Home / Romansa / Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO / 7. Bersimpati terhadap Summer

Share

7. Bersimpati terhadap Summer

Author: Pixie
last update Last Updated: 2024-09-03 16:11:32

Tiba-tiba, ponsel Louis berdering. Khawatir Summer terbangun, ia cepat-cepat menyingkir. Wajahnya keruh. Namun, melihat siapa yang memanggil, matanya seketika berbinar.

“Ace? Kau sudah tidak marah lagi padaku?” Louis terdengar ceria walau suaranya agak pelan.

“Louis, kupikir kau sudah menangani anak itu. Tapi kenapa kau membawanya ke penthouse-mu?”

Cahaya di wajah Louis mendadak lenyap. Ia tidak menyangka kekasihnya akan mempermasalahkan hal itu.

“Aku perlu menginterogasinya dan aku tidak mau ada paparazi yang mengganggu. Jadi, kubawa dia ke penthouse-ku. Kau tahu? Ternyata, dia adalah putri Sky—sahabat Emily itu.”

“Sahabat lamamu itu?” balas Grace dengan penuh penekanan.

Louis menelan ludah. Ia bisa menangkap kecemburuan dari kekasihnya. “Ya. Aku juga tidak menyangka. Percaya atau tidak, anak itu berangkat seorang diri dari Kanada. Karena itu, aku tidak mungkin menelantarkannya. Kubiarkan dia beristirahat di tempatku.”

“Kau tahu kalau itu justru akan menimbulkan prasangka, kan? Paparazi bisa saja berpikir yang macam-macam. Mereka pasti mengaitkan anak itu dengan skandalmu dulu.”

“Kau tidak perlu khawatir, Ace. Kau tahu bahwa Sky dan putrinya tidak ada hubungannya dengan hal itu. Kau percaya padaku, kan? Aku tidak mungkin meniduri gadis sembarangan. Skandal itu adalah jebakan. Seseorang berusaha merusak nama baikku. Semua itu hanyalah tipuan.”

Grace tidak menjawab. Louis bisa membayangkan alis cantiknya tertaut kesal. Ia pun menambahkan, “Summer tidak akan lama di sini. Ibunya akan segera datang menjemput.”

“Jadi namanya Summer? Kalian sudah akrab, hmm?”

Louis mendesah berat. “Tolong jangan mengambek, Ace. Aku tahu kau pasti sangat kesal karena Summer mengacaukan lamaran tadi. Aku juga. Tapi kita tidak bisa menyalahkannya. Dia hanyalah seorang anak kecil yang merindukan sosok ayah.”

“Ya, bukan dia yang harus disalahkan, tapi ibunya. Dia tidak becus menjaga anaknya.”

Louis terdiam sejenak. Ia harus berhati-hati dalam memilih tanggapan yang tepat. Ia tidak mau kemarahan Grace malah memuncak.

“Nanti begitu Sky datang, aku akan menegurnya,” tuturnya kemudian.

“Menegur saja tidak cukup, Louis. Kau harus menegaskan kalau dia harus mengendalikan putrinya dengan baik. Jangan sampai anak itu mengacaukan lamaran orang lagi. Dia yang harus bertanggung jawab dalam menghadirkan sosok ayah untuk putrinya, bukan orang lain, apalagi kamu. Dia sudah bertahun-tahun tidak menghubungimu. Dia tidak seharusnya muncul secara tiba-tiba dan membebanimu dengan masalahnya sendiri.”

Dada Louis kini terasa sesak. Sang kekasih belum pernah mengomel begitu panjang. Ia jadi semakin bersalah karena gagal mengantisipasi kekacauan.

“Baiklah, aku akan menegaskannya. Sekarang, bisakah kau bersabar? Begitu Summer pergi, keadaan akan kembali normal. Aku akan mengatur lamaran yang lebih indah untukmu.”

“Jangan sekadar bicara, Louis. Buktikan. Kuharap tidak akan ada kekecewaan kedua.”

Louis mengangguk walau sang kekasih tidak sedang melihatnya. “Ya, aku akan memperketat keamanan. Tidak akan ada penyusup lagi nanti.”

Setelah panggilan berakhir, Louis mendongak dan mendesah panjang. Ia tidak pernah tahu bahwa berbicara dengan Grace bisa begitu melelahkan.

“Semua ini karena laki-laki yang tidak bertanggung jawab itu. Kalau saja dia bersedia mendampingi Sky, Summer tidak akan mendatangiku.”

Usai menyimpan ponsel, Louis memindahkan Summer ke kamar tamu. Tubuh mungilnya terasa ringan. Saat Louis meletakkannya di atas kasur, ia langsung meringkuk seperti ulat dalam kepompong.   

“Kenapa ada orang yang tega menelantarkan anaknya? Mungkinkah laki-laki itu tidak tahu kalau dia punya Summer?” batin Louis sembari mengusap pipi gembul sang balita.

Merasa gatal, Summer menggaruk muka. Louis hanya bisa tersenyum melihat tingkahnya.

“Lihatlah betapa kecil tangan ini,” Louis membandingkan jemari mereka. Merasa gemas, ia pun menyelipkan telunjuk ke dalam genggaman Summer.

“Bersabarlah, Manusia Mungil. Aku yakin, suatu hari nanti, kau pasti akan bertemu lagi dengan ayahmu. Kau dan ibumu tidak akan kesepian. Kalian juga akan menjadi keluarga bahagia.”

Louis mengelus punggung tangan Summer. Setelah mengecupnya sekali, ia beranjak dari kasur. Saat itulah, Summer berkata lirih.

“Papa ....”

Louis sontak membeku. Napasnya tersendat, matanya membulat.

Suara Summer begitu menyayat hati. Alisnya berkerut, dagunya tertekuk. Tangannya menggenggam telunjuk Louis seolah tidak mengizinkannya menjauh.

Selama beberapa saat, Louis terjebak dalam perenungan. Ia telah kembali duduk di sisi kasur. Matanya terpaku pada wajah bulat Summer.

Ada perasaan asing yang tidak ia mengerti di dalam kalbu. Perasaan yang membuatnya sesak. Perasaan yang mengajaknya bertanya-tanya sejak kapan ada ruang hampa dalam hatinya.

“Mungkinkah aku merasa kasihan pada Summer? Nasibnya jauh lebih buruk dari nasibku. Aku dan Emily sudah bertemu dengan Papa saat kami seusianya dulu, sedangkan Summer belum.”

Dengan alis yang berkerut, Louis mengamati tangan kecil yang enggan melepasnya. Ada getaran aneh yang timbul dari sentuhan itu, getaran yang belum pernah ada dan tidak jelas apa maknanya.

“Apakah aku berempati padanya? Karena itu aku merasakan ini?”

Louis memegangi jantungnya sendiri. Tak menemukan jawaban, ia pun berbaring miring di sisi Summer. Ia biarkan gadis kecil itu terus menggenggam telunjuknya. Sambil menyangga kepala dengan sebelah tangan, ia perhatikan bagaimana kerut alis sang balita memudar.

“Benar, kau harus melupakan kegelisahanmu. Jangan biarkan kerinduan terus menghantuimu. Ketika waktunya sudah tepat, ayahmu pasti akan datang.”

Louis mengelus punggung tangan balita itu dengan ibu jari. Selang beberapa saat, matanya ikut terpejam. Bibirnya tanpa sadar berbisik, “Mimpi yang indah, Summer. Kau juga layak bahagia.”

***

Begitu membuka mata, Louis langsung tersentak. Mulutnya ternganga, tangannya terangkat memegangi dada.

Melihat respon heboh itu, gadis kecil yang duduk bersimpuh di sampingnya tertawa terbahak-bahak. 

"Kenapa kamu terkejut begitu? Apakah kamu mengira kalau aku hantu? Mana ada hantu selucu aku?" Summer menangkup kedua pipi dan memiringkan kepalanya sedikit. Kedipan matanya yang cepat membuat Louis merasa terintimidasi. 

"Siapa yang tidak terkejut kalau seseorang menatapmu sedekat itu begitu bangun tidur? Kau beruntung aku tidak refleks meninjumu. Kalau tidak, kau pasti sudah terpental dari kasur." 

Sambil menjepit leher dengan pundak, Summer terkekeh. 

"Maaf, Paman. Aku tidak bermaksud mengagetimu. Aku hanya mau mengamati wajahmu. Aku tidak menyangka kau bisa tiba-tiba bangun. Padahal tadi, kau masih mendengkur. Omong-omong, tidak apa-apa kan kalau aku memanggilmu Paman? Kurasa kita sudah akrab sekarang."

Mata Louis seketika menyipit. "Kenapa kau menyimpulkan begitu?" 

"Karena kamu sudah mulai peduli padaku. Buktinya, kamu memindahkan aku ke kamar ini. Tidurku jadi lebih nyenyak. Bagaimana tidurmu semalam, Paman? Apakah kamu tidur nyenyak juga? Kurasa iya. Kalau tidak, tidak mungkin kamu mendengkur begitu kencang."

Louis menghela napas panjang. Ia tidak pernah tahu kalau seorang balita bisa bicara begitu panjang dan tanpa jeda. 

"Tolong jangan salah paham. Aku memindahkanmu bukan karena kita sudah akrab, tapi karena aku orang baik. Aku tidak bisa menelantarkan anak kecil. Kalau ada paparazi yang merekam, nama baikku bisa hancur."

"Apa itu parapazi?" tanya Summer dengan bibir mengerucut.

"Paparazi," koreksi Louis. "Orang yang mengambil foto secara diam-diam untuk disebarkan melalui media. Biasanya, mereka mengincar orang-orang terkenal. Itu sangat merugikan orang yang mereka potret."

"Oh, itu pekerjaan yang tidak sopan. Mereka seharusnya meminta izin dulu sebelum memotret seseorang," omel Summer sembari berkacak pinggang. 

Louis mendengus mendengarnya. "Apa bedanya denganmu? Kau mengacaukan lamaranku tanpa meminta izin. Kau juga tidak sopan."

"Tentu saja aku berbeda dengan parapazi. Mereka merugikanmu, sedangkan aku tidak. Aku melakukan itu demi kebaikanmu."

"Kebaikanku?" Alis Louis naik mendesak dahi. 

Summer mengangguk. "Apakah kau masih belum sadar juga? Kalau kau menikah dengan Nona Evans, kau tidak akan bahagia, Paman. Dia bukan orang yang kamu cinta."

Louis kembali mendesah dan terpejam. Itu masih terlalu pagi untuk mengulang perdebatan semalam. Fokusnya hari ini adalah mencari cara untuk memulangkan Summer kepada Sky.

Pixie

Hai, guys! Terima kasih sudah membaca. Hari ini Pixie up 2 bab. Jangan lupa komen, review, dan gems buat Summer, ya. Biar Summer menang kontes. Terima kasih!

| 8
Comments (7)
goodnovel comment avatar
Fikri Light
summer kamu kok lucu banget sih,, pengen dibungkus bawa pulang satu
goodnovel comment avatar
Pixie
Summer emang cetakan emaknya
goodnovel comment avatar
Pixie
Siaaap! Makasi, Tante Indah. Salam peluk dari Summer.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   8. Kecemburuan Grace

    "Summer, kau anak baik, kan?" tanya Louis dengan nada membujuk.Sang balita menjawab dengan mata berbinar. "Tentu saja! Kalau saja ada penghargaan untuk anak terbaik di seluruh dunia, aku pasti sudah mendapatnya. Aku ini pintar dan senang membantu orang-orang. Aku juga mandiri dan jarang merepotkan orang lain, kecuali Mama. Terkadang, aku masih membutuhkan bantuan darinya. Tapi kata Mama, itu wajar. Aku masih terlalu kecil untuk melakukan semuanya sendirian."Louis mengangguk-angguk dengan senyum yang dipaksa lebar. "Bagus. Kalau begitu, bisakah kau buktikan? Uruslah dirimu sendiri. Aku harus berangkat kerja sekarang. Ini sudah sangat terlambat."Summer tersenyum miring mendengar itu. Telunjuknya menggeliat seperti cacing di depan dagu. "Paman Louis, kamu tidak bisa membohongiku. Ini hari Minggu. Bibi Emily bilang kalian tidak pernah bekerja di akhir pekan. Sabtu dan Minggu adalah waktu khusus untuk diri sendiri dan keluarga. Karena kamu akan menjadi Papa-ku, bagaimana kalau kita meng

    Last Updated : 2024-09-04
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   9. Dilema

    Louis menghela napas cepat. Kepalanya menggeleng tak percaya. "Ace? Aku tahu kau sedang ingin menguji ketulusan dan kesetiaanku, tapi bukan begini caranya.""Tidak ada cara lain, Louis. Aku mulai meragukanmu dan kamu harus menghentikan itu. Kau tahu seberapa kacau pikiran dan perasaanku sejak bocah itu muncul? Bayangkan saja. Lamaran yang kuimpi-impikan hancur karena ulahnya. Coba tempatkan dirimu di posisiku. Jangan hanya bersimpati padanya!"Louis terdiam dan membisu. Matanya yang sayu kini ikut berkaca-kaca. "Kau sungguh ingin aku mengusir anak kecil yang tidak berdaya itu?""Gunakan akal sehatmu, Louis. Kau tidak harus melemparnya ke jalan. Kau punya banyak pelayan dan pengawal. Pilih saja beberapa untuk mengirimnya pulang. Yang penting, ia enyah dari sini dan tidak mengusik hubungan kita lagi."Louis menarik napas berat. Ia melirik ke arah pintu. Balita yang mengintip di sana tampak ketakutan."Paman Louis, tolong jangan usir aku. Masih ada banyak hal yang mau kulakukan denganmu.

    Last Updated : 2024-09-04
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   10. Luka Summer

    Setibanya di hadapan Summer, Louis langsung menekuk lutut. Hatinya terasa pedih mendengar rintihan gadis kecil itu. Apalagi, saat ia memeluknya, punggung Summer ternyata gemetar hebat. Dua tangan mungil yang mendekap lehernya juga terasa dingin dan berkeringat."Paman Louis," isak Summer sambil terbatuk-batuk, "kenapa kamu meninggalkan aku? Tolong jangan lakukan itu lagi."Louis menarik napas berat. Ia tidak bisa menyangkal kalau penyesalan telah menumpuk tinggi dalam dadanya.Sayangnya, ia tidak bisa meminta maaf. Itu bisa menjadi perdebatan baru antara Grace dengan dirinya. Ia tidak bisa juga berjanji untuk tidak meninggalkan Summer. Itu hanya akan menjadi harapan palsu baginya."Kenapa kamu mengejarku, Summer? Bukankah sudah kubilang untuk mendengarkan Nyonya Campbell? Kenapa malah berlari tanpa sepatu?"Louis mempertemukan pandangan. Air mata ternyata masih menetes dari sudut mata sang balita. Dengan penuh perhatian, ia menyekanya."Aku sangat takut tadi. Aku takut tidak bisa berte

    Last Updated : 2024-09-05
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   11. Kesamaan Louis dan Summer

    "Lalu, apa lagi? Pilihlah beberapa," tutur Louis kaku. Ia merasa konyol karena berniat mencocokkan selera makannya dengan Summer."Kurasa itu akan sulit bagiku. Aku suka makanan. Aku bisa memakan semuanya dengan lahap, kecuali sayur kribo itu. Aku sebenarnya kurang suka brokoli, tapi Mama bilang dia punya banyak manfaat. Jadi, aku terpaksa memakannya."Louis lagi-lagi mematung. Itu sama persis dengan apa yang dialaminya sewaktu masih kecil dulu."Tapi Paman Louis," suara Summer membuatnya mengerjap, "apakah semua makanan ini aman? Maksudku, tidak ada almond atau udang, kan?"Mata Louis kini membulat maksimal. Ia tahu bahwa Sky alergi terhadap almond. Hal itu sangat mungkin menurun kepada Summer. Tetapi udang? Mengapa Summer takut pada udang?"Ada apa dengan almond dan udang?" Louis berpura-pura tidak tahu."Mereka jahat, Paman. Mereka bisa membuatku gatal-gatal dan sesak napas."Louis berusaha untuk tidak mengubah ekspresi. Akan tetapi, kepalanya terlalu berisik oleh pertanyaan-pertany

    Last Updated : 2024-09-05
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   12. Membuat Summer Mengerti

    "Kedua, kamu orang baik. Aku sering mendengar Mama memujimu begitu. Kata Mama, kamu suka membantu orang-orang. Kamu tidak pernah marah-marah. Kamu juga suka membuat orang-orang tertawa," terang Summer sebelum menangkup pipinya sendiri. Wajahnya jadi tampak lebih manis."Jadi, kamu suka orang yang baik, humoris, dan sabar?" Louis menyimpulkan."Ya!"Selagi Louis menulis, Summer menambahkan, "Aku suka orang yang ramah dan pandai menghibur. Dia tidak akan pernah membuat orang lain bosan."Louis mengangguk-angguk mengerti. "Lalu apa lagi?""Kudengar kamu juga suka bertualang. Itu poin penting untuk menjadi Papa karena aku dan Mama suka bertualang. Kalau kita menjadi keluarga, kita akan sering bepergian ke berbagai tempat."Dahi Louis mengernyit. Setelah menulis, ia menunjuk Summer dengan pulpen."Summer, maaf sekali. Aku tidak memenuhi kriteria ini. Aku sebetulnya tidak suka bertualang. Aku bahkan sudah bertahun-tahun tidak melakukannya.""Benarkah?" Mata Summer membulat. Itu seperti masal

    Last Updated : 2024-09-06
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   13. Impian Summer

    Summer berkedip-kedip melihat bangunan berdinding kaca di depan mobil mereka. Banyak rak tersusun rapi di dalam sana."Itukah toko buku yang akan kita kunjungi, Paman?" tanya Summer kepada pria yang duduk di jok sebelah.Louis mengangguk tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya. "Benar.""Lalu kenapa kita belum turun?" Summer memiringkan kepala sedikit.Louis akhirnya melirik. Ekspresinya datar, sorot matanya terkesan tak acuh. Grace baru saja memblokir nomornya. Pikirannya masih tertuju ke situ."Area itu belum selesai disterilisasi. Jadi tunggulah sebentar," jawabnya jutek.Summer sebetulnya tidak mengerti apa itu disterilisasi. Ia hendak bertanya, tetapi Louis sudah kembali sibuk dengan ponselnya. Alhasil, ia kembali memanjangkan leher, mengamati apa yang terjadi di luar sana.Beberapa orang baru saja keluar dari pintu bangunan. Kebanyakan adalah anak-anak bersama orang tua mereka. Mereka berjalan bergandengan dengan langkah riang dan wajah gembira. Diam-diam, Summer merasa iri ke

    Last Updated : 2024-09-06
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   14. Jangan Lupakan Aku

    "Baikah, kuakui niatmu sangat mulia. Kau anak baik, Summer. Teruslah berbaktilah kepada ibumu. Omong-omong," Louis menggaruk hidung. Ia khawatir perasaannya terkuak."Apa hubungannya buku ini denganku? Kenapa kau mau membelikannya untukku? Kalau kau mau mendapat banyak royalti, bukankah kau seharusnya memintaku untuk membelinya?" Louis menyerahkan buku tersebut kepada Summer.Lagi-lagi, wajah Summer berubah sendu. Sambil menerima buku itu, kepalanya tertunduk."Seperti yang kubilang, aku tidak mau kau melupakan aku. Kalau kau menyimpan bukuku, kau pasti akan selalu ingat padaku. Sesekali, bacalah buku ini, Paman. Mungkin malam sebelum tidur. Dengan begitu, aku akan selalu ada dalam ingatanmu."Tiba-tiba, Summer kembali mendongak. Matanya bercahaya lagi sekarang."Paman Louis, bagaimana kalau malam ini kamu membacakan buku untukku? Kudengar, itu biasa dilakukan oleh seorang ayah kepada anaknya. Bukankah hari ini aku boleh menganggapmu papa?"Louis tertegun. Ia sebetulnya khawatir mengab

    Last Updated : 2024-09-07
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   15. Aku Tahu Kau Terpaksa

    Summer terkikik melihat penampilannya di cermin. Ia terlihat sangat keren dengan topi koboi, kemeja kotak-kotak biru, dan rompi kulit yang senada dengan sepatu boot cokelatnya. Apalagi, celana yang dikenakannya berumbai-rumbai dan ikat pinggang di depan perutnya berbentuk kepala sapi."Oh, ini adalah pakaian terbaik yang pernah kukenakan," ujarnya sambil merentangkan tangan.Melihat respons lucu tersebut, pegawai toko yang membantunya di ruang ganti ikut tersenyum. "Benar, kan? Toko kami memang yang terbaik di T City. Tapi, Nona Kecil, Anda belum selesai. Masih ada scarf merah yang harus Anda pakai di leher."Gadis muda itu membentangkan scarf yang telah dilipat dua membentuk segitiga. Dengan senang hati, Summer mengangkat dagunya."Tolong pasangkan itu untukku, Nona," pintanya sopan."Dengan senang hati, Nona Kecil."Begitu scarf melingkar di lehernya, Summer langsung tersenyum bangga. Ia cepat-cepat berlari keluar, berharap bisa menunjukkan penampilannya kepada Louis. Namun ternyata,

    Last Updated : 2024-09-07

Latest chapter

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   198. Pasangan yang Manis

    Merasakan Summer bergerak-gerak di sampingnya, River pun terbangun. Ia bangkit duduk, berbisik sambil mengusap mata, "Summer, ada apa? Apakah kamu mimpi buruk?" Summer menggeleng lemah. Matanya masih mencari-cari. "Tidak." "Apakah kamu takut ada ular yang masuk? Kamu masih trauma dengan pengalaman buruk buruk yang tadi kamu ceritakan kepadaku?" "Tidak, River. Bukan itu." "Apakah kamu merindukan orang tuamu?" Summer akhirnya menatap River dengan wajah lusuhnya. "Tidak juga. Aku bersama kamu dan yang lain di sini. Untuk apa aku merindukan orang tuaku yang sedang berbulan madu? Biarkan saja mereka bersenang-senang berdua." River menggaruk-garuk kepala. "Lalu apa yang membuatmu resah?" "Aku mencari kantung tidurku. Aku selalu memakainya setiap kali camping. Aku tidak bisa tidur nyenyak kalau tidak ada dia," sahut sang balita, serak. Dengan penerangan dari lampu cas yang sudah sangat redup, River pun membantu Summer mencarinya. Ternyata, kantung tidur Summer masih terlipa

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   197. Pembawa Kehangatan

    Briony tidak mampu lagi berkata-kata. Kejujuran Summer sudah seperti skakmat baginya. Melihat diamnya sang bibi, keresahan Summer kembali meradang. Ia maju sedikit, berbisik, "Tapi sekarang, aku sudah sadar kalau tindakanku itu salah, Bibi. Aku tidak seharusnya ikut campur persoalan orang dewasa. Karena itu, aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Bibi mau kan memaafkan aku?" Briony mengerjap. Matanya terpaku pada wajah bulat yang mengharapkan maafnya. "Kamu janji tidak akan menjodoh-jodohkan aku dengan siapa pun lagi?" tanyanya, memastikan. Summer mengangguk. "Ya. Seperti yang Paman Brandon bilang, Bibi butuh waktu untuk memulihkan hati. Kesedihan Bibi tidak bisa langsung hilang hanya dengan memiliki pasangan. Aku sudah mengerti tentang itu." Alis Briony melengkung tinggi. "Brandon bilang begitu?" Summer mengangguk. "Karena itu, tolong jangan marah padaku lagi, Bibi. Aku sudah bertobat. Aku tidak akan mengulangi kesalahan." Briony terdiam sejenak, mencerna keadaan.

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   196. Kepedulian yang Tulus

    Briony menghela napas cepat. Sebelum gadis itu kembali bertengkar dengan keponakannya, Brandon menyela, "Summer, sudah berapa jauh progres kalian?" "Sedikit lagi kami selesai, Paman!" "Ya, tersisa tiga lilitan lagi. Tapi kurasa ini akan memakan waktu lebih lama. Tali yang terulur sudah sangat panjang," imbuh River sambil terus bekerja. Keringat telah membutir di keningnya. Briony memutar bola mata. Ia benar-benar sudah tak nyaman. Ia ingin keluar dari situasi itu dengan segera. Karena itu, begitu lilitan tali terlepas, ia cepat-cepat bangkit dan melangkah pergi. Melihat sikap dingin sang bibi, Summer kembali diliputi rasa bersalah. "Oh, tidak. Bibi sungguh-sungguh marah kepadaku," gumamnya sambil mencebik. "Jangan berpikiran negatif dulu, Summer. Siapa tahu bibimu pergi karena malu," River mencoba untuk menenangkan. "Tapi Bibi tidak pernah mengabaikan aku begitu. Paman Brandon, apakah sikapku tadi sudah keterlaluan?" tanya Summer dengan mata berkaca-kaca. Saat ini,

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   195. Briony Kesal

    "Paman Brandon dan Bibi Briony kan sudah dewasa. Kalian sama-sama belum mempunyai pasangan. Bukankah tidak apa-apa kalau kalian berdua berciuman?" tanya Summer sambil menahan tawa. Meski demikian, kegelian tetap lolos dari mulutnya.Mendengar pernyataan semacam itu, Briony menghela napas tak percaya. "Summer, apakah kau lupa berapa umurmu? Kamu itu masih kecil. Belum saatnya kamu membicarakan tentang pasangan dan ciuman!""Apa masalahnya, Bibi? Bukan aku yang akan berciuman, tapi Bibi dan Paman Brandon!"Pipi Briony semakin memanas. "Kami tidak akan berciuman, Summer. Kami hanya berteman!" tegasnya, kesal.Sementara itu, Brandon melirik River. Ia merasa ulah keponakannya itu sudah melewati batas. "River, apakah ini idemu? Kau mengajari Summer hal yang tidak pantas lagi?" "Tidak, Paman. Bukan aku! Itu ide Summer!" Sambil tertawa, Summer mengaku. "Tolong jangan memarahi River, Paman. Ini memang ideku. Aku sedang bereksperimen tentang cinta. Aku ingin membuktikan apakah dua orang yang

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   194. Jebakan untuk Briony dan Brandon

    "Wow! Eksperimen kalian memang keren! Selamat, Summer, River. Kalian berhasil melakukannya dengan benar. Menyusun stik es krim agar reaksi berantainya tidak putus bukanlah hal yang mudah," puji Brandon, membuat mata para bocah berbinar-binar. "Paman benar! Susunan stiknya memang rumit dan sulit untuk dilakukan!" seru River sambil mengangguk yakin. "Untung saja kerja sama kami baik. Eksperimen terselesaikan dengan sempurna!" lanjut Summer bangga. "Omong-omong, Paman, Bibi, apakah kalian punya waktu untuk kami? Masih ada satu eksperimen yang perlu kami lakukan, tapi kami tidak bisa melakukannya berdua." Brandon dan Briony mengangkat alis. "Eksperimen apa?" tanya mereka bersamaan. Summer dan River saling lirik dan bertukar senyum. Selang beberapa saat, Brandon dan Briony telah berdiri di tengah pekarangan. Mereka menghadap satu sama lain dengan jarak sekitar 10 meter. Masing-masing dari mereka menggenggam ujung dari seutas tali. "Hei, Summer, apakah tali itu tidak kepanjanga

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   193. Kisah Cinta yang Miris

    Selama beberapa saat, Summer membiarkan River mengamati hasil eksperimennya. Setiap bocah laki-laki itu berdecak kagum, hati Summer berbunga-bunga. Ia merasa bangga pada dirinya sendiri karena telah berhasil membuat percobaan yang mengagumkan. "Wow, apakah ini kertas daur ulang?" River menyentuhkan telunjuk mungilnya pada sebuah kertas tebal dengan permukaan tak rata dan warna yang agak kusam. Summer mengangguk mantap. "Ya, itu adalah percobaan ketigaku, tapi hasilnya belum memuaskan. Aku akan mencoba untuk membuatnya lagi sampai hasilnya sebagus kertas biasa." "Apakah kalau sudah berhasil, kau mau menjualnya?" Bibir Summer mengerucut. "Entahlah, aku belum yakin tentang itu. Mungkin, aku akan menggunakannya untuk mencetak buku-bukuku terlebih dahulu. Setelah itu, baru aku akan memperluas penggunaannya. Aku berharap, dengan adanya kertas daur ulang ini, penebangan pohon bisa berkurang. Orang-orang tidak perlu menggunakan kertas baru. Kertas-kertas lama juga bisa." River men

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   192. Eksperimen Summer

    Tiba-tiba, Summer dan River melangkah mundur. Namun, setelah hitungan ketiga, mereka malah berlari maju. Mereka tanpa ragu menabrak Brandon dan Briony. Saat mereka terpental dan jatuh ke lantai, mereka malah tertawa terpingkal-pingkal. "Summer, kamu benar! Kita terpental karena gaya dorong yang kita berikan kembali kepada kita!" ujar River seraya mengatur napas. "Itulah Hukum Newton ke-3. Aksi sama dengan reaksi! Sekarang, bagaimana kalau kita beralih ke agenda selanjutnya? Ayo ke ruang eksperimen dan memulai eksperimen yang sesungguhnya!" "Ayo!" Kedua bocah itu bergegas bangkit dan berlari ke pekarangan barat. Melihat kecepatan mereka, Brandon dan Briony hanya bisa berkedip-kedip dengan mulut ternganga. "Astaga .... Apa yang salah dengan mereka? Apakah mereka mengira kita ini benda mati? Mereka bahkan tidak sempat meminta maaf sebelum pergi," desah Briony, tak habis pikir. Ia tidak sadar jika tubuhnya masih menempel pada Brandon. Sambil menghela napas, Brandon mengusi

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   191. Dijodohkan

    "Sampai jumpa, Mama, Papa! Semoga perjalanan kalian lancar! Bersenang-senanglah bersama penguin di Kutub Selatan!" ujar Summer sembari melambaikan tangan dengan sekuat tenaga. Senyumnya semringah, kakinya sesekali melompat. Louis dan Sky balas melambai dari jendela mobil mereka. "Sampai jumpa nanti, Sayang. Jangan lupa pesan Mama! Jadilah anak baik. Jangan membuat masalah selama Mama dan Papa pergi, oke?" pesan Sky dengan mata berkaca-kaca. "Tenang, Mama. Aku ini anak baik. Aku tidak mungkin membuat masalah. Mama dan Papa fokus pada bulan madu saja!" angguk Summer sambil berkacak pinggang. Dari sisi Sky, Louis menunjuk sepupunya. "Briony, tolong awasi Summer dengan baik. Kami percayakan dia kepadamu," tuturnya serius. "Kurasa tidak ada yang perlu kuawasi, Louis. Putrimu adalah anak yang cerdas dan manis. Lagi pula, bukan hanya aku orang dewasa yang ada di rumah ini," celetuk Briony ringan. "Ya, ada Kakek, Nenek, Bibi Emily, Paman Cayden, Paman Russell, dan Paman Brand

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   190. Rencana Bulan Madu

    Louis meringis. Sambil mengelus kepala sang putri, ia memberi penjelasan, "Papa dan Mama tidak mau mengganggu pikiranmu. Kami berencana untuk membicarakannya setelah kamu memutuskan untuk lanjut bersekolah atau belajar mandiri." "Papa dan Mama seharusnya tidak perlu menunggu. Itu sama sekali tidak mengganggu pikiranku," geleng Summer lucu. "Jadi, kau tidak keberatan kalau ayah dan ibumu pergi berbulan madu?" selidik Brandon, penasaran. Summer mengangguk. "Tentu saja tidak. Orang yang baru menikah memang seharusnya pergi berbulan madu, seperti Paman Cayden dan Bibi Emily. Gerry dan Merry juga." "Benarkah? Kamu tidak keberatan kalau Mama dan Papa berpergian berdua, sedangkan kamu di rumah?" tanya Sky spontan. Summer mengerjap. "Oh? Aku tidak ikut?" Para orang dewasa sontak menggigit bibir menahan geli. Sementara itu, River menjawab, "Tentu saja kau tidak boleh ikut, Summer. Itu bulan madu, bukan liburan. Hanya pengantin baru yang akan berangkat. Kehadiran orang lain hanya

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status