Home / Romansa / Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO / 2. Menggagalkan Lamaran

Share

2. Menggagalkan Lamaran

Author: Pixie
last update Last Updated: 2024-08-12 13:32:33

Suara Louis begitu dingin dan tegas. Bukannya menciut, Summer malah melangkah maju. Para pengawal yang sedang berjaga kebingungan harus melakukan apa. Ia terlihat tidak berbahaya. Namun, setelah diskusi cepat, dua dari mereka menghentikannya satu meter di hadapan Louis.

“Kau tidak tahu siapa aku?” Meskipun lantang, suaranya tetap terdengar lucu.

Louis mendengus. “Kita tidak pernah bertemu. Bagaimana mungkin aku mengenalmu?”

“Aku adalah anak dari perempuan yang sangat mencintaimu dan kau cintai. Karena itu, aku mau kau menikahi Mama, bukan nona ini. Kamu harus menjadi ayahku!”

Louis tersentak mendengar kelugasan balita itu. Setelah keterkejutannya luntur, tawanya mengudara.

“Kau pandai berakting, rupanya? Kau tahu? Berbohong itu bukanlah sesuatu yang baik. Kau bisa menimbulkan kesalahpahaman atau bahkan masalah besar. Jadi, sebelum aku menghukummu, kembalilah kepada ibumu. Katakan kepadanya untuk tidak menghasut orang lain. Aku tidak pernah mencintai gadis selain Grace.”

“Kaulah yang seharusnya tidak berbohong, Tuan. Aku tahu kau mencintai ibuku. Aku melihat buktinya dan itu sangat jelas.”

Louis membuang napas dan memutar bola mata. Ia mulai lelah meladeni penyusup cilik itu.

“Pengawal, bawa manusia mungil ini keluar! Jangan biarkan dia masuk lagi! Aku mau proses lamaranku berlangsung lancar.”

“Siap, Tuan!”

Mengetahui posisinya terancam, gadis cilik itu berlari ke depan. Semua orang terbelalak melihat kecepatannya. Bahkan Louis tidak sempat bereaksi ketika lengan-lengan kecil itu memeluk  kakinya.

“Tolong jangan usir aku, Tuan. Aku berjanji tidak akan menjadi anak nakal. Aku hanya mau kita menjadi keluarga bahagia,” ujarnya memelas.

Bukannya iba, Louis malah merasa tak nyaman. Apalagi, wajah Grace semakin kusut dan tatapannya meruncing ke arah sang balita.

“Kalau kau tidak mau menjadi anak nakal, cepat lepaskan aku. Berhenti membuat masalah dan pulanglah!” Louis berusaha menjauhkan tangan-tangan kecil itu darinya, tetapi gagal. Sang balita memeluknya terlalu erat.

“Tidak mau! Aku tidak akan pulang sebelum kau sepakat untuk menikahi Mama. Aku mau kamu menjadi papaku!”

“Pengawal!” Kesabaran Louis akhirnya terkuras. “Kenapa kalian diam saja? Cepat jauhkan kurcaci ini dariku!”

Mau tidak mau, para pengawal mengerumuni si gadis kecil. Mereka berusaha menarik tanpa menyakitinya. Akan tetapi, balita itu mengaitkan kakinya di betis Louis. Ia sudah seperti koala yang menempel di pohon.

“Maaf, Tuan. Dia tidak mau lepas.”

“Gunakan tenaga kalian!”

“Kami takut menyakitinya.”

“Pakai akal!”

Seorang pengawal pun menggelitik pinggang sang balita. Tawa renyah seketika mengudara. Akan tetapi, gadis kecil itu masih berpegangan dengan kuat.

“Itu geli! Hentikan!”

“Lanjutkan! Serang ketiaknya! Lehernya juga!”

Para pengawal menuruti perintah bos mereka. Suara tawa semakin menggila. Namun, usaha tersebut tidak juga membuahkan hasil.

Grace yang menyaksikan sedari tadi akhirnya menghela napas. Ia merasa sangat lelah. Kepalanya terlalu penuh dengan kejengkelan yang memuncak.

“Louis, aku mau pulang!”

Louis tertegun mendengar suara ketus itu. “Ace, kau marah?”

Setelah mengisyaratkan para pengawal untuk berhenti, ia berputar menghadap sang kekasih. Ia tidak peduli lagi jika sang balita masih bergantung di kaki.

“Kau tahu? Aku sudah merencanakan momen ini sejak kita mulai berpacaran. Lamaran ini seharusnya berjalan sempurna. Tolong bersabar sebentar, hmm? Aku akan segera menyingkirkan hambatannya,” ia mengelus lengan Grace.

“Momen ini sudah rusak, Louis. Aku tidak mau mengenang lamaran yang kacau. Lakukan lagi kalau kau sudah bisa mengendalikan situasi. Dan lain kali, pilihlah pengawal yang berkualitas. Jangan yang mengusir anak kecil saja becus.”

Grace pergi dengan wajah penuh kekesalan dan kekecewaan. Raut Louis seketika berubah muram. Ia berusaha mengejar, tetapi beban di kakinya menghambat.

“Ace, tunggu! Tolong jangan pergi. Ace?”

Seolah tidak mendengar, Grace terus berjalan. Ia keluar tanpa sekali pun menoleh.

Menyaksikan itu, si gadis kecil merasa menang. Ia tertawa. Suaranya membuat Louis menjadi geram. Tangan pria itu kini telah terkepal erat.

“Kau senang telah menggagalkan lamaranku?”

Sang balita sontak berhenti tertawa. Ia mendongak. Wajah Louis ternyata telah berubah mengerikan.

“Hmm, Tuan, bisakah kamu tersenyum sedikit? Kamu terlihat lebih tampan kalau tersenyum. Aaakh!”

Gadis kecil itu akhirnya terlepas dari Louis. Ia kini meringis kesakitan sambil memegangi tangan yang memelintir kupingnya.

“Tuan, kenapa kamu menjewerku? Aku ini anak baik,” tuturnya dengan kepala miring. Telinganya masih ditarik.

“Ini akibatnya karena kau membantah peringatanku. Sekarang juga, cepat panggil ibumu!”

“Mama tidak ada. Aku datang ke sini sendirian.”

“Aku tidak akan melepas telingamu sampai ibumu datang kemari.”

Gadis kecil itu mengerutkan alis lebih dalam. Matanya berkaca-kaca. “Kalau begitu, jewer saja terus sampai telingaku putus. Mama tetap tidak akan datang. Dia bahkan tidak tahu kalau aku ada di sini.”

Alis Louis tertaut curiga. Ia melirik ke arah lain, mencoba untuk mendapatkan petunjuk. Saat itulah, matanya menangkap keberadaan paparazi di jendela.

“Kalian,” ia mengedarkan pandangan ke arah para pengawal, “cepat ringkus tikus-tikus itu! Hapus semua foto yang ada di kamera mereka. Aku tidak mau insiden ini tersebar. Dan kau ....”

Sementara para pengawal bergerak cepat keluar, Louis menatap sang balita dengan raut tak bersahabat. Wajah mungil itu mengingatkannya pada seseorang, dan hatinya semakin tidak senang.

“Kau harus bertanggung jawab atas kekacauan yang telah kau buat!”

***

Sementara itu, di negara tempat Summer berasal, Sky sedang duduk di kantor polisi. Ia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk tetap tenang. Akan tetapi, hatinya tetap saja gelisah. Tangannya tak bisa berhenti meremas satu sama lain.

“Bisa Anda ceritakan kronologinya, Nona?” tanya seorang petugas kepolisian setelah memperhatikan foto Summer dengan saksama.

Sky menarik napas dalam. “Siang tadi, Summer tiba-tiba meminta untuk dibuatkan biskuit. Dia sempat membantu sampai dia bilang kalau dia mau tidur. Aku sempat heran karena itu bahkan belum lewat tengah hari. Tapi kemudian, aku membiarkannya tidur sendirian, sedangkan aku menyelesaikan pekerjaan. Ternyata, begitu aku memeriksanya di kamar, dia tidak ada. Aku mencari ke mana-mana, bahkan sampai ke rumah tetangga. Aku tetap tidak menemukannya.”

“Apakah rumah Anda dalam keadaan terkunci saat itu terjadi?”

Sky mengangguk yakin. “Aku selalu mengunci semua pintu saat kami hanya berdua di rumah.”

“Bagaimana dengan jendela?”

“Jendela kamar Summer terbuka. Itulah yang membuatku sangat cemas.”

“Menurut Anda, ini penculikan?”

Sky menggeleng samar. “Aku tidak yakin. Aku sempat memeriksa lemari. Beberapa setel pakaiannya menghilang. Ranselnya juga tidak ada. Aku khawatir Summer diam-diam merencanakan petualangan sendiri. Apalagi, ponselnya tidak aktif. Sepertinya, dia sengaja pergi tanpa sepengetahuanku.”

“Putri Anda memiliki ponsel? Bisa Anda sebutkan nomor kontaknya?”

Setelah mendapatkan apa yang ia pinta, polisi itu kembali bertanya, “Menurut Anda, ke mana kira-kira perginya putri Anda? Apakah belakangan ini dia sempat menyebutkan suatu tempat? Target liburan yang diimpikannya, misalnya?”

Sky terdiam sesaat. Bola matanya bergerak-gerak ke kiri dan ke kanan. “Putriku sangat suka bertualang. Dalam sehari saja, dia bisa menyebutkan puluhan tempat. Kurasa, agak sulit untuk menebak ke mana perginya.”

“Adakah tempat yang disebutnya di sekitar sini?”

Sky menggeleng. “Akhir-akhir ini, dia lebih sering menyebutkan tempat-tempat di luar negeri. Oh, kemarin dia sempat menyebut tentang Danau Louise.”

“Baiklah, kami akan melacak ponsel putri Anda dan memeriksa riwayat panggilannya. Kalau tidak ada hasil, kami akan mengirim beberapa personel untuk memeriksa wilayah di sekitar rumah Anda dan juga Danau Louise. Putri Anda masih sangat kecil. Dia tidak mungkin bisa pergi jauh. Dia pasti masih di sekitar sini. Selain itu, kami juga akan memeriksa CCTV di beberapa titik.”

Sky mencoba untuk mengangguk, tetapi lehernya kaku. Hatinya meragukan pernyataan polisi tersebut. Ia tahu betul, Summer sanggup pergi ke mana pun. Sekarang, ia hanya bisa berharap bahwa sang putri berada di tempat aman bersama orang yang tepat. 

“Ya, Tuhan .... Hamba mohon, lindungilah Summer. Jangan biarkan siapa pun menyakitinya,” doa Sky dengan mata terpejam dan raut gelisah. 

Related chapters

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   3. Interogasi

    Setibanya di sebuah penthouse, Summer tercengang. Ia tidak peduli dengan telinganya yang masih merah. Matanya sudah telanjur terpesona dengan apa yang ada di hadapannya. “Tuan Harper, kudengar kau punya banyak rumah. Apakah ini salah satunya? Ini sangat keren dan indah. Seperti istana!” Louis mendengus mendengar celotehan tersebut. Ia semakin yakin bahwa orang yang mengirimkan bocah itu mengincar hartanya. “Masuklah,” Louis melangkah lebih dulu menuju sofa. Nada suaranya datar, tidak bersahabat. Akan tetapi, sang balita sama sekali tidak mempermasalahkan. Dengan raut ceria, ia duduk di samping sebuah rak. “Apa yang kau lakukan?” tanya Louis, heran. Gadis kecil itu mendongak sambil menarik tali sepatunya. “Mama bilang, kita tidak boleh menggunakan alas kaki di dalam rumah, apalagi rumah orang lain. Nanti lantainya bisa kotor.” “Apakah kau sedang berusaha menarik perhatianku?” Mata Louis menyipit. “Tidak,” sang balita menggeleng santai. “Memang begitu peraturannya. Bahkan sebelum

    Last Updated : 2024-08-12
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   4. Tolong Jaga Summer

    Saat polisi sedang sibuk melacak Summer, tiba-tiba, ponsel Sky berdering. Melihat nomor asing menghubunginya lewat panggilan video, napas Sky tertahan. Mungkinkah itu penculik yang meminta tebusan? Atau justru orang baik yang tidak sengaja menemukan putrinya? Sky pun menjawab panggilan dengan hati yang berdebar. Namun, begitu melihat wajah yang muncul, keresahannya musnah. Matanya terbelalak memancarkan keheranan dan keterkejutan. “L-Louis?” Louis semula mengernyitkan dahi. Ia sudah siap untuk menumpahkan amarah kepada Sky, menuntut pertanggungjawaban atas kekacauan yang ditimbulkan oleh putrinya. Namun, begitu wajah cantik yang diliputi air mata menerima panggilan videonya, kegeraman Louis memudar. Rasa iba dan kerinduan mendadak terbit dari sudut hatinya. “Sky,” lidahnya kelu menyebut nama itu. Sky mengerjap. Sembari tertunduk, ia menyeka mata. Ia tidak mau Louis mengetahui kegelisahannya. Ia belum siap jika statusnya sebagai ibu tunggal terbongkar. “Hai, Louis. Lama tidak b

    Last Updated : 2024-08-12
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   5. Bocah Ajaib

    Louis menarik ransel yang terisi penuh itu. Summer mencoba untuk menghalanginya, tetapi ia kalah cepat.“Di mana kau menyembunyikan paspor ibumu?”Summer melipat tangan di depan dada. Pipinya yang menggembung membuat wajahnya tampak lebih bulat.“Apakah kau mengira aku membawanya di dalam ranselku? Kalau begitu, cari saja terus. Sampai gajah bisa bicara pun, kau tidak akan bisa menemukannya.”Louis berhenti menggeledah ransel kecil itu. “Kau tidak membawanya?”“Untuk apa? Nanti Mama tidak bisa datang ke sini kalau aku membawa paspornya.”Louis menghela napas lelah. Ia kembalikan ransel kecil itu ke atas meja. Memang tidak ada paspor sejauh pengamatannya. Summer hanya membawa pakaian, kotak bekal, botol minum, dan perlengkapan dasar untuk bertualang.“Kenapa kau bertindak sejauh ini, Manusia Mungil? Apakah kau sadar bahwa kelakuanmu ini merugikan orang lain? Kau mempersulit hidupku,” tutur Louis, terdengar putus asa.“Harus berapa kali kukatakan? Aku mau kamu menikah dengan Mama,” cele

    Last Updated : 2024-08-12
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   6. Mulai Peduli

    Sambil duduk di tepi ranjang, Louis mulai membentur-benturkan kepala dengan kepalan tangan. Matanya tertutup, alisnya berkerut. Ia sadar, dirinya tidak boleh hanyut dalam pikiran keruh.“Tidak. Sky tidak mungkin sejahat itu. Putri kecilnya itulah yang bermasalah. Kalau memang dia ingin punya ayah, kenapa dia tidak mencari ayah kandungnya saja? Kenapa malah mengacaukan rencana indahku? Kalau dia tidak datang, aku pasti sedang berbahagia bersama Grace.”Selang keheningan sejenak, Louis mengangguk-angguk mantap. “Ya, dia pasti mewarisi sikap menjengkelkan itu dari ayahnya. Dia banyak tingkah, keras kepala, dan semena-mena. Pasti itu dia dapatkan dari sang ayah. Bukan Sky yang bersalah, tapi Summer dan ayahnya. Sekarang apa yang dia lakukan? Dia tidak sedang menghancurkan rumah, kan?”Louis mengeluarkan ponsel, memantau kamera pengawas. Tidak mendapati Summer di ruang depan, ia terbelalak. “Ke mana perginya manusia mungil itu?”Louis pun memeriksa kamera lain. Menemukan Summer sedang mencu

    Last Updated : 2024-09-03
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   7. Bersimpati terhadap Summer

    Tiba-tiba, ponsel Louis berdering. Khawatir Summer terbangun, ia cepat-cepat menyingkir. Wajahnya keruh. Namun, melihat siapa yang memanggil, matanya seketika berbinar.“Ace? Kau sudah tidak marah lagi padaku?” Louis terdengar ceria walau suaranya agak pelan.“Louis, kupikir kau sudah menangani anak itu. Tapi kenapa kau membawanya ke penthouse-mu?”Cahaya di wajah Louis mendadak lenyap. Ia tidak menyangka kekasihnya akan mempermasalahkan hal itu.“Aku perlu menginterogasinya dan aku tidak mau ada paparazi yang mengganggu. Jadi, kubawa dia ke penthouse-ku. Kau tahu? Ternyata, dia adalah putri Sky—sahabat Emily itu.”“Sahabat lamamu itu?” balas Grace dengan penuh penekanan.Louis menelan ludah. Ia bisa menangkap kecemburuan dari kekasihnya. “Ya. Aku juga tidak menyangka. Percaya atau tidak, anak itu berangkat seorang diri dari Kanada. Karena itu, aku tidak mungkin menelantarkannya. Kubiarkan dia beristirahat di tempatku.”“Kau tahu kalau itu justru akan menimbulkan prasangka, kan? Papara

    Last Updated : 2024-09-03
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   8. Kecemburuan Grace

    "Summer, kau anak baik, kan?" tanya Louis dengan nada membujuk.Sang balita menjawab dengan mata berbinar. "Tentu saja! Kalau saja ada penghargaan untuk anak terbaik di seluruh dunia, aku pasti sudah mendapatnya. Aku ini pintar dan senang membantu orang-orang. Aku juga mandiri dan jarang merepotkan orang lain, kecuali Mama. Terkadang, aku masih membutuhkan bantuan darinya. Tapi kata Mama, itu wajar. Aku masih terlalu kecil untuk melakukan semuanya sendirian."Louis mengangguk-angguk dengan senyum yang dipaksa lebar. "Bagus. Kalau begitu, bisakah kau buktikan? Uruslah dirimu sendiri. Aku harus berangkat kerja sekarang. Ini sudah sangat terlambat."Summer tersenyum miring mendengar itu. Telunjuknya menggeliat seperti cacing di depan dagu. "Paman Louis, kamu tidak bisa membohongiku. Ini hari Minggu. Bibi Emily bilang kalian tidak pernah bekerja di akhir pekan. Sabtu dan Minggu adalah waktu khusus untuk diri sendiri dan keluarga. Karena kamu akan menjadi Papa-ku, bagaimana kalau kita meng

    Last Updated : 2024-09-04
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   9. Dilema

    Louis menghela napas cepat. Kepalanya menggeleng tak percaya. "Ace? Aku tahu kau sedang ingin menguji ketulusan dan kesetiaanku, tapi bukan begini caranya.""Tidak ada cara lain, Louis. Aku mulai meragukanmu dan kamu harus menghentikan itu. Kau tahu seberapa kacau pikiran dan perasaanku sejak bocah itu muncul? Bayangkan saja. Lamaran yang kuimpi-impikan hancur karena ulahnya. Coba tempatkan dirimu di posisiku. Jangan hanya bersimpati padanya!"Louis terdiam dan membisu. Matanya yang sayu kini ikut berkaca-kaca. "Kau sungguh ingin aku mengusir anak kecil yang tidak berdaya itu?""Gunakan akal sehatmu, Louis. Kau tidak harus melemparnya ke jalan. Kau punya banyak pelayan dan pengawal. Pilih saja beberapa untuk mengirimnya pulang. Yang penting, ia enyah dari sini dan tidak mengusik hubungan kita lagi."Louis menarik napas berat. Ia melirik ke arah pintu. Balita yang mengintip di sana tampak ketakutan."Paman Louis, tolong jangan usir aku. Masih ada banyak hal yang mau kulakukan denganmu.

    Last Updated : 2024-09-04
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   10. Luka Summer

    Setibanya di hadapan Summer, Louis langsung menekuk lutut. Hatinya terasa pedih mendengar rintihan gadis kecil itu. Apalagi, saat ia memeluknya, punggung Summer ternyata gemetar hebat. Dua tangan mungil yang mendekap lehernya juga terasa dingin dan berkeringat."Paman Louis," isak Summer sambil terbatuk-batuk, "kenapa kamu meninggalkan aku? Tolong jangan lakukan itu lagi."Louis menarik napas berat. Ia tidak bisa menyangkal kalau penyesalan telah menumpuk tinggi dalam dadanya.Sayangnya, ia tidak bisa meminta maaf. Itu bisa menjadi perdebatan baru antara Grace dengan dirinya. Ia tidak bisa juga berjanji untuk tidak meninggalkan Summer. Itu hanya akan menjadi harapan palsu baginya."Kenapa kamu mengejarku, Summer? Bukankah sudah kubilang untuk mendengarkan Nyonya Campbell? Kenapa malah berlari tanpa sepatu?"Louis mempertemukan pandangan. Air mata ternyata masih menetes dari sudut mata sang balita. Dengan penuh perhatian, ia menyekanya."Aku sangat takut tadi. Aku takut tidak bisa berte

    Last Updated : 2024-09-05

Latest chapter

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   198. Pasangan yang Manis

    Merasakan Summer bergerak-gerak di sampingnya, River pun terbangun. Ia bangkit duduk, berbisik sambil mengusap mata, "Summer, ada apa? Apakah kamu mimpi buruk?" Summer menggeleng lemah. Matanya masih mencari-cari. "Tidak." "Apakah kamu takut ada ular yang masuk? Kamu masih trauma dengan pengalaman buruk buruk yang tadi kamu ceritakan kepadaku?" "Tidak, River. Bukan itu." "Apakah kamu merindukan orang tuamu?" Summer akhirnya menatap River dengan wajah lusuhnya. "Tidak juga. Aku bersama kamu dan yang lain di sini. Untuk apa aku merindukan orang tuaku yang sedang berbulan madu? Biarkan saja mereka bersenang-senang berdua." River menggaruk-garuk kepala. "Lalu apa yang membuatmu resah?" "Aku mencari kantung tidurku. Aku selalu memakainya setiap kali camping. Aku tidak bisa tidur nyenyak kalau tidak ada dia," sahut sang balita, serak. Dengan penerangan dari lampu cas yang sudah sangat redup, River pun membantu Summer mencarinya. Ternyata, kantung tidur Summer masih terlipa

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   197. Pembawa Kehangatan

    Briony tidak mampu lagi berkata-kata. Kejujuran Summer sudah seperti skakmat baginya. Melihat diamnya sang bibi, keresahan Summer kembali meradang. Ia maju sedikit, berbisik, "Tapi sekarang, aku sudah sadar kalau tindakanku itu salah, Bibi. Aku tidak seharusnya ikut campur persoalan orang dewasa. Karena itu, aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Bibi mau kan memaafkan aku?" Briony mengerjap. Matanya terpaku pada wajah bulat yang mengharapkan maafnya. "Kamu janji tidak akan menjodoh-jodohkan aku dengan siapa pun lagi?" tanyanya, memastikan. Summer mengangguk. "Ya. Seperti yang Paman Brandon bilang, Bibi butuh waktu untuk memulihkan hati. Kesedihan Bibi tidak bisa langsung hilang hanya dengan memiliki pasangan. Aku sudah mengerti tentang itu." Alis Briony melengkung tinggi. "Brandon bilang begitu?" Summer mengangguk. "Karena itu, tolong jangan marah padaku lagi, Bibi. Aku sudah bertobat. Aku tidak akan mengulangi kesalahan." Briony terdiam sejenak, mencerna keadaan.

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   196. Kepedulian yang Tulus

    Briony menghela napas cepat. Sebelum gadis itu kembali bertengkar dengan keponakannya, Brandon menyela, "Summer, sudah berapa jauh progres kalian?" "Sedikit lagi kami selesai, Paman!" "Ya, tersisa tiga lilitan lagi. Tapi kurasa ini akan memakan waktu lebih lama. Tali yang terulur sudah sangat panjang," imbuh River sambil terus bekerja. Keringat telah membutir di keningnya. Briony memutar bola mata. Ia benar-benar sudah tak nyaman. Ia ingin keluar dari situasi itu dengan segera. Karena itu, begitu lilitan tali terlepas, ia cepat-cepat bangkit dan melangkah pergi. Melihat sikap dingin sang bibi, Summer kembali diliputi rasa bersalah. "Oh, tidak. Bibi sungguh-sungguh marah kepadaku," gumamnya sambil mencebik. "Jangan berpikiran negatif dulu, Summer. Siapa tahu bibimu pergi karena malu," River mencoba untuk menenangkan. "Tapi Bibi tidak pernah mengabaikan aku begitu. Paman Brandon, apakah sikapku tadi sudah keterlaluan?" tanya Summer dengan mata berkaca-kaca. Saat ini,

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   195. Briony Kesal

    "Paman Brandon dan Bibi Briony kan sudah dewasa. Kalian sama-sama belum mempunyai pasangan. Bukankah tidak apa-apa kalau kalian berdua berciuman?" tanya Summer sambil menahan tawa. Meski demikian, kegelian tetap lolos dari mulutnya.Mendengar pernyataan semacam itu, Briony menghela napas tak percaya. "Summer, apakah kau lupa berapa umurmu? Kamu itu masih kecil. Belum saatnya kamu membicarakan tentang pasangan dan ciuman!""Apa masalahnya, Bibi? Bukan aku yang akan berciuman, tapi Bibi dan Paman Brandon!"Pipi Briony semakin memanas. "Kami tidak akan berciuman, Summer. Kami hanya berteman!" tegasnya, kesal.Sementara itu, Brandon melirik River. Ia merasa ulah keponakannya itu sudah melewati batas. "River, apakah ini idemu? Kau mengajari Summer hal yang tidak pantas lagi?" "Tidak, Paman. Bukan aku! Itu ide Summer!" Sambil tertawa, Summer mengaku. "Tolong jangan memarahi River, Paman. Ini memang ideku. Aku sedang bereksperimen tentang cinta. Aku ingin membuktikan apakah dua orang yang

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   194. Jebakan untuk Briony dan Brandon

    "Wow! Eksperimen kalian memang keren! Selamat, Summer, River. Kalian berhasil melakukannya dengan benar. Menyusun stik es krim agar reaksi berantainya tidak putus bukanlah hal yang mudah," puji Brandon, membuat mata para bocah berbinar-binar. "Paman benar! Susunan stiknya memang rumit dan sulit untuk dilakukan!" seru River sambil mengangguk yakin. "Untung saja kerja sama kami baik. Eksperimen terselesaikan dengan sempurna!" lanjut Summer bangga. "Omong-omong, Paman, Bibi, apakah kalian punya waktu untuk kami? Masih ada satu eksperimen yang perlu kami lakukan, tapi kami tidak bisa melakukannya berdua." Brandon dan Briony mengangkat alis. "Eksperimen apa?" tanya mereka bersamaan. Summer dan River saling lirik dan bertukar senyum. Selang beberapa saat, Brandon dan Briony telah berdiri di tengah pekarangan. Mereka menghadap satu sama lain dengan jarak sekitar 10 meter. Masing-masing dari mereka menggenggam ujung dari seutas tali. "Hei, Summer, apakah tali itu tidak kepanjanga

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   193. Kisah Cinta yang Miris

    Selama beberapa saat, Summer membiarkan River mengamati hasil eksperimennya. Setiap bocah laki-laki itu berdecak kagum, hati Summer berbunga-bunga. Ia merasa bangga pada dirinya sendiri karena telah berhasil membuat percobaan yang mengagumkan. "Wow, apakah ini kertas daur ulang?" River menyentuhkan telunjuk mungilnya pada sebuah kertas tebal dengan permukaan tak rata dan warna yang agak kusam. Summer mengangguk mantap. "Ya, itu adalah percobaan ketigaku, tapi hasilnya belum memuaskan. Aku akan mencoba untuk membuatnya lagi sampai hasilnya sebagus kertas biasa." "Apakah kalau sudah berhasil, kau mau menjualnya?" Bibir Summer mengerucut. "Entahlah, aku belum yakin tentang itu. Mungkin, aku akan menggunakannya untuk mencetak buku-bukuku terlebih dahulu. Setelah itu, baru aku akan memperluas penggunaannya. Aku berharap, dengan adanya kertas daur ulang ini, penebangan pohon bisa berkurang. Orang-orang tidak perlu menggunakan kertas baru. Kertas-kertas lama juga bisa." River men

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   192. Eksperimen Summer

    Tiba-tiba, Summer dan River melangkah mundur. Namun, setelah hitungan ketiga, mereka malah berlari maju. Mereka tanpa ragu menabrak Brandon dan Briony. Saat mereka terpental dan jatuh ke lantai, mereka malah tertawa terpingkal-pingkal. "Summer, kamu benar! Kita terpental karena gaya dorong yang kita berikan kembali kepada kita!" ujar River seraya mengatur napas. "Itulah Hukum Newton ke-3. Aksi sama dengan reaksi! Sekarang, bagaimana kalau kita beralih ke agenda selanjutnya? Ayo ke ruang eksperimen dan memulai eksperimen yang sesungguhnya!" "Ayo!" Kedua bocah itu bergegas bangkit dan berlari ke pekarangan barat. Melihat kecepatan mereka, Brandon dan Briony hanya bisa berkedip-kedip dengan mulut ternganga. "Astaga .... Apa yang salah dengan mereka? Apakah mereka mengira kita ini benda mati? Mereka bahkan tidak sempat meminta maaf sebelum pergi," desah Briony, tak habis pikir. Ia tidak sadar jika tubuhnya masih menempel pada Brandon. Sambil menghela napas, Brandon mengusi

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   191. Dijodohkan

    "Sampai jumpa, Mama, Papa! Semoga perjalanan kalian lancar! Bersenang-senanglah bersama penguin di Kutub Selatan!" ujar Summer sembari melambaikan tangan dengan sekuat tenaga. Senyumnya semringah, kakinya sesekali melompat. Louis dan Sky balas melambai dari jendela mobil mereka. "Sampai jumpa nanti, Sayang. Jangan lupa pesan Mama! Jadilah anak baik. Jangan membuat masalah selama Mama dan Papa pergi, oke?" pesan Sky dengan mata berkaca-kaca. "Tenang, Mama. Aku ini anak baik. Aku tidak mungkin membuat masalah. Mama dan Papa fokus pada bulan madu saja!" angguk Summer sambil berkacak pinggang. Dari sisi Sky, Louis menunjuk sepupunya. "Briony, tolong awasi Summer dengan baik. Kami percayakan dia kepadamu," tuturnya serius. "Kurasa tidak ada yang perlu kuawasi, Louis. Putrimu adalah anak yang cerdas dan manis. Lagi pula, bukan hanya aku orang dewasa yang ada di rumah ini," celetuk Briony ringan. "Ya, ada Kakek, Nenek, Bibi Emily, Paman Cayden, Paman Russell, dan Paman Brand

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   190. Rencana Bulan Madu

    Louis meringis. Sambil mengelus kepala sang putri, ia memberi penjelasan, "Papa dan Mama tidak mau mengganggu pikiranmu. Kami berencana untuk membicarakannya setelah kamu memutuskan untuk lanjut bersekolah atau belajar mandiri." "Papa dan Mama seharusnya tidak perlu menunggu. Itu sama sekali tidak mengganggu pikiranku," geleng Summer lucu. "Jadi, kau tidak keberatan kalau ayah dan ibumu pergi berbulan madu?" selidik Brandon, penasaran. Summer mengangguk. "Tentu saja tidak. Orang yang baru menikah memang seharusnya pergi berbulan madu, seperti Paman Cayden dan Bibi Emily. Gerry dan Merry juga." "Benarkah? Kamu tidak keberatan kalau Mama dan Papa berpergian berdua, sedangkan kamu di rumah?" tanya Sky spontan. Summer mengerjap. "Oh? Aku tidak ikut?" Para orang dewasa sontak menggigit bibir menahan geli. Sementara itu, River menjawab, "Tentu saja kau tidak boleh ikut, Summer. Itu bulan madu, bukan liburan. Hanya pengantin baru yang akan berangkat. Kehadiran orang lain hanya

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status