha Fairuzah tidak akan menjawab pertanyaannya. Wanita cuma menggelengkan kepalanya berkali-kali. "Alisha, akhir-akhir ini kamu nggak kelihatan ya? Para karyawan tokomu mencari kamu tahu. Aku juga nggak tahu rumahmu diumana," kata Aido Eishiro. "Aku nggak bisa menghubungimu juga." Alisha Fairuzah meneteskan air matanya yang langsung membuat Aido Eishiro membeku. "Kamu menangis?" kaget Aido Eishiro seraya langsung memberikan sapu tangan padanya. Alisha fairuzah mendorong sapu tangan Aido Eishiro. "Aku cuma kelilipan. AKu nggak apa-apa." "Nggak mungkin nggak apa-apa. Mata
"Apa yang sudah terjadi?" tanya Nida pada Sena. Sena dan dua temannya telah diancam lagi oleh tuan muda mereka untuk tidak berbicara apapun pada ibunya tetapi mereka terdiam dan ragu-ragu untuk mengatakannya. Mereka terdiam saja Nida sudah curiga. Shaka Yar Nigar memantau dari jauh. Shaka Yar NIgar masuk ke dalam kamar Alisha Fairuzah. Alisha Fairuzah yang sangat marah pada Shaka Yar Nigar, mencoba menahan tangisannya lagi. Dia akan melewati ibu mertuanya jadi dia tidak bisa menunjukkan kesedihannya. Alisha Fairuzah sudah tidak kaget menyadari kehadiran Shaka yAr Nigar karena pria itu memang selalu mengganggunya. Dia mulai muak. Dia cepat-cepat bersiap-siap. "Aku akan mengantarmu," kata Shaka Yar Nigar datar seraya bersandar ke pintu. "Nggak perlu. Aku bisa sendiri," kata ALisha Fairuzah. "Lagi pula kau pergi menggunakan salah satu mobilku kan?" tanya Shaka Yar Nigar. "Aku bisa saja menyuruh supir untuk membuangmu di tengah jalan." "Lakukan saja! Ancamanmu sudah ng
Alisha Fairuzah bberusaha keras ke permukaan tetapi rasanya, usahanya sia-sia. Tidak membuahkan hasil sama sekali. Shaka Yar Nigar berdiri di tepi, memandang ke arah Alisha Fairuzah tenggelam. Dia menyeringai tipis. Dia langsung mengerti kalau istrinya tidak bisa berenang dan tampak takut dengan kedalaman. Para pelayan yang sempat mendengar teriakan Alisha Fairuzah langsung ke area kolam renang dan terkejut melihat bos mereka berdiri dengan tenang di tepi. "Tuan muda, tadi sepertinya ada teriakan Mbak Alisha," kata Sena. "Kenapa?" tanya Shaka Yar Nigar. "Dia tenggelam. Mau menyelamatkannya?" Ketiga pelayan itu tercengang. Sena langsung mengambil insiatif berlutut di depan Shaka yar Nigar. "Tuan muda, tolong selamatkan Mbak Alisha. Tolong tuan muda." Sementara dua pelayan lainnya memperhatikan ke kolam renang, mencari keberadaan Alisha Fairuzah. "Kenapa nggak kau selamatkan sendiri? Nggak bisa berenang bukan alasan untuk nggak bisa menyalamtkan seseorang yang t
Shaka berdiri dan menghampiri Alisha Fairuzah. Alisha Fairuzah tidak mengulangi perkataannya sesuai yang diperintahkan suaminya itu karena merasakan Shaka Yar Nigar begitu marah. "Apa menurutmu aku memiliki alasan untuk takut sama orang yang bahkan aku nggak tahu sama sekali? Ya. Setelah mendengarnya darimu, aku tahu kalau dia kekasihmu. Terus kenapa? Takut padanya?" ketus Shaka Yar Nigar lirih dan penuh penekanan. "Tarik balik kata-katamu atau minta maaf padaku sekarang juga karena sudah berbicara lancang!" tukas Shaka Yar Nigar. Lancang? harus minta maaf? Alisha Fairuzah sama sekali tidak mengerti. Ternyata salah satu sifat suaminya adalah kemungkinan besar dia orang yang tidak ingin tersaingi oleh orang lain. Dia menganggap Aido sebagai kekasihnya sehingga dia merasa direndahhkan "Aku nggak bermaksud apapun," kata Alisha Fairuzah seraya menundukkan kepalanya karena tidak mau lama-lama menatap wajah Shaka Yar Nigar. "Aku bilang minta maaf!" tegas Shaka Yar Nigar. "Hanya m
Siapa disini sebenarnya yang gila? Mulut Shaka Yar Nigar begitu enteng. Apakah dia begitu kepada semua orang? Tampaknya memang, sulit untuk mengubah sifat dan perilakunya. Barangkali butuh waktu puluhan tahun. Sayangnya, Alisha Fairuzah tidak sesabar itu. Dia mungkin bisa tetapi dia tidak bisa karena dirinya masih memiliki keluarga yang harus diperjuangkan. Bagaimana dengan Mutiara? Karena Mutiara dicintai Shaka, seharusnya Shaka rela berubah demi perempuan itu. mUngkin dia bersikap ramah dan sopan hanya pada orang lain kecuali dirinya. Memikirkan ini, Alisha Fairuzah merasa kalau dia cuma benalu di hidup Shaka Yar Nigar. "Kalau begitu jangan menahanku untuk pergi," kata Alisha Fairuzah. Alisha Fairuzah akhirnya merebut kembali tasnya tetapi Shaka Yar Nigar langsung menyembunyikan tasnya dibelakang pria itu. "Oke. Aku akan menerima keputusnamu tetapi jangan menempatkanku di situasi yang sulit di depan ibuku. Kau mengerti?" "Aku merasa nggak pernah enempatkanmu di si