Share

Extra Chapter

Penulis: Melisristi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Seminggu berlalu…

Seorang wanita berjalan dengan menyeret kopernya. Tergesa-gesa sebab terlambat,bahkan saking tergesa-gesanya, wanita itu tanpa sengaja menabrak bahu seseorang membuat wanita itu menyeru minta maaf.

“Ya ampun maaf, Mas. Saya enggak sengaja!” ucapnya sedikit menundukkan kepala, detik berikut kepala wanita itu mendongak. Namun…

“Lho?” Sesaat pandangan keduanya bertemu.

“Gama?”

“Khanza?” Keduanya berseru secara berbarengan. Gama dengan pandangan mata menelisik, sedang Khanza menatap dengan tarikan napas.

“Kukira siapa, taunya kamu,” ucapnya merubah raut wajah. Khanza menghela napas, tanpa sepatah kata apapun perempuan itu pergi begitu saja.

Gama menaikan alisnya, namun sedetik kemudian ia mengedikkan bahu, ikut pergi dengan menyeret kopernya. Ia tahu yang dirinya tabrak, untuk itu tidak peduli baginya.

Gama memilih duduk setelah melakukan check up,melalui maskapai yang telah memberitahukannya kini ia duduk menunggu antrian untuk masuk ke dalam pesawat.

Gama menghel
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Extra Chapter II

    “Assalamu'alaikum…?” Khalifa mengucap salam saat ia masuk ke dalam rumah, ah, bukan hanya Khalifa, Alby juga ada. Keduanya masuk dengan raut muka terlihat capek. “Kak, eum … aku mau mandi dulu ya, seharian kerja bikin aku gerah,” ucap Khalifa pada Alby. Alby tersenyum. “okke, tapi jangan lama-lama ya, udah malam soalnya. Ah iya, pake air hangat biar nggak kedinginan.”Khalifa terkekeh. “Aku bukan kamu yang harus pake air dingin kali, aku kan nggak alergi dingin,” timpal Khalifa menjawab. “Masalahnya kan udah malam, nggak baik buat kesehatan.”“Enggak bakal kak. Udah, lagian aku mandi bakal cepet kok. Dah ya, aku mau mandi dulu!” ucap Khalifa gegas berlari namun dengan cepat Alby menahannya lebih dahulu membuat Khalifa kembali berbalik menatap Alby. “Kalo udah mandi nanti turun ke bawah ya? Aku mau masakin kesukaan kamu. Kita makan bareng,” ucap Alby. Kebetulan sekali keduanya belum makan membuat Khalifa mengangguk antusias. “Cium dulu sini.” Alby menampilkan pipi kanannya. Ia men

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 1. Mendadak Nikah Dengan CEO

    "Lahirkan anak untukku!" ucapnya dengan datar nan dingin. Pemuda dengan pahatan yang tampak sempurna itu menyodorkan uang merah pada perempuan di depannya."Apa Pak? Melahirkan?" Terdapat rona keheranan dari seorang wanita berjilbab tersebut."Maaf, Pak. Saya hanya ingin pinjam uang 200 juta untuk pengobatan ibu saya. Bukan berarti saya ingin mengorbankan keperawanan saya!" Perempuan bernama lengkap Kinara Ariana menggeleng pelan, dia menatap heran sang atasan.Kinara yang terjebak dalam masalah ekonomi membuat dia bertekad menemui sang atasan. Bukan karena apa-apa, tapi saat ini sang ibu tengah terbaring di atas kasur. Dengan rasa sakit yang dia derita membuatnya harus segera ditangani.Dokter menyarankan untuk melakukan operasi sang ibu, namun tentu ada administrasi untuk semuanya. Dan hal yang paling Kinara menyerah adalah masalah uang. Dia tidak mempunyai simpanan banyak untuk operasi Ibunya."Anggap saja ini sebuah tawaran. Saya akan memberimu uang lebih dari 200 juta kalau kau ma

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 2. Resmi Menikah

    "Perkenalkan, nama saya Aarav, calon suami Kinara." Dengan pelan Aarav menyalami Runi. Mencium punggung tangan wanita berkepala empat itu. "Kamu? Calon suami Kinar?" tanya Runi dengan tatapan tidak percaya. Lirikan matanya beralih menatap Kinara yang termenung dengan melamun. "Kamu sudah punya calon, Kinar? Tapi, kenapa kamu enggak kasih tau Ibu?" Tatapan Runi mengarah pada Kinara yang menatap Aarav. Dia masih tercengang atas ungkapan Aarav padanya. Apa maksudnya? Menikahinya? "Kinar, Kinar berani nyembunyiin masalah ini dari Ibu? Kamu bilang gak ada yang mau sama kamu. Tapi ini apa? Bahkan ini lebih dari sempurna Kinar. Ya Allah ...." Terdapat raut senang dari wajah Runi kala menatap Aarav. Tidak senang bagaimana? Wajah Aarav yang putih berseri begitu memenuhi wajahnya. Alisnya tebal, hidung mancung, kulit putih. Tidak lupa, bibir yang manis saat tadi dia tersenyum membuat Runi yakin bahwa Aarav pria yang telah Allah pilihkan untuk putrinya ini. "Bu, i--ini bukan---""Saya akan

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 3.Dibawa Suami

    Kinara meluruhkan segala asa yang ada. Menangis sejadi-jadinya tatkala menatap sang Ibu yang sudah tidak bernyawa lagi. Termasuk Lusi yang sekarang ikut menangis histeris. Semua yang melihat ikut memprihatin, mendoakan yang terbaik untuk Runi agar diterima di sisi-Nya. Hingga menit berikutnya jenazah Runi langsung dipulangkan dengan segera. Selang beberapa jam kemudian. "Ini salah Kakak! Kalau saja kakak menjaga Ibu dengan baik, mungkin Ibu enggak bakal ninggalin kita. Mungkin sekarang Ibu masih hidup berkumpul di rumah ini," ujar Karin, adik pertama Kinara. Dia menatap marah Kinara, seakan kejadian ini memang kesalahan kakaknya itu. Kinara terdiam, dia hanya menatap lurus dengan tatapan kosong. Setelah proses pemakaman Runi selesai, Kinara hanya diam tanpa banyak bicara. Menangis kemudian menghapus air matanya. Menangis kembali berakhir menghapusnya. Tidak bisa dipungkiri. Hatinya masih belum ikhlas akan kepergian Ibunya. Belum menerima sepenuh hati atas apa yang terjadi. Karen

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 4. Sebuah Lingerie

    "Ya Allah ... apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus menggunakan baju ini?" tanya Kinara sembari menatap baju merah pekat tersebut. Baju yang kurang bahan, terdapat bolong-bolong di setiap inci baju tersebut. Bahkan jika dipakai pun terlihat sudah seperti tengah telanjang. Bagi Kinara yang setiap harinya memakai jilbab menutup seluruh tubuh jelas membuatnya uring-uringan sendiri. Antara mengiyakan permintaan Aarav atau mungkin ... mencari alasan agar malam ini tidak terjadi? "Ah! Apa yang harus aku lakukan?" Kinara frustasi sendiri. Dia meremas kepalanya dengan resah nan gelisah. Diusianya yang sudah berkepala tiga membuat dirinya semakin takut saja. Padahal seharusnya dia bersyukur karena sudah menikah, tidak dikatakan perawan tua lagi. Apalagi oleh para tetangga yang sukanya menjudge dirinya. Bukankah ini kesempatan bagus untuk menutup mulut mereka yang selama ini menghina dirinya? Tapi, membalas dendam pun bukanlah jalan terbaik. Karena yang jadi masalahnya ... Ia akan dile

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 5. Si Dingin Dari Kutub

    Pagi telah tiba. Suara beduk azan membuat mata Kinara mengerjap. Terbangun sudah kala suara azan mengumandang. Kinara membaca doa lebih dahulu kemudian tatapan matanya jatuh pada seseorang yang terbaring di sampingnya. Kinara membelalakan mata kala menyadari kalau Aarav? Tidur dengannya? "Aku, seranjang dengannya?" tanya Kinara pelan. Tapi, baju nan kerudung yang ia kenakan masih baik-baik saja kok. Itu berarti dirinya masih perawan kan? "Hah, untung ...." Kinara menghela nafas pelan. Pandangan matanya menatap lurus sang suami. Ah Mas suami. Eh? Kinara senyum-senyum sendiri, melihat Aarav yang tidur tenang seperti itu malah terkesan manis nan kalem. Tidak seperti monster kala dia terbangun. Jika ditanya lebih tampan mana? Ya lebih tampan Aarav yang lagi tidur. Ketampanannya plus-plus. Kinara cungar-cengir sendiri namun sedetik kemudian dia memikirkan kehidupannya di masa depan yang akan datang. Kira-kira, apa yang telah Allah rencanakan di masa depan sana ya? Apa setelah ini ia

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 6. Tentang Aarav

    "Turun di sini!" Kinara menolehkan pandangan matanya pada pria di sampingnya.Setelah tadi mereka makan di restoran kini mereka meluncur pergi ke kantor. Karena memang kantor dirinya bekerja dan Aarav sama. Namun sebelum itu Aarav mengantar terlebih dahulu Lusi ke kamar hotelnya. Dan kini keduanya sudah berada di depan kantor. Ah tidak, bahkan Aarav menyuruhnya untuk turun sebelum kantor itu ada di hadapannya. "Baik," jawab Kinara tanpa bantahan apapun. Ia mengerti, sungguh sangat paham. Bahwa seorang CEO, mana bisa berdamping dengan dirinya yang miskin ini? Tanpa sepatah kata apapun mobil hitam milik Aarav melaju meninggalkan Kinara yang kini termenung. Menghela nafas panjang kemudian membuangnya sesuai ritme. Dalam diam Kinara berjalan. Sebenarnya hari ini Kinara sangat malas untuk pergi bekerja. Inginnya tiduran di atas kasur empuk, main hp atau bersantai-santai di kamar hotel itu. Tapi tidak, karena ia sadar kalau dirinya bekerja di Cavern grup membuatnya tidak boleh bolos.

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Bab 7. Hanya Kutu?

    Sore ini pekerjaan Kinara sudah selesai, dengan begitu ia akan pulang lebih awal. Kasihan pula pada adiknya yang menunggu di sana. Ah, jika bukan karena memenuhi kebutuhan hidup, Kinara lebih baik bersama adiknya Lusi. Derrttt DerttSuara dering ponsel terdengar di dalam tasnya, membuat Kinara dengan segera mengeluarkan ponsel tersebut. Menatap siapa penelfon di sore hari begini. Karin. Ah, adik keduanya. Dengan segera Kinara menekan ikon hijau. "Kak? Kakak enggak lagi di rumah?" tanya di seberang sana. "Biasakan dulu buat ucap salam Karin. Sudah berapa kali kakak bilang kalau---""Iya maaf Kak. Assalamu'alaikum. "Kinara menghela nafas sejenak. Namun dengan begitu ia membalas salam tersebut. "Kak, kunci rumah di mana?" tanya Karin setelah beberapa detik terdiam."Kenapa? Kenapa nanyain kunci rumah?" tanya Kinara mulai merasakan tidak enak hati. "Karin mau tinggal di rumah almarhumah ibu aja kak. Gak mau tinggal seatap sama mertua!"Benar saja akan firasat Kinara, pasti ada apa

Bab terbaru

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Extra Chapter II

    “Assalamu'alaikum…?” Khalifa mengucap salam saat ia masuk ke dalam rumah, ah, bukan hanya Khalifa, Alby juga ada. Keduanya masuk dengan raut muka terlihat capek. “Kak, eum … aku mau mandi dulu ya, seharian kerja bikin aku gerah,” ucap Khalifa pada Alby. Alby tersenyum. “okke, tapi jangan lama-lama ya, udah malam soalnya. Ah iya, pake air hangat biar nggak kedinginan.”Khalifa terkekeh. “Aku bukan kamu yang harus pake air dingin kali, aku kan nggak alergi dingin,” timpal Khalifa menjawab. “Masalahnya kan udah malam, nggak baik buat kesehatan.”“Enggak bakal kak. Udah, lagian aku mandi bakal cepet kok. Dah ya, aku mau mandi dulu!” ucap Khalifa gegas berlari namun dengan cepat Alby menahannya lebih dahulu membuat Khalifa kembali berbalik menatap Alby. “Kalo udah mandi nanti turun ke bawah ya? Aku mau masakin kesukaan kamu. Kita makan bareng,” ucap Alby. Kebetulan sekali keduanya belum makan membuat Khalifa mengangguk antusias. “Cium dulu sini.” Alby menampilkan pipi kanannya. Ia men

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Extra Chapter

    Seminggu berlalu…Seorang wanita berjalan dengan menyeret kopernya. Tergesa-gesa sebab terlambat,bahkan saking tergesa-gesanya, wanita itu tanpa sengaja menabrak bahu seseorang membuat wanita itu menyeru minta maaf. “Ya ampun maaf, Mas. Saya enggak sengaja!” ucapnya sedikit menundukkan kepala, detik berikut kepala wanita itu mendongak. Namun… “Lho?” Sesaat pandangan keduanya bertemu. “Gama?”“Khanza?” Keduanya berseru secara berbarengan. Gama dengan pandangan mata menelisik, sedang Khanza menatap dengan tarikan napas. “Kukira siapa, taunya kamu,” ucapnya merubah raut wajah. Khanza menghela napas, tanpa sepatah kata apapun perempuan itu pergi begitu saja. Gama menaikan alisnya, namun sedetik kemudian ia mengedikkan bahu, ikut pergi dengan menyeret kopernya. Ia tahu yang dirinya tabrak, untuk itu tidak peduli baginya.Gama memilih duduk setelah melakukan check up,melalui maskapai yang telah memberitahukannya kini ia duduk menunggu antrian untuk masuk ke dalam pesawat. Gama menghel

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   END

    Pagi ini Khalifa bangun lebih awal, melihat sosok suaminya yang tertidur pulas. Ah, mungkin efek cairan infus yang masuk ke dalam tubuhnya, membuat pria itu terjaga dari tidurnya. Merasa pegal dibagian lengannya, Khalifa merenggangkan otot-ototnya. Tidur seranjang dengan Alby jelas membuatnya tak bergerak sana-sini, menjadikan ia merasakan pegal. Khalifa menghela napas, ia menunduk melihat pakaiannya yang kotor nan penuh darah, lupa, bahwa memang ia tak mengganti baju. Ah, jangankan untuk mengganti baju, justru hatinya saat itu resah memikirkan Alby. “Aku harus memberitahukan Bunda. Jika tidak mereka pasti khawatir.” Khalifa menatap terlebih dahulu Alby, mumpung pria itu masih tertidur membuat Khalifa gegas pergi. Selain merasa tak nyaman dengan pakaiannya ia juga tak nyaman dengan keadaan ini. Sungguh, walau ada perasaan lega melihat Alby selamat namun ada sisi lain yang membuatnya resah. Mengenai Khanza … Ia belum berani untuk menghadap padanya dan mengatakan yang sejujurnya. *

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 97

    Lihatlah, wajah Alby yang dulunya tampan kini banyak dipenuhi luka. Beberapa luka itu diperban, entah bagian kepala, rahang, maupun anggota tubuh lainnya. Tak kuasa melihat keadaannya seperti ini, Khalifa menunduk dengan hati penuh sesal. “Maafin, Alifa Kak… maaf ….” Khalifa terduduk di kursi yang berada di pinggir ranjang tersebut, menggenggam tangan Alby yang begitu kekar. Dulu, tangan inilah yang selalu siap siaga menggenggam tangannya. “Andai aku tidak menurutinya, andai kita kabur saat itu mungkin keadaan kamu enggak bakal separah ini Kak. Bodoh, harusnya aku menolak ajakanmu untuk melawan mereka. Bodoh!” Khalifa merutuk dirinya, menarik tangan Alby untuk ia kecup. “Sekarang aku baru menyadarinya, Kak. Kalau aku … benar-benar takut kehilangan kamu. Aku takut ….” Khalifa tak bisa lagi membendung tangis yang kian jatuh menimpa pipinya, bengkak sudah kedua matanya sebab terus menangis. “Setelah kehilangan Mama dan Papa, aku enggak mau kehilangan kamu, Kak. Boleh aku egois? Aku i

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 96

    Khalifa menunduk, semakin menangis tertahan dengan tangan yang masi menyentuh kepala Alby. “Kak … tolong … jangan tinggalin aku kayak gini … tolong bangunlah….”“Uhuk!”Sebuah semburat darah tiba-tiba keluar di bibir Alby tatkala pria itu terbatuk. “Kak Al?” Terkejut, Khalifa mendapati Alby membuka matanya dengan ringisan kecil yang keluar. “Khalifa….”Sudah menangis deras kini Khalifa menambah tangisnya tatkala suara lembut itu terdengar. Bergetar hatinya mendengar hal itu. “Kak Al….” Khalifa menangis, memeluk kepala Alby. “maafin aku, Kak. Maaf….”Alby memejamkan matanya menahan rasa sakit, ia menggeleng. “aku kembali untuk kamu, Alif….”Khalifa mengangguk, entah harus bagaiamana tapi ia benar-benar senang tatkala Alby kembali. Terbangun untuk menepati janjinya. Menggenggam erat tangan yang amat dingin itu Khalifa berucap, ““Kita harus ke rumah sakit dulu, Kak. Secepatnya luka kakak harus diatasi,” ucap Khalifa melihat keadaan Alby yang kian parah. “Kakak masih sanggup berdiri?

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 95

    “Kau akan mati ditanganku!” Bugh! Alby langsung menghindar saat orang itu hendak menendang, belati yang dirinya pegang ia tusukkan ke depan untuk mengenal tubuh Alby, namun dengan gesit, Alby menghindar secara agresif. Memilih melawan dari belakang, Alby bisa menghajarnya dari belakang tersebut. Seseorang itu terjatuh, mukanya makin memerah. Satu diantara mereka berjalan maju, membuat Alby harus melawan dua orang sekaligus. Ah tidak, bahkan satunya lagi ikut-ikutan maju, menambah orang yang harus Alby lawan. Cukup kewalahan sebab mereka memiliki senjata masing-masing, sedang Alby hanya menggunakan tangan kosong sebagai tameng dirinya. Satu kali dua kali ia mendapat pukulan yang tak bisa ia hindari, bahkan goresan belati pula harus terkena sampai kulitnya saking keagresifan mereka. Murka, mereka murka sebab merasa terkalahkan oleh Alby. Alby mengatur napasnya dalam-dalam. Melawan 10 orang sekaligus benar-benar menguras tenaganya. Apalagi tidak diberi jeda untuk berhenti se

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 94

    Khalifa berlari dan langsung memeluk Alby. Ia menangis dengan tubuh bergetar hebat. “Kak Al, makasih, makasih telah kembali….” Alby menelan salivanya pelan, bergetar hatinya kala melihat keadaan Khalifa seperti ini. “Maaf, maafkan aku baru datang Alif. Maaf telah meninggalkan kamu seorang diri.” Khalifa menggeleng, ia melerai pelukannya, mendongak untuk melihat wajah Alby. “Mereka … mereka ingin melecehkan aku, Kak. Aku--aku takut ….” Alby melihat wajah ketakutan itu, ia pegang tangan Khalifa untuk menenangkan gadisnya. Namun, yang ia lihat justru gurat merah dari pergelangan tangannya. Khalifa menunduk, ia masih terisak. “Mereka pegang tangan aku dengan keras Kak… mereka kasar dan menyeramkan….” Mendengar lirihan itu rahang Alby mengeras, menoleh ke kanan, ia dapati 11 orang itu yang tampak tertawa saja. “Ayo kabur, Kak. Mereka bukan tandingan kita,” ucap Khalifa kembali. Alby menatap Khalifa, memilih kabur? Itu bukan dirinya. “Tidak Alif, mereka harus membayar at

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 93

    Nyatanya bukan sehabis magrib Khalifa pulang, melainkan sehabis isya baru ia bisa pulang. Jangan tanyakan kenapa, karena saat ini Khalifa ingin sendirian, menjadikan ia habiskan beberapa waktu sendirian di kantor. Dan sekarang waktunya ia pulang beberapa security yang jaga pula sebagian sudah pulang, paling hanya beberapa yang tetap berjaga karena bekerja sesuai shif. Khalifa berjalan terburu-buru menuju mobilnya, lantas melaju membelah jalan tanpa menunggu lama. Takut kemalaman Khalifa makin mempercepat lajunya. Sebuah dering ponsel terdengar namun tak Khalifa gubris untuk mengangkatnya. Memilih abai Khalifa terus melajukan mobilnya di tengah keramaian. Namun, kala ia berbelok ia harus di hadapkan dengan jalan yang cukup sepi. “Huft, semoga tidak terjadi apa-apa.” Khalifa mengucap doa dalam hati. Mau bagaimana pun ia perempuan, dan jelas ia takut jika tiba-tiba ada hal aneh yang melintas. Suara bisingnya motor terdengar dari arah belakang, memusat perhatian Khalifa untuk m

  • Melahirkan Keturunan Untuk CEO   Chapter 92

    Khalifa menangkup kedua pipi di atas meja, bosan melanda hatinya. Hari ini tugas yang diberikan Aavar dalam mempelajari berbagai perbisnisan cukup menguras pikiran dan tenaga. Ternyata susah sekali untuk memahami berbagai persoalan dalam perbisnisan ini. Jika bukan karena otak yang encer mungkin Khalifa memilih tidur saja di atas kasur. Hari ini jam sudah menunjukan pukul empat sore. Tidak terasa, dari pagi sampai saat ini Khalifa menghabiskan waktu hanya di kantor saja, tentunya dengan Khanza. Namun, saat ini perempuan itu entah pergi ke mana, katanya izin keluar sebentar. “Khalifa, Om pulang lebih dulu ya, istri Om kasihan di rumah sendirian.” Tiba-tiba suara Aavar terdengar setelah pintu terbuka. “Kamu pulang lah, besok bisa dilanjutkan.” Punggung Khalifa berdiri tegap. “Nggak deh, Khalifa mau lembur. Soalnya masih banyak banget yang belum dikerjakan Om.” Aavar menoleh. “lembur?” Ia tertawa. “ya ampun Khalifa, ini kan cuma belajar aja. Gak usah terlalu dibuat serius jug

DMCA.com Protection Status