“Tapi kok aku nggak percaya sama omongan Mas barusan? Mana mungkin Mas biarin aku pergi kalau Mas tau aku ketemunya sama Akas.” Zea mencibir Natan membuat empunya terbahak.Nyatanya Natan tidak menampik tebakan Zea, Natan memang tidak akan membiarkan Zea pergi sendiri menemui pria lain.“Nah ‘kan dia ketawa, aku udah bisa nebak isi otak kamu, Mas.” Seketika Zea melupakan rasa takutnya tadi setelah melihat Natan tertawa.“Kali ini aku maafin kamu, tapi lain kali jangan diulangi lagi.” Natan sengaja menjeda kalimatnya. “Kalau mau kemanapun, ketemu sama siapapun izin dulu sama aku. Aku juga akan meminta izin sama kamu kalau mau ngapain aja di luar sana, kunci langgeng sebuah hubungan itu dari kejujuran, kesetiaan, dan saling mengerti, Sayang. Paham ‘kan maksud aku.” Natan mengakhiri ceramahnya sambil mengusap sayang pucuk kepala Zea.Zea pun sukses dibuat tertegun. 'Demi apa, woi? Dia bener-bener bijak ternyata?' Si Zea malah salting karena kali
Sibuk mengagumi Natan tanpa disadari, Zea sampai tidak mendengar Natan bertanya padanya.“Zea?” panggil Natan diiringi dengan usapan lembut di bahu Zea.“Hah iya, Mas. Kenapa?” Zea bertanya seperti orang linglung.Sangat terlihat sekali bahwa Zea habis melamun dan tidak fokus dengan keadaan sekitar.“Kamu mau beli sesuatu dulu sebelum ke atas?” Natan mengulangi pertanyaan yang sama.Bisanya Natan sangat anti mengulang kalimat yang sama pada siapapun itu karena memang karakter Natan yang dingin dan irit bicara.Tapi pengecualian jika dengan Zea, Natan berubah menjadi cerewet, lebih hangat, dan sangat bertolak belakang dengan sikap yang selama ini ia tunjukkan pada orang lain.“Nggak usah, Mas. Langsung ke atas aja, lagian katanya kita cuma dua jam di sini.” Zea menolak karena memang sedang tidak menginginkan apapun.“Ya sudah, ayo!”Tanpa meminta persetujuan dari Zea, Natan menggandeng tangan sang istri
Elena berbalik badan dan melotot melihat Natan datang bersama seorang gadis yang baru saja memanggil dirinya ‘Tante’. Elena melirik pinggang gadis itu yang masih dirangkul mesra oleh Natan.“Dia siapa, Nat?” Elena memandang Natan dengan muka meminta penjelasan.“Nggak usah dikasih tau, Mas. Nanti juga dia bakal tau sendiri saat semua karyawan kamu udah ngumpul di sini.” Zea bergelayut manja di lengan Natan.Hal itu sengaja Zea lakukan di depan Elana, bisa ditebak sendirilah ya niat Zea apa.“Dasar perempuan rendahan! Berani sekali kamu nempel-nempel kepada Natan.” Elena begitu berani menegur Zea padahal Elena belum tua siapa Zea.“Cukup, El! Di bukan perempuan rendahan seperti yang kamu maksud.” Darren memijit pelipisnya yang berdenyut karena kelakuan Elena.“Terus apa kalau bukan wanita rendahan, pasti itu wanita bayaran ‘kan? Cih, dibayar berapa kamu sama Natan?” Elena tidak ada takut-takutnya padahal sekarang Natan sedang menatapnya dengan tajam.“Saya dibayar dengan satu mobil m
Tidak pernah Elena bayangkan seorang Jhonatan akan memarahi dirinya karena gadis lain.“Ikut aku, Elana! Kamu juga harus mengetahui siapa gadis itu sebenarnya.” Darren pun membawa Elena ke tengah-tengah keramaian.“Pasti kalian semua bingung dan bertanya-tanya tentang gadis cantik yang saat ini ada di sebelah saya.” Natan melirik Zea setelah menyapa para karyawan nya dengan basa basi singkat.Zea tersenyum kecil dengan begitu anggunnya kepada para karyawan Natan. Kecantikan Zea saat tersenyum anggun begitu membuat semua orang yang ada di sana sangat mengagumi kecantikannya termasuk Natan sendiri.Hanya Elena saja yang terlihat tak suka dan menganggap Zea mencari muka serta sok cantik.“Dia pasti pacarnya bos, ya?” tanya salah satu dari sekian banyaknya karyawan Natan.“Bukan.”Jawaban Natan menimbulkan senyum lebar di wajah Elana. ‘Berarti dia benar-benar wanita bayaran.’ Elan bersorak bahagia didalam hati.Haru
Tidak ada yang melihat interaksi Abraham dengan Zea selain Natan dan Darren, kalau adapun rasanya tidak akan menimbulkan masalah apa-apa. Mengingat jabatan tinggi Abraham di perusahaan ini, sepertinya wajar-wajar saja kalau Natan mengambil anak Abraham sebagai calon istri. “Pa!” Natan menyapa Abraham dengan muka datar yang tidak berekspresi. Natan menyalami tangan Abraham dengan sopan. Setinggi apapun jabatan Natan, tetap saja Abraham adalah ayah mertuanya. Itu artinya Natan harus bersikap baik dan sopan terhadap Abraham. “Terima kasih telah menjaga Zea dengan baik,” ucap Abraham membuat Zea mendelik. “Baik apanya?” gumam Zea. “Buktinya sekarang kamu terlihat lebih bersinar setelah tinggal sama suami kamu.” Abraham sengaja menggoda Zea yang sudah memanyunkan bibir. “Ya sudah, Papa akan kembali bekerja. Baik-baik ya kalian, kalau ada masalah usahakan jangan ribut.
“Kamu kenapa, Sayang? Apa yang terjadi?”Natan panik melihat Zea menjatuhkan ponselnya setelah berbicara dengan seseorang.Maka dari itu, Natan langsung meninggalkan pekerjaannya lalu menghampiri Zea.Wajah Zea tidak menunjukkan ekspresi apa-apa, hanya matanya saja memerah. Bahkan, tubuh Zea kini gemetaran. Rasa panik Natan semakin bertambah saat merasakan tangan Zea begitu dingin.“Sayang, hey!” Natan sedikit menghuyung lengan Zea agar kesadaran gadis itu kembali seutuhnya.Mata Zea mengerjab beberapa kali, nafasnya yang sempat terasa terhenti kini sudah kembali dengan hadirnya Natan di sampingnya.“M-mas!” panggil Zea terbata.Nafas Zea naik turun, lidah Zea terasa kelu untuk mengatakan apa yang terjadi pada sang suami.Tubuh Zea terasa melemas, makanya sekarang Zea memilih berpegangan pada lengan kekar Natan agar masih bisa duduk dengan kokoh.“Iya, Baby. Aku di sini, tenangkan diri kamu. Rileks, oke
“Kita usahakan sama-sama. Kalau golongan darahnya tidak langka, maka tidak akan sulit mencarinya. Aku akan bantu cari.”Kata-kata Natan membuat Zea merasa sedikit lebih lega. Setidaknya dengan bantuan orang berpengaruh seperti Natan, tidak akan terlalu sulit meskipun harus mencari golongan darah langka sekalipun.Tidak ada yang akan sulit jika kita punya kuasa, urusan yang paling sulit pun bisa dilakukan dengan mudah.Lima menit kemudian Natan dan Zea sudah berada di rumah sakit, Zea berjalan cepat menuju ruangan ICU sesuai dengan arahan dari Abraham melalui handphone.“Baby, jalannya tidak usah terlalu buru-buru. Nanti kamu nab—”Dugh!“Mama sakit! Hiks.”Mata Natan melotot melihat melihat Zea menangis sambil mengusap keningnya. Belum juga Natan menyelesaikan kalimatnya, nyatanya apa yang ia takutkan benar-benar terjadi.Zea yang berjalan tanpa memperhatikan sekitar, Zea malah tidak sengaja menab
“Lukanya tidak terlalu besar, jadi tidak perlu dijahit,” jelas Dokter itu sambil memasang perban di sudut kiri kening Zea yang terluka. “Kalau tidak terlalu besar, terus kenapa tadi darahnya banyak sekali?” “Itu wajar lah, Mas. Namanya juga darah kepala.” Bukan Dokter itu yang menjawab, melainkan Zea. “Sakit tidak, Baby?” Natan mengusap perban di kening Zea yang suda terpasang rapi. Zea tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya. “Udah nggak sakit kok, Mas,” jawabnya agar Natan tidak khawatir berlebihan dan berakhir lebay. “Kenapa bisa luka begitu, Nona?” tanya si Dokter sambil menuliskan resep obat untuk Zea. “Tadi nggak sengaja nabrak sanding tembok, Dok. Saya kurang hati-hati pas jalan tadi karena terlalu mikirin adik saya yang dirawat di sini.” Zea mendadak sendu saat teringat dengan Maizura yang belum jadi ia jenguk. “Ekhm, Tuan. Ini resep obatnya.” Dokter ter
“A-air!”Deg!Zea menghentikan tangisnya mendengar suara yang tak asing di telinganya.Zea mengangkat kepala dan mengakibatkan menatap mata Natan yang mulai bergerak.“Mas! Kamu denger aku?” Zea berdiri dan memegang bahu Natan.“Ha-haus, aku butuh air.”Mata Natan mulai terbuka sempurna, suaranya terdengar sangat serak dan lirih.Zea menangis haru, Zea memencet tombol yang langsung terhubung pada Dokter yang selama ini menangani Natan.“Bentar ya, Mas. Sabar dulu, kita tunggu Dokter.” Zea mengusap punggung tangan Natan.Tangan Zea bergetar merasa terkejut dan sangat bahagia karena Natan akhirnya sadar juga.Natan tidak memberikan jawaban apa-apa, dia terlihat masih linglung.Akas dan Alea yang sejak tadi memang sudah berada di ruangan ICU dibuat terkejut melihat dokter dan dia orang suster berlari ke dalam ruangan yang sedang mereka jaga.“A-ada apa ini?” Alea terbata.
“Mana keluarga pasien atas nama Zea Veronica Zibrano?”Abraham langsung berdiri. “Saya ayah, Dok.”“Suaminya ke mana? Kami butuh berbicara dengan suaminya.” Dokter itu malah menanyakan Natan.“Suami putri saya dengan sakit, Dok. Dia koma dan tidak bisa datang ke sini, jadi saya yang akan menjadi wali putri saya.” Abraham menjawab dengan tegas.Dokter kandungan itu mengangguk, tadi sempat terjadi kehebohan karena Zea jatuh pingsan. Tidak hanya itu, Zea juga mengalami pendarahan hebat yang membaut semua orang cemas bukan main.“Karena darahnya masih terus keluar tapi pasien belum juga sadarkan diri, maka kami menyarankan untuk melakukan operasi Caesar. Detak jantung bayinya sudah melemah, sebaiknya bayinya segera dikeluarkan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.Deg!Tubuh Abraham langsung melemas mendengar itu.Cobaan apalagi yang sudah Tuhan persiapan untuk Zea, pikirnya.“Lakukan apapun asalkan
Malam ini Nathan benar-benar menepati janjinya untuk membawa sang istri jalan-jalan di sekitar kompleks Mansion mereka.Sampai tiba di taman Mansion yang sudah disulap menjadi begitu indah oleh Natan sebelumnya, data mengajak Zea untuk duduk berdua di sana."Gimana? Kamu suka kejutan dari aku?" tanya Natan kepada Zea yang sejak tadi tidak banyak bersuara karena terlalu terpesona dengan keindahan kelap-kelip lampu di taman belakang mansion mereka."Suka banget, Mas. Ini wow banget, kenapa bisa Mas kepikiran sulap taman belakang jadi sebagus ini?" Zea bertanya sambil tak bosan-bosannya untuk memperhatikan keadaan sekitar."Itu tidak penting, Baby. Yang terpenting bagi aku itu kamu sudah suka dengan kejutan yang aku buat," bisik Natan.Nathan menatap lekat mata indah yang membuatnya tertarik pada Zea pada pandangan pertama."Kamu cantik sekali malam ini, bahkan bunga-bunga di sana kalah cantiknya sama kamu." Natan merasa tidak bosan
Semakin lama penyakit yang Natan derita semakin parah, Natan sudah melakukan berbagai pengobatan selama empat bulan ini meskipun masih ia rahasiakan dari Zea.“Saran saya segera beritahu keluarga Anda, Tuan. Ini bukanlah sesuatu yang wajar untuk dirahasiakan lagi, kita tidak tau sampai kapan Anda bisa bertahan dari penyakit ini.” Dokter Johan yang merawat Natan selama ini memberi saran terbaik untuk Natan.“Justru itu yang saya takutkan, Dok. Saya tidak ingin istri saya yang sebentar lagi akan melahirkan malah harus stress memikirkan saya.” Natan bimbang sekarang.Dokter Johan juga tampak diam. “Atau beritahu saja Tuan Pradipta dan juga keluarga angkat Anda.” Dokter benar-benar menyarankan agar penyakit Natan diketahui oleh keluarga terdekatnya.“Saya akan pikirkan itu nanti, jadi kapan proses pengobatan saya yang selanjutnya?” tanya Natan setelah diam agak lama.“Dua Minggu lagi dari sekarang, ini sangat beresiko. Kemungkinannya hanya ada dua, selamat atau—”“Cukup, saya tidak ingin
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, Anes sudah tampil cantik dengan gaun pengantin berwarna Navy pilihannya.Pada akhirnya, akad nikah lah yang menjadi akhir dari kata-kata Darren yang selalu mengatakan tidak menyukai gadis kecil yang merepotkan.“Selamat, Nes. Sekarang lo udah jadi istri orang, kurangin dikit bego lo kalau bisa. Takutnya Kak Darren bisa mati muda gara-gara kelak lo,” ucap Alea.“Nggak usah ngatain gue sekarang, Lea. Gue nggak akan berubah semudah itu, ya kali sifat yang udah tumbuh dari lama bisa gue ubah gitu aja.” Anes mengerucutkan bibirnya.Anes merasa Alea seperti meledek dirinya.“Jangan ribut sekarang, waktunya kita foto-foto.” Zea menengahi perdebatan kedua sahabatnya.“Mas, sini!” Dengan senyum lebarnya, Zea memanggil Nathan untuk mendekat ke tempat pengantin.Begitu pula dengan Alea, dia ikut memanggil Akas untuk berfoto bersama dengan mereka.Sekarang mereka bertiga sudah bukan
Sesuai dengan permintaan Zea, Akas benar-benar menepati janji untuk bertanggung jawab.Dengan berani, Akas membawa kedua orang tuanya ke rumah Alea dan mengakui kesalahannya pada kedua orang tua Alea.Awalnya tentu saja Surya dan Reni marah, tapi memikirkan Deva yang sedang berbadan dua, akhirnya mereka setuju untuk menikahkan Akas dengan Alea.Dan saat ini, Akas dan Alea sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Baru saja Akas melantunkan ijab kabul di depan penghulu dan para saksi pernikahannya.“Jangan nangis lagi, sekarang lo juga udah jadi istri orang. Gue nggak nyangka bentar lagi kita bakal jadi ibu bareng-bareng.” Zea memeluk Alea yang tidak berhenti menangis sejak tadi.“Lo nggak marah sama gue?”“Enggak, Lea. Gue udah punya Mas Natan, Akas udah nggak ada lagi di hati gue.” Zea tersenyum tanpa beban agar Alea tidak terus kepikiran.“Gue nggak dipeluk?” Anes mengerucutkan bibirnya.Gadis polos itu muncul
"Ngaku sekarang, Alea. Yang tidur bareng gue di kode waktu itu benar-benar lo 'kan? tanya Akas langsung to the point."Nggak usah ngarang deh lo, dia nggak tahu apa-apa soal itu." Alea mengalihkan wajah.Alea tidak berani menatap mata Akas secara langsung."Kalau emang bukan elo, terus kenapa lu nggak berani natap mata gue? Tatap mata gue, Alea. Bilang sama gue kalau cewek yang waktu itu bukan Allah!" tekan Akas membuat Alea semakin tersudutkan.Alea diam, dia tidak menatap wajah Akas tapi tangannya terkepal di belakang punggungnya."Nggak usah menghindar lagi, Lea. Gue udah tahu semuanya, gue udah cari tahu sendiri. Dari CCTV lobby kamar hotel itu, cuma lo satu-satunya cewek yang yang masuk ke dalam kamar yang sama dengan kamar yang gue tempati waktu itu."Deg!Alea memegang, ia tak menyangka bahwa Akas bisa mengetahui semuanya dalam jangka waktu secepat itu. 'Sial, gue nggak kepikiran soal CCTV itu,' rutuk A
Tidur Natan terganggu karena dia merasa ada pergerakan di dekatnya, perlahan-lahan matanya yang sayu itu mulai terbuka dan terkejut melihat istri yang amat sangat ia rindukan ada di sampingnya.“Baby, kamu sudah pulang?” Suara serak Natan nan begitu lemah tak bertenaga membuat tangis Zea tak terbendung lagi.“Maaf, Mas. Maaf, gara-gara aku pergi Mas Natan jadi sakit begini,” sesalnya.Bak mendapatkan asupan tenaga, Natan yang tadinya lemah tidak kuat untuk bangun sendiri langsung bisa duduk tanpa bantuan orang lain.“Aku baik-baik saja, Sayang. Jangan menangis lagi.”Akas dan Darren melongo melihat aksi Natan, mereka saling tatap sesaat sebelum akhirnya mereka melongos.“Dasar kang bucin,” maki Akas.Sejak tadi ia direpotkan mengurus Natan yang seperti orang yang akan mati besok, eh tahunya sekarang pas di depan istrinya Natan malah sok kuat padahal aslinya masih lemah.“Tembok kalua dikasih nyawa ya begitu, man
Diam-diam Alea mengaktifkan ponselnya dibagi buta, baru 1 menit Alea mengaktifkan ponselnya. Benda tersebut dan sumber bunyi sehingga Alea harus bergerak pergi meninggalkan kamar hotel agar kedua sahabatnya tidak memarahi nya habis-habisan karena mengaktifkan ponsel.“Apa?” tanya Alea langsung to the point. “Akhirnya nomer lo aktif juga.” Alea bisa mendengar jelas helaan nafas lega seseorang dari seberang sana. “Kalian di mana? Semua orang sibuk nyariin kalian yang menghilang tiba-tiba.”“Bukan urusan lo.” Alea membalas dengan sinis. “Lo kenapa gini sih sama gue? Pulang, Lea. Kalian bikin semua orang khawatir tau nggak?” Suara Akas melembut.Dia tidak ingin menyakiti hati Alea meskipun sedang dalam keadaan kesal.“Nggak akan, dan satu lagi. Gue harap gue pulang nanti lo nggak pingsan pas denger kabar yang gue bawa.”Tut.Alea mematikan ponselnya kembali, ia tidak ingin keberadaan mereka bisa dilacak oleh