Akankah Louis luluh? Berhasilkan Summer menjadikan Louis ayahnya?
"Baikah, kuakui niatmu sangat mulia. Kau anak baik, Summer. Teruslah berbaktilah kepada ibumu. Omong-omong," Louis menggaruk hidung. Ia khawatir perasaannya terkuak."Apa hubungannya buku ini denganku? Kenapa kau mau membelikannya untukku? Kalau kau mau mendapat banyak royalti, bukankah kau seharusnya memintaku untuk membelinya?" Louis menyerahkan buku tersebut kepada Summer.Lagi-lagi, wajah Summer berubah sendu. Sambil menerima buku itu, kepalanya tertunduk."Seperti yang kubilang, aku tidak mau kau melupakan aku. Kalau kau menyimpan bukuku, kau pasti akan selalu ingat padaku. Sesekali, bacalah buku ini, Paman. Mungkin malam sebelum tidur. Dengan begitu, aku akan selalu ada dalam ingatanmu."Tiba-tiba, Summer kembali mendongak. Matanya bercahaya lagi sekarang."Paman Louis, bagaimana kalau malam ini kamu membacakan buku untukku? Kudengar, itu biasa dilakukan oleh seorang ayah kepada anaknya. Bukankah hari ini aku boleh menganggapmu papa?"Louis tertegun. Ia sebetulnya khawatir mengab
Summer terkikik melihat penampilannya di cermin. Ia terlihat sangat keren dengan topi koboi, kemeja kotak-kotak biru, dan rompi kulit yang senada dengan sepatu boot cokelatnya. Apalagi, celana yang dikenakannya berumbai-rumbai dan ikat pinggang di depan perutnya berbentuk kepala sapi."Oh, ini adalah pakaian terbaik yang pernah kukenakan," ujarnya sambil merentangkan tangan.Melihat respons lucu tersebut, pegawai toko yang membantunya di ruang ganti ikut tersenyum. "Benar, kan? Toko kami memang yang terbaik di T City. Tapi, Nona Kecil, Anda belum selesai. Masih ada scarf merah yang harus Anda pakai di leher."Gadis muda itu membentangkan scarf yang telah dilipat dua membentuk segitiga. Dengan senang hati, Summer mengangkat dagunya."Tolong pasangkan itu untukku, Nona," pintanya sopan."Dengan senang hati, Nona Kecil."Begitu scarf melingkar di lehernya, Summer langsung tersenyum bangga. Ia cepat-cepat berlari keluar, berharap bisa menunjukkan penampilannya kepada Louis. Namun ternyata,
Louis mematung dengan raut kaku. Napasnya tertahan oleh kata-kata Summer yang menusuk kalbu. "Apakah ... kau marah padaku?" tanyanya ragu. Summer menggeleng. "Aku hanya kecewa. Kau bilang aku boleh menganggapmu sebagai papa. Tapi kenyataannya, kau mengatakan itu hanya untuk menghiburku saja. Kau sama sekali tidak menganggapku anak." Sementara Summer menyiksa sosis yang tersisa di piringnya, Louis terkurung dalam perenungan. Ia tidak yakin apakah kekecewaan Summer adalah hal yang baik atau tidak. Di satu sisi, Louis merasa bahwa itu akan mempermudah perpisahan mereka. Namun, di sisi lain, ia khawatir kalau itu bisa berdampak buruk bagi kesehatan mental Summer. Tidakkah sang balita masih terlalu kecil untuk menanggung kekecewaan yang begitu besar? Tiba-tiba, seorang pengawal mendekat. Ia membungkuk di sisi Louis, berbisik, "Lapor, Tuan. Nona Evans ternyata menyewa mata-mata untuk mengawasi Anda." Louis seketika terbelalak. Keraguan dan rasa ibanya terhadap Summer mendada
Begitu turun dari mobil, Summer langsung berjalan dengan penuh semangat. Ia merasa sangat bangga. Walaupun pakaiannya dan Louis berbeda, setidaknya, gambar di wajah mereka sama. Ia sengaja memilih pola harimau tadi. Dengan begitu, ia bisa menjadi harimau kecil, sedangkan Louis sebagai harimau besar. Mereka jadi terlihat seperti ayah dan anak sungguhan! "Summer, kau lihat? Anak-anak lain kagum padamu. Mereka terus memperhatikan kita." Summer terkekeh mendengar ucapan Louis. Wajahnya jadi tampak semakin lucu dengan gigi-giginya yang kecil itu. "Kurasa mereka juga mau melukis wajah seperti kita. Kalau saja Nyonya Lewis menjual jasanya di sini, pasti orang-orang sudah berbaris di depan booth-nya. Dia akan mendapat banyak uang untuk ditabung ke dalam rekeningnya!" Sambil menggeleng-geleng, Louis tertawa kecil. Ia tidak bisa menyangkal bahwa Summer memang menggemaskan. "Hei, Manusia Mungil, lihatlah itu. Kau yakin berani naik ke atas sana?" Louis menunjuk puncak bianglala den
"Gawat!" pekik Louis dalam hati. Napasnya kini semakin bergemuruh. "Apa yang harus kukatakan kepada Sky? Haruskah aku mengaku bahwa aku telah lalai menjaga putrinya?" Sambil terus menatap ponsel, Louis menimbang-nimbang. Ibu jarinya naik turun mengimbangi keraguan. Bahkan hingga ponselnya berhenti bergetar, ia masih belum mengambil keputusan. Tubuhnya terus mematung hingga akhirnya, ia mengerjap. "Sejak kapan aku jadi pengecut begini?" Sambil menghela napas, Louis memecah kekakuan. "Aku adalah Louis Harper. Aku tidak pernah melalaikan tanggung jawab. Aku sudah berjanji kepada Sky untuk menjaga Summer. Itu artinya aku harus memastikan keamanan dan keselamatannya." Usai menyimpan ponsel ke dalam saku, Louis menegakkan badan. Ia mengatur napas, berusaha menjernihkan pikiran. "Bagaimana aku bisa menemukan Summer sekarang? Haruskah aku melapor dan membongkar identitasku? Kalau begitu, percuma aku repot-repot melukis wajah seperti ini." Tiba-tiba, Louis tersentak. Ia ingat w
Malam itu, Louis betul-betul memfokuskan perhatiannya kepada Summer. Ia membantunya membuat gulali, menemaninya memilih es krim. Bersama-sama, mereka nikmati makanan manis tersebut. Summer tampak sangat gembira. Matanya terus bercahaya, tawanya sesekali mengudara. Hati Louis terasa ringan setiap kali ia mendengarnya. Setelah menghabiskan makanan, termasuk roti lapis yang mereka beli belakangan, Louis dan Summer kembali ke lokasi sebelumnya. Di sana, mereka mencoba beberapa permainan. Salah satunya adalah permainan menembak. Summer hanya berhasil mengenai satu target. Itu pun berkat bantuan Louis. Atas keberhasilannya, ia mendapat gantungan kunci berbentuk harimau yang sangat lucu. Sementara itu, Louis berhasil menjatuhkan semua target. Ia berhak mendapatkan hadiah apa pun yang ia mau. Ia sebetulnya berniat untuk memilih boneka Minion yang mirip dengan Summer. Akan tetapi, gadis kecil itu mendesaknya untuk mengambil boneka harimau. "Apakah kau tahu, Paman? Harimau betina adalah
"Tenang, Summer. Sampai kapan pun, aku tidak mungkin bisa melupakanmu. Kau adalah manusia mungil paling cerdas dan berani yang pernah kukenal. Kau juga sudah mengacaukan lamaranku dan terus mengusikku seharian ini. Mustahil aku bisa melupakan kenakalanmu," bisik Louis, tipis. Sembari menegakkan badan, gadis kecil itu meloloskan tawa. "Aku sebetulnya tidak nakal, Paman Louis. Hanya saja, aku ingin kamu menjadi papaku. Bukankah setiap orang harus berjuang untuk mewujudkan impiannya? Tapi kalau kamu lebih bahagia bersama Grace, apa boleh buat?" Usai menghela napas, senyum Summer mengendur. Namun, ia enggan menampakkan kesedihan. "Aku hanya bisa berharap kamu berubah pikiran. Siapa tahu, kau tidak jadi menikahi Grace. Datanglah kepada aku dan Mama. Kami akan dengan hati menerimamu sebagai keluarga. Kamu bisa menikahi Mama dan menjadi Papa!" Sambil tersenyum masam, Louis mengusap kepala Summer. "Kau boleh berharap, tapi kau tidak boleh memaksakan ke
"Ya, kalian berdua. Kau dan Summer. Memangnya siapa lagi? Menginap saja di rumahku," tutur Louis, berusaha agar tidak terdengar canggung. Louis berhasil melakukan itu, tetapi tidak dengan Sky. Tawanya baru saja mengudara. Meski terdengar renyah, kegugupannya tetap kentara. "Louis, apakah kau lupa? Kita sudah bukan anak-anak. Aku tidak bisa menginap di rumahmu seenaknya. Statusku adalah ibu tunggal sekarang, sedangkan kau sudah punya kekasih, dan kalian akan segera menikah. Aku bisa berubah menjadi ayam geprek kalau sampai kekasihmu tahu aku menginap di rumahmu," terang Sky tanpa mengambil jeda. Louis hanya berkedip-kedip saat menyimaknya. "Kau manusia, Sky, bukan ayam. Dan Grace tidak akan meremukkanmu. Dia tidak sejahat itu. Aku yang akan merasa jahat kalau membiarkan kau dan Summer mencari hotel malam-malam begini. Emily sudah pasti akan menghujatku." Sky lagi-lagi meringis. "Tapi tetap saja, aku merasa tidak enak hati terhadap kekasihmu. Aku dan Summer sebaiknya bermalam d