Share

3. Interogasi

Author: Pixie
last update Last Updated: 2024-08-12 13:36:01

Setibanya di sebuah penthouse, Summer tercengang. Ia tidak peduli dengan telinganya yang masih merah. Matanya sudah telanjur terpesona dengan apa yang ada di hadapannya.

“Tuan Harper, kudengar kau punya banyak rumah. Apakah ini salah satunya? Ini sangat keren dan indah. Seperti istana!”

Louis mendengus mendengar celotehan tersebut. Ia semakin yakin bahwa orang yang mengirimkan bocah itu mengincar hartanya.

“Masuklah,” Louis melangkah lebih dulu menuju sofa. Nada suaranya datar, tidak bersahabat.

Akan tetapi, sang balita sama sekali tidak mempermasalahkan. Dengan raut ceria, ia duduk di samping sebuah rak.

“Apa yang kau lakukan?” tanya Louis, heran.

Gadis kecil itu mendongak sambil menarik tali sepatunya. “Mama bilang, kita tidak boleh menggunakan alas kaki di dalam rumah, apalagi rumah orang lain. Nanti lantainya bisa kotor.”

“Apakah kau sedang berusaha menarik perhatianku?” Mata Louis menyipit.

“Tidak,” sang balita menggeleng santai. “Memang begitu peraturannya. Bahkan sebelum masuk ke kamar, Mama selalu mengingatkan aku untuk mencuci kaki, muka, dan tangan. Biar kuman-kuman dari luar tidak ikut terbawa. Kita bisa juga berganti pakaian kalau mau lebih aman. Dan kalau kita mau tidur, kita tidak boleh lupa menggosok gigi. Kalau tidak, gigi kita bisa rusak.”

Usai melucuti sepatu dan kaos kaki, gadis kecil itu meletakkannya di atas rak dengan rapi. Sepatunya tampak sangat mungil di samping sepatu-sepatu yang lain.

“Oh, Tuan? Kenapa kamu tidak mencopot sepatu? Nanti lantai rumahmu jadi kotor.”

Louis mendesah tak peduli. “Ada yang membersihkannya nanti. Sekarang kemarilah! Jangan banyak tingkah. Duduk di sana.” Ia menunjuk sofa di hadapannya.

Gadis kecil itu menurut. Ia membuka ransel dan meletakkannya di atas meja. Kemudian, ia merangkak naik ke sofa yang cukup tinggi baginya. Sembari duduk di sana, ia bersenandung kecil dan mengamati sekeliling.

“Tidak ada orang lain lagi di sini. Kau bisa jujur sekarang,” tutur Louis, membuat sang balita menoleh padanya.

“Jujur? Tentang apa?” Mata abu-abunya membulat sempurna.

“Siapa yang menugaskanmu untuk mengacaukan lamaranku?”

Tiba-tiba saja, gadis kecil itu terkekeh. “Tidak ada, Tuan. Itu ideku sendiri.”

Mata Louis kembali memicing. Ia heran karena sang balita tampak jujur. “Kenapa ide itu bisa muncul?”

“Karena aku sudah tidak tahan melihat Mama kesepian dan diam-diam bersedih. Sejak kabar tentang kamu dan nona itu tersebar, Mama jadi agak murung. Aku mau Mama bahagia seperti perempuan-perempuan lain. Aku mau Mama punya suami juga.”

Louis terdiam sejenak. Otaknya sibuk mencerna. “Siapa ibumu?” tanyanya ragu.

Summer berkedip-kedip. Bibirnya menguncup. “Apakah kamu masih tidak tahu siapa Mama? Orang-orang bilang aku sangat mirip dengannya. Kau seharusnya langsung ingat. Apalagi, kalian dulu sangat dekat.”

Louis tertegun. Bayang-bayang Sky Hills, sahabat lamanya, melintas dalam pikiran. Sky dulu sering mengenakan hoodie dan jumpsuit. Rambutnya keriting, wajahnya menggemaskan. Ia juga suka membawa ransel yang dihiasi banyak pin, persis seperti gadis kecil di hadapannya sekarang.

Akan tetapi, Louis tidak mau menggubris firasatnya. Ia tidak mau mengulang rasa sakit dulu. Kemiripan sang balita dengan Sky mungkin saja hanya kebetulan.

“Siapa namamu?”

Gadis kecil itu memanjangkan leher dan menjawab dengan penuh semangat. “Summer!”

“Kau lahir di musim panas?” Louis menurunkan sebelah alis.

“Tidak. Aku lahir di musim dingin, tapi Mama memberiku nama Summer. Karena kata Mama, aku datang membawakan kehangatan,” tuturnya manis. Senyumnya sempat menawan hati Louis selama sepersekian detik.

“Berapa umurmu?”

Summer menegakkan sebelah tangan lalu melipat jempolnya yang mungil. “Empat tahun lebih.”

“Di mana kau tinggal?”

“Kami sering berpindah-pindah, Tuan. Aku dan Mama suka bertualang ke seluruh dunia. Tapi terakhir, kami sedang tinggal di Kanada.”

“Maksudku, di kota ini? Di mana kau tinggal? Aku mau menelepon polisi untuk menjemput ibumu. Dia perlu dimintai keterangan.”

Bibir Summer mengerucut. Matanya berkedip-kedip lucu. “Kami tidak punya rumah di sini. Sebetulnya, ini pertama kalinya aku datang ke T City.”

Wajah Louis mengernyit bingung. “Di mana kalian menginap selama berada di kota ini?”

Summer menggeleng. “Aku belum mencari tempat untuk menginap. Aku baru saja tiba. Dari bandara, aku buru-buru pergi ke restoran tempat kamu melamar Nona Evans. Untung saja, aku tidak terlambat.”

Louis mendengus. “Kau pikir semudah itu membohongiku? Kau bahkan belum genap lima tahun. Siapa yang akan percaya kalau kau datang dari Kanada seorang diri?”

Summer merogoh saku jumpsuit-nya. Dengan wajah polos, ia keluarkan sebuah paspor dan membuka halaman terakhir.

“Memangnya kenapa kalau aku belum berumur lima tahun? Aku ini anak pintar, Tuan. Aku bisa melakukan perjalanan seorang diri. Apalagi, aku sudah punya rekening dan ponsel sendiri sekarang. Memesan tiket pesawat dan terbang sendirian adalah hal yang sangat mudah. Dan juga mengatur transportasinya. Aku ini petualang cilik yang mandiri.”

Louis tercengang sesaat. Namun kemudian, tawanya terdengar tipis dan terkesan meremehkan.

“Tidak mungkin. Itu pasti akal-akalan kalian. Mana mungkin ada anak sehebat itu?”

“Kalau kamu masih tidak percaya,” Summer melompat turun dari sofa. Ia raih ranselnya, mengambil sebuah buku dari dalam sana. “Lihat ini!”

Louis menaikkan sebelah alis. Ia melirik buku yang penuh dengan gambar, tulisan, dan coretan itu. Lagi-lagi, ia teringat akan Sky.

“Ini adalah peta rencanaku. Semua berawal dari minggu lalu, saat aku mendengar tentang lamaranmu. Mama tampak agak murung, jadi aku bertekad untuk membatalkannya. Aku mencari tahu tentang lokasimu, mengatur rute perjalananku, mencocokkan waktu dengan—”

“Tunggu.” Louis mengangkat sebelah tangan. Summer yang hendak menjelaskan strateginya sontak menahan bicara. “Dari mana kau tahu tentang rencana lamaranku?”

“Bibi Emily yang menceritakannya.”

Louis seketika mematung. Bola matanya bergetar samar. “Kau mengenal Emily?"

“Tentu saja. Dia sahabat terbaik Mama. Dia selalu menceritakan apa pun kepada kami. Bahkan saat dia berbulan madu bersama Paman Cayden kemarin, aku dan Mama yang memandu mereka.”

Louis tak bisa lagi menyangkal. Petir yang menyambar jantungnya terlampau dahsyat. “Kau ... sungguh anak Sky? Sky sudah punya anak?”

Summer tersenyum semringah. “Benar! Aku adalah anak Sky. Akhirnya, kau mengingat Mama. Mama sangat merindukanmu, Tuan.”

Louis menghela napas tak percaya. Matanya bergerak-gerak mencari petunjuk, tetapi tidak ada satu pun yang ia dapat. Tak sanggup lagi membendung kebingungan, ia akhirnya menelepon adik kembarnya.

“Halo, Louis? Tumben kau menelepon? Apakah kau mau mengabarkan kalau Grace sudah menerima lamaranmu?”

“Kenapa kau tidak pernah cerita kalau Sky sudah punya anak?” sambar Louis, tanpa basa-basi.

Suasana mendadak hening. Bahkan Summer tidak lagi bergumam kecil.

“Emily? Jawab!”

“Kau tidak pernah bertanya, Louis. Terakhir saat aku ingin menceritakan tentang Sky, kau menolak untuk mendengarkan. Kau bilang dia sudah bukan sahabatmu lagi. Dari mana kau tahu kalau dia sudah punya anak? Dan kenapa kau terdengar marah?”

Louis tertunduk dan terpejam. Sebisa mungkin, ia berusaha meredam deru napasnya.

“Putrinya sedang bersamaku. Dia mengaku terbang sendiri ke sini. Dan kau tahu apa yang sudah dia lakukan?”

Louis tanpa sadar menggertakkan geraham. Emosinya terlalu sulit diredam.

“Dia muncul tiba-tiba, melarangku untuk menikahi Ace. Dia ingin aku menjadi ayahnya dan menikahi ibunya. Dia mengacaukan semua yang telah kurencanakan, Em. Karena itu, cepat kirimkan kontak Sky! Aku perlu bicara langsung dengannya dan meminta pertanggungjawaban.”

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Pixie
Paling jago bikin rusuh
goodnovel comment avatar
Indah Carolina
ahahaha.... kerja bagus summer !!!
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   4. Tolong Jaga Summer

    Saat polisi sedang sibuk melacak Summer, tiba-tiba, ponsel Sky berdering. Melihat nomor asing menghubunginya lewat panggilan video, napas Sky tertahan. Mungkinkah itu penculik yang meminta tebusan? Atau justru orang baik yang tidak sengaja menemukan putrinya? Sky pun menjawab panggilan dengan hati yang berdebar. Namun, begitu melihat wajah yang muncul, keresahannya musnah. Matanya terbelalak memancarkan keheranan dan keterkejutan. “L-Louis?” Louis semula mengernyitkan dahi. Ia sudah siap untuk menumpahkan amarah kepada Sky, menuntut pertanggungjawaban atas kekacauan yang ditimbulkan oleh putrinya. Namun, begitu wajah cantik yang diliputi air mata menerima panggilan videonya, kegeraman Louis memudar. Rasa iba dan kerinduan mendadak terbit dari sudut hatinya. “Sky,” lidahnya kelu menyebut nama itu. Sky mengerjap. Sembari tertunduk, ia menyeka mata. Ia tidak mau Louis mengetahui kegelisahannya. Ia belum siap jika statusnya sebagai ibu tunggal terbongkar. “Hai, Louis. Lama tidak b

    Last Updated : 2024-08-12
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   5. Bocah Ajaib

    Louis menarik ransel yang terisi penuh itu. Summer mencoba untuk menghalanginya, tetapi ia kalah cepat.“Di mana kau menyembunyikan paspor ibumu?”Summer melipat tangan di depan dada. Pipinya yang menggembung membuat wajahnya tampak lebih bulat.“Apakah kau mengira aku membawanya di dalam ranselku? Kalau begitu, cari saja terus. Sampai gajah bisa bicara pun, kau tidak akan bisa menemukannya.”Louis berhenti menggeledah ransel kecil itu. “Kau tidak membawanya?”“Untuk apa? Nanti Mama tidak bisa datang ke sini kalau aku membawa paspornya.”Louis menghela napas lelah. Ia kembalikan ransel kecil itu ke atas meja. Memang tidak ada paspor sejauh pengamatannya. Summer hanya membawa pakaian, kotak bekal, botol minum, dan perlengkapan dasar untuk bertualang.“Kenapa kau bertindak sejauh ini, Manusia Mungil? Apakah kau sadar bahwa kelakuanmu ini merugikan orang lain? Kau mempersulit hidupku,” tutur Louis, terdengar putus asa.“Harus berapa kali kukatakan? Aku mau kamu menikah dengan Mama,” cele

    Last Updated : 2024-08-12
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   6. Mulai Peduli

    Sambil duduk di tepi ranjang, Louis mulai membentur-benturkan kepala dengan kepalan tangan. Matanya tertutup, alisnya berkerut. Ia sadar, dirinya tidak boleh hanyut dalam pikiran keruh.“Tidak. Sky tidak mungkin sejahat itu. Putri kecilnya itulah yang bermasalah. Kalau memang dia ingin punya ayah, kenapa dia tidak mencari ayah kandungnya saja? Kenapa malah mengacaukan rencana indahku? Kalau dia tidak datang, aku pasti sedang berbahagia bersama Grace.”Selang keheningan sejenak, Louis mengangguk-angguk mantap. “Ya, dia pasti mewarisi sikap menjengkelkan itu dari ayahnya. Dia banyak tingkah, keras kepala, dan semena-mena. Pasti itu dia dapatkan dari sang ayah. Bukan Sky yang bersalah, tapi Summer dan ayahnya. Sekarang apa yang dia lakukan? Dia tidak sedang menghancurkan rumah, kan?”Louis mengeluarkan ponsel, memantau kamera pengawas. Tidak mendapati Summer di ruang depan, ia terbelalak. “Ke mana perginya manusia mungil itu?”Louis pun memeriksa kamera lain. Menemukan Summer sedang mencu

    Last Updated : 2024-09-03
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   7. Bersimpati terhadap Summer

    Tiba-tiba, ponsel Louis berdering. Khawatir Summer terbangun, ia cepat-cepat menyingkir. Wajahnya keruh. Namun, melihat siapa yang memanggil, matanya seketika berbinar.“Ace? Kau sudah tidak marah lagi padaku?” Louis terdengar ceria walau suaranya agak pelan.“Louis, kupikir kau sudah menangani anak itu. Tapi kenapa kau membawanya ke penthouse-mu?”Cahaya di wajah Louis mendadak lenyap. Ia tidak menyangka kekasihnya akan mempermasalahkan hal itu.“Aku perlu menginterogasinya dan aku tidak mau ada paparazi yang mengganggu. Jadi, kubawa dia ke penthouse-ku. Kau tahu? Ternyata, dia adalah putri Sky—sahabat Emily itu.”“Sahabat lamamu itu?” balas Grace dengan penuh penekanan.Louis menelan ludah. Ia bisa menangkap kecemburuan dari kekasihnya. “Ya. Aku juga tidak menyangka. Percaya atau tidak, anak itu berangkat seorang diri dari Kanada. Karena itu, aku tidak mungkin menelantarkannya. Kubiarkan dia beristirahat di tempatku.”“Kau tahu kalau itu justru akan menimbulkan prasangka, kan? Papara

    Last Updated : 2024-09-03
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   8. Kecemburuan Grace

    "Summer, kau anak baik, kan?" tanya Louis dengan nada membujuk.Sang balita menjawab dengan mata berbinar. "Tentu saja! Kalau saja ada penghargaan untuk anak terbaik di seluruh dunia, aku pasti sudah mendapatnya. Aku ini pintar dan senang membantu orang-orang. Aku juga mandiri dan jarang merepotkan orang lain, kecuali Mama. Terkadang, aku masih membutuhkan bantuan darinya. Tapi kata Mama, itu wajar. Aku masih terlalu kecil untuk melakukan semuanya sendirian."Louis mengangguk-angguk dengan senyum yang dipaksa lebar. "Bagus. Kalau begitu, bisakah kau buktikan? Uruslah dirimu sendiri. Aku harus berangkat kerja sekarang. Ini sudah sangat terlambat."Summer tersenyum miring mendengar itu. Telunjuknya menggeliat seperti cacing di depan dagu. "Paman Louis, kamu tidak bisa membohongiku. Ini hari Minggu. Bibi Emily bilang kalian tidak pernah bekerja di akhir pekan. Sabtu dan Minggu adalah waktu khusus untuk diri sendiri dan keluarga. Karena kamu akan menjadi Papa-ku, bagaimana kalau kita meng

    Last Updated : 2024-09-04
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   9. Dilema

    Louis menghela napas cepat. Kepalanya menggeleng tak percaya. "Ace? Aku tahu kau sedang ingin menguji ketulusan dan kesetiaanku, tapi bukan begini caranya.""Tidak ada cara lain, Louis. Aku mulai meragukanmu dan kamu harus menghentikan itu. Kau tahu seberapa kacau pikiran dan perasaanku sejak bocah itu muncul? Bayangkan saja. Lamaran yang kuimpi-impikan hancur karena ulahnya. Coba tempatkan dirimu di posisiku. Jangan hanya bersimpati padanya!"Louis terdiam dan membisu. Matanya yang sayu kini ikut berkaca-kaca. "Kau sungguh ingin aku mengusir anak kecil yang tidak berdaya itu?""Gunakan akal sehatmu, Louis. Kau tidak harus melemparnya ke jalan. Kau punya banyak pelayan dan pengawal. Pilih saja beberapa untuk mengirimnya pulang. Yang penting, ia enyah dari sini dan tidak mengusik hubungan kita lagi."Louis menarik napas berat. Ia melirik ke arah pintu. Balita yang mengintip di sana tampak ketakutan."Paman Louis, tolong jangan usir aku. Masih ada banyak hal yang mau kulakukan denganmu.

    Last Updated : 2024-09-04
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   10. Luka Summer

    Setibanya di hadapan Summer, Louis langsung menekuk lutut. Hatinya terasa pedih mendengar rintihan gadis kecil itu. Apalagi, saat ia memeluknya, punggung Summer ternyata gemetar hebat. Dua tangan mungil yang mendekap lehernya juga terasa dingin dan berkeringat."Paman Louis," isak Summer sambil terbatuk-batuk, "kenapa kamu meninggalkan aku? Tolong jangan lakukan itu lagi."Louis menarik napas berat. Ia tidak bisa menyangkal kalau penyesalan telah menumpuk tinggi dalam dadanya.Sayangnya, ia tidak bisa meminta maaf. Itu bisa menjadi perdebatan baru antara Grace dengan dirinya. Ia tidak bisa juga berjanji untuk tidak meninggalkan Summer. Itu hanya akan menjadi harapan palsu baginya."Kenapa kamu mengejarku, Summer? Bukankah sudah kubilang untuk mendengarkan Nyonya Campbell? Kenapa malah berlari tanpa sepatu?"Louis mempertemukan pandangan. Air mata ternyata masih menetes dari sudut mata sang balita. Dengan penuh perhatian, ia menyekanya."Aku sangat takut tadi. Aku takut tidak bisa berte

    Last Updated : 2024-09-05
  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   11. Kesamaan Louis dan Summer

    "Lalu, apa lagi? Pilihlah beberapa," tutur Louis kaku. Ia merasa konyol karena berniat mencocokkan selera makannya dengan Summer."Kurasa itu akan sulit bagiku. Aku suka makanan. Aku bisa memakan semuanya dengan lahap, kecuali sayur kribo itu. Aku sebenarnya kurang suka brokoli, tapi Mama bilang dia punya banyak manfaat. Jadi, aku terpaksa memakannya."Louis lagi-lagi mematung. Itu sama persis dengan apa yang dialaminya sewaktu masih kecil dulu."Tapi Paman Louis," suara Summer membuatnya mengerjap, "apakah semua makanan ini aman? Maksudku, tidak ada almond atau udang, kan?"Mata Louis kini membulat maksimal. Ia tahu bahwa Sky alergi terhadap almond. Hal itu sangat mungkin menurun kepada Summer. Tetapi udang? Mengapa Summer takut pada udang?"Ada apa dengan almond dan udang?" Louis berpura-pura tidak tahu."Mereka jahat, Paman. Mereka bisa membuatku gatal-gatal dan sesak napas."Louis berusaha untuk tidak mengubah ekspresi. Akan tetapi, kepalanya terlalu berisik oleh pertanyaan-pertany

    Last Updated : 2024-09-05

Latest chapter

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   180. Semua Orang Setara

    "Siapa nama Anda?" tanya Louis sembari memicingkan mata. Bibir Gloria bergetar saat menjawabnya, "Gloria Brown." Sambil tersenyum miring, Louis mengangguk-angguk. Tatapannya kemudian bergeser turun. "Dan kamu? Siapa namamu?" tanya Louis dengan sebelah alis naik mendesak dahi. "Georgina Brown. Semua orang biasanya memanggilku Gigi," jawab gadis kecil itu tanpa rasa takut. Ia terlalu bodoh untuk mengerti konsekuensi apa yang sedang menantinya. "Georgina Brown," gumam Louis seraya bergerak maju. Setibanya di hadapan anak itu, ia memiringkan kepala. "Siapa yang mengajarimu untuk berbicara seperti itu?" "Mama yang mengajariku. Mama bilang, semua orang punya status yang berbeda-beda. Aku hanya boleh berteman dengan anak-anak dari level atas." Summer terkesiap. Ia mendongak menatap Sky, berbisik, "Mama, bukankah itu ajaran yang salah?" Sky menempatkan telunjuk di depan mulut. "Sayang, mari kita serahkan hal ini kepada Papa. Saat ini, kita simak saja," bisiknya. "Oh, oke," angguk

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   179. Dia Sungguh Anak Louis?

    Gloria mendengus jijik. Sorot matanya penuh hinaan. "Apakah kau mengatakan bahwa status orang tuamu lebih tinggi dariku?" Summer menggeleng lugu. "Tidak. Aku tidak suka membanding-bandingkan. Aku hanya ingin mengatakan kalau kau tidak bisa meremehkan Papa begitu saja." Gloria tertawa kesal. Sambil melipat tangan di depan dada, ia menantang, "Memangnya siapa ayahmu?" "Orang-orang menyebutnya pria nomor satu di L City!" sahut Summer dengan mata berbinar. Semua orang tahu ia merasa bangga karena senyumnya sangat lebar.Sementara itu, mata Gloria menyipit. "Maksudmu, Louis Harper?"Summer mengangguk mantap. "Ya, itulah nama papaku. Apakah kau mengenalnya? Mungkin kalian berteman. Papaku dan suamimu sama-sama memimpin perusahaan besar."Bukannya takut, Gloria malah tertawa datar. "Louis Harper? Yang benar saja? Tuan kepala sekolah, Anda percaya dengan kebohongannya?""Nyonya, apakah Anda tidak mengikuti berita selama liburan? Tuan Louis Harper memang ayah dari Summer," tutur sang kepala

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   178. Tidak Bisa Diremehkan

    Summer duduk di kursi dengan kepala tertunduk. Kedua tangannya saling meremas di depan perut. Sekilas, ia tampak bersalah. Namun sebenarnya, ia sedang menahan kesal. Itu adalah hari kedua ia bersekolah. Ia berniat untuk belajar dengan sungguh-sungguh, membuat orang tuanya bangga. Namun ternyata, ia malah terlibat masalah. Saat ia sedang merenung itulah, tiba-tiba, suara berisik datang dari luar. "Di mana anak itu? Mana anak yang sudah berani mengganggu putriku?" Semua orang sontak menoleh ke arah pintu. Beberapa detik kemudian, Gloria Brown masuk dengan raut tak senang. Saat itu pula, tangisan Gigi kembali bergema. "Mama," ia berlari menuju Gloria. Belum sempat ia memeluk sang ibu, kedua lengannya ditahan. "Astaga, Sayang. Apa yang terjadi pada gaunmu?" tanya Gloria dengan mata terpelotot. Gigi meruncingkan telunjuk ke arah Summer. "Dia menumpahkan yogurt di gaunku. Guru-guru sudah berusaha untuk membersihkannya, tapi nodanya tidak mau hilang." Gloria sontak melirik Summer

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   177. Pertengkaran Summer dan Gigi

    Bibir Summer menguncup. Sorot matanya tampak bingung. "Kenapa kamu berpikir kalau aku miskin?" "Bajumu jelek. Tasmu juga sepertinya sudah tua. Kamu harus pulang dengan menumpang mobil River karena orang tuamu malu menampakkan diri," terang Gigi dengan nada meremehkan. Summer mendesah berat seperti orang dewasa. "Gigi, kita tidak boleh menilai seseorang dari luarnya saja. Itu bukan perbuatan baik. Selain itu, kita juga tidak boleh membeda-bedakan teman berdasarkan kekayaan. Mama bilang, yang harus kita lihat dari diri seseorang itu adalah kepribadiannya. Kita seharusnya mencari teman yang baik, bukan teman yang kaya." Gigi memasang raut angkuh. "Kamu berani menasihatiku? Apakah kamu tidak tahu siapa aku?" Summer mengangguk. "Aku tahu. Kamu Gigi. Georgina Brown." "Apakah kamu tahu siapa ayahku?" Gigi menaikkan sebelah alis. "Kalau itu, aku tidak tahu. Haruskah aku berkenalan dengannya?" jawab Summer santai. "Ayahku adalah pemimpin Brown Group! Dia salah satu pengusaha p

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   176. Kenapa Aku Harus Malu?

    Louis dan Sky bertukar pandang. Mereka sama-sama khawatir pada putri kecil mereka. "Apa saja yang anak bernama Gigi itu katakan padamu, Sayang?" selidik Sky dengan nada serius. Summer pun berkacak pinggang. Ia ulangi semua perkataan Gigi dengan nada suara dan mimik wajah yang sama. Yang lain dengan serius memperhatikan. "Lalu, apa lagi yang dia katakan selain itu?" tanya Louis setelah Summer berhenti. "Tidak ada, Papa. Dia hanya mengatakan itu saja," geleng Summer lugu. "Apakah dia melakukan sesuatu yang buruk padamu?" selidik Sky lagi. Bibir Summer menguncup. Kepalanya condong ke kiri sedikit. "Tidak ada, Mama. Dia hanya menegaskan itu saja. Dia mau aku berhenti datang ke sekolah." "Lalu, apa yang kamu katakan padanya?" River juga penasaran. Tiba-tiba, suara Summer terdengar garang, "Aku berkata dengan tegas kalau dia tidak berhak mengatur hidupku. Meskipun dia melarangku untuk belajar di Sekolah Savior, aku tetap akan datang. Karena itu sudah menjadi rencanaku. Aku mem

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   175. Laporan untuk Orang Tua

    Melihat bagaimana Summer lanjut makan dengan tenang, Gigi tercengang. Ia tidak terima Summer berani membantah peringatannya. Namun, saat ia hendak mengungkapkan kekesalan, River sudah telanjur datang. Alhasil, ia hanya bisa tertunduk, menelan kejengkelannya bulat-bulat. "Summer, apakah kamu sudah selesai makan?" tanya River sambil duduk di kursinya tadi. Melihat makanan yang tersisa di baki si gadis kecil, ia menepuk-nepuk pundaknya. "Tidak apa-apa, Summer. Tidak perlu tergesa-gesa. Kunyah makananmu dengan benar. Jangan sampai tersedak," tuturnya, seperti orang dewasa. "Dan setelah makan, jangan lupa membersihkan wajahmu." Summer mengangguk-angguk. Begitu ia selesai makan, ia mengelap mulut dengan teliti. River membantunya membersihkan noda di hidung dan pipi. Menyaksikan hal itu, kekesalan Gigi semakin membara. Saat Summer dan River pergi melancarkan rencana, ia hanya bisa menatap punggung mereka dengan mata berkaca-kaca yang dihiasi guratan merah. "Lihat saja nanti. Aku

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   174. Rencana Summer dan River

    Sementara anak-anak dari meja sebelah kembali ke tempat masing-masing, River berbisik, "Summer, apakah kamu mempelajari itu dari rekening bank-mu?" "Ya!" seru Summer dengan mata bulat. "Aku melihat bagaimana nilai tabunganku di buku bank berubah. Aku meminta Mama untuk menjelaskannya." River mendesah takjub. "Wah, kurasa kau benar. Belajar itu tidak harus di sekolah, tapi bisa di mana saja. Buktinya, kau bisa mempelajari banyak hal dari satu buku bank." Summer terkikik geli. Ia suka dipuji, dan ia senang pengetahuannya berguna untuk membantu teman-teman yang lain. Sementara itu, Gigi tertunduk dan mulai meremas jemarinya sendiri. Kekesalannya sudah tidak bisa diatasi. "Summer betul-betul jahat. Dia telah merebut guru-guru dan teman-temanku. Gara-gara dia, semua orang mengabaikan aku hari ini. Dia perlu diberi peringatan," pikirnya sebal. Karena itu, begitu jam istirahat tiba, ia membuntuti Summer dan River. "Ayo, Summer. Kita harus cepat. Waktu kita terbatas, sedangka

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   173. Bintang Kelas

    "Maaf, Mrs. Ross. Semua anak sudah menjawab pertanyaan, kecuali Summer. Kurasa dia belum mengerti," tutur Gigi dengan nada iba. Mendengar itu, semua orang kompak menatap Summer. River yang sejak tadi fokus dengan dirinya sendiri mendadak merasa bersalah. Padahal, ia sudah berjanji untuk membantu Summer kalau ia mengalami kesulitan di kelas. "Summer, apakah kamu belum mengerti?" tanya River, mendahului Mrs. Ross yang baru sempat membuka mulut. Summer berkedip lugu. Senyumnya manis. "Aku mengerti," angguknya. "Summer," panggil Mrs. Ross dengan penuh perhatian, "kalau kamu memang belum mengerti, tidak apa-apa. Ibu guru bisa menjelaskannya lagi padamu." "Tidak usah, Mrs. Ross. Anda tidak perlu menjelaskan ulang. Aku sungguh sudah mengerti," Summer mengangguk-angguk lebih cepat. "Kalau kau memang sudah mengerti, kenapa kau diam saja sejak tadi?" celetuk Gigi, nyinyir. Summer mengedikkan bahu ringan. "Aku tidak mau menghambat pembelajaran. Aku hanya murid sementara di kelas ini.

  • Menikahlah dengan Mama, Tuan CEO   172. Mendapat Pujian

    Mrs. Ross dan Miss Jasmine tersenyum mendengar perkenalan yang manis dari Summer. Saat mereka bertepuk tangan, murid-murid mengikuti dengan penuh semangat. Bahkan Summer ikut bertepuk tangan untuk dirinya sendiri. Ia bangga karena telah berhasil memberikan “penampilan” yang baik. Hanya Gigi yang bertepuk tangan dengan malas. Ia terpaksa melakukannya karena takut dipertanyakan oleh guru. Dan sebetulnya, ia memang selalu malas bertepuk tangan untuk orang lain. Ia hanya ingin dirinya yang menjadi pusat perhatian. Di samping itu, Gigi juga tidak pernah suka mendengar anak lain dipuji oleh guru, kecuali River. Ia menyukai bocah itu. Jika River sedang mempresentasikan sesuatu atau mendapat pujian, maka Gigi akan bertepuk tangan paling kencang. Ia ingin River tahu bahwa ia adalah pendukungnya yang nomor satu. Namun kini, posisinya terancam. River lebih sering tersenyum kepada anak lain. Ia bahkan tidak lagi meliriknya. Karena itu, ia berharap Summer cepat pergi dari kelas mereka. D

DMCA.com Protection Status