Cup. Sebuah kecupan terasa hangat di pipi kanan Kinara, kemudian kecupan itu ia rasa pada keningnya. Perlahan Kinara membuka matanya, seulas senyum terbit di bibirnya saat tatapan itu bertemu. "Mas?" Kinara tersenyum binar, perempuan itu dengan sigap melingkarkan kedua tangan pada leher Aarav. Ya, pria itu tak lain adalah suaminya sendiri, dia membangunkan dirinya dengan cara memberi kecupan. Aarav terkekeh kecil, mencium kembali kening Kinara untuk sekian kali. Setelahnya Aarav menarik Kinara agar bangun dari baringannya."Selamat pagi untuk istriku tercinta dan selamat pagi pula untuk anakku yang paling aku sayang," ujar Aarav tersenyum tipis, pria itu menangkup pipi Kinara, kemudian beralih mencium perut Kinara. Mendapat respon hangat seperti itu jelas membuat Kinara merasa malu, merah sudah pipinya karena hal tersebut. Biasanya setiap pagi dirinya lah yang lebih awal bangun, menjadikan momen romantis seperti ini tidak Kinara rasakan. Namun sekarang berbeda. Pagi ini Aarav la
"Tunggu! Apa maksud semua ini?" tanya Aavar tidak mengerti. "apa yang kalian bicarakan?" tanyanya lagi. Aavar memang tidak mengerti, apa maksud dari perasaan tersebut? Siapa? Dan ... apa artinya? Kenapa ia baru tau akan hal ini? "Paman, kau .... mencintai Kinar?" tanya Aavar tak habis pikir. Kejutan apalagi ini sampai ia baru tau sekarang. "Ck! Kau terlambat untuk memahaminya," jawab Vanzo berdecak. "Apa ada yang bisa menjelaskan?" tanya Aavar. "tidak ada kan?""Kau tidak perlu tau Aavar, karena ini bukan urusanmu!" Devan menyandarkan punggungnya ke kursi sofa, pria itu bersedekap dada. "Oh, oke. Langsung ke intinya saja. Jadi sebelumnya Paman memiliki hubungan dengan Kinara?" tanya Aavar to the point. Sungguh ia benar-benar penasaran kenapa tiba-tiba Devan kenal dengan Kinar samapai memiliki perasaan itu. "Lupakan, semua itu tidak penting," sinis Devan. Apa-apaan coba? Membuka privasi diri sendiri apa baik? Tentu saja tidak! "Dev, Ayah cuma ingin mengingatkan. Menikahlah!" ujar
"Kinara ... dia .... ""Dia yang membunuh Mama!" teriak Aavar dengan menggebu-gebu. Pria itu menjawab lirihan Vanzo. "dengar, Kek. Aku tidak bisa diam. Setelah apa yang terjadi aku tidak bisa diam lagi!""Apa yang mau kamu lakukan Aavar?" tanya Vanzo masih menahan Aavar agar tidak pergi. "Melakukan apa yang seharusnya dilakukan!" Aavar menyentakkan tangan Vanzo, pria itu bergegas lari ke luar, terlihat emosi tengah menguasai dirinya. "Kau mengetahui kebenaran ini, Devan?" tanya Vanzo tak percaya. "lalu kenapa kau memberitahukan semuanya sekarang, hah! Kenapa?!" Vanzo ikut emosi, namun bukan pada isi relakan tersebut melainkan pada Devan yang malah menyembunyikan sebuah kebenaran. "Aku tidak berniat menyembunyikan, Ayah. Aku ....""Apa kau tau dengan cara seperti ini akan membuat mereka bercerai? Astaghfirullah ... Devan .... " Vanzo semakin dilanda frustasi. Pria itu dengan cepat berlari menuju pintu luar. Ia tahu bahwa Aavar pasti akan menuju rumah Aarav. Kejadian yang belum beber
“Mas, aku tidak tahu siapa perempuan itu. Dia … dia orang gila—”“Dia bukan orang gila, Kinara!” potong Aarav setengah berteriak. Napas pria itu naik turun saat mendengar Kinara menyebut Mamanya dengan nama orang gila. “Dia Mamaku! Mamaku!”Deg. Jantung Kinara terasa berhenti berdetak saat teriakan kedua terdengar begitu menusuk jantungnya. “A--apa? Ma--ma?”“Iya! Yang kau tinggalkan itu Mamaku, Kinar! Mamaku!” Tak bisa membendung rasa sakit yang ia rasa, air mata Aarav pada akhirnya berhasil jatuh menetes. “Mas, aku benar-benar tidak tahu.” Kinara mencoba menyentuh lengan Aarav, namun sang empu dengan kasar menghempaskan tangan Kinara darinya. “Mas kecewa sama kamu Kinar. Mas benar-benar kecewa ….” Setelah mengatakan demikian Aarav berlari menjauh menaiki anak tangga. Sedang Kinara dibuat tercengang atas apa yang terjadi. Perempuan itu berlari untuk menyusul Aarav, namun dengan cepat ditahan oleh Aavar. “Kau tau takdir ini Kinar? Bahwa kalian sebenarnya tidaklah berjodoh!”“Apa
“Aarav, di sini Aarav gak boleh nakal ya? Di sini Aarav harus sama kakek, apa-apa bilang sama Kakek.”“Mama ke rumah sakit lagi? Mama sering ke rumah sakit,” keluh Aarav dengan sendu. Bibirnya menunjukkan cemberut. “Bukan, sekarang Mama mau nyari putrinya Pak Nizam, kamu tau kan kalau dia mewasiatkan untuk Mama jaga keluarga mereka? Atas apa yang dia korbankan tidak menjadikan Mama harus diam saja kan?”“Memangnya Mama mau nyari mereka ke mana?”“Ke mana saja asal ada mereka.” Keila tersenyum mengelus surai rambut Aarav yang sekarang tengah bersandar di pundaknya. Sedang tangan satunya Keila gunakan untuk mengelus rambut Aavar yang tertidur di atas pangkuannya. “Ajak Aarav juga ya? Aarav pengen nyari mereka juga.”“Enggak. Kamu kan baru sembuh, jadi gak boleh banyak gerak dulu,” ucap Keila lagi-lagi membuat Aarav cemberut. “Udah malam, kamu harus tidur.”“Mau sama Mama,” rengek Aarav menahan lengan Keila. Pemuda yang baru menginjak 13 tahun itu menatap sang Mama sendu. “Baiklah. Un
Seperti yang dikatakan Aarav. Bahwa ia akan menemui Kinara di kamar Lusi. Meminta maaf padanya atas apa yang terjadi kemarin. Kejadian itu bukanlah sepenuhnya salah Kinara, membuat Aarav akan meminta maaf padanya. Setulus itu cinta Aarav untuk Kinara. Kesalahan sedikitpun tak terlihat dimata Aarav. Yang ia lihat hanyalah kebahagiaan, ya. Ia ingin merayakan bahagia itu selalu bersama Kinara. Aarav berdiri di depan pintu kamar Lusi, pria itu hendak mengetuk pintu namun ia urungkan. “Lusi pasti masih marah padaku. Apa ia akan mengizinkanku masuk?” gumamnya pelan. Ya, Lusi masih belum memaafkan Aarav, gadis itu masih marah padanya, tidak ingin berbicara padanya atau bahkan melihat wajahnya. Sekarang apa yang harus Aarav lakukan? Ketuk atau menunggu pintu terbuka?Sibuk berkecamuk dengan pikirannya, Aarav pada akhirnya memutuskan untuk mengetuk pintu. “Kinar? Lusi?” panggil Aarav sembari mengetuk pintu. “Kinar?”Tidak ada sahutan apapun, membuat Aarav mengerutkan keningnya. “Lusi?”
“Barang-barang sudah, telur sudah, minyak? Sudah ada juga, sayuran … ada.” Di dalam sebuah troli Kinara menghitung berbagai belanjaan yang ada. Melihat barangkali ada yang ia lupakan atau mungkin tertinggal. “Udah, sepertinya udah lengkap!” ujarnya kemudian berjalan pelan ke arah taksi yang sedari tadi menunggu. Kinara menghela napas terlebih dahulu, mengelus perutnya yang sudah naik 7 bulan.Benar-benar tidak terasa. Waktu berlalu begitu cepat, sampai Kinara pun tak tersadar sudah memasuki 7 bulan masa kehamilannya. Perempuan itu benar-benar menutup diri, jauh dari manapun yang mungkin membuat orang lain mengenalnya. Pasca beberapa bulan yang lalu, ia digemparkan oleh Aarav yang katanya mencari dirinya. Setiap poster bertuliskan namanya di pampang sedemikian banyak, bahkan beberapa polisi tak sedikit mencari keberadaannya, membuat Kinara benar-benar dilanda was-was. Namun, seketat apapun yang suaminya itu lakukan dalam mencari dirinya, Kinara bisa mengatasinya tanpa ada yang men
Kinara membekap mulutnya sendiri, terkejut mendapati Aarav yang … terbaring lemah di atas ranjang. “Mas?!” Kinara dengan cepat menyerobot masuk, tak sadar air matanya jatuh tatkala mata itu menatap jelas wajah suaminya. “Mas Aarav ….” Tak bisa membendung tangis, Kinara dengan sigap memeluk tubuh Aarav yang kurus kering, pria itu amat tirus, bibirnya pucat, dan … matanya memejam. “Mas, kamu kenapa?” Kinara menangis, menggoyangkan Aarav agar membuka matanya. “Mas! Ini aku istri kamu!” teriaknya semakin terisak menangis. Namun lagi, Aarav tidak membuka matanya. “Mas, kamu kenapa ….?” Semakin menangis terisak, Kinara dibuat sesenggukan tatkala mata itu tak kunjung terbuka. “Kami tidak tau apa yang terjadi dengan Aarav.” Ucapan Devan yang terdengar di telinga Kinara membuat perempuan itu menoleh. “Apa maksudmu? Katakan, apa maksudmu?” Kinara menatap Devan dengan sorot mata tajam. Menunggu Devan agar segera mengatakan yang sebenarnya. “Sepertinya dia tidak akan bangun lagi, Kinar. Do