Share

Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO
Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO
Penulis: Pixie

1. Kesedihan Sky

Penulis: Pixie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-12 13:31:52

“Hentikan! Kau tidak boleh menikah dengan gadis itu, Tuan Louis Harper. Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah merestui kalian!”

Semua orang terkesiap mendengar suara imut yang melengking itu. Tak terkecuali Louis yang sedang berlutut memegang kotak cincin. Begitu menoleh, mulutnya langsung terbuka lebar. Matanya terbelalak, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Seorang gadis cilik sedang berkacak pinggang di pintu masuk restoran! Jumpsuit bergambar beruang membuatnya terlihat sangat lucu, apalagi dengan pipi gembul yang digembungkan dan mata bulat yang dipaksakan seram.

“Astaga! Siapa gadis kecil itu? Berani-beraninya dia mengacaukan lamaranku?” pikir Louis, geram. 

Seminggu yang lalu ....

“Aku sebetulnya ragu untuk mengatakan ini, tapi kurasa kau berhak tahu. Louis berencana melamar kekasihnya Sabtu depan. Barangkali, ada yang mau kau ungkapkan kepadanya. Lakukanlah sebelum terlambat. Jangan sampai kau menyesal.”

Sudah berapa kali Sky berusaha melupakan informasi itu. Akan tetapi, suara Emily, sahabatnya, terus bergema. Bayang-bayang cinta pertamanya juga enggan pergi dari benaknya. Semakin lama matanya terpejam, wajah Louis justru semakin jelas. Kebersamaan mereka dulu pun kembali terulas, kebersamaan yang tak pernah lagi terulang sejak mereka putus kontak beberapa tahun silam.

“Ck, kenapa aku terus memikirkan laki-laki itu? Ayolah, Sky. Dia bahkan tidak pernah menghubungimu lagi. Untuk apa mengenangnya?” batin Sky, mengingatkan diri sendiri. Sesekali, ia mengusap sudut matanya yang terasa berair. “Lagi pula, kau sudah bahagia bersama Summer sekarang.”

Seakan tahu bahwa namanya ada di pikiran sang ibu, Summer, gadis cilik yang berbaring di sisi Sky bangkit duduk. 

“Mama, kenapa belum tidur?” tanya balita yang berusia empat tahun lebih tersebut.

Sky tersentak mendengar suara manis itu. Cepat-cepat ia keringkan air mata dan memutar badan. Melihat wajah layu sang putri, ia langsung mengelusnya.

“Sayang, kenapa kamu juga belum tidur? Apakah Mama mengganggumu?”

Summer mengangguk. “Mama seperti sedang gelisah. Mama bergerak-gerak terus sejak tadi. Apakah Mama sedih karena Paman Louis akan menikah dengan orang lain?”

Mata Sky sontak melebar. “Kenapa kamu bicara begitu?”

“Mama tampak murung sejak berbicara dengan Bibi Emily di telepon.”

“Kamu mendengarkan percakapan kami?”

Summer mengangguk. “Apakah Mama akan mengikuti saran Bibi Emily?”

“S-saran yang mana?”

“Tentang mengungkapkan perasaan Mama kepada Paman Louis.”

Sementara Sky tercengang, Summer berkedip lugu. Ia lanjutkan kata-katanya.

“Sebetulnya … aku sudah tahu sejak dulu kalau Mama menyukai Paman Louis. Mata Mama selalu berbinar-binar setiap Mama bercerita tentangnya.” Selang satu tarikan napas, Summer bertanya, “Apakah Mama akan menggagalkan lamaran Paman Louis?”

Kebingungan Sky semakin pekat. Umur sang putri belum genap lima tahun, tetapi mengapa ia bisa bicara begitu?

“Tidak, Sayang. Mama bukan siapa-siapa bagi Louis.” Sky berusaha memberikan pengertian. “Mama tidak berhak menggagalkan lamarannya. Biarkan saja dia bahagia bersama kekasihnya.”

“Tapi Mama menyukainya. Apa salahnya kalau Mama mengungkapkan perasaan Mama? Siapa tahu, Paman Louis berubah pikiran. Bukankah Bibi Emily bilang kalian berdua dulu saling mencintai? Aku akan sangat senang kalau Mama menikah dengannya. Aku jadi punya papa.”

Sky mendesah tak percaya. Sebelum kecanggungannya meradang, ia meloloskan tawa walau hambar. Ia harus segera menghentikan diskusi dadakan mereka.

“Sayang, kamu ini ada-ada saja. Kamu masih terlalu kecil untuk bicara soal cinta. Sekarang, bagaimana kalau kita tidur, hmm? Ini sudah terlalu malam. Kamu tidak mau punya mata panda, kan?”

Sky merangkul Summer, mengajaknya berbaring. Summer menurut, tetapi alisnya berkerut.

“Aku serius, Mama. Mungkin sudah saatnya aku punya papa.” Summer mengulang ucapannya.

Sambil menepuk-nepuk lengan sang putri, Sky menggeleng. “Bukankah selama ini kita berdua baik-baik saja dan bahagia?”

“Y-ya.”

“Itu artinya tidak ada yang perlu diubah. Hidup kita sudah sempurna, Sayang.” Sky berkata dengan nada final. “Sekarang tidurlah. Jangan berpikiran macam-macam.”

Sky mengecup kening sang putri lalu memejamkan mata. Sekilas, wanita itu terlihat seperti hendak tidur. Namun sebenarnya, ia hanya ingin menahan air mata.

“Tidak ada yang perlu diubah,” ucap Sky dalam hati. “Semua baik-baik saja asal aku bersama Summer.”

Sementara itu, Summer mulai merenung. Gadis cilik itu seperti tahu bahwa sang ibu hanya berusaha untuk terlihat baik-baik saja, padahal sebenarnya tidak. 

Diraihnya tiga boneka berang-berang yang biasa ia peluk. Ia jajarkan keluarga boneka itu di atas perut.

“Kasihan Mama. Dia hanya bisa menangis dalam hati,” batin Summer sembari mengelus kepala induk berang-berang. “Dia pasti malu mengakui kalau dia sedih.”

Selang beberapa saat, fokusnya beralih ke arah boneka lain yang sedikit lebih besar.

‘Kurasa, Mama sudah terlalu lama sendiri. Dia juga butuh suami, sama seperti Mama Otter. Pasti akan lebih mudah merawatku kalau dia berdua bersama Paman Louis, seperti Mama Otter dan Papa Otter.’

Summer menautkan tangan dua boneka besar agar terlihat bergandengan. Kemudian, ia selipkan boneka terkecil di antara mereka. Melihat kebersamaan boneka itu, senyum sendu terukir di wajahnya.

‘Otter pasti sangat bahagia. Dia punya papa dan mama. Bisakah aku menjadi seperti Otter yang punya keluarga lengkap?’

Sambil melirik Sky, Summer berkedip-kedip. Meski mata sang ibu tertutup rapat, ia tetap mampu melihat kesedihannya.

‘Haruskah aku membantu Mama untuk menghubungi Paman Louis? Mama pasti bahagia kalau Paman Louis tidak jadi melamar Grace. Dia tidak akan diam-diam menangis lagi.”

Sambil menyatukan pasangan boneka berang-berang agar terlihat berpelukan, Summer berpikir lebih keras. Sesekali, tarikan napasnya menjadi lebih panjang.

‘Keluarga Otter saja selalu bersama. Kenapa kami tidak? Mama pasti akan sangat senang kalau Paman Louis bersama kami. Mama tidak akan kesepian lagi, dan aku juga akan lebih bahagia. Aku akhirnya bisa memanggil seseorang dengan sebutan ‘Papa’.’

Setelah beberapa pertimbangan, Summer menutup perenungan dengan anggukan tegas. ‘Ya, aku tidak boleh diam saja. Aku harus segera menyusun rencana, bagaimana caranya memesan tiket dan terbang ke negaranya. Paman Louis tidak boleh melamar Grace. Dia harus menjadi Papa-ku dan hanya boleh menikahi Mama. Aku akan menggagalkan lamarannya!’

***

Saat ini, di restoran tempat Louis melamar sang kekasih ....

Ruangan itu telah penuh dengan bisikan. Para pelayan, pengawal, bahkan paparazi yang mengintai—semua sibuk dengan asumsi masing-masing. Tatapannya terus tertuju pada Summer.

“Astaga! Lihatlah gadis kecil itu! Bukankah dia sangat mirip dengan Tuan Harper?”

“Bukan Tuan Harper, tapi kembarannya. Dia persis seperti Emily muda. Hanya rambut mereka saja yang berbeda. Gadis itu berambut keriting! Dan lihat! Matanya bahkan sama. Abu-abu juga!”

“Tapi Emily dan Louis kembar. Jika gadis itu mirip dengan Emily kecil, berarti dia juga mirip dengan Louis. Mungkinkah dia anak hasil skandal lima tahun lalu? Tapi kenapa dia baru muncul sekarang? Ke mana saja dia selama ini? Dan di mana ibunya? Kenapa dia datang kemari seorang diri?”

Mendengar pertanyaan-pertanyaan itu, napas Grace Evans mulai menderu. Meskipun ia sudah berusaha menahannya, pundaknya tetap bergerak naik turun.

“Louis, jelaskan padaku. Apa yang sedang terjadi? Siapa gadis kecil itu?” tanyanya dengan suara tipis yang penuh penekanan. Kebahagiaan yang baru saja Louis tanamkan dalam hatinya telah sirna.

Louis akhirnya mengerjap. Ia kembali menatap sang kekasih. Kebingungannya masih tebal. “Aku juga tidak tahu, Ace. Aku belum pernah melihatnya. Mungkin saja dia dikirim oleh seseorang untuk merusak momen kita. Jadi tolong jangan terpengaruh. Kita lanjutkan lamaran ini, hmm?”

“Kalau begitu, cepat usir dia dari sini! Aku tidak mau momen kita jadi rusak,” balas Grace dengan nada jengkel.

“Tidak! Kalian tidak boleh melanjutkan!” Gadis kecil itu mengentakkan kaki. Alisnya tertaut, bibirnya mengerucut. Caranya menyudutkan mata ke atas sangat mirip dengan Louis kecil dulu.

Louis sempat ternganga menyadari hal itu. Namun, setelah mengerjap, ia bangkit berdiri.

“Siapa kau, Manusia Mungil? Berani-beraninya kau mengacaukan lamaranku?”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yanti Aching
jd blm yakin kalo Louis papa summer... tuh kan sdh dibuat penasaran di awal cerita. tq kak utk cerita terbaru sky dan summer.. petualangan bocah ajaib mencari papa utk sky...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   2. Menggagalkan Lamaran

    Suara Louis begitu dingin dan tegas. Bukannya menciut, Summer malah melangkah maju. Para pengawal yang sedang berjaga kebingungan harus melakukan apa. Ia terlihat tidak berbahaya. Namun, setelah diskusi cepat, dua dari mereka menghentikannya satu meter di hadapan Louis. “Kau tidak tahu siapa aku?” Meskipun lantang, suaranya tetap terdengar lucu. Louis mendengus. “Kita tidak pernah bertemu. Bagaimana mungkin aku mengenalmu?” “Aku adalah anak dari perempuan yang sangat mencintaimu dan kau cintai. Karena itu, aku mau kau menikahi Mama, bukan nona ini. Kamu harus menjadi ayahku!” Louis tersentak mendengar kelugasan balita itu. Setelah keterkejutannya luntur, tawanya mengudara. “Kau pandai berakting, rupanya? Kau tahu? Berbohong itu bukanlah sesuatu yang baik. Kau bisa menimbulkan kesalahpahaman atau bahkan masalah besar. Jadi, sebelum aku menghukummu, kembalilah kepada ibumu. Katakan kepadanya untuk tidak menghasut orang lain. Aku tidak pernah mencintai gadis selain Grace.” “Kaulah y

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-12
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   3. Interogasi

    Setibanya di sebuah penthouse, Summer tercengang. Ia tidak peduli dengan telinganya yang masih merah. Matanya sudah telanjur terpesona dengan apa yang ada di hadapannya. “Tuan Harper, kudengar kau punya banyak rumah. Apakah ini salah satunya? Ini sangat keren dan indah. Seperti istana!” Louis mendengus mendengar celotehan tersebut. Ia semakin yakin bahwa orang yang mengirimkan bocah itu mengincar hartanya. “Masuklah,” Louis melangkah lebih dulu menuju sofa. Nada suaranya datar, tidak bersahabat. Akan tetapi, sang balita sama sekali tidak mempermasalahkan. Dengan raut ceria, ia duduk di samping sebuah rak. “Apa yang kau lakukan?” tanya Louis, heran. Gadis kecil itu mendongak sambil menarik tali sepatunya. “Mama bilang, kita tidak boleh menggunakan alas kaki di dalam rumah, apalagi rumah orang lain. Nanti lantainya bisa kotor.” “Apakah kau sedang berusaha menarik perhatianku?” Mata Louis menyipit. “Tidak,” sang balita menggeleng santai. “Memang begitu peraturannya. Bahkan sebelum

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-12
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   4. Tolong Jaga Summer

    Saat polisi sedang sibuk melacak Summer, tiba-tiba, ponsel Sky berdering. Melihat nomor asing menghubunginya lewat panggilan video, napas Sky tertahan. Mungkinkah itu penculik yang meminta tebusan? Atau justru orang baik yang tidak sengaja menemukan putrinya? Sky pun menjawab panggilan dengan hati yang berdebar. Namun, begitu melihat wajah yang muncul, keresahannya musnah. Matanya terbelalak memancarkan keheranan dan keterkejutan. “L-Louis?” Louis semula mengernyitkan dahi. Ia sudah siap untuk menumpahkan amarah kepada Sky, menuntut pertanggungjawaban atas kekacauan yang ditimbulkan oleh putrinya. Namun, begitu wajah cantik yang diliputi air mata menerima panggilan videonya, kegeraman Louis memudar. Rasa iba dan kerinduan mendadak terbit dari sudut hatinya. “Sky,” lidahnya kelu menyebut nama itu. Sky mengerjap. Sembari tertunduk, ia menyeka mata. Ia tidak mau Louis mengetahui kegelisahannya. Ia belum siap jika statusnya sebagai ibu tunggal terbongkar. “Hai, Louis. Lama tidak b

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-12
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   5. Bocah Ajaib

    Louis menarik ransel yang terisi penuh itu. Summer mencoba untuk menghalanginya, tetapi ia kalah cepat.“Di mana kau menyembunyikan paspor ibumu?”Summer melipat tangan di depan dada. Pipinya yang menggembung membuat wajahnya tampak lebih bulat.“Apakah kau mengira aku membawanya di dalam ranselku? Kalau begitu, cari saja terus. Sampai gajah bisa bicara pun, kau tidak akan bisa menemukannya.”Louis berhenti menggeledah ransel kecil itu. “Kau tidak membawanya?”“Untuk apa? Nanti Mama tidak bisa datang ke sini kalau aku membawa paspornya.”Louis menghela napas lelah. Ia kembalikan ransel kecil itu ke atas meja. Memang tidak ada paspor sejauh pengamatannya. Summer hanya membawa pakaian, kotak bekal, botol minum, dan perlengkapan dasar untuk bertualang.“Kenapa kau bertindak sejauh ini, Manusia Mungil? Apakah kau sadar bahwa kelakuanmu ini merugikan orang lain? Kau mempersulit hidupku,” tutur Louis, terdengar putus asa.“Harus berapa kali kukatakan? Aku mau kamu menikah dengan Mama,” cele

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-12
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   6. Mulai Peduli

    Sambil duduk di tepi ranjang, Louis mulai membentur-benturkan kepala dengan kepalan tangan. Matanya tertutup, alisnya berkerut. Ia sadar, dirinya tidak boleh hanyut dalam pikiran keruh.“Tidak. Sky tidak mungkin sejahat itu. Putri kecilnya itulah yang bermasalah. Kalau memang dia ingin punya ayah, kenapa dia tidak mencari ayah kandungnya saja? Kenapa malah mengacaukan rencana indahku? Kalau dia tidak datang, aku pasti sedang berbahagia bersama Grace.”Selang keheningan sejenak, Louis mengangguk-angguk mantap. “Ya, dia pasti mewarisi sikap menjengkelkan itu dari ayahnya. Dia banyak tingkah, keras kepala, dan semena-mena. Pasti itu dia dapatkan dari sang ayah. Bukan Sky yang bersalah, tapi Summer dan ayahnya. Sekarang apa yang dia lakukan? Dia tidak sedang menghancurkan rumah, kan?”Louis mengeluarkan ponsel, memantau kamera pengawas. Tidak mendapati Summer di ruang depan, ia terbelalak. “Ke mana perginya manusia mungil itu?”Louis pun memeriksa kamera lain. Menemukan Summer sedang mencu

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-03
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   7. Bersimpati terhadap Summer

    Tiba-tiba, ponsel Louis berdering. Khawatir Summer terbangun, ia cepat-cepat menyingkir. Wajahnya keruh. Namun, melihat siapa yang memanggil, matanya seketika berbinar.“Ace? Kau sudah tidak marah lagi padaku?” Louis terdengar ceria walau suaranya agak pelan.“Louis, kupikir kau sudah menangani anak itu. Tapi kenapa kau membawanya ke penthouse-mu?”Cahaya di wajah Louis mendadak lenyap. Ia tidak menyangka kekasihnya akan mempermasalahkan hal itu.“Aku perlu menginterogasinya dan aku tidak mau ada paparazi yang mengganggu. Jadi, kubawa dia ke penthouse-ku. Kau tahu? Ternyata, dia adalah putri Sky—sahabat Emily itu.”“Sahabat lamamu itu?” balas Grace dengan penuh penekanan.Louis menelan ludah. Ia bisa menangkap kecemburuan dari kekasihnya. “Ya. Aku juga tidak menyangka. Percaya atau tidak, anak itu berangkat seorang diri dari Kanada. Karena itu, aku tidak mungkin menelantarkannya. Kubiarkan dia beristirahat di tempatku.”“Kau tahu kalau itu justru akan menimbulkan prasangka, kan? Papara

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-03
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   8. Kecemburuan Grace

    "Summer, kau anak baik, kan?" tanya Louis dengan nada membujuk.Sang balita menjawab dengan mata berbinar. "Tentu saja! Kalau saja ada penghargaan untuk anak terbaik di seluruh dunia, aku pasti sudah mendapatnya. Aku ini pintar dan senang membantu orang-orang. Aku juga mandiri dan jarang merepotkan orang lain, kecuali Mama. Terkadang, aku masih membutuhkan bantuan darinya. Tapi kata Mama, itu wajar. Aku masih terlalu kecil untuk melakukan semuanya sendirian."Louis mengangguk-angguk dengan senyum yang dipaksa lebar. "Bagus. Kalau begitu, bisakah kau buktikan? Uruslah dirimu sendiri. Aku harus berangkat kerja sekarang. Ini sudah sangat terlambat."Summer tersenyum miring mendengar itu. Telunjuknya menggeliat seperti cacing di depan dagu. "Paman Louis, kamu tidak bisa membohongiku. Ini hari Minggu. Bibi Emily bilang kalian tidak pernah bekerja di akhir pekan. Sabtu dan Minggu adalah waktu khusus untuk diri sendiri dan keluarga. Karena kamu akan menjadi Papa-ku, bagaimana kalau kita meng

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-04
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   9. Dilema

    Louis menghela napas cepat. Kepalanya menggeleng tak percaya. "Ace? Aku tahu kau sedang ingin menguji ketulusan dan kesetiaanku, tapi bukan begini caranya.""Tidak ada cara lain, Louis. Aku mulai meragukanmu dan kamu harus menghentikan itu. Kau tahu seberapa kacau pikiran dan perasaanku sejak bocah itu muncul? Bayangkan saja. Lamaran yang kuimpi-impikan hancur karena ulahnya. Coba tempatkan dirimu di posisiku. Jangan hanya bersimpati padanya!"Louis terdiam dan membisu. Matanya yang sayu kini ikut berkaca-kaca. "Kau sungguh ingin aku mengusir anak kecil yang tidak berdaya itu?""Gunakan akal sehatmu, Louis. Kau tidak harus melemparnya ke jalan. Kau punya banyak pelayan dan pengawal. Pilih saja beberapa untuk mengirimnya pulang. Yang penting, ia enyah dari sini dan tidak mengusik hubungan kita lagi."Louis menarik napas berat. Ia melirik ke arah pintu. Balita yang mengintip di sana tampak ketakutan."Paman Louis, tolong jangan usir aku. Masih ada banyak hal yang mau kulakukan denganmu.

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-04

Bab terbaru

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   204. Waktu Untuk Berduaan

    "Louis, mau berapa lama lagi kita di sini?" tanya Sky manis. Ia sedang duduk di depan Louis sambil bersandar di dadanya. Dengan pose berendam seperti itu, mereka terlihat sangat mesra. "Apakah kau sudah bosan?" tanya Louis serak. Sky menggeleng manja. "Tidak. Hanya saja, kita sudah selesai bergulat. Apa lagi yang mau kau lakukan di sini?" "Aku masih mau melakukan ini," Louis lanjut memainkan titik sensitif sang istri. Melihat betapa nakal jemari Louis, Sky mendengus geli. "Itu bisa kau lakukan di kamar, Louis. Tidak harus di sini." "Ya, tapi kalau kita keluar dari air, aku tidak bisa melakukan ini," Louis mengambil setangkup air. Saat ia menuangkannya di tubuh Sky, air tersebut mengalir dengan indah. Sky hanya bisa menggeleng tak habis pikir. Ternyata, bukan hanya dirinya yang tak banyak berubah. Louis juga. Mereka berdua masih kekanakan. Selagi Louis bersenang-senang dengan tubuhnya, Sky mulai mencari kesibukan. Ia menatap sekeliling. Tak lama kemudian, ia bertanya, "Louis,

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   203. Sudah Dewasa

    "Maaf, Louis. Aku sebetulnya tidak mau melanggar kesepakatan, tapi aku harus mengangkat telepon. Siapa tahu ini penting," tutur Sky seraya memeriksa panggilan. "Oh, ternyata ini ayahku. Halo, Papa." Sky berbincang dengan sang ayah selama beberapa saat. Sesekali ia melirik Louis. Raut sang suami lagi-lagi menggelitik hatinya. Saat percakapan mereka usai, Louis langsung menyita ponselnya. "Demi kenyamanan bersama, bagaimana kalau kita mematikan ponselmu juga? Kita boleh menyalakannya lagi setelah aku selesai memanjakanmu." "Bagaimana kalau ada sesuatu yang penting?" Louis menggeleng ringan. Ia matikan ponsel Sky dan meletakkannya di atas meja. "Semua orang tahu kita sedang berbulan madu. Mereka seharusnya mengerti kalau kita sedang tidak mau diganggu. Lagi pula, yang terpenting saat ini adalah kita." Sembari tersenyum manis, Louis menyodorkan tangan. "Apakah kau sudah siap untuk dimanjakan?" "Ya! Walaupun aku sudah bukan anak kecil, aku masih suka dimanjakan," Sky meleta

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   202. Interupsi di Bulan Madu

    Beberapa saat yang lalu, Louis dan Sky memasuki kapal. Mereka langsung berjalan menuju kabin mereka. Sepanjang jalan, Sky terus berceloteh tentang apa saja yang dilihatnya. Louis dengan senang hati mendengarkan. Ia merasa seperti kembali ke masa kecil mereka. "Louis, lihat! Itu koper kita!" Sambil tertawa, Sky mempercepat langkah. Meski demikian, ia tetap menjaga tangan Louis dalam genggamannya. Louis pun mengikuti dengan langkah ringan. "Akhirnya, kita sampai di kamar kita. Aku sudah tidak sabar ingin melihatnya. Perlukah kita merekam momen ini? Kurasa Summer juga pasti senang melihatnya," tutur Sky dengan mata berbinar. Louis selalu suka melihatnya. Ia tersenyum manis. "Sky, bagaimana kalau saat ini, kita nikmati saja momen-momen sepenuhnya? Lupakan tentang orang lain. Fokus saja pada kita berdua." "Tapi Summer bukan orang lain. Dia putri kita," timpal Sky dengan alis melengkung tinggi. Kebingungan yang terukir di wajahnya membuat Louis tertawa gemas. Apalagi, gelengan ke

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   201. Detektif Cilik

    Setibanya di kediaman Harper, perhatian Orion langsung tertuju pada dua bocah di ruang tamu. Mereka sedang duduk bersampingan di sebuah sofa. Tatapan mereka serius, terpaku pada ponsel. "Selamat pagi, Summer, River," sapa Orion sembari mendekat. Para bocah akhirnya mengangkat pandangan. "Selamat pagi, Paman Orion." Namun kemudian, mata mereka kembali pada ponsel. Merasa diabaikan, kening Orion berkerut. "Apa yang sedang kalian lakukan?" "Tolong jangan ganggu kami, Paman Orion. Kami sedang serius," gerutu Summer. Alisnya tertaut lucu. Penasaran, Orion berdiri di belakang sofa. Ia membungkuk, memperhatikan apa yang sedang dikerjakan para bocah. "Siapa perempuan itu?" tanyanya ketika mendapati media sosial milik seseorang yang tidak ia kenal. Summer menghela napas panjang. Gayanya sudah seperti orang dewasa. "Paman Orion, bukankah sudah kubilang untuk tidak mengganggu kami?" "Aku tidak mengganggu. Hanya bertanya. Siapa perempuan itu? Kenapa kalian mengamati media sos

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   200. Wanita Penggoda

    "Tunggu," Summer menahan kedua orang tuanya agar tidak membalikkan badan. "Mama dan Papa jangan menoleh. Nanti dia tahu kalau kita sedang membicarakan dirinya. Coba Papa geser kamera ke arah kiri. Oh, maksudku kanan. Nah, itu dia! Zoom sekarang!" Louis memenuhi perintah sang putri. Mendapati seorang wanita tinggi semampai yang sejak tadi memang berkeliaran di dekat mereka, ia melirik ke samping. Sesuai dugaan, Sky sedang mengerucutkan bibir. "Perempuan itu lagi," gerutu Sky dengan nada tak senang. Summer seketika terbelalak. "Apakah Mama mengenalnya?" Sky mengedikkan bahu. "Tidak. Hanya saja, sejak kami tiba di sini, dia terus mondar-mandir di sekitar Papa. Mama rasa dia sedang tebar pesona untuk mendapatkan perhatian Papa." Louis merasa gemas dengan tingkah istrinya itu. Ia menggosok-gosok lengannya, berbisik dengan senyum tertahan, "Sky, kenapa raut wajahmu manyun begitu? Apakah kau cemburu?" "Cemburu?" Mata Sky membulat. "Tidak. Aku tahu kau tidak akan terpesona oleh

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   199. Cocok untuk Berlayar

    "Kau tidak jadi memberi mereka pelajaran?" bisik Brandon di sisi Briony. Matanya juga terpaku pada dua bocah yang saling berpelukan. Briony menghela napas panjang. Dahinya mengernyit. "Apakah mereka sengaja berpose lucu seperti itu agar aku tidak memarahi mereka?" gumam Briony, curiga. Brandon menggeleng santai. "Kurasa tidak. Mereka memang masih tidur. Lihatlah, wajah mereka tampak begitu damai." Mata Briony memicing. "Mereka tidak berpura-pura, kan? Kau tahu, dua bocah ini cerdas. Mereka bisa saja bersandiwara untuk menyelamatkan diri. Mereka sudah menjebak kita." Tiba-tiba, alarm dari ponsel River berbunyi. Bocah itu tersentak. Karena River bergerak, Summer ikut terbangun. "Apakah ini sudah pagi?" tanyanya dengan suara serak. Matanya memicing karena silau. "Ya, alarmku sudah berbunyi. Itu artinya ini sudah pagi," jawab River sembari meraih ponsel yang berada di dekat kepalanya. Summer pun meregangkan badan. Ia menjadi semakin mirip dengan ulat yang menggeliat.

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   198. Pasangan yang Manis

    Merasakan Summer bergerak-gerak di sampingnya, River pun terbangun. Ia bangkit duduk, berbisik sambil mengusap mata, "Summer, ada apa? Apakah kamu mimpi buruk?" Summer menggeleng lemah. Matanya masih mencari-cari. "Tidak." "Apakah kamu takut ada ular yang masuk? Kamu masih trauma dengan pengalaman buruk buruk yang tadi kamu ceritakan kepadaku?" "Tidak, River. Bukan itu." "Apakah kamu merindukan orang tuamu?" Summer akhirnya menatap River dengan wajah lusuhnya. "Tidak juga. Aku bersama kamu dan yang lain di sini. Untuk apa aku merindukan orang tuaku yang sedang berbulan madu? Biarkan saja mereka bersenang-senang berdua." River menggaruk-garuk kepala. "Lalu apa yang membuatmu resah?" "Aku mencari kantung tidurku. Aku selalu memakainya setiap kali camping. Aku tidak bisa tidur nyenyak kalau tidak ada dia," sahut sang balita, serak. Dengan penerangan dari lampu cas yang sudah sangat redup, River pun membantu Summer mencarinya. Ternyata, kantung tidur Summer masih terlipa

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   197. Pembawa Kehangatan

    Briony tidak mampu lagi berkata-kata. Kejujuran Summer sudah seperti skakmat baginya. Melihat diamnya sang bibi, keresahan Summer kembali meradang. Ia maju sedikit, berbisik, "Tapi sekarang, aku sudah sadar kalau tindakanku itu salah, Bibi. Aku tidak seharusnya ikut campur persoalan orang dewasa. Karena itu, aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Bibi mau kan memaafkan aku?" Briony mengerjap. Matanya terpaku pada wajah bulat yang mengharapkan maafnya. "Kamu janji tidak akan menjodoh-jodohkan aku dengan siapa pun lagi?" tanyanya, memastikan. Summer mengangguk. "Ya. Seperti yang Paman Brandon bilang, Bibi butuh waktu untuk memulihkan hati. Kesedihan Bibi tidak bisa langsung hilang hanya dengan memiliki pasangan. Aku sudah mengerti tentang itu." Alis Briony melengkung tinggi. "Brandon bilang begitu?" Summer mengangguk. "Karena itu, tolong jangan marah padaku lagi, Bibi. Aku sudah bertobat. Aku tidak akan mengulangi kesalahan." Briony terdiam sejenak, mencerna keadaan.

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   196. Kepedulian yang Tulus

    Briony menghela napas cepat. Sebelum gadis itu kembali bertengkar dengan keponakannya, Brandon menyela, "Summer, sudah berapa jauh progres kalian?" "Sedikit lagi kami selesai, Paman!" "Ya, tersisa tiga lilitan lagi. Tapi kurasa ini akan memakan waktu lebih lama. Tali yang terulur sudah sangat panjang," imbuh River sambil terus bekerja. Keringat telah membutir di keningnya. Briony memutar bola mata. Ia benar-benar sudah tak nyaman. Ia ingin keluar dari situasi itu dengan segera. Karena itu, begitu lilitan tali terlepas, ia cepat-cepat bangkit dan melangkah pergi. Melihat sikap dingin sang bibi, Summer kembali diliputi rasa bersalah. "Oh, tidak. Bibi sungguh-sungguh marah kepadaku," gumamnya sambil mencebik. "Jangan berpikiran negatif dulu, Summer. Siapa tahu bibimu pergi karena malu," River mencoba untuk menenangkan. "Tapi Bibi tidak pernah mengabaikan aku begitu. Paman Brandon, apakah sikapku tadi sudah keterlaluan?" tanya Summer dengan mata berkaca-kaca. Saat ini,

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status