Share

8. Kecemburuan Grace

Penulis: Pixie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-04 08:03:00

"Summer, kau anak baik, kan?" tanya Louis dengan nada membujuk.

Sang balita menjawab dengan mata berbinar. "Tentu saja! Kalau saja ada penghargaan untuk anak terbaik di seluruh dunia, aku pasti sudah mendapatnya. Aku ini pintar dan senang membantu orang-orang. Aku juga mandiri dan jarang merepotkan orang lain, kecuali Mama. Terkadang, aku masih membutuhkan bantuan darinya. Tapi kata Mama, itu wajar. Aku masih terlalu kecil untuk melakukan semuanya sendirian."

Louis mengangguk-angguk dengan senyum yang dipaksa lebar. "Bagus. Kalau begitu, bisakah kau buktikan? Uruslah dirimu sendiri. Aku harus berangkat kerja sekarang. Ini sudah sangat terlambat."

Summer tersenyum miring mendengar itu. Telunjuknya menggeliat seperti cacing di depan dagu. 

"Paman Louis, kamu tidak bisa membohongiku. Ini hari Minggu. Bibi Emily bilang kalian tidak pernah bekerja di akhir pekan. Sabtu dan Minggu adalah waktu khusus untuk diri sendiri dan keluarga. Karena kamu akan menjadi Papa-ku, bagaimana kalau kita menghabiskan waktu berdua saja hari ini? Kita bisa berjalan-jalan ke objek wisata terdekat atau bermain bersama di rumah. Itu akan sangat menyenangkan."

Louis mematung sesaat. Ia lupa bahwa balita itu terlalu cerdas untuk diakali. 

"Aku menggunakan banyak waktu untuk mempersiapkan lamaran kemarin. Beberapa pekerjaanku terbengkalai. Aku harus mengurusnya hari ini," tutur Louis datar. 

"Aku bisa membantu." Summer mengangkat sebelah tangan dengan penuh percaya diri. "Meskipun masih kecil, aku sudah bisa membaca dan menulis."

"Bisa membaca dan menulis saja tidak cukup, Summer. Kau perlu pengetahuan bisnis dan kemampuan analisis yang hebat."

Summer berkedip-kedip lugu. "Kalau begitu, aku akan menemanimu bekerja sampai kau selesai. Aku janji tidak akan nakal. Aku hanya akan duduk diam sambil belajar lewat ponsel. Kuharap kau tidak keberatan membagikanku password wifi kantormu."

"Kau punya ponsel?" Mata Louis membulat. "Bukankah kau masih terlalu kecil? Kenapa Sky mengizinkan?"

"Itu kado ulang tahunku yang ke-4. Kakek yang membelinya. Kakek bilang aku butuh ponsel agar Mama lebih mudah mengawasiku. Ada GPS di dalamnya. Mama bisa melacak posisiku atau menelepon kalau dia tidak berhasil menemukanku. Kamu tahu, Paman? Bermain di luar itu lebih menyenangkan dibandingkan di dalam rumah. Banyak hal baru yang bisa kita pelajari di sana. Oh, Paman, bagaimana kalau kita bertukar nomor?" 

Tiba-tiba saja, Louis tersenyum miring. "Itu ide bagus. Aku bisa saja memberimu nomorku, tapi kau harus mengembalikan paspor ibumu dulu." 

Senyum Summer seketika mengerut. Kelopak matanya turun. Tepat ketika ia hendak protes, ponsel Louis berdering. Louis pun meraihnya dari atas nakas. 

"Itu pasti Mama."

Alis Louis kembali terangkat. "Dari mana kau tahu?"

"Mama sudah menelepon beberapa kali, tapi kamu tidak bangun-bangun. Sebetulnya, itu juga yang membuatku yakin kalau kamu tidur nyenyak." 

"Kenapa tidak kau angkat?" 

Summer mengedikkan bahu. "Bukankah tidak sopan kalau kita menerima telepon di ponsel orang lain?" Sedetik kemudian, ia merapatkan diri kepada Louis. 

"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Louis, meliriknya dengan alis berkerut. 

Summer mendongak dengan pipi yang menempel di lengan Louis. "Aku juga mau menyapa Mama." 

Setelah menghela napas pasrah, Louis menerima panggilan. Wajah Sky langsung muncul di layar. Belum sempat wanita itu bicara, Summer telah melambaikan tangannya. 

"Selamat pagi, Mama. Apakah tidurmu nyenyak? Aku dan Paman Louis tidur nyenyak. Mama tahu? Aku sempat tidur di ruang tamu. Tapi kemudian, Paman Louis memindahkan aku ke kamar ini. Dia juga menemaniku tidur. Ternyata dia sangat baik. Sangat cocok untuk menjadi Papa-ku. Oh, Mama? Ada apa dengan matamu? Kenapa kamu jadi mirip burung hantu?" 

Sky memasang raut jengkel. "Jangan berpura-pura tidak tahu, Summer. Mama tidak bisa tidur karena ulahmu. Di mana kamu menyembunyikan pasporku?"

"Kau mencarinya semalaman?" selidik Louis. 

Sky mengangguk. "Ya, dan tetap tidak ketemu. Summer, ini sama sekali tidak lucu. Berhenti main-main dan katakan di mana kau menyembunyikannya?" 

Sambil menggaruk kepala, Summer terkekeh. "Maaf, Mama. Aku belum bisa memberi tahu. Paman Louis masih belum setuju untuk menjadi Papa-ku." 

Tak mau suasana berubah canggung, Louis melempar pertanyaan baru. "Apakah kau sudah mencari di semua tempat? Yang tak terduga seperti di dalam kulkas, misalnya?" 

Tawa Summer seketika mengudara. "Paman, paspor itu bukan makanan. Kenapa menyimpannya di dalam kulkas? Itu terlalu konyol." 

"Lalu di mana kau menyimpannya?" 

"Katakan dulu kalau kamu mau menikahi Mama," Summer memasang raut manja. 

"Summer?" tegur Sky. "Kenapa kamu terus memaksa Louis begitu? Itu tidak baik." 

"Aku tidak peduli. Pokoknya, aku baru mau mengatakan di mana paspor Mama kalau Paman Louis sudah setuju untuk menjadi Papa-ku. Tapi kurasa, itu tidak akan lama, Mama. Dia sudah mulai berubah pikiran. Tadi pagi saja, dia sempat menyebut nama Mama dalam tidurnya. Kurasa selama ini dia juga merindukan Mama. Hanya saja, dia merahasiakannya." 

Sementara Sky meringis malu, Louis mematung. Matanya terbelalak menatap ke arah pintu. Entah sejak kapan, Grace telah berdiri di sana. Tatapannya tajam seolah ingin membunuh. 

"Ace," desah Louis sembari menurunkan ponsel dari hadapannya. Ia tidak peduli jika obrolannya dengan Sky belum selesai. Perasaan sang kekasih adalah prioritasnya.

Alih-alih menyahut, Grace malah berbalik pergi. Melihat itu, Louis spontan melompat turun dari kasur.

"Ace, tunggu." Ia menahan lengan Grace. "Tolong jangan salah paham. Dengarkan aku dulu."

"Apa lagi yang perlu kudengar? Bukankah semua sudah jelas?" Grace menyibak tangan Louis dari lengannya. Deru napasnya yang kasar membuat suasana bertambah tegang.

"Kau bilang akan menangani bocah itu. Tapi lihat kenyataannya. Kalian malah semakin akrab. Kau bahkan menemaninya tidur semalam!"

Louis menggeleng tipis. Matanya memicing tak mengerti. "Kau cemburu kepada anak kecil? Ayolah, Ace. Dia bahkan belum genap lima tahun."

"Jangan berpura-pura bodoh, Louis. Kau pikir aku tidak tahu? Kau mulai menganggapnya sebagai anakmu. Lalu apa yang akan kau lakukan setelah ini? Meninggalkan aku untuk menikahi ibu dari anak itu?"

"Ace," Louis memegangi pundak sang kekasih dan menatapnya lembut, "tolong kendalikan emosimu. Kita bicarakan hal ini dengan kepala dingin. Jangan ceroboh."

"Kaulah yang seharusnya jangan ceroboh. Kau bahkan belum menghubungiku pagi ini, tapi kau sudah menelepon Sky."

"Bukan aku yang meneleponnya, tapi dia yang meneleponku. Itu pun dia lakukan bukan untuk menyapa, tapi untuk menanyai putrinya. Dia masih belum berhasil menemukan paspor yang disembunyikan oleh Summer."

"Kau percaya?" Grace mendengus. "Itu hanya akal-akalan mereka untuk meraih simpatimu, Louis. Kau seharusnya berhenti mengikuti permainan mereka. Lempar saja anak itu keluar. Aku yakin sang ibu akan langsung menjemputnya."

Louis terpejam sejenak. Selagi tertunduk, ia berusaha menjaga kesabaran.

"Ace, bukankah kau sudah mengenalku? Apakah menurutmu aku laki-laki yang lemah dan gampang terpengaruh?" tanya Louis sambil menaikkan alis.

Tak mendapat jawaban, ia pun berbisik, "Aku bersikap baik kepada Summer bukan karena aku tidak mencintaimu lagi, tapi karena dia masih sangat kecil. Dia tidak tahu apa yang dia lakukan. Apakah kau tidak kasihan kalau aku mengusirnya? Ibunya masih berada di Kanada. Sesuatu yang buruk bisa saja terjadi padanya sebelum Sky tiba di sini."

"Lihat? Kau memang peduli padanya."

"Aku peduli karena aku manusia. Apakah kau tidak takut padaku kalau aku tega menelantarkan anak kecil? Kau tidak mungkin berharap memiliki seorang suami yang jahat, kan?"

Grace menggeleng tipis. Sembari bicara, telunjuknya menusuk-nusuk dada Louis. "Aku berharap memiliki suami yang tegas dan bertanggung jawab atas janjinya. Kau bilang akan selalu memprioritaskan dan mengerti aku, kau ingat? Sekarang buktikan! Usir anak itu dari rumahmu atau hubungan kita usai!"

Pixie

Pagi, guys! Semoga suka ya sama ceritanya. Have a nice day! Buat kalian yang kangen cerita Pixie yang lain, bisa baca-baca lagi, ya. 1. Cinta CEO dalam Jebakan 2. Menaklukkan Duda Dingin 3. Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan 4. Istri Presdir yang Hilang 5. Pengawal Misterius Nona Pewaris P.S. Kira-kira, apa yang bakal dilakukan oleh Louis? Yuk komen!

| 4
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Yanti Aching
putus aja lah, galak ace. ketauan gak sayang anak kecil
goodnovel comment avatar
Monika Anastasia Khim
Yudhhh putus aja gihhh wkwkkwwk
goodnovel comment avatar
Indah Carolina
ace keliatannya bukan cwe yg baik ya .. gitu amat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   9. Dilema

    Louis menghela napas cepat. Kepalanya menggeleng tak percaya. "Ace? Aku tahu kau sedang ingin menguji ketulusan dan kesetiaanku, tapi bukan begini caranya.""Tidak ada cara lain, Louis. Aku mulai meragukanmu dan kamu harus menghentikan itu. Kau tahu seberapa kacau pikiran dan perasaanku sejak bocah itu muncul? Bayangkan saja. Lamaran yang kuimpi-impikan hancur karena ulahnya. Coba tempatkan dirimu di posisiku. Jangan hanya bersimpati padanya!"Louis terdiam dan membisu. Matanya yang sayu kini ikut berkaca-kaca. "Kau sungguh ingin aku mengusir anak kecil yang tidak berdaya itu?""Gunakan akal sehatmu, Louis. Kau tidak harus melemparnya ke jalan. Kau punya banyak pelayan dan pengawal. Pilih saja beberapa untuk mengirimnya pulang. Yang penting, ia enyah dari sini dan tidak mengusik hubungan kita lagi."Louis menarik napas berat. Ia melirik ke arah pintu. Balita yang mengintip di sana tampak ketakutan."Paman Louis, tolong jangan usir aku. Masih ada banyak hal yang mau kulakukan denganmu.

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-04
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   10. Luka Summer

    Setibanya di hadapan Summer, Louis langsung menekuk lutut. Hatinya terasa pedih mendengar rintihan gadis kecil itu. Apalagi, saat ia memeluknya, punggung Summer ternyata gemetar hebat. Dua tangan mungil yang mendekap lehernya juga terasa dingin dan berkeringat."Paman Louis," isak Summer sambil terbatuk-batuk, "kenapa kamu meninggalkan aku? Tolong jangan lakukan itu lagi."Louis menarik napas berat. Ia tidak bisa menyangkal kalau penyesalan telah menumpuk tinggi dalam dadanya.Sayangnya, ia tidak bisa meminta maaf. Itu bisa menjadi perdebatan baru antara Grace dengan dirinya. Ia tidak bisa juga berjanji untuk tidak meninggalkan Summer. Itu hanya akan menjadi harapan palsu baginya."Kenapa kamu mengejarku, Summer? Bukankah sudah kubilang untuk mendengarkan Nyonya Campbell? Kenapa malah berlari tanpa sepatu?"Louis mempertemukan pandangan. Air mata ternyata masih menetes dari sudut mata sang balita. Dengan penuh perhatian, ia menyekanya."Aku sangat takut tadi. Aku takut tidak bisa berte

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-05
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   11. Kesamaan Louis dan Summer

    "Lalu, apa lagi? Pilihlah beberapa," tutur Louis kaku. Ia merasa konyol karena berniat mencocokkan selera makannya dengan Summer."Kurasa itu akan sulit bagiku. Aku suka makanan. Aku bisa memakan semuanya dengan lahap, kecuali sayur kribo itu. Aku sebenarnya kurang suka brokoli, tapi Mama bilang dia punya banyak manfaat. Jadi, aku terpaksa memakannya."Louis lagi-lagi mematung. Itu sama persis dengan apa yang dialaminya sewaktu masih kecil dulu."Tapi Paman Louis," suara Summer membuatnya mengerjap, "apakah semua makanan ini aman? Maksudku, tidak ada almond atau udang, kan?"Mata Louis kini membulat maksimal. Ia tahu bahwa Sky alergi terhadap almond. Hal itu sangat mungkin menurun kepada Summer. Tetapi udang? Mengapa Summer takut pada udang?"Ada apa dengan almond dan udang?" Louis berpura-pura tidak tahu."Mereka jahat, Paman. Mereka bisa membuatku gatal-gatal dan sesak napas."Louis berusaha untuk tidak mengubah ekspresi. Akan tetapi, kepalanya terlalu berisik oleh pertanyaan-pertany

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-05
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   12. Membuat Summer Mengerti

    "Kedua, kamu orang baik. Aku sering mendengar Mama memujimu begitu. Kata Mama, kamu suka membantu orang-orang. Kamu tidak pernah marah-marah. Kamu juga suka membuat orang-orang tertawa," terang Summer sebelum menangkup pipinya sendiri. Wajahnya jadi tampak lebih manis."Jadi, kamu suka orang yang baik, humoris, dan sabar?" Louis menyimpulkan."Ya!"Selagi Louis menulis, Summer menambahkan, "Aku suka orang yang ramah dan pandai menghibur. Dia tidak akan pernah membuat orang lain bosan."Louis mengangguk-angguk mengerti. "Lalu apa lagi?""Kudengar kamu juga suka bertualang. Itu poin penting untuk menjadi Papa karena aku dan Mama suka bertualang. Kalau kita menjadi keluarga, kita akan sering bepergian ke berbagai tempat."Dahi Louis mengernyit. Setelah menulis, ia menunjuk Summer dengan pulpen."Summer, maaf sekali. Aku tidak memenuhi kriteria ini. Aku sebetulnya tidak suka bertualang. Aku bahkan sudah bertahun-tahun tidak melakukannya.""Benarkah?" Mata Summer membulat. Itu seperti masal

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-06
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   13. Impian Summer

    Summer berkedip-kedip melihat bangunan berdinding kaca di depan mobil mereka. Banyak rak tersusun rapi di dalam sana."Itukah toko buku yang akan kita kunjungi, Paman?" tanya Summer kepada pria yang duduk di jok sebelah.Louis mengangguk tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya. "Benar.""Lalu kenapa kita belum turun?" Summer memiringkan kepala sedikit.Louis akhirnya melirik. Ekspresinya datar, sorot matanya terkesan tak acuh. Grace baru saja memblokir nomornya. Pikirannya masih tertuju ke situ."Area itu belum selesai disterilisasi. Jadi tunggulah sebentar," jawabnya jutek.Summer sebetulnya tidak mengerti apa itu disterilisasi. Ia hendak bertanya, tetapi Louis sudah kembali sibuk dengan ponselnya. Alhasil, ia kembali memanjangkan leher, mengamati apa yang terjadi di luar sana.Beberapa orang baru saja keluar dari pintu bangunan. Kebanyakan adalah anak-anak bersama orang tua mereka. Mereka berjalan bergandengan dengan langkah riang dan wajah gembira. Diam-diam, Summer merasa iri ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-06
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   14. Jangan Lupakan Aku

    "Baikah, kuakui niatmu sangat mulia. Kau anak baik, Summer. Teruslah berbaktilah kepada ibumu. Omong-omong," Louis menggaruk hidung. Ia khawatir perasaannya terkuak."Apa hubungannya buku ini denganku? Kenapa kau mau membelikannya untukku? Kalau kau mau mendapat banyak royalti, bukankah kau seharusnya memintaku untuk membelinya?" Louis menyerahkan buku tersebut kepada Summer.Lagi-lagi, wajah Summer berubah sendu. Sambil menerima buku itu, kepalanya tertunduk."Seperti yang kubilang, aku tidak mau kau melupakan aku. Kalau kau menyimpan bukuku, kau pasti akan selalu ingat padaku. Sesekali, bacalah buku ini, Paman. Mungkin malam sebelum tidur. Dengan begitu, aku akan selalu ada dalam ingatanmu."Tiba-tiba, Summer kembali mendongak. Matanya bercahaya lagi sekarang."Paman Louis, bagaimana kalau malam ini kamu membacakan buku untukku? Kudengar, itu biasa dilakukan oleh seorang ayah kepada anaknya. Bukankah hari ini aku boleh menganggapmu papa?"Louis tertegun. Ia sebetulnya khawatir mengab

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-07
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   15. Aku Tahu Kau Terpaksa

    Summer terkikik melihat penampilannya di cermin. Ia terlihat sangat keren dengan topi koboi, kemeja kotak-kotak biru, dan rompi kulit yang senada dengan sepatu boot cokelatnya. Apalagi, celana yang dikenakannya berumbai-rumbai dan ikat pinggang di depan perutnya berbentuk kepala sapi."Oh, ini adalah pakaian terbaik yang pernah kukenakan," ujarnya sambil merentangkan tangan.Melihat respons lucu tersebut, pegawai toko yang membantunya di ruang ganti ikut tersenyum. "Benar, kan? Toko kami memang yang terbaik di T City. Tapi, Nona Kecil, Anda belum selesai. Masih ada scarf merah yang harus Anda pakai di leher."Gadis muda itu membentangkan scarf yang telah dilipat dua membentuk segitiga. Dengan senang hati, Summer mengangkat dagunya."Tolong pasangkan itu untukku, Nona," pintanya sopan."Dengan senang hati, Nona Kecil."Begitu scarf melingkar di lehernya, Summer langsung tersenyum bangga. Ia cepat-cepat berlari keluar, berharap bisa menunjukkan penampilannya kepada Louis. Namun ternyata,

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-07
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   16. Menghibur Summer

    Louis mematung dengan raut kaku. Napasnya tertahan oleh kata-kata Summer yang menusuk kalbu. "Apakah ... kau marah padaku?" tanyanya ragu. Summer menggeleng. "Aku hanya kecewa. Kau bilang aku boleh menganggapmu sebagai papa. Tapi kenyataannya, kau mengatakan itu hanya untuk menghiburku saja. Kau sama sekali tidak menganggapku anak." Sementara Summer menyiksa sosis yang tersisa di piringnya, Louis terkurung dalam perenungan. Ia tidak yakin apakah kekecewaan Summer adalah hal yang baik atau tidak. Di satu sisi, Louis merasa bahwa itu akan mempermudah perpisahan mereka. Namun, di sisi lain, ia khawatir kalau itu bisa berdampak buruk bagi kesehatan mental Summer. Tidakkah sang balita masih terlalu kecil untuk menanggung kekecewaan yang begitu besar? Tiba-tiba, seorang pengawal mendekat. Ia membungkuk di sisi Louis, berbisik, "Lapor, Tuan. Nona Evans ternyata menyewa mata-mata untuk mengawasi Anda." Louis seketika terbelalak. Keraguan dan rasa ibanya terhadap Summer mendada

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-08

Bab terbaru

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   198. Pasangan yang Manis

    Merasakan Summer bergerak-gerak di sampingnya, River pun terbangun. Ia bangkit duduk, berbisik sambil mengusap mata, "Summer, ada apa? Apakah kamu mimpi buruk?" Summer menggeleng lemah. Matanya masih mencari-cari. "Tidak." "Apakah kamu takut ada ular yang masuk? Kamu masih trauma dengan pengalaman buruk buruk yang tadi kamu ceritakan kepadaku?" "Tidak, River. Bukan itu." "Apakah kamu merindukan orang tuamu?" Summer akhirnya menatap River dengan wajah lusuhnya. "Tidak juga. Aku bersama kamu dan yang lain di sini. Untuk apa aku merindukan orang tuaku yang sedang berbulan madu? Biarkan saja mereka bersenang-senang berdua." River menggaruk-garuk kepala. "Lalu apa yang membuatmu resah?" "Aku mencari kantung tidurku. Aku selalu memakainya setiap kali camping. Aku tidak bisa tidur nyenyak kalau tidak ada dia," sahut sang balita, serak. Dengan penerangan dari lampu cas yang sudah sangat redup, River pun membantu Summer mencarinya. Ternyata, kantung tidur Summer masih terlipa

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   197. Pembawa Kehangatan

    Briony tidak mampu lagi berkata-kata. Kejujuran Summer sudah seperti skakmat baginya. Melihat diamnya sang bibi, keresahan Summer kembali meradang. Ia maju sedikit, berbisik, "Tapi sekarang, aku sudah sadar kalau tindakanku itu salah, Bibi. Aku tidak seharusnya ikut campur persoalan orang dewasa. Karena itu, aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Bibi mau kan memaafkan aku?" Briony mengerjap. Matanya terpaku pada wajah bulat yang mengharapkan maafnya. "Kamu janji tidak akan menjodoh-jodohkan aku dengan siapa pun lagi?" tanyanya, memastikan. Summer mengangguk. "Ya. Seperti yang Paman Brandon bilang, Bibi butuh waktu untuk memulihkan hati. Kesedihan Bibi tidak bisa langsung hilang hanya dengan memiliki pasangan. Aku sudah mengerti tentang itu." Alis Briony melengkung tinggi. "Brandon bilang begitu?" Summer mengangguk. "Karena itu, tolong jangan marah padaku lagi, Bibi. Aku sudah bertobat. Aku tidak akan mengulangi kesalahan." Briony terdiam sejenak, mencerna keadaan.

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   196. Kepedulian yang Tulus

    Briony menghela napas cepat. Sebelum gadis itu kembali bertengkar dengan keponakannya, Brandon menyela, "Summer, sudah berapa jauh progres kalian?" "Sedikit lagi kami selesai, Paman!" "Ya, tersisa tiga lilitan lagi. Tapi kurasa ini akan memakan waktu lebih lama. Tali yang terulur sudah sangat panjang," imbuh River sambil terus bekerja. Keringat telah membutir di keningnya. Briony memutar bola mata. Ia benar-benar sudah tak nyaman. Ia ingin keluar dari situasi itu dengan segera. Karena itu, begitu lilitan tali terlepas, ia cepat-cepat bangkit dan melangkah pergi. Melihat sikap dingin sang bibi, Summer kembali diliputi rasa bersalah. "Oh, tidak. Bibi sungguh-sungguh marah kepadaku," gumamnya sambil mencebik. "Jangan berpikiran negatif dulu, Summer. Siapa tahu bibimu pergi karena malu," River mencoba untuk menenangkan. "Tapi Bibi tidak pernah mengabaikan aku begitu. Paman Brandon, apakah sikapku tadi sudah keterlaluan?" tanya Summer dengan mata berkaca-kaca. Saat ini,

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   195. Briony Kesal

    "Paman Brandon dan Bibi Briony kan sudah dewasa. Kalian sama-sama belum mempunyai pasangan. Bukankah tidak apa-apa kalau kalian berdua berciuman?" tanya Summer sambil menahan tawa. Meski demikian, kegelian tetap lolos dari mulutnya.Mendengar pernyataan semacam itu, Briony menghela napas tak percaya. "Summer, apakah kau lupa berapa umurmu? Kamu itu masih kecil. Belum saatnya kamu membicarakan tentang pasangan dan ciuman!""Apa masalahnya, Bibi? Bukan aku yang akan berciuman, tapi Bibi dan Paman Brandon!"Pipi Briony semakin memanas. "Kami tidak akan berciuman, Summer. Kami hanya berteman!" tegasnya, kesal.Sementara itu, Brandon melirik River. Ia merasa ulah keponakannya itu sudah melewati batas. "River, apakah ini idemu? Kau mengajari Summer hal yang tidak pantas lagi?" "Tidak, Paman. Bukan aku! Itu ide Summer!" Sambil tertawa, Summer mengaku. "Tolong jangan memarahi River, Paman. Ini memang ideku. Aku sedang bereksperimen tentang cinta. Aku ingin membuktikan apakah dua orang yang

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   194. Jebakan untuk Briony dan Brandon

    "Wow! Eksperimen kalian memang keren! Selamat, Summer, River. Kalian berhasil melakukannya dengan benar. Menyusun stik es krim agar reaksi berantainya tidak putus bukanlah hal yang mudah," puji Brandon, membuat mata para bocah berbinar-binar. "Paman benar! Susunan stiknya memang rumit dan sulit untuk dilakukan!" seru River sambil mengangguk yakin. "Untung saja kerja sama kami baik. Eksperimen terselesaikan dengan sempurna!" lanjut Summer bangga. "Omong-omong, Paman, Bibi, apakah kalian punya waktu untuk kami? Masih ada satu eksperimen yang perlu kami lakukan, tapi kami tidak bisa melakukannya berdua." Brandon dan Briony mengangkat alis. "Eksperimen apa?" tanya mereka bersamaan. Summer dan River saling lirik dan bertukar senyum. Selang beberapa saat, Brandon dan Briony telah berdiri di tengah pekarangan. Mereka menghadap satu sama lain dengan jarak sekitar 10 meter. Masing-masing dari mereka menggenggam ujung dari seutas tali. "Hei, Summer, apakah tali itu tidak kepanjanga

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   193. Kisah Cinta yang Miris

    Selama beberapa saat, Summer membiarkan River mengamati hasil eksperimennya. Setiap bocah laki-laki itu berdecak kagum, hati Summer berbunga-bunga. Ia merasa bangga pada dirinya sendiri karena telah berhasil membuat percobaan yang mengagumkan. "Wow, apakah ini kertas daur ulang?" River menyentuhkan telunjuk mungilnya pada sebuah kertas tebal dengan permukaan tak rata dan warna yang agak kusam. Summer mengangguk mantap. "Ya, itu adalah percobaan ketigaku, tapi hasilnya belum memuaskan. Aku akan mencoba untuk membuatnya lagi sampai hasilnya sebagus kertas biasa." "Apakah kalau sudah berhasil, kau mau menjualnya?" Bibir Summer mengerucut. "Entahlah, aku belum yakin tentang itu. Mungkin, aku akan menggunakannya untuk mencetak buku-bukuku terlebih dahulu. Setelah itu, baru aku akan memperluas penggunaannya. Aku berharap, dengan adanya kertas daur ulang ini, penebangan pohon bisa berkurang. Orang-orang tidak perlu menggunakan kertas baru. Kertas-kertas lama juga bisa." River men

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   192. Eksperimen Summer

    Tiba-tiba, Summer dan River melangkah mundur. Namun, setelah hitungan ketiga, mereka malah berlari maju. Mereka tanpa ragu menabrak Brandon dan Briony. Saat mereka terpental dan jatuh ke lantai, mereka malah tertawa terpingkal-pingkal. "Summer, kamu benar! Kita terpental karena gaya dorong yang kita berikan kembali kepada kita!" ujar River seraya mengatur napas. "Itulah Hukum Newton ke-3. Aksi sama dengan reaksi! Sekarang, bagaimana kalau kita beralih ke agenda selanjutnya? Ayo ke ruang eksperimen dan memulai eksperimen yang sesungguhnya!" "Ayo!" Kedua bocah itu bergegas bangkit dan berlari ke pekarangan barat. Melihat kecepatan mereka, Brandon dan Briony hanya bisa berkedip-kedip dengan mulut ternganga. "Astaga .... Apa yang salah dengan mereka? Apakah mereka mengira kita ini benda mati? Mereka bahkan tidak sempat meminta maaf sebelum pergi," desah Briony, tak habis pikir. Ia tidak sadar jika tubuhnya masih menempel pada Brandon. Sambil menghela napas, Brandon mengusi

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   191. Dijodohkan

    "Sampai jumpa, Mama, Papa! Semoga perjalanan kalian lancar! Bersenang-senanglah bersama penguin di Kutub Selatan!" ujar Summer sembari melambaikan tangan dengan sekuat tenaga. Senyumnya semringah, kakinya sesekali melompat. Louis dan Sky balas melambai dari jendela mobil mereka. "Sampai jumpa nanti, Sayang. Jangan lupa pesan Mama! Jadilah anak baik. Jangan membuat masalah selama Mama dan Papa pergi, oke?" pesan Sky dengan mata berkaca-kaca. "Tenang, Mama. Aku ini anak baik. Aku tidak mungkin membuat masalah. Mama dan Papa fokus pada bulan madu saja!" angguk Summer sambil berkacak pinggang. Dari sisi Sky, Louis menunjuk sepupunya. "Briony, tolong awasi Summer dengan baik. Kami percayakan dia kepadamu," tuturnya serius. "Kurasa tidak ada yang perlu kuawasi, Louis. Putrimu adalah anak yang cerdas dan manis. Lagi pula, bukan hanya aku orang dewasa yang ada di rumah ini," celetuk Briony ringan. "Ya, ada Kakek, Nenek, Bibi Emily, Paman Cayden, Paman Russell, dan Paman Brand

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   190. Rencana Bulan Madu

    Louis meringis. Sambil mengelus kepala sang putri, ia memberi penjelasan, "Papa dan Mama tidak mau mengganggu pikiranmu. Kami berencana untuk membicarakannya setelah kamu memutuskan untuk lanjut bersekolah atau belajar mandiri." "Papa dan Mama seharusnya tidak perlu menunggu. Itu sama sekali tidak mengganggu pikiranku," geleng Summer lucu. "Jadi, kau tidak keberatan kalau ayah dan ibumu pergi berbulan madu?" selidik Brandon, penasaran. Summer mengangguk. "Tentu saja tidak. Orang yang baru menikah memang seharusnya pergi berbulan madu, seperti Paman Cayden dan Bibi Emily. Gerry dan Merry juga." "Benarkah? Kamu tidak keberatan kalau Mama dan Papa berpergian berdua, sedangkan kamu di rumah?" tanya Sky spontan. Summer mengerjap. "Oh? Aku tidak ikut?" Para orang dewasa sontak menggigit bibir menahan geli. Sementara itu, River menjawab, "Tentu saja kau tidak boleh ikut, Summer. Itu bulan madu, bukan liburan. Hanya pengantin baru yang akan berangkat. Kehadiran orang lain hanya

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status