"Iya iya. Sepertinya begitu." Mereka mulai berasumsi masing masing bahkan bermonolog dalam hati.Rendi yang melihat kedatangan Riko dan Dinda langsung berdiri dan pergi ke arah mereka. Dementara Fiah hanya duduk menatap mereka dari jarak yang tidak terlalu jauh."Rendi, apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa kalian bisa sampai ditahan di sini?" tanya Riko. Rendi tidak menjawab, karena Riko sebenarnya sudah tau tentang masalah yang sebenarnya.Dinda berlari kecil ke dalam dan langsung memeluk Fiah. Gadis itu menangis didekapan Dinda."Mbak Dinda. Kami itu tidak bersalah. Mereka hanya salah paham.""Mbak Dinda percaya. Tenanglah. Mas Riko akan membantu kalian. Jangan menangis."Riko kemudian berjalan ke hadapan Penjaga Taman, bersama Pengacara Ridwan. Pak RT juga rupanya sudah ada disana.Setelah bersalaman, Riko mengenakkan diri. Dia juga mengenalkan Pria berjas yang berdiri di sampingnya.Sejenak Pak Penjaga Taman dan Pak RT sempat terkejut dan saling memandang saat tahu pria yang berdir
"Kami hanya akan menikah secara sah di depan agama, setelah itu kedepannya aku akan memikirkan untuk meresmikannya. Jadi percayalah Mas Riko, Mbak Dinda. Aku tidak akan pernah mempermainkan pernikahan ini."Sementara Fiah, dia masih terbengong.Meskipun benar apa yang dikatakan Rendi, jika Mereka tadi memang sudah terlanjur berjanji di depan mereka, tetapi Fiah tetap tidak menyangka jika Rendi akan berkata seperti itu.Walaupun mereka telah berjanji dan disaksikan banyak orang, tetapi bukankah itu sudah tidak jadi menjadi masalah? Tapi kenapa Rendi malah bersikeras untuk menikahinya? Dan disini!Tapi jika dipikirkan kembali, benar apa yang dikatakan Rendy, mereka tadi sudah terlanjur berjanji dan untuk Rendi sendiri janji tadi bukan hanya sekedar di bibirnya, tetapi langsung dari hati.Riko menunduk untuk berpikir secara tenang dahulu, kemudian menoleh pada Dinda. "Bagaimana Dinda, Apa kamu setuju?"Dinda menarik nafas dalam-dalam,"Jika ditanya setuju, sebenarnya aku tidak setuju. Buk
Bu RT juga sudah datang dari tadi bersama beberapa wanita sekedar untuk mengganti pakaian Fiah yang masih sedikit basah.Sekarang, dua orang sudah duduk berdampingan di atas tikar yang sengaja di gelar di depan pos ronda yang berhadapan dengan taman bunga.Riko dan Dinda sudah duduk di samping kiri dan kanan Mereka berdua. Sementara penghulu yang sudah dijemput Pak RT juga telah siap menikahkan mereka.Setelah bertanya kepada dua orang yang akan dinikahkan itu, pak Penghulu tidak lupa bertanya dengan Riko dan Dinda.Dan setelah semua sudah yakin dan serius, acara pun dimulai.Rendi mengucapkan Ijab Qabul dengan lancar dan tanpa hambatan. Diakhiri dengan doa-doa dan deraian air mata bahagia.Lalu di akhir acara sebelum mereka pulang meninggalkan tempat ini, Rendi yang tadi sudah meminta tolong pada Pak RT dan beberapa warga untuk menyiapkan Amplop, membagi sedekah berupa uang untuk para warga yang hadir.Tidak ada yang tidak senang, orang-orang yang hadir di sore ini. Mereka mendapatka
"Fiah." Rendi memanggil dari sofa kemudian mendekati.Fiah menoleh, dia bisa melihat Rendi sudah berganti dengan kaos pendek putih dan celana jeans selutut. Rendi benar benar sangat tampan Dimata Fiah.Fiah juga terlihat manis dan cantik secara natural. Dengan rambut hitam pekat dan panjang. Masih terlihat basah dan meneteskan air membuat Rendi berdiri kaku menatap gadis yang beberapa jam yang lalu baru dinikahinya itu."Mas, aku tidak punya ganti."Rendi sedikit gugup, "Itu. Em.. Pakai baju Mas Rendi dulu ya?"Rendi melangkah untuk membuka Lemari. Memilih baju miliknya yang dianggap paling kecil.Fiah ingin tertawa ketika memakai baju pemberian dari Rendi. Tubuh mungilnya hampir hilang ditelan kaos oblong mirip Rendi. Tapi itu sangat seksi dimata Rendi."Kamu lapar tidak?" tanya Rendi. Fiah hanya mengangguk."Aku ambil makanan sebentar.""Memang ada?" Tanya Fiah."Ada. Tapi perlu memasaknya dulu.""Mas." Sebelum Rendi beranjak Fiah memanggil. Dia menoleh."Benarkah Mas Rendi mencinta
Fiah yang masih tenggelam dalam mimpinya lalu terbangun karena suara pintu yang terbuka. Dia membuka matanya perlahan.Rendi, pria yang baru saja kemarin menikahinya itu, sudah berdiri di ambang pintu. Sementara di tangannya ada nampan berisi makanan.Fiah terkejut melihat Rendi berdiri menatapnya dengan senyuman hangat.Lalu dengan setengah kesadaran dia bangun dan melihat sekeliling. Pikirannya langsung kosong saat dia menyadari jika ini bukanlah kamarnya.Lalu sekarang dia dimana? Pikirannya blank seketika.Dia kemudian menoleh pada Rendi dan bertanya, "Mas, ini dimana? Kenapa aku bisa berada disini?"Rendi menarik ujung bibirnya, "Kamu bertanya padaku dimana tempat ini? Apa kamu lupa?"Rendi mendekat, meletakkan nampan makanan diatas meja, kemudian memberi kecupan selamat pagi di kening Fiah."Selamat pagi, istriku. Bagaimana? Apa tidurmu semalam lelap?"Mendengar kata istriku, juga mendapatkan kecupan tak terduga, Fiah kembali terkejut. Pikirannya berangsur-angsur pulih."Ya, Amp
"Tidak apa-apa, Riko. Bunda yakin kok kalau mereka itu saling mencintai dan akan hidup rukun bahagia. Bunda ikut senang mendengarnya. Tidak apa pernikahannya mendadak seperti itu. Nanti juga mau diadakan Resepsi, kan?""Iya. Begitu Bunda, rencana Rendi.""Oke, oke. Bunda pasti datang. Katakan pada Rendi ya, jaga baik-baik Istrinya. Dia itu gadis yang baik. Bunda percaya."Dinda dan Riko menarik nafas lega.Sekarang, giliran Rendi yang membuktikan keseriusannya dan bukti tanggung jawabnya sebagai laki-laki yang saat ini telah berstatus sebagai suami Fiah.Dalam minggu ini juga, dia memutuskan untuk mengajak Fiah pulang kampung. Dia akan meminta restu pada mertuanya secara langsung, sekaligus mengabarkan jika mereka akan melangsungkan resepsi pernikahan.Kedatangan mereka disambut oleh Bu Marni, Rehan dan juga Nita si bungsu. Juga para tetangga yang mulai berbisik-bisik."Nasib Bu Marni sangat mujur. Dulu dapat menantu perempuan orang kota. Terus dapat pengganti anak menantu orang kaya.
"Mas, beras kita abis," kata Nita sambil menutup ember berwarna hitam tempat biasa dia menaruh beras.Dia menghampiri Heru yang berdiri menyandar di sisi pintu. Heru hanya melirik sedikit ke arah istrinya yang menatapnya sambil mengelus perutnya yang buncit. Buncit karena usia kandungannya memang sudah berusia delapan bulanan.Heru menghela nafas resah. Mengusap wajah dengan satu telapak tangannya.Lalu tanpa berkata sepatah katapun dia keluar dan mengengkol motor RX king jadul miliknya yang ada di halaman kontrakan mereka, kemudian menghilang dari pandangan Nita.Nita hanya diam. Dia mengerti, suaminya juga sedang pusing.Beberapa bulan yang lalu, pabrik tempatnya bekerja di tutup pemerintah karena ternyata sebuah pabrik Ilegal. Padahal itu adalah pabrik tempat Heru menghasilkan rejeki selama bertahun-tahun lamanya.Heru tidak lagi punya pekerjaan, hanya mengandalkan buruh harian yang tidak mesti ada setiap hari. Kadang hanya ada satu dua hari saja dalam seminggu. Dan uang hasil upah
"Mas, tadi dapat beras dari mana? Apa tadi Mas Heru dapat kerjaan ya?" Nita bertanya sambil mengunyah makanan dalam mulutnya.Heru hanya mengangguk saja, kemudian menyendok nasi dan menambahkan ke piring Nita."Makan yang banyak, kamu pasti lapar."Nita mendongak melihat suaminya yang hanya minum kopi pahit tanpa gula. "Kok kamu nggak ikut makan, Mas? Memang nggak lapar?"Heru tersenyum. "Nanti saja, aku masih kenyang. Tadi makan di tempat kerjaan, dibawain bekal dari orangnya.""Oh," Nita hanya mendengus. Nita tidak heran. Disini rata-rata memang begitu. Kerja harian ada juga yang diberi makan dan minum."Cicip sayurnya sama tempe gorengnya saja nih, enak lho." Nita menyodorkan mangkok sayur dan tempe goreng ke hadapan suaminya."Ayuk Suni itu ternyata baik ya? Dia suka kasih aku sayuran. Kata orang-orang dia itu pelit dan galak. Nyatanya enggak kok." Nita kembali menceritakan tentang Ayuk penjual sayuran itu.Hati Heru tersayat mendengar cerita istrinya. Bukannya senang, tapi dia ma