Share

Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO
Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO
Author: Pixie

1. Kesedihan Sky

“Aku sebetulnya ragu untuk mengatakan ini, tapi kurasa kau berhak tahu. Louis berencana melamar kekasihnya Sabtu depan. Barangkali, ada yang mau kau ungkapkan kepadanya. Lakukanlah sebelum terlambat. Jangan sampai kau menyesal.”

Sudah berapa kali Sky berusaha melupakan informasi itu. Akan tetapi, suara Emily, sahabatnya, terus bergema. Bayang-bayang cinta pertamanya juga enggan pergi dari benaknya. Semakin lama matanya terpejam, wajah Louis justru semakin jelas. Kebersamaan mereka dulu pun kembali terulas, kebersamaan yang tak pernah lagi terulang sejak mereka putus kontak beberapa tahun silam.

“Ck, kenapa aku terus memikirkan laki-laki itu? Ayolah, Sky. Dia bahkan tidak pernah menghubungimu lagi. Untuk apa mengenangnya?” batin Sky, mengingatkan diri sendiri. Sesekali, ia mengusap sudut matanya yang terasa berair. “Lagi pula, kau sudah bahagia bersama Summer sekarang.”

Seakan tahu bahwa namanya ada di pikiran sang ibu, Summer, gadis cilik yang berbaring di sisi Sky bangkit duduk. 

“Mama, kenapa belum tidur?” tanya balita yang berusia empat tahun lebih tersebut.

Sky tersentak mendengar suara manis itu. Cepat-cepat ia keringkan air mata dan memutar badan. Melihat wajah layu sang putri, ia langsung mengelusnya.

“Sayang, kenapa kamu juga belum tidur? Apakah Mama mengganggumu?”

Summer mengangguk. “Mama seperti sedang gelisah. Mama bergerak-gerak terus sejak tadi. Apakah Mama sedih karena Paman Louis akan menikah dengan orang lain?”

Mata Sky sontak melebar. “Kenapa kamu bicara begitu?”

“Mama tampak murung sejak berbicara dengan Bibi Emily di telepon.”

“Kamu mendengarkan percakapan kami?”

Summer mengangguk. “Apakah Mama akan mengikuti saran Bibi Emily?”

“S-saran yang mana?”

“Tentang mengungkapkan perasaan Mama kepada Paman Louis.”

Sementara Sky tercengang, Summer berkedip lugu. Ia lanjutkan kata-katanya.

“Sebetulnya … aku sudah tahu sejak dulu kalau Mama menyukai Paman Louis. Mata Mama selalu berbinar-binar setiap Mama bercerita tentangnya.” Selang satu tarikan napas, Summer bertanya, “Apakah Mama akan menggagalkan lamaran Paman Louis?”

Kebingungan Sky semakin pekat. Umur sang putri belum genap lima tahun, tetapi mengapa ia bisa bicara begitu?

“Tidak, Sayang. Mama bukan siapa-siapa bagi Louis.” Sky berusaha memberikan pengertian. “Mama tidak berhak menggagalkan lamarannya. Biarkan saja dia bahagia bersama kekasihnya.”

“Tapi Mama menyukainya. Apa salahnya kalau Mama mengungkapkan perasaan Mama? Siapa tahu, Paman Louis berubah pikiran. Bukankah Bibi Emily bilang kalian berdua dulu saling mencintai? Aku akan sangat senang kalau Mama menikah dengannya. Aku jadi punya papa.”

Sky mendesah tak percaya. Sebelum kecanggungannya meradang, ia meloloskan tawa walau hambar. Ia harus segera menghentikan diskusi dadakan mereka.

“Sayang, kamu ini ada-ada saja. Kamu masih terlalu kecil untuk bicara soal cinta. Sekarang, bagaimana kalau kita tidur, hmm? Ini sudah terlalu malam. Kamu tidak mau punya mata panda, kan?”

Sky merangkul Summer, mengajaknya berbaring. Summer menurut, tetapi alisnya berkerut.

“Aku serius, Mama. Mungkin sudah saatnya aku punya papa.” Summer mengulang ucapannya.

Sambil menepuk-nepuk lengan sang putri, Sky menggeleng. “Bukankah selama ini kita berdua baik-baik saja dan bahagia?”

“Y-ya.”

“Itu artinya tidak ada yang perlu diubah. Hidup kita sudah sempurna, Sayang.” Sky berkata dengan nada final. “Sekarang tidurlah. Jangan berpikiran macam-macam.”

Sky mengecup kening sang putri lalu memejamkan mata. Sekilas, wanita itu terlihat seperti hendak tidur. Namun sebenarnya, ia hanya ingin menahan air mata.

“Tidak ada yang perlu diubah,” ucap Sky dalam hati. “Semua baik-baik saja asal aku bersama Summer.”

Sementara itu, Summer mulai merenung. Gadis cilik itu seperti tahu bahwa sang ibu hanya berusaha untuk terlihat baik-baik saja, padahal sebenarnya tidak. 

Diraihnya tiga boneka berang-berang yang biasa ia peluk. Ia jajarkan keluarga boneka itu di atas perut.

“Kasihan Mama. Dia hanya bisa menangis dalam hati,” batin Summer sembari mengelus kepala induk berang-berang. “Dia pasti malu mengakui kalau dia sedih.”

Selang beberapa saat, fokusnya beralih ke arah boneka lain yang sedikit lebih besar.

‘Kurasa, Mama sudah terlalu lama sendiri. Dia juga butuh suami, sama seperti Mama Otter. Pasti akan lebih mudah merawatku kalau dia berdua bersama Paman Louis, seperti Mama Otter dan Papa Otter.’

Summer menautkan tangan dua boneka besar agar terlihat bergandengan. Kemudian, ia selipkan boneka terkecil di antara mereka. Melihat kebersamaan boneka itu, senyum sendu terukir di wajahnya.

‘Otter pasti sangat bahagia. Dia punya papa dan mama. Bisakah aku menjadi seperti Otter yang punya keluarga lengkap?’

Sambil melirik Sky, Summer berkedip-kedip. Meski mata sang ibu tertutup rapat, ia tetap mampu melihat kesedihannya.

‘Haruskah aku membantu Mama untuk menghubungi Paman Louis? Mama pasti bahagia kalau Paman Louis tidak jadi melamar Grace. Dia tidak akan diam-diam menangis lagi.”

Sambil menyatukan pasangan boneka berang-berang agar terlihat berpelukan, Summer berpikir lebih keras. Sesekali, tarikan napasnya menjadi lebih panjang.

‘Keluarga Otter saja selalu bersama. Kenapa kami tidak? Mama pasti akan sangat senang kalau Paman Louis bersama kami. Mama tidak akan kesepian lagi, dan aku juga akan lebih bahagia. Aku akhirnya bisa memanggil seseorang dengan sebutan ‘Papa’.’

Setelah beberapa pertimbangan, Summer menutup perenungan dengan anggukan tegas. ‘Ya, aku tidak boleh diam saja. Aku harus segera menyusun rencana, bagaimana caranya memesan tiket dan terbang ke negaranya. Paman Louis tidak boleh melamar Grace. Dia harus menjadi Papa-ku dan hanya boleh menikahi Mama. Aku akan menggagalkan lamarannya!’

***

Satu minggu kemudian ....

Sky sudah berusaha semaksimal mungkin untuk tetap tenang. Akan tetapi, hatinya tetap saja gelisah. Tangannya tak bisa berhenti meremas satu sama lain.

“Bisa Anda ceritakan kronologinya, Nona?” tanya seorang petugas kepolisian setelah memperhatikan foto Summer dengan saksama.

Sky menarik napas dalam. “Siang tadi, Summer tiba-tiba meminta untuk dibuatkan biskuit. Dia sempat membantu sampai dia bilang kalau dia mau tidur. Aku sempat heran karena itu bahkan belum lewat tengah hari. Tapi kemudian, aku membiarkannya tidur sendirian, sedangkan aku menyelesaikan pekerjaan. Ternyata, begitu aku memeriksanya di kamar, dia tidak ada. Aku mencari ke mana-mana, bahkan sampai ke rumah tetangga. Aku tetap tidak menemukannya.”

“Apakah rumah Anda dalam keadaan terkunci saat itu terjadi?”

Sky mengangguk yakin. “Aku selalu mengunci semua pintu saat kami hanya berdua di rumah.”

“Bagaimana dengan jendela?”

“Jendela kamar Summer terbuka. Itulah yang membuatku sangat cemas.”

“Menurut Anda, ini penculikan?”

Sky menggeleng samar. “Aku tidak yakin. Aku sempat memeriksa lemari. Beberapa setel pakaiannya menghilang. Ranselnya juga tidak ada. Aku khawatir Summer diam-diam merencanakan petualangan sendiri. Apalagi, ponselnya tidak aktif. Sepertinya, dia sengaja pergi tanpa sepengetahuanku.”

“Putri Anda memiliki ponsel? Bisa Anda sebutkan nomor kontaknya?”

Setelah mendapatkan apa yang ia pinta, polisi itu kembali bertanya, “Menurut Anda, ke mana kira-kira perginya putri Anda? Apakah belakangan ini dia sempat menyebutkan suatu tempat? Target liburan yang diimpikannya, misalnya?”

Sky terdiam sesaat. Bola matanya bergerak-gerak ke kiri dan ke kanan. “Putriku sangat suka bertualang. Dalam sehari saja, dia bisa menyebutkan puluhan tempat. Kurasa, agak sulit untuk menebak ke mana perginya.”

“Adakah tempat yang disebutnya di sekitar sini?”

Sky menggeleng. “Akhir-akhir ini, dia lebih sering menyebutkan tempat-tempat di luar negeri. Oh, kemarin dia sempat menyebut tentang Danau Louise.”

“Baiklah, kami akan melacak ponsel putri Anda dan memeriksa riwayat panggilannya. Kalau tidak ada hasil, kami akan mengirim beberapa personel untuk memeriksa wilayah di sekitar rumah Anda dan juga Danau Louise. Putri Anda masih sangat kecil. Dia tidak mungkin bisa pergi jauh. Dia pasti masih di sekitar sini. Selain itu, kami juga akan memeriksa CCTV di beberapa titik.”

Sky mencoba untuk mengangguk, tetapi lehernya kaku. Hatinya meragukan pernyataan polisi tersebut. Ia tahu betul, Summer sanggup pergi ke mana pun.

Saat polisi sedang sibuk melacak Summer, tiba-tiba, ponsel Sky berdering. Melihat nomor asing menghubunginya lewat panggilan video, napas Sky tertahan. Mungkinkah itu penculik yang meminta tebusan? Atau justru orang baik yang tidak sengaja menemukan putrinya?

Dengan hati yang berdebar, Sky menjawab panggilan. Namun, begitu melihat wajah yang muncul, keresahannya musnah. Matanya terbelalak memancarkan keheranan dan keterkejutan.

“L-Louis?”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yanti Aching
jd blm yakin kalo Louis papa summer... tuh kan sdh dibuat penasaran di awal cerita. tq kak utk cerita terbaru sky dan summer.. petualangan bocah ajaib mencari papa utk sky...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status