Share

2. Menggagalkan Lamaran

Beberapa saat lalu, di restoran tempat Louis melamar sang kekasih ....

“Hentikan! Kau tidak boleh menikah dengan gadis itu, Tuan Louis Harper. Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah merestui kalian!”

Semua orang terkesiap mendengar suara imut yang melengking itu. Tak terkecuali Louis yang sedang berlutut memegang kotak cincin. Begitu menoleh, mulutnya langsung terbuka lebar. Matanya terbelalak, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Seorang gadis cilik sedang berkacak pinggang di pintu masuk restoran! Jumpsuit bergambar beruang membuatnya terlihat sangat lucu, apalagi dengan pipi gembul yang digembungkan dan mata bulat yang dipaksakan seram.

Dalam sekejap, ruangan itu penuh dengan bisikan. Para pelayan, pengawal, bahkan paparazi yang mengintai—semua sibuk dengan asumsi masing-masing.

“Astaga! Lihatlah gadis kecil itu! Bukankah dia sangat mirip dengan Tuan Harper?”

“Bukan Tuan Harper, tapi kembarannya. Dia persis seperti Emily muda. Hanya rambut mereka saja yang berbeda. Gadis itu berambut keriting! Dan lihat! Matanya bahkan sama. Abu-abu juga!”

“Tapi Emily dan Louis kembar. Jika gadis itu mirip dengan Emily kecil, berarti dia juga mirip dengan Louis. Mungkinkah dia anak hasil skandal lima tahun lalu? Tapi kenapa dia baru muncul sekarang? Ke mana saja dia selama ini? Dan di mana ibunya? Kenapa dia datang kemari seorang diri?”

Mendengar pertanyaan-pertanyaan itu, napas Grace Evans mulai menderu. Meskipun ia sudah berusaha menahannya, pundaknya tetap bergerak naik turun.

“Louis, jelaskan padaku. Apa yang sedang terjadi? Siapa gadis kecil itu?” tanyanya dengan suara tipis yang penuh penekanan. Kebahagiaan yang baru saja Louis tanamkan dalam hatinya telah sirna.

Louis akhirnya mengerjap. Ia kembali menatap sang kekasih. Kebingungannya masih tebal. “Aku juga tidak tahu, Ace. Aku belum pernah melihatnya. Mungkin saja dia dikirim oleh seseorang untuk merusak momen kita. Jadi tolong jangan terpengaruh. Kita lanjutkan lamaran ini, hmm?”

“Kalau begitu, cepat usir dia dari sini! Aku tidak mau momen kita jadi rusak,” balas Grace dengan nada jengkel.

“Tidak! Kalian tidak boleh melanjutkan!” Gadis kecil itu mengentakkan kaki. Alisnya tertaut, bibirnya mengerucut. Caranya menyudutkan mata ke atas sangat mirip dengan Louis kecil dulu.

Louis sempat ternganga menyadari hal itu. Namun, setelah mengerjap, ia bangkit berdiri.

“Siapa kau, Manusia Mungil? Berani-beraninya kau mengacaukan lamaranku?”

Suara Louis begitu dingin dan tegas. Bukannya menciut, gadis kecil itu malah melangkah maju. Para pengawal yang sedang berjaga kebingungan harus melakukan apa. Ia terlihat tidak berbahaya. Namun, setelah diskusi cepat, dua dari mereka menghentikannya satu meter di hadapan Louis.

“Kau tidak tahu siapa aku?” Meskipun lantang, suaranya tetap terdengar lucu.

Louis mendengus. “Kita tidak pernah bertemu. Bagaimana mungkin aku mengenalmu?”

“Aku adalah anak dari perempuan yang sangat mencintaimu dan kau cintai. Karena itu, aku mau kau menikahi Mama, bukan nona ini. Kamu harus menjadi ayahku!”

Louis tersentak mendengar kelugasan balita itu. Setelah keterkejutannya luntur, tawanya mengudara.

“Kau pandai berakting, rupanya? Kau tahu? Berbohong itu bukanlah sesuatu yang baik. Kau bisa menimbulkan kesalahpahaman atau bahkan masalah besar. Jadi, sebelum aku menghukummu, kembalilah kepada ibumu. Katakan kepadanya untuk tidak menghasut orang lain. Aku tidak pernah mencintai gadis selain Grace.”

“Kaulah yang seharusnya tidak berbohong, Tuan. Aku tahu kau mencintai ibuku. Aku melihat buktinya dan itu sangat jelas.”

Louis membuang napas dan memutar bola mata. Ia mulai lelah meladeni penyusup cilik itu.

“Pengawal, bawa manusia mungil ini keluar! Jangan biarkan dia masuk lagi! Aku mau proses lamaranku berlangsung lancar.”

“Siap, Tuan!”

Mengetahui posisinya terancam, gadis cilik itu berlari ke depan. Semua orang terbelalak melihat kecepatannya. Bahkan Louis tidak sempat bereaksi ketika lengan-lengan kecil itu memeluk  kakinya.

“Tolong jangan usir aku, Tuan. Aku berjanji tidak akan menjadi anak nakal. Aku hanya mau kita menjadi keluarga bahagia,” ujarnya memelas.

Bukannya iba, Louis malah merasa tak nyaman. Apalagi, wajah Grace semakin kusut dan tatapannya meruncing ke arah sang balita.

“Kalau kau tidak mau menjadi anak nakal, cepat lepaskan aku. Berhenti membuat masalah dan pulanglah!” Louis berusaha menjauhkan tangan-tangan kecil itu darinya, tetapi gagal. Sang balita memeluknya terlalu erat.

“Tidak mau! Aku tidak akan pulang sebelum kau sepakat untuk menikahi Mama. Aku mau kamu menjadi papaku!”

“Pengawal!” Kesabaran Louis akhirnya terkuras. “Kenapa kalian diam saja? Cepat jauhkan kurcaci ini dariku!”

Mau tidak mau, para pengawal mengerumuni si gadis kecil. Mereka berusaha menarik tanpa menyakitinya. Akan tetapi, balita itu mengaitkan kakinya di betis Louis. Ia sudah seperti koala yang menempel di pohon.

“Maaf, Tuan. Dia tidak mau lepas.”

“Gunakan tenaga kalian!”

“Kami takut menyakitinya.”

“Pakai akal!”

Seorang pengawal pun menggelitik pinggang sang balita. Tawa renyah seketika mengudara. Akan tetapi, gadis kecil itu masih berpegangan dengan kuat.

“Itu geli! Hentikan!”

“Lanjutkan! Serang ketiaknya! Lehernya juga!”

Para pengawal menuruti perintah bos mereka. Suara tawa semakin menggila. Namun, usaha tersebut tidak juga membuahkan hasil.

Grace yang menyaksikan sedari tadi akhirnya menghela napas. Ia merasa sangat lelah. Kepalanya terlalu penuh dengan kejengkelan yang memuncak.

“Louis, aku mau pulang!”

Louis tertegun mendengar suara ketus itu. “Ace, kau marah?”

Setelah mengisyaratkan para pengawal untuk berhenti, ia berputar menghadap sang kekasih. Ia tidak peduli lagi jika sang balita masih bergantung di kaki.

“Kau tahu? Aku sudah merencanakan momen ini sejak kita mulai berpacaran. Lamaran ini seharusnya berjalan sempurna. Tolong bersabar sebentar, hmm? Aku akan segera menyingkirkan hambatannya,” ia mengelus lengan Grace.

“Momen ini sudah rusak, Louis. Aku tidak mau mengenang lamaran yang kacau. Lakukan lagi kalau kau sudah bisa mengendalikan situasi. Dan lain kali, pilihlah pengawal yang berkualitas. Jangan yang mengusir anak kecil saja becus.”

Grace pergi dengan wajah penuh kekesalan dan kekecewaan. Raut Louis seketika berubah muram. Ia berusaha mengejar, tetapi beban di kakinya menghambat.

“Ace, tunggu! Tolong jangan pergi. Ace?”

Seolah tidak mendengar, Grace terus berjalan. Ia keluar tanpa sekali pun menoleh.

Menyaksikan itu, si gadis kecil merasa menang. Ia tertawa. Suaranya membuat Louis menjadi geram. Tangan pria itu kini telah terkepal erat.

“Kau senang telah menggagalkan lamaranku?”

Sang balita sontak berhenti tertawa. Ia mendongak. Wajah Louis ternyata telah berubah mengerikan.

“Hmm, Tuan, bisakah kamu tersenyum sedikit? Kamu terlihat lebih tampan kalau tersenyum. Aaakh!”

Gadis kecil itu akhirnya terlepas dari Louis. Ia kini meringis kesakitan sambil memegangi tangan yang memelintir kupingnya.

“Tuan, kenapa kamu menjewerku? Aku ini anak baik,” tuturnya dengan kepala miring. Telinganya masih ditarik.

“Ini akibatnya karena kau membantah peringatanku. Sekarang juga, cepat panggil ibumu!”

“Mama tidak ada. Aku datang ke sini sendirian.”

“Aku tidak akan melepas telingamu sampai ibumu datang kemari.”

Gadis kecil itu mengerutkan alis lebih dalam. Matanya berkaca-kaca. “Kalau begitu, jewer saja terus sampai telingaku putus. Mama tetap tidak akan datang. Dia bahkan tidak tahu kalau aku ada di sini.”

Alis Louis tertaut curiga. Ia melirik ke arah lain, mencoba untuk mendapatkan petunjuk. Saat itulah, matanya menangkap keberadaan paparazi di jendela.

“Kalian,” ia mengedarkan pandangan ke arah para pengawal, “cepat ringkus tikus-tikus itu! Hapus semua foto yang ada di kamera mereka. Aku tidak mau insiden ini tersebar. Dan kau ....”

Sementara para pengawal bergerak cepat keluar, Louis menatap sang balita dengan raut tak bersahabat. Wajah mungil itu mengingatkannya pada seseorang, dan hatinya semakin tidak senang.

“Kau harus bertanggung jawab atas kekacauan yang telah kau buat!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status