Hari ini Rendi mengambil cuti. Rendi sengaja ingin menjaga Fiah karena melihat Dinda terlihat sibuk mengurus Calia dan Gilang. Dia tidak mungkin tega melihat Kakak iparnya sibuk mengurus dua keponakannya sekaligus Fiah juga.Sebenarnya bukan seperti itu, entah mengapa dari semalam Rendi terus memikirkan Fiah dan hari ini sengaja ingin bersama Fiah. Itu sebabnya saat Riko ynzg ingin tidak bekerja Rendi mencegah."Biar aku yang di libur, Mas. Aku yang akan bantu mbak Dinda. Sekaligus ada yang ingin aku bahas dengan Fiah."Riko menganggap setuju. Dia mengerti jika adiknya ini sudah tumbuh menjadi Pemuda Dewasa yang penuh tanggung jawab tidak seperti baru-baru datang dulu.Sementara Riko mulai berangkat ke kantor.Tiba di kantor, Riko tidak pergi ke ruangannya dahulu melainkan memanggil Kepala Karyawan."Panggil karyawan yang bernama Tania dan dua temannya. Suruh ke ruanganku!""Baik, Tuan Sekretaris."Selesai bicara Riko melangkah ke ruangannya, menyusun berkas yang memerlukan tanda tang
"Siapa yang namanya Tania dan Linda?"Hanya ditanya nama saja, jantung mereka langsung berpacu dengan keringat dingin yang mulai mengalir di kening mereka.Dua wanita yang merasa disebut namanya tadi saling menoleh kemudian segera maju beberapa langkah mendekati meja kerja Riko dengan masih menundukkan pandangannya."Aku ingin bertanya pada kalian. Kemana kalian membawa adikku Fiah semalam?"Mereka gemetaran, tidak ada yang berani menjawab pertanyaan tajam dari Riko, yang ada hanya saling menyenggol lengan.BRAK!Riko menggebrak meja membuat jantung ketiga wanita itu hampir lepas rasanya karena sangat terkejut dan takut."Aku bertanya! Jawab!""Apa Fiah yang ingin pergi ke Bar, atau kalian yang memaksa?"Mereka semakin gemetaran dan gugup dalam menjawab. "Maafkan kami, Tuan. Memang kami yang mengajak. Kami tidak tahu jika Fiah, jika Fiah tidak pernah,.." jawaban gugup dari Tania langsung dipotong oleh Riko."Tidak pernah ke Bar maksudmu?" Sekarang Riko berdiri, matanya memerah menah
"Iya demam. Tidak apa-apa, sebentar lagi sembuh. Semalam Dokter sudah datang untuk memberi obat Bibi. Calia sekolah dulu, nanti pulang sekolah bisa menemani Bibi ya?" Dinda berbicara pada Fiah sambil mengelus kepalanya. Berharap agar Calia tidak cemas dan berangkat sekolah tanpa beban pikiran karena memikirkan Bibinya yang sedang sakit."Kalau sekarang tidak boleh ya?" Tanya Calia, pikirannya seketika saat ini cemas dan khawatir dan ingin bisa segera melihat kondisi Fiah.Sebenarnya wajar saja jika Calia perhatian pada Fiah, sejak bayi dia sudah begitu dekat dengan Fiah. Bahkan bisa di bilang saat Calia masih didalam perut Dinda. Baik Dinda sendiri maupun Riko paham akan hal itu. Jadi bukan untuk melarang Calia menemui Bibinya, tapi waktu yang memang menjadi kendala."Tinggal beberapa menit lagi kita harus berangkat, nanti terlambat. Lagian Bibi sedang istirahat agar cepat sembuh, kasihan Bibi sedang demam. Jadi pulang sekolah saja ya.." Dinda mencoba memberi pengertian.Riko juga mem
"Kamu sudah sarapan?" Tanya Rendi, dia menarik kursi untuk duduk."Sudah. Tadi mbak Dinda buatin sup ayam.""Minum obatnya?""Sudah juga.""Hem.. Mandi?" Rendi kembali bertanya."Belum. Cuma elap-elap saja. Baru selesai ini tadi. Mau mandi dingin banget.""Ah iya. Memang belum boleh mandi, masih demam, kan?"Entah mengapa, Rendi jadi gugup di hadapan Fiah. Menjadi bingung tujuan dia mau apa kesini tadi. Dia sampai lupa."Mas Rendi, terimakasih sudah membawa Fiah pulang ya. Malam itu Fiah takut banget. Fiah berharap banget Mas Rendi menyusul, eh Mas Rendi bener-bener nyusul, meskipun Fiah sudah nggak sadar." Untung Fiah membuka pembicaraan membuat Rendi sedikit lega dan jadi bisa melanjutkan pembicaraan yang sudah hampir ia lupakan tadi."Aku yang minta maaf karena terlambat menyusul. Aku tidak menyangka jika mereka mengajakmu ke Bar. Memikirkan keadaanmu di Bar saat itu, yang pasti kebingungan dan ketakutan, aku sangat merasa bersalah, Fiah. Apalagi saat menemukanmu sedang menembus hu
"Mas Rendi?" Ucap keduanya.Rendi sudah berdiri di belakang mereka. Dan mungkin saja sudah dari tadi mendengar obrolan mereka."Tania, aku tidak mengizinkan kamu mengajak Fiah lagi. Kemanapun itu. Kamu mengerti?"Tania tidak berani menjawab, dia hanya mengangguk pelan.Rendi ini padahal dulu adalah temannya, mereka juga sempat dekat dan Tania bahkan mengira jika Rendi pernah menyukainya. Tapi seiringnya waktu yang berjalan, Rendi kini menjadi atasan Tania, Direktur di bagian keuangan. Itu membuat Tania makin susah untuk mendekati Rendi dan merasa jarak mereka semakin jauh.Rendi mendekati Fiah, kemudian mengambil pergelangan tangannya."Ayo, cari makan siang." Kemudian membawa Fiah pergi dari hadapan Tania.Tania melirik kepergiaan mereka, ada rasa iri yang menggebu dihatinya. Apalagi ketika dia mendengar obrolan dari teman-temannya Fiah."Sepertinya Pak Rendi itu menyukai Fiah ya? Dilihat dari Tatapannya bukan seperti tatapan kakak untuk seorang adik." Ucap Santi pada teman disamping
Pagi menyapa penuh harapan bagi kedua insan yang sedang dilanda jatuh cinta dalam diam-diam dan dirahasiakan itu.Semalam Rendi sudah mengutarakan niatnya kepada Riko dan Dinda. Meminta izin keduanya untuk mengajak jalan-jalan Fiah ke Taman Bunga.Riko dan Dinda sudah mengijinkan.Rendi sudah menyiapkan segalanya dengan sempurna.Kemudian masuk ke mobil dan bersiap menjemput Fiah.Sebelum menghidupkan mobil, dia menatap sebuah kotak cincin di tangannya."Aku akan melamarmu di sana. Jika tersambut, baru melamar secara resmi."Meskipun penuh keraguan karena takut ditolak Rendi sudah bertekad. Kemudian menutup kotak cincin itu dan memasukan dalam kantong saku celananya."Namanya juga usaha. Apa salahnya?"**Sepanjang perjalanan di mobil, Fiah menebar senyuman manis yang cukup bahagia. Dan itu membuat hatinya Rendi semakin kesemsem dibuatnya. Dia beberapa kali mencuri pandang, beruntung Fiah terus melempar tatapan keluar untuk menikmati pemandangan kota yang padat dengan kendaraan lain.
"Astagfirullahaladzim.." Rendi terperanjat dan langsung melindungi tubuh Fiah dari mata mereka.Fiah yang juga terkejut dan secepat mungkin memakai kaos Rendi dalam perlindungan punggung Rendi."Cepat keluar! Kalian sudah berbuat mesum!" Mereka berteriak dan menyeret Rendi yang memang masih bertelanjang dada.Rendi dan Fiah sama-sama linglung, kemudian tersadar jika mereka digerebek dan dikira berbuat mesum.__Fiah cepat menyambar jilbabnya dan memakainya tanpa peduli jika jilbabnya itu masih basah.Beberapa orang sudah menarik Rendi. Beberapa orang juga telah menarik Fiah, dan keduanya kini dibawa ke pos ronda tanpa memberi kesempatan mereka untuk menjelaskan terlebih dahulu. Sementara di pos ronda ada beberapa orang yang menunggu, diantaranya adalah penjaga taman bunga tersebut.Lalu kemudian Rendy dan Fiah didorong dan dipaksa duduk di depan penjaga Taman Bunga. Fiah mulai menangis, dia mengerti jika orang-orang ini sedang salah paham. Orang-orang ini mengira jika mereka telah mel
Benar-benar tidak masuk logika pikir Rendi."Apa hubungannya, Pak? Kami tidak berbuat apa-apa kenapa harus kalian yang tertimpa sial? Itu hanya akal-akalan kalian saja mungkin." Jawab Rendi.Penjaga Taman mendelik, tetapi karena dia pria yang sudah cukup tua dan dipercaya di Taman bunga ini, meskipun semua orang yang ada disini sudah berteriak teriak ingin menghakimi Rendi, dia berusaha untuk menenangkan warga."Jadi begini, Mas. Ayo duduklah dulu." Dia meminta Rendi untuk duduk kembali.Rendi duduk setelah di tarik oleh Fiah yang masih menangis.Rendi kemudian duduk, berusaha untuk meredam emosinya."Jadi begini, Mas. Sebenarnya pribadi dari saya sendiri, masih bisa memikirkan perasaan kalian jika memang tak bersalah. Tetapi bagaimana dengan mereka? Sebagai warga pribumi, ini sudah menjadi hukum turun temurun kami disini, Mas. Taman ini sebenarnya bukan Taman wisata seperti lainnya yang bebas untuk berwisata, tetapi ada sejarahnya. Kami boleh menjadikan tempat wisata dengan syarat me